Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cahya Indah Sari Dewi
"Kebudayaan merupakan hasil dari cipta rasa dan karsa manusia. Salah satu unsur dari kebudayaan manusia tersebut adalah religi. Religi selalu berkaitan dengan kehidupan manusia baik masa lampau maupun masa sekarang. Religi atau kepercayaan pada hal-hal yang bersifat spiritual selalu berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Kepercayaan pada hal-hal yang bersipat spiritual ini mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang mengusai alam semesta atau adanyaYang Maha atas segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Setiap religi atau agama memerlukan wadah dan sarana untuk menunjang aktivitas peribadatannyya. Salah satu bentuk wadah dan sarana tersebut adalah bangunan suci. Oleh kerena aktifitas ritual peribadatan pada setiap agama adalah berbeda, maka secara logikanya kebutuhan akan tempat dan ruangan pun berbeda. Kebutuhan ini indentik dengan rasa nyaman, praktis dan sesuai dalam melakukan aktivitas ritual peribadatan. Hal ini pun indentik dengan ajaran dan nilai yang ada dalam agama itu sendiri. Kebutuhan ini kemudian diwujudkan dalam konsep pembangunan suci yang kemudian menjadi salah satu penyebab timbulnya kekhasan bentuk pada sebuah bangunan suci. Salah satunya adalah mesjid. Dalam sebuah konsep penataan ruang pada sebuah bangunan mesjid yang selalu lapang, terdapat kolam bersuci dan adanya batasan yang memisahkan penempatan jemaah perempuan dan laki-laki., Kelenteng juga memiliki konsep penataan ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan para pemeluknya. Hal ini tercermin dalam pola penataan ruang, sistem kontruksi bangunan, dan komponen-komponen yang terdapat di dalamnya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Nurhadi
"Berdasarkan pengamatan dan laporan penelitian arkeologi pada candi-candi di sekitar Prambanan, terdapat berbagai jenis bahan bangunan candi. Secara umum bahan bangunan candi di wilayah ini terdiri dari dua jenis batu, yaitu batu andesit dan batu tufa. Khusus mengenai pemakaian batu tufa pada candi-candi di sekitar Prambanan, rupa-rupanya telah menarik perhati_an peneliti terdahulu. N.J. Krom (1923) adal,ah peneliti pertama yang menelaah masalah ini, terutana pemakaian batu tufa pada Candi Lara Jonggrang, Plaosan dan Sajiwan. Krom melihat bahwa pada umumnya semua candi dibangun dengan batu vulkanis yang masif atau andesit, sedangkan pada ketiga candi tersebut ditemukan batu jenis lain yang tidak keras, yang digunakan untuk bangunan candi bagian bawah. Oleh Krom disebutkan batu itu adalah sejenis mer-gelsteen yang mempunyai struktur berpori (porous). Janis batu ini berasal dari bukit Ratu Baka, di sekitar kepurbakalaan Ratu Baka. Di sana ada bekas penambangan batu yang menunjukkan sisa-sisa batu yang seakan-akan tersusun membentuk anak tangga. Bahan-bahan itu mudah dikerjakan dengan alat penatah karena jelas terlihat batu-batu itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S11949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusirozi Yusuf
"Candi sebagai sebuah bangunan Suci juga merupakan sebuah hasil seni, karena itu pada bangunan candi sangat diperhatikan berbagai macam hiasan dan keseimbangan arsi tektur antar bagi an-bagian candinya. Antefiks merupakan salah satu jenis hiasan candi yang berwujud pipih dengan bentuk variasi segitiga. N. J. Krom menggolongkan antefiks sebagai salah satu ragam hias arsitektural karena tidak dapat dipisahkan dari struktur bangunan sehingga keberadaannya bersifat mutlak. Selain berfungsi sebagai hiasan pelengkap bangunan candi, antefiks juga berfungsi untuk menandai peralihan tingkatan candi. Antefiks terdapat pada candi-candi dengan bentuk, ukuran, dan hiasan yang beraneka. Namun pengetahuan yang ada mengenai antefiks masih terbatas dan penelitian yang terarah terhadap antefiks belum pernah dilakukan, sehingga menjadi suatu alasan yang menarik untuk meneliti masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Dalam penelitian ini yang menjadi data utama adalah antefiks pada gugusan Candi Prambanan karana antefiks pada gugusan candi ini memiliki keanekaragaman dalam hal bentuk, ragam hias, ukuran, dan keletakannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Putrianti Narita
"Landmark sebagai salah satu elemen fisik yang terdapat di dalam lingkungan, memiliki peran sebagai pemberi identitas dan pusat orientasi suatu wilayah, Pemaknaan terhadap landmark tidak selamanya dilihat secara fisik namun juga secara sosial dari bagaimana keterlibatan manusia terhadapnya. Skripsi ini membahas seberapa jauh pemaknaan landmark di dalam suatu lingkungan hingga dapat berperan sebagai patokan dilihat dari bagaimana pendekatan pengalaman ruang manusia terhadapnya. Dari tinjauan studi kasus lingkungan pemukiman dan perkantoran, terlihat adanya perbedaan yang cukup menonjol antara seberapa jauh aspek fisik dan aspek sosial berperan dalam membuat suatu elemen dalam lingkungan dimaknai sebagai landmark.

Landmarks as one of the physical elements in the environment have a role as an identity and point of references of an area. The meaning of landmarks is not always seen physically but also socially from how the human involvement with the landmark. This thesis discusses how far the meaning of landmarks within an environment to be serves as a reference in an environment by knowing how it is approached by human experience of space. By reviewing the case study; neighborhoods and offices environment, there is a difference between both area in how much the physical aspects and social aspects play a role in creating an element within the environment sensed as landmarks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52282
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pricilia Putri Oktaviani
"Artikel ini tentang analisis dari bangunan Mauritshuis di Den Haag dan Paleis op De Dam di Amsterdam yang bergaya arsitektur Hollandse Classicisme.
Tujuan artikel ini adalah memaparkan perkembangan fungsi bangunan Mauritshuis dan Paleis op De Dam serta menjelaskan ciri Hollandse Classicisme pada bangunan Gouden Eeuw (Abad Keemasan), Mauritshuis di Den Haag dan Paleis op de dam di Amsterdam karya Jacob van Kampen. Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka dan disajikan secara deskriptif disertai dengan analisis data berdasarkan buku-buku arsitektur dan internet.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua bangunan tersebut berubah fungsi seiring perkembangan zaman. Ciri bangunan Gouden Eeuw pada bangunan Mauritshuis dan Paleis op de dam karya Jacob van Kampen dipengaruhi oleh gaya Hollandse Classicisme yang merupakan ciri khas gaya pada abad keemasan di Belanda.

This article analyses The Dutch Classicism of Maurits house in Den Haag and Paleis op de Dam in Amsterdam Both of the buildings were designed by Jacob van Campen. The Dutch Classicism in Dutch version is Hollandse Classicisme.
The purpose of this article is to show the functions and to describe the characteristics of The Dutch Classicism on those buildings in the Golden Age. This research use literature review with descriptive analysis based on the architectural books and sites.
The results show that the functions of those buildings had changed throughout decades. The characters of the Dutch Classicism on Maurits house and Paleis op de Dam are tipically the major style of architecture during the Golden Age.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurani Shinanta
"ABSTRAK
Het Stadhuis van Antwerpen adalah salah satu balai kota tertua di Antwerp, Belgia. Balai kota ini dibangun pada 1560 dan sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat wisata. Bangunan ini dirancang oleh Cornelis Floris De Vriendt sebagai simbol kejayaan Kota Antwerp. Sebagai kota pelabuhan terbesar dan kota metropolitan di wilayah Eropa Utara pada masa itu, Het Stadhuis van Antwerpen menjadi lambang kemegahan Kota Antwerp. Gaya bangunan balai kota ini mengadopsi gaya renaissans. Sebagai ciri khas abad ke-16, masa renaissans juga mempengaruhi musik yang ada pada masa itu. Karakteristik musik renaissans adalah bernuansa megah dan tenang. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan arsitektur dengan musik dan memaparkan interaksi yang terjadi antara arsitektur Het Stadhuis van Antwerpen dengan karya musik pada periode renaissans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kemiripan pada elemen-elemen dasar pembentuk gaya bangunan dan musik.

ABSTRACT
The City Hall of Antwerp is one of the oldest city halls in Antwerp, Belgium. The city hall was built in 1560 and is still used as a tourist spot. This building was designed by Cornelis Floris De Vriendt as a symbol of the triumph of Antwerp City. As the largest port city and metropolitan city in Northern Europe at that time, The City Hall of Antwerp was the symbol of the glory of the City of Antwerp. The style of the city hall building adopts the Renaissance style. As a characteristic of the 16th century, renaissance style also influenced the music that existed at that time. The characteristics of renaissance music are magnificent and calm. This research is conducted using qualitative methods. This study aims to describe the relationship between architecture and music, and describe the interactions between the architecture of the city hall of Antwerp and the music in the Renaissance period. The results of the study is that there are similarities to the basic elements forming the building style and music.

"
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chin, Kon Yit
Kuala Lumpur: Jugra Publications, 2003
R 720.595 1 CHI l
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Nuha
"Skripsi ini membahas mengenai pengaruh identitas pada kota benteng pada Kremlin di Kota Moskow dan Bastille di Kota Paris. Studi berfokus pada eksistensi dan signifikansi benteng yang memperlihatkan perbedaan pada ritual dan settings pada pembangunan dan perkembangan kedua benteng dari abad pertengahan hingga sekarang. Ritual, yang diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara kultur atau simbolis, dan settings, yang diartikan sebagai latar belakang, menjadi kajian spesifik dikarenakan perannya sebagai sebuah landasan dalam pembangunan serta representasi identitas dari benteng. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh temuan bahwa benteng muncul dari kebutuhan mempertahankan kota yang dilakukan pada abad pertengahan dan eksistensinya bergantung pada signifikansinya pada identitas dari masyarakatnya. Identitas tersebut dapat diimplementasikan pada urban fabric di sekitar benteng dan simbolisme yang dibangun pada masyarakatnya. Kremlin bertahan dan fungsional hingga sekarang karena simbolismenya sebagai tempat kekuasaan dan identitas Rusia. Di sisi lain, eksistensi Bastille tidak bertahan karena identitasnya yang kental dengan absolutisme Kerajaan Perancis sehingga benteng tersebut dihancurkan pada Revolusi Perancis. Perbedaan mendasar lainnya terletak pada implementasi identitas pada urban fabric di sekitar Kremlin yang membedakan gaya arsitekturnya dengan bangunan di sekitarnya, sementara Bastille memainkan skala untuk menyimbolkan dominansi Kerajaan Perancis.

This thesis discusses the influence of identity on the fortress city on the Kremlin in Moscow and the Bastille in Paris. The study focuses on the existence and significance of these forts, which reveals the differences in rituals and settings in the construction and development of these two forts from the Middle Ages to the present. Ritual, which is defined as a series of activities carried out culturally or symbolically, and setting, which is interpreted as the background, are a set of specific studies because it has been included as the basis for the development and identity representation of the fort. Based on the results of the analysis, it was found that these forts emerged from the need to defend the city, which was carried out in the Middle Ages and their existence depended on their significance on the identity of its people. This identity can be implemented in urban structures around the fort and the symbolism that is built in the community. The Kremlin survives and is functional today because of its symbolism as a place of power and Russian identity. On the other hand, the existence of the Bastille did not last because of its strong identity with the absolutism of the French Empire, so the fortress was destroyed in the French Revolution. Another fundamental difference lies in the implementation of identity in the urban fabric around the Kremlin, which distinguishes its architectural style from the surrounding buildings, while the Bastille plays on a scale to symbolize the dominance of the French Empire."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dinas Museum & Sejarah, 1992
R 959.822 SEJ
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Miksic, John N.
Jakarta: Eric M. Oey, 1999
R 726.14 MIK m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>