Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Made Ayu Wedariani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Pasien pasca cedera kepala seringkali mengalami gangguan kognitif. Instrumen komputer “Stimulasi Kognitif” (STIMKOG) adalah salah satu bentuk intervensi terapetik kognitif eksternal yang dapat diberikan pada pasien cedera kepala. STIMKOG memiliki tujuh stimulus yang mencakup lima domain kognitif. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui fungsi kognitif pada pasien cedera kepala setelah distimulasi dengan STIMKOG.

Metode. Penelitian menggunakan desain eksperimental. Subyek penelitian adalah pasien cedera kepala ringan-sedang yang dibagi atas kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan latihan STIMKOG selama 12 hari berturut-turut sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan di hari 1, 6 dan 12. Evaluasi perubahan fungsi kognitif menggunakan pemeriksaan neuropsikologi Skrining tes Luria Nebraska.

Hasil. Sebanyak 60 subyek ikut dalam penelitian, terbagi atas 30 subyek di tiap kelompok. Rasio jumlah laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Usia dari subyek penelitian berkisar antara 17-45 tahun, sebagian besar berusia 20-40 tahun (63.3%). Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar berpendidikan tamat SMU (51.6 %). Sebanyak 80% subyek adalah cedera kepala sedang sedangkan 20% adalah cedera kepala ringan. Perbaikan nilai STIMKOG kelompok intervensi lebih besar dari kelompok kontrol pada kecepatan waktu, keberhasilan, kegagalan dan persentase jawaban benar. Pada Skrining Tes Luria Nebraska di awal penelitian terdapat gangguan terutama pada tes Kalkulasi 3, Abstraksi dan Bahasa, Working Memory, New Learning Ability, Immediate memory dan atensi. Pasca latihan STIMKOG terjadi penurunan jumlah subyek yang mengalami gangguan kognitif pada kelompok intervensi sebesar 46.7% lebih besar dibandingkan kelompok kontrol (23.3%).

Kesimpulan. Instrumen STIMKOG dapat meningkatkan fungsi kognitf pada pasien cedera kepala ringan-sedang.
ABSTRACT
Background. Patients with traumatic brain injury were frequently had cognitive disfunction. Computer instrument “Stimulasi Kognitif” (STIMKOG) is one of external therapeutic intervention which can be applied to traumatic brain injury patients. STIMKOG has seven stimulus which include five cognitive domains. The objectives of the study were to obtain cognitive function in traumatic brain injury patients after being stimulated by STIMKOG.

Method. An experimental study was conducted. Participants were mild-moderate traumatic brain injury patients which classified into intervention and control group. Intervention group were trained for 12 days consecutively whereas the control group only in day 1, 6 and 12 with level of difficulty 2. Cognitive evaluation was conducted using neuropsychology examination Screening Test Luria Nebraska.

Result. A total of 60 subjects participated in this study, divided into 30 subjects in each group. The ratio of man and woman was 2:1. The age of the subjects was between 17 and 45 years, with age majority between 20-40 years (63,3%). Based on level of education, 51.6% subjects were secondary high school graduates. The subjects consisted of 80% moderate traumatic brain injury and 20% mild traumatic brain injury. The improvement of STIMKOG score in intervention group was greater than control group in time response velocity, success rate, failure rate and correct answer persentage. Post STIMKOG training, number of subjects with cognitive disfunction had decreased 46,7% in intervention group greater than control group (23,3%).

Conclusion. STIMKOG instrument could improve cognitive function in light-moderate traumatic brain injury patients.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditarahma Imaningdyah
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan : Mengetahui hubungan kadar protein S100 pada pasien cedera otak ringan dan sedang yang diukur secara bertahap pada saat pasien tiba di rumah sakit, beberapa jam pasca trauma, dan sekian hari perawatan di rumah sakit, sehingga dapat digunakan sebagai petanda kerusakan otak.

Latar belakang : Cedera otak menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia karena dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Diagnosis cedera otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis neurologi, dan CT scan atau MRI untuk melihat kerusakan anatomi. Pemeriksaan kadar protein S100 pada pasien cedera otak ringan dan sedang dengan menggunakan bahan serum diperlukan untuk mendeteksi dan dapat untuk mengevaluasi adanya kerusakan otak pasca traumatik.

Metode : Subyek penelitian adalah orang sehat dan pasien cedera otak ringan dan sedang berdasarkan nilai SKG, pemeriksaan klinis neurologi, dan CT scan, yang diambil darahnya untuk pemeriksaan kadar protein S100 pada saat tiba di rumah sakit, 6 jam pasca trauma, 24 jam pasca trauma, dan hari terakhir perawatan. Pemeriksaan kadar protein S100 dalam serum menggunakan Elecsys S100 dengan prinsip ECLIA.

Hasil : Terdapat perbedaan bermakna (p = 0,001) pada semua kadar protein S100 yang diukur saat tiba di rumah sakit, 6 jam pasca trauma, 24 jam pasca trauma, dan hari terakhir perawatan, baik pada pasien cedera ringan maupun sedang. Puncak kadar protein S100 tercapai pada 6 jam pasca trauma pada pasien cedera otak ringan dan sedang. Kadar protein S100 pada pasien cedera otak sedang saat tiba di rumah sakit lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pasien cedera otak ringan (median 0,259 μg/L rentang 0,207 – 0,680 μg/L vs median 0,150 μg/L rentang 0,051 – 0,289 μg/L, p = 0,001) dan kadar protein S100 pasien cedera otak ringan saat tiba di rumah sakit lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kadar protein S100 orang sehat (median 0,150 μg/L rentang 0,051 – 0,289 μg/L vs rerata 0,065 ± 0,017μg/L, p = 0,001).

Kesimpulan : Pada pasien cedera otak ringan dan sedang saat tiba di rumah sakit sudah terdapat peningkatan kadar protein S100 secara bermakna dibandingkan dengan orang sehat. Protein S100 dapat digunakan sebagai petanda untuk deteksi dan evaluasi kerusakan otak pasca traumatik.
ABSTRACT
Objective: To identify the relation of protein S100 level in mild and moderate brain injury patient, which is measured repeatedly at admission, few hours post trauma, and few days of hospitalization, thus it can be used as brain injury biomarker.

Background: Brain injury becomes worldwide public health issue since it may cause disability and mortality. The diagnosis of brain injury is made based on clinical neurology examination, and CT scan or MRI, to observe anatomical impairment. Serum S100 protein examination in mild and moderate brain injury patients is needed to detect and evaluate the presence of post traumatic brain injury.

Method: This research subject is healthy people and patients with mild and moderate brain injury, based on their GCS grade, clinical neurologic examination, and CT scan. On these patients, the blood for S100 protein examination is taken at admission, 6 hours post trauma, 24 hours post trauma, and last day of hospitalization. Examination of a serum S100 protein is conducted using Elecsys S100 with ECLIA method.

Result: There is significant difference (p = 0,001) in mild or moderate brain injury patients in all serum S100 protein which is measured at admission, 6 hours post trauma, 24 hours post trauma, and the last day of hospitalization. The peak level of serum S100 protein reached at 6 hours post trauma. Serum S100 protein in moderate brain injury patients at admission is significantly higher than the mild ones (median 0, 259 μg/L range 0,207 – 0,680 μg/L vs median 0,150 μg/L range 0,051 – 0,289 μg/L, p = 0,001), and serum S100 protein in mild brain injury patients is also significantly higher than healthy people (median 0,150 μg/L range 0,051 – 0,289 μg/L vs mean 0,065 ± 0,017μg/L, p = 0,001).

Conclusion: In mild and moderate brain injury patients, serum S100 protein is already significantly increased at admission, compared to healthy people. Serum S100 protein can be used as brain injury biomarker to detect and evaluate the presence of post traumatic brain injury.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Ramadia
Abstrak :
ABSTRAK
Klien stroke yang dirawat di rumah sakit sekitar 30-40% mengalami kondisi depresi. Depresi disebabkan karena kondisi fisik klien yang mengalami perubahan akibat penyakit stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi kognitif dan psikoedukasi terhadap kondisi depresi, ketidakberdayaan dan kemampuan mengubah pikiran negatif pada klien stroke di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Desain penelitian ini quasi experimental pre and post test with control group dengan jumlah sampel sebanyak 87 orang yang dipilih menggunakan teknik consecutive sampling dimana 29 orang mendapat terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga, 29 orang hanya mendapat terapi kognitif dan 29 orang tidak mendapatkan terapi. Uji analisis yang digunakan yaitu uji anova dan pair t-test. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kondisi depresi dan ketidakberdayaan serta peningkatan kemampuan mengubah pikiran negatif pada klien stroke yang mendapat terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga lebih besar bermakna (Pvalue < 0,05) dibanding kelompok yang hanya mendapat terapi kognitif dan yang tidak mendapatkan terapi. Faktor yang berkontribusi terhadap kondisi depresi pada klien stroke adalah usia. Terapi Kognitif dan psikoedukasi keluarga direkomendasikan pada klien stroke yang mengalami depresi dan ketidakberdayaan.
ABSTRACT
Stroke patients who were take care in the hospital 30-40% in depression condition. Depression was cause by physical condition patients that were changed due to stroke illness. This research aim was to determine the effect of cognitive therapy and psycho Education for depression, helplessness, and ability to change negative thoughts for stroke patients at Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. This research design was quasi experimental pre and post test with control group with a total of sample 87 person with 29 persons are given cognitive therapy and family psychoeducation therapy, 29 persons are given only cognitive therapy and 29 persons are not given therapy. Analysis by anova test and Pair t-test. The result of research show a decrease in depression and helplessness condition and increase the ability to change negative thoughts of stroke clients whom received cognitive therapy and family psychoeducation group larger than whom just only receive cognitive therapy and the group without therapy (p value <0,05). There was factor that contribute depression condition of stroke client is age. Cognitive therapy and Family Psychoeducation are recommended for stroke klien who got depression and helplessness.
2013
T36100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library