Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Esti Utami
Abstrak :
Pada bangunan-bangunan kuna yang mempunyai halaman serta pager berlapis-lapis biasanya akan ditemukan gapura atau pintu gerbang yang berfungsi sebagai pintu masuk maupun pintu penghubung antar halamannya. Bangunan-bangunan tersebut pada umumnya memakai gapura candi bentar sebagai pintu gerbang pertama kemudian untuk rnemaauki_ halaman kedua dan seterusnya digunakan gapura bentuk paduraksa. Penelitian gapura-gapura yang terdapat pada kompleks bangunan kraton Yogyakarta bertujuan untuk rnengetahui adanya hubungan antara bentuk gapura dengan bangunan_bangunan di sekitarnya, bagaimana bentuk hubungan tersebut serta untuk mengetahui hubungan antara bentuk gapura dengan keletakannya di dalam kompleks kraton. Adapun metode penelitian yang digunakan meliputi tahap pengumpulan data, pengolahan data dan tahap eksplanasi. Pertama-tama, dilakukan pengumpulan data kepustakaan kemudian ke-16 gapura kraton dicatat, diukur dan dipotret. Pada tahap pengalahan data dilakukan pemilahan-pemilahan bentuk serta ragam hias gapura kemudian dicari hubungan antara gapura dengan bangunan di sekitarnya. Pada tahap eksplanasi diadakan tinjauan bentuk, keletakan dan tinjauan kronologi gapura kraton. Hubungan antara gapura dengan bangunan-bangunan di sekitarnya terlihat pada persamaan penggunaan nama, bentuk asap tradisional rumah Jawa, ragam hias serta adanya penyelarasan bentuk serta ukuran antara gapura dengan pagar dan bangunan di dalamnya. Penerusan tradisi seni bangunan Hindu pada gapura-_gapura kompleks kraton Yogyakarta ternyata hanya terlihat pada bentuk gapuranya saja, yaitu dengan dikenalnya gapura candi bentar dan gapura paduraksa. Sedangkan pengaruh tradisi tentang bentuk dan ketetakan sudah tidak terlihat lagi karena gapura A dan gapura M yang merupakan pintu masuk pertama dari arah utara dan selatan memiliki bentuk paduraksa. Tata letak gapura tersebut mungkin terjadi akibat dari perkembangan jaman
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Teks Serat Salokantara ini berisi uraian tentang kraton Yogyakarta, termasuk di dalamnya tentang riwayat tata bangunan kraton berikut makna masing-masing bagiannya, mitos dua buah pohon beringin yang terdapat di alun-alun utara dan Pohon-pohon beringin di bagian tempat yang lain, serta bentuk bangsal yang mempunyai makna sendiri-sendiri. Naskah dilengkapi dengan delapan buah gambar sebagai ilustrasi regol, bangsal, pohon, dll. Pigeaud memperoleh naskah ini dari Bale Poestaka pada tahun 1931. Pada koleksi FSUI terdapat empat eksemplar naskah ini (B 29a-d), yaitu ketikan asli (a) dengan tiga tembusan karbon (b-d). Hanya ketikan asli (a) yang dimikrofilm. Data penulisan Serat Salokapatra sedikit membingungkan. Menurut mukadimah (h.l), teks ditulis oleh R. Dartapramuja, berdasarkan catatan-catatan prosa yang disusun oleh seorang Bupati Wadana Taman di Kraton Yogya. Tahun penulisan rupanya ditandai dalam kolofon penutup, berbunyi Kamis Legi, 6 Jumadilakhir pada tahun Warga Ngemat Bujangga Ji. Namun, watak untuk kata warga dan ngemat kurang jelas; kalau diartikan bangsa dan suka, hasilnya tahun 1874 (1943), yang tidak mungkin karena Pigeaud sudah memilikinya dari tahun 1931. Pada salinan lainnya (milik Drs. Sukiyat, Sumbersari VIII, Moyudan, Pos Godean, Yogyakarta; fotokopinya pada Dr. Behrend), terdapat catatan yang menyatakan bahwa teks ditulis oleh M.Ng. Wignyawigena, pada tahun 1936. Tahun 1936 pun tidak mungkinanthimelihat tahun aksesi di Panti Boedaja. Di antara dua data ini, kami cenderung menganggap keterangan dari Dr. Pigeaud lebih kuat dibandingkan data Drs. Sukiyat, yang melaporkannya pada tahun 1984, 53 tahun setelah Pigeaud. Adapun tentang tahun penulisan, untuk sementara cukup tepat kalau dinyatakan bahwa naskah ditulis sekitar awal abad ke-20. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) kinanthi; (3) sinom; (4) megatruh; (5) pucung; (6) asmarandana; (7) pangkur; (8) durma; (9) mijil; (10) gambuh; (11) kinanthi; (12) asmarandana; (13) sinom; (14) dhandhanggula; (15) pucung; (16) megatruh; (17) pangkur; (18) kinanthi.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
UK.7-B 29a
Naskah  Universitas Indonesia Library