Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Djamil Ibrahim
"ABSTRAK
Studi pergeseran kountur dengan metode proyeksi grating adalah merupakan metoda "straightforward" dengan menentukan 3 harga koordinat yang dipilih pada suatu tes obyek yang dibentuk oleh proyeksi jala (grating).
Dalam teknik ini, grating yang disebut "shadow projection type" moire topografi diganti dengan suatu bentuk grating mempunyai jala 2-3 cm. Tehnik ini, dapat diambil tiga koordinat dari titik penampang grating dengan menggunakan formula yang sama dalam teknik moire topografi. Dengan memperoleh tiga koordinat untuk setiap titik pada penampang, maka dapat ditentukan konkap dan konvek tanpa mengacu pada suatu "apriori konowledge". Dengan dikembangkan teknik ini dapat digunakan dalam orthopedik, khususnya mempelajari kontur tubuh.

ABSTRACT
The study grating countur shape method is a straightforward method which determines the three coordinate values of points selected on a test object to form a square mesh. In this technique, the grating of the so-called shadow projection type moire topography is replaced by a grating forming 2-3 cm square mesh. By this technique , we can obtain the three coordinates of the intersection point of the grating, using almost the same formula of moire topography. Because we can obtain three coordinates for each intersection point, we can determined the convexity and the concavity without referring to apriori knowledge. Based this technique, we applied in orthopedic especially to study a body contours."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Liem, Isabella Kurnia
"Perkiraan panjang utuh tulang dari panjang fragmen-fragmennya perlu dilakukan sebagai langkah pertama dalam memperkirakan tinggi badan pada kasus identifikasi atas mayat tak dikenal yang ditemukan dalam keadaan tidak lengkap (kasus mutilasi, berupa bagian-bagian kerangka atau fragmen-fragmen tulang). Penelitian perkiraan panjang utuh tulang dari panjang fragmen-fragmennya pada populasi Indonesia belum pernah dilaporkan, sehingga di lapangan digunakan rumusan yang dibuat berdasarkan penelitian-penelitian pada populasi lain dengan hasil yang kemungkinan kurang tepat. Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian analitik-non eksperimental yang bertujuan memperkirakan panjang utuh tulang femur, tibia dan humerus dari panjang fragmen-fragmennya pada populasi Melayu (Deuteromalayid) Indonesia.
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap 454 tulang yang berasal dari 158 tulang femur (114 pria dan 44 wanita), 125 tulang tibia (90 pria dan 35 wanita), dan 169 tulang humerus (128 pria dan 41 wanita). Pada setiap tulang dilakukan pengukuran terhadap panjang utuh tulang dan panjang fragmen-fragmennya berdasarkan definisi Steel. Kemudian dilakukan analisis mengenai perbedaan panjang utuh tulang dan panjang fragmen-fragmennya serta rasio panjang fragmen-fragmen tulang terhadap panjang utuh tulangnya antara pria dan wanita, dan antara posisi lateral kanan dan kiri dengan uji ANOVA dua jalur, yang dilanjutkan dengan analisis regresi dan faktor multiplikasi untuk mencari hubungan di antara kedua parameter tersebut.
Dan hasil analisis tersebut ditemukan bahwa: 1) panjang utuh dan panjang fragmen tulang femur, tibia dan humerus pria lebih panjang daripada wanita, kecuali fragmen T5 dan H3, 2) rasio panjang fragmen-fragmen tulang tibia (T2, T4 dan T5) dan humerus (HI dan H3) pria berbeda dengan wanita, tetapi pada tulang femur rasio tersebut antara pria dan wanita sama; 3) panjang utuh dan panjang fragmen-fragmen tulang femur, tibia dan humerus serta rasio panjang fragmen-fragmen tulang femur, tibia dan humerus kanan sama dengan kiri; 4) persamaan regresi dengan menggunakan prediktor panjang fragmen-fragmen tulang femur, tibia dan humerus layak digunakan untuk memperkirakan panjang utuh tulangnya, kecuali fragmen T1 dan T5 pria dan wanita, dan H3 wanita; 5) faktor multiplikasi fragmen-fragmen tulang femur, tibia dan humerus layak digunakan memperkirakan panjang utuh tulangnya; 6) persamaan regresi lebih tepat dalam memperkirakan panjang utuh tulang femur, tibia dan humerus dan fragmen-fragmennya dibanding faktor multiplikasi, namun secara statistik tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna.

Estimating Bone Length Of Femur, Tibia And Humerus From The Fragment Length In Indonesian Malay (Deuteromalayid) PopulationEstimating length from its fragment length is required as the first step in estimating stature for identification of incomplete unknown bodies (for example, in mutilation cases and in cases in which only parts of human skeletons or fragmented bone are found). The method for estimating bone length from its fragment length in Indonesian population has not been reported yet. Therefore, in the real case, the estimation of bone length is calculated based on the other population data that usually result on relatively inaccurate result. Based on that reason, an analitic-non-experimental research was executed to get better method for estimating bone length of femur, tibia and humerus from the fragment length in Indonesian Malay (Deuteromalayid) population.
The examination was performed on 454 bones that consisted of 158 femur (114 males and 44 females), 125 tibia (90 males and 35 females), and 169 humerus (128 males and 41 females). The measurements of the complete bone lengths and their fragment lengths were based on Steel definition. The analysis of the differences between bone lengths, the fragment lengths and the ratio of the fragmented bone versus the bone length were done between males and females, and between right and left side with two way ANOVA analysis. The analysis was continued with the regression and multiplication factor analysis to find the relationship between these two parameters.
The results showed: 1) the male's bone length of femur, tibia and humerus and the fragment length were longer than the female's, except T5 and 1-13 fragments, 2) the male's ratio of the fragmented bones of tibia (T2, T4, and T5) and humerus (HI and H3) to their total length were different from the female's, but for femur, the male's ratio was the same as the female's; 3) the bone length, fragments length and the ratio of the fragmented bone of femur, tibia and humerus on the right side were equal with the left side; 4) regression equations fragment of femur, tibia and humerus can be used for estimating the, bone length, except the male's dan female's T1 and T5 fragments, and the female's H3 fragmen; 5) multiplication factor of fragmented bone of femur, tibia and humerus can be used for estimating the bone length; 6) regression equation is more precise than multiplication factor in estimating the bone length from the fragment length, although, statisticaly, there are no significant differences."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichramsjah Azim Rachman
"Di kawasan 4 musim dengan terbatasnya sinar matahari, yang berarti terbatasnya paparan sinar ultraviolet Beta (UV R), dapat mengakibatkan gangguan atau tidak terjadi sintesis vitamin D3 kulit pada bulan-bulan tertentu. Di Boston (USA) misalnya, dari bulan November sampai Februari, 4 bulan lamanya; lebih ke utara lagi di Edmonton (Kanada), periodenya lebih panjang lagi yaitu sampai 6 bulan lamanya, Dalam keadaan seperti ini penduduk yang tinggal di kota-kota tersebut akan mengalami defisiensi vitamin D3 yang mengakibatkan turunnya produksi hormon kalsitriol. Kejadian ini selanjutnya akan mengganggu proses mineralisasi tulang, yaitu sebagai akibat formasi tulang yang tidak lengkap, yang kemudian berlanjut dengan terjadinya perubahan keseimbangan remodeling tulang kearah resorpsi tulang. Remodeling tulang sendiri adalah proses keseimbangan antara formasi tulang dan resorpsi tulang. Perubahan remodeling tulang dapat dinilai dari bone turn over, dengan melihat aktivitas osteoblast (OBL) dan osteoclast (OKL) melalui pemeriksaan serial osteokalsin dan dioksipiridinolin (DPD).
Hormon estrogen sangat penting dalam kehidupan wanita, karena berperan pada pengaturan siklus haid dan keseimbangan remodeling tulang. Penurunan hormon estrogen secara fisiologis dimulai pada usia 40 tahun, dan dapat menimbulkan keluhan sindroma defisiensi hormon estrogen. Pada usia pascamenopause, sekitar usia 50 tahun ke atas, defisiensi estrogen dapat mengakibatkan perubahan keseimbangan remodeling tulang, yaitu berupa penurunan formasi tulang dan peningkatan resorpsi tulang.
Dengan demikian para wanita yang tinggal di kedua kola tersebut di atas, mereka telah mengalami kekurangan paparan sinar UV pada usia reproduksi mengakibatkan rendahnya kadar harmon kalsitriol pada tubuh mereka. Dapat dimaklumi pada saat mereka memasuki usia pramenopause, mereka sesungguhnya telah mengalami penurunan remodeling tulang, dan apabila ditambah dengan telah adanya penurunan harmon estrogen secara fisiologis pada usia pramenopause tersebut, maka keadaannya dapat menjadi parah lagi yaitu osteoporosis lanjut sampai ke parah tulang. Dengan demikian, tuiang sebagai kerangka yang merupakan suatu organ vital dan berupa jaringan ikat dinamik serta mampu menyeimbangi fungsi integritas mekanik persendian dan fungsi jaringan lunak, akan terganggu pada usia relatif muda. Kejadian ini jelas akan menurunkan kualitas hidup wanita tadi. Untuk mengatasi masalah keterbatasan paparan sinar matahari, wanita di kedua kota tersebut di atas mendapat suplementasi kalsitriol dalam bentuk tablet.
Baik hormon estrogen maupun hormon kalsitriol mempunyai reseptor di OBL yang merangsang aktivitas OBL untuk membentuk kolagen tipe 1 dan mineralisasi tulang, sehingga terjadi aktivitas formasi tulang dan tercapainya keseimbangan remodeling tulang selama masa reproduksi. Estrogen terutama diipasok oleh kelenjar endokrin ovarium; diproduksi secara siklik selama masa reproduksi, menurun secara frsiotogis pada masa pramenopause, menopause dan tidak diproduksi lagi pada pascamenopause. Sumber vitamin D3 berasal dari kulit melalui perubahan 7 dehidrokolesterol (7 DHK) oleh paparan sinar UV r3 matahari. Vitamin D3 kemudian dihidroklisasi di hail dan ginjal. Kalsitriol selain dibentuk dari vitamin D3 kulit, juga dan vitamin D2 (dalam jumlah sedikit) yang berasal dari makanan."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
D289
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Melda Silvia Sari
"Kandungan fitoestrogen dalam buah kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp.) dapat mencegah kehilangan massa tulang akibat defisiensi estrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiosteoporosis dari ekstrak etanol 70% buah kacang panjang berdasarkan jumlah sel osteoklas pada growth plate tulang trabekular tikus yang telah diovariektomi. Dalam penelitian ini dilakukan ovariektomi pada 30 ekor tikus putih betina dan pembedahan tanpa ovariektomi pada 6 ekor tikus betina lainnya. Tikus-tikus ini kemudian dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol negatif yang mendapat CMC 0,5%, kelompok II sebagai kontrol positif yang mendapat larutan natrium alendronat dengan dosis 0,18 mg/200 g BB tikus, kelompok III, IV, dan V merupakan kelompok dosis yang diberikan ekstrak buah kacang panjang dengan dosis berturut-turut, 100; 200; dan 400 mg/200 g BB tikus yang disuspensikan dalam CMC 0,5%, dan kelompok VI sebagai kelompok sham diberikan CMC 0,5%. Pemberian perlakuan dimulai pada hari ke-21 pascaovariektomi dan diberikan perlakuan selama 28 hari. Pada hari ke-29 pasca pemberian ekstrak, tikus dikorbankan dan diukur berat uterusnya serta diambil tulang trabekularnya untuk dibuat menjadi suatu preparat histologi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah kacang panjang dapat digunakan sebagai agen antiosteoporosis dengan dosis optimum adalah dosis 100 mg/200 g BB tikus.

The content of phytoestrogens in long bean (Vigna unguiculata (L.) Walp.) can prevent loss of bone mass caused by estrogen deficiency. This study aimed to determined the effect antiosteoporosis of 70% ethanolic extract of long bean based on the number of osteoclasts in trabecular bone growth plate that had been ovariectomized rats. Ovariectomy in this study conducted on 30 female white rats and surgery without ovariectomy in female rats 6 others. These rats were divided into 6 groups. Group I as a negative control group which received 0.5% CMC, group II as a positive control group who received a dose of sodium alendronate solution of 0.18 mg/200 g BW rats, group III, IV, and V is the dose given long bean extracts length with successive doses, 100; 200; and 400 mg/200 g BW rats suspended in 0.5% CMC, and the group VI as a sham group given 0.5% CMC. Provision of treatment started at day-21 pascaovariektomi and given treatment for 28 days. On day 29 after received the extract, the rats were sacrificed and uterus weight were measured and taken his trabecular to be made into a histological preparations. This study showed that administration of long bean extract can be used as an antiosteoporosis agent, the optimum dose is the dose of 100 mg/200 g BW rats."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43445
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Mudjiati
"Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai oleh penurunan densisitas massa tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah, disebabkan oleh kurangnya asupan kalsium pada usia muda. Secara tidak langsung, pengetahuan, sikap dan perilaku seorang individu berperan terhadap kebiasaan dalam mengkonsumsi kalsium.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku tentang asupan kalsium serta faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan desain Cross-sectional. Sebanyak 108 subyek telah di pilih secara random. Pada awal penelitian, subyek diminta mengisi identitas umum berupa nama, usia, asal pulau, pendidikan & pekerjaan orangtua, dan dilakukan pengukuran TB, BB, dan lingkar badan, kemudian subyek harus mengisi kuisioner pengetahuan, sikap dan perilaku tentang asupan kalsium.
Di akhir penelitian, peneliti menganalisis seluruh data yang didapatkan dan mencari hubungan diantaranya. Sebanyak 76,9% responden memiliki pengetahuan baik, 84,3 % memiliki sikap positif dan 82,4% memiliki perilaku kurang. Tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan sikap tentang asupan kalsium (p > 0,05; fisher2 sided), dan antara pengetahuan dengan perilaku tentang asupan kalsium (p > 0,05; fisher2 sided). Namun untuk pengujian kategori sikap terhadap perilaku tentang asupan kalsium didapatkan hubungan bermakna (p < 0,05; fisher2 sided). Tidak terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, dan asal daerah dengan pengetahuan tentang asupan kalsium (p>0,05; Chi Square), dan antara tingkat pendidikan orangtua dengan pengetahuan subyek tentang asupan kalsium (p>0,05; kolmogorov-Smirnov). Pengetahuan tentang asupan kalsium tidak memiliki hubungan bermakna dengan sikap dan perilaku terhadap asupan kalsium, sedangkan sikap tentang asupan kalsium memiliki hubungan bermakna dengan perilaku tentang asupan kalsium.

Osteoporosis is a bone disease which is characterized by the bone mass densisity that decreases and makes bones become brittle and easily broken. The reason behind this problem is because of the inadequate calcium intake during adolescence. Indirectly, knowledge, attitudes and behavior of an individual can contribute to the habit of calcium consumption. In this research, the researcher wanted to know the relationship between knowledge, attitudes and behaviors about calcium intake and related factors.
This research design is cross-sectional and has 108 subjects who were chosen randomly. Subjects asked to fill their identity form that consists of name, age, gender, island of origin, parental education & occupation, their weight and height measured, then filled the questionnaires of knowledge, attitudes and behaviors about calcium intake.
At the end, researcher analyzed subject data’s and was looking for the relationship between them.The number of students that has good knowledge are 83 people (76,9%), positive attitude are 91 people (84,3%), poor behavior are 89 people (82,4%). There was no significant relationship between knowledge with attitudes about calcium intake (p>0.05,Fishertest), and knowledge with behavior about calcium intake (p>0.05,Fishertest). But, there was significant relationship between attitudes with behavior about calcium intake (p <0.05, Fishertest). There was no relationship between age, gender, and island of origin with the knowledge about calcium intake (p>0.05,ChiSquare), and between parent’s education level with knowledge about calcium intake (p>0.05,Kolmogorov-Smirnov). Knowledge about calsium intake had no significant relationship with attitudes and behaviors of calcium intake, while attides about calsium intake have a meaningful relationship with the behavior of calcium intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book describes the basics of bone biology and of the immune system and provides insight into the molecular mechanisms of bone diseases. In addition, clinical data is presented and put into context with the newest research findings. "
Wien: Springer, 2012
e20417999
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"There are many theory about the growth of craniofacial that proposed by any scientist with different understanding background. The genetic theory described that genes determine all. Dominace Sutural theory according to Sicher, said that primary event in sutural growth is the proliferation of the connective tissue between the two bones. The nasal septum theory from Scot showed that cartilage is a more pressure-tolerant tissue than the vascular-sensitive sutures. It presumably has the developmental capacity to expansively push the whole nasomaxillary complex downward and forward. Moss hypothesis suggest that bone and cartilage lack growth determination and grow in response to intrinsic growth of associated tissues. The associated tissues call "functional matrices". Each component of a functional matrices perform a necessary service-such as respiration, mastication, speech, while the skeletal tissue support and protect the associated functional matrices. Functional matrices consist of periosteal and capsuler. Besides that, there are many factors to control craniofacial growth, such as natural and disruptive. The natural factors include function, general body growth, neurotrophism. While disruptive is orthodontic forces, surgery, malnutrition, malfunction, gross craniofacial anomalies."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
IB Wiweka Sastrawan
"Latar belakang : Tindakan untuk mencegah hilangnya tulang dan melindungi arsitektur tulang belum menjadi bagian dari manajemen stroke sampai saat ini. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian dimana sebagian besar pasien stroke akan mengalami komplikasi (hemiparesis). Perjalanan klinis dari stroke dengan hemiparesis/hemiplegi merupakan predisposisi untuk terjadinya gangguan pada fisiologi tulang sehingga menyebabkan terjadinya reduksi dini pada densitas tulang. Oleh sebab itu kami melakukan penelitian untuk melihat densitas massa tulang pada pasien pasca stroke.
Tujuan : Mengetahui gambaran densitas massa tulang pada pasien pasca stroke, perbedaan densitas massa tulang pada sisi yang lumpuh dan yang tidak lumpuh dan mengetahui korelasi antara derajat kekuatan motorik dengan penurunan densitas massa tulang.
Metodologi : Studi potong lintang dengan membandingkan densitas tulang femoral neck sisi yang lumpuh dengan sisi yang tidak lumpuh dan dilakukan uji korelasi untuk mengetahui korelasi antara derajat kekuatan motorik dengan penurunan densitas tulang.
Hasil : Dari 35 sampel yang terkumpul, didapatkan median usia 59 tahun, median IMT 22,22 kg/M2 median kadar kalsium serum 9,10 mg/dL dan median kekuatan motorik yang lumpuh adalah 3. Rerata densitas tulang femoral neck sisi yang lumpuh adalah 0,822 gr/cm2 'Didapatkan perbedaan yang bermakna antara rerata densitas tulang femoral neck sisi yang lumpuh dengan yang tidak lumpuh ( p=0,001 ). Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kekuatan motorik sisi yang lumpuh dengan densitas tulang femoral neck sisi yang lumpuh (r= 0,166; p=0,340).
Kesimpulan : Rerata densitas tulang femoral neck sisi yang Iumpuh sebesar :0,822 gr/cm2 Didapatkan rerata densitas tulang femoral neck yang lebih rendah pada sisi yang lumpuh dibandingkan sisi yang tidak lumpuh sedangkan korelasi antara kekuatan motorik dengan densitas tuiang femoral neck belum dapat dibuktikan.

Backgrounds: Bone loss prevention and bone architectural protection have not been established as a part of stroke management so far. Stroke is a major cause of disability and mortality because most of stroke patient will have complication (hemi paretic). Clinical history of hemi paretic/ hemiplegics stroke disturbs the bone physiology that will cause early reduction of bone mass density. Therefore, we conduct this study to observe the bone mass density in post-stroke patient.
Objective: To recognize the profile of bone mass density in post-stroke patient, the difference of bone mass density in immobilized part. Compared to the normal part as well as the correlation between the grade of motor strength and the reduction of bone mass density.
Methods: A cross sectional study comparing bone mass density of neck femoral in immobilized part and normal part has been conducted. In addition, a correlation test to recognize the correlation between the grade of motor strength and the reduction of bone mass density was also conducted.
Result: The median age of 35 samples collected was 59 years, median IMT was 22.22 kg/M2 median of calcium serum level 9.10 mg/dL and the median of motor strength of immobilized part was 3. Mean of bone density in immobilized neck femoral was 0.822 g/cm2. We found a significant difference between mean of bone density in immobilized femoral neck compared to normal (p = 0.001). There was no significant correlation between immobilized motor strength and bone density of immobilized femoral neck (r = 0.166; p = 0.340), but greater motor strength has a greater mean of bone density.
Conclusion: Mean of bone density in immobilized femoral neck is 0.822 g/cm2. We found a lower mean of bone density in immobilized femoral neck compared to the normal part while the correlation between motor strength and bone density of femoral neck has not been established.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saukani Gumay
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0288
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rabe, David
New York: Penguin Books, 1978
812.54 RAB b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>