Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuli Kusumawardani
Abstrak :
ABSTRAK
Positron Emission Tomography (PET) telah dikenal sebagai modalitas molecular imaging yang sering memberikan informasi yang mendahului hasil pencitraan anatomi dari modalitas lain seperti Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance (MR). Keunggulan PET untuk mendeteksi uptake yang sangat sedikit dari FDG dapat memberikan informasi abnormalitas pada organ, salah satunya pada otak. Pencitraan modalitas PET digunakan untuk mendiagnosis apabila terdapat abnormalitas dalam organ serta untuk memantau keberhasilan perlakuan radioterapi. Pada pencitraan otak menggunakan 2-Deoxy-2-[18F] fluoroglucose (FDG) uptake yang kecil tidak mudah dikenali secara visual, sehingga perlu menggunakan metode yang dapat membantu untuk mendeteksi. Dengan adanya teknik Computer-Aided Diagnosis (CAD) berupa segmentasi dan klasifikasi menggunakan citra PET diharapkan memberikan informasi abnormalitas dengan ukuran kecil yang tidak tampak secara visual. Pada penelitian ini, dikembangkan CAD menggunakan citra otak dengan modalitas PET untuk mendeteksi abnormalitas otak dengan metode klasifikasi menggunakan ekstraksi fitur berupa Gray Level Co-Occurrance Matrix (GLCM), intensity histogram, dan Gray Level Run Length Matrix (GLRLM) sebagai dataset dari klasifikasi teknik Artificial Neural Network (ANN). Hasil klasifikasi yang dievaluasi menggunakan Receiver Operating Characteristic (ROC) dengan hasil error pelatihan terkecil 1.92 ± 0.70 % dan error pengujian terkecil 12.30 ± 3.47%. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem CAD yang dikembangkan dapat mengenali citra otak normal dan abnormal.
ABSTRACT
Positron Emission Tomography (PET) is well known as a molecular imaging modality that provides functional organ information. This information supports the results of anatomical imaging from other modalities such as Computed Tomography (CT) and Magnetic Resonance Imaging (MRI). This superiority is due to the ability of PET to detect of small amount uptake from 2-Deoxy-2-[18F] fluoroglucose (FDG) which provide for information about abnormalities of organs, especially in the brain. Therefore, PET imaging is powerful to diagnose the presence of abnormalities, staging cancer, and evaluating radiotherapy treatment results. In brain PET imaging sometimes, small uptake is not easily visual recognized, hence an additional supporting method for its detection is needed. In this study, Computer-Aided Diagnosis (CAD) of brain abnormalities from PET images using classification methods based on a feature in the form of Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM), intensity histogram, dan Gray Level Run Length Matrix (GLRLM) as a dataset of Artificial Neural Network (ANN). The result based on Receiver Operating Characteristic (ROC) illustrated that the training error was 1.92 ± 0.70 % and the test error was 12.30 ± 3.47%. These results mean that this developed CAD system can recognize normal and abnormal brain images.
2019
T53798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratri Dianti
Abstrak :
Tujuan penelitian. Mengevaluasi gambaran morfologi otak serta menilai korelasi antara kelainan anatomi temuan tomografi komputer otak dan kelainan elektroensefalografi pada penderita epilepsi parsial dewasa. Bahan dan cara Populasi target adalah penderita epilepsi parsial dengan usia onset 17 tahun keatas yang berobat di bagian Neurologi FKUI-RSUPNCM selama tahun 1996 1999. Jumlah percontoh yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 24 penderita. Telah dilakukan pembacaan hasil tomografi komputer otak oleh 2 dokter ahli radiologi diagnostik dan pembacaan elektroensefalo-grafi oleh 1 dokter ahli neurologi. Penilai tidak saling mengkomunikasikan hasil pemeriksaannya. Metodologi. Untuk menguji hipotesa korelasi kelainan temuan tomografi komputer otak dengan kelainan fokal elektroensefalografi dipakai analisa dengan uji statistik Chi-Square, Cohen Kappa maupun Rank Spearman. Hasil. Tomografi Komputer mampu mendeteksi perubahan morfologi otak paling sedikit 25% pada penderita epilepsi parsial dewasa. Yang dapat dianggap penyebab epilepsi parsial pada penelitian ini adalah infark di frontal kanan, kista araknoid temporal kiri dan infark di frontotemporal kanan Secara kwantitatif tidak terdapat korelasi kelainan anatomi TK otak dengan kelainan fokal EEG pada penderita epilelsi parsial dengan serangan awal usia dewasa.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library