Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inayah
Abstrak :
Imobilitas sering dijumpai pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit, yang menyebabkan sulit dilakukan penimbangan. Kondisi lain seperti amputasi, organ tubuh tidak lengkap kongenital, tumor, pembesaran organ, kehamilan, edema atau asites, menyebabkan penimbangan berat badan tidak akurat. Berat badan diperlukan untuk menentukan kebutuhan energi, protein, cairan, serta pemantauan kecukupan tatalaksana nutrisi pada pasien, serta untuk perhitungan dosis obat dan fungsi ginjal. Formula berat badan estimasi telah dikembangkan dengan berbagai parameter antropometri, salah satunya Formula Cattermole yang menggunakan komponen lingkar lengan atas (LILA), dengan beberapa keuntungan yaitu mudah dan cepat dengan alat ukur yang efisien dan mudah dibawa. Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk mengetahui kesahihan rumus estimasi berat badan dengan berat badan (BB) aktual pada pasien rawat inap dewasa di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta (n=96). Didapatkan hasil rerata BB aktual 58,98 ± 13,80 kg, rerata BB estimasi berdasarkan LILA posisi tegak 60.1±17.28 kg, median BB estimasi berdasarkan LILA posisi baring 60.6 (21,2-114), beda rerata BB aktual dengan BB estimasi berdasarkan LILA posisi tegak -1.12 kg (p=0.16), beda rerata BB aktual dengan BB estimasi berdasarkan LILA posisi baring -1.38 (p=0.17). Dilakukan analisis Bland Altman, didapatkan limit of agreement (LOA) minimal dan maksimal berada di luar batas LOA 5 kg. Pola sebaran titik banyak di luar batas garis LOA baik minimal maupun maksimal pada kurva scatter plot Bland Altman. Sebagai kesimpulan, terdapat selisih antara berat badan estimasi menggunakan formula Cattermole dengan berat badan aktual, serta penelitian masih terbatas dilakukan pada pada pasien rawat inap di Indonesia. Fomula Cattermole belum dapat digunakan pada populasi umum di Indonesia. Diperlukan penelitian lebih lanjut pada populasi lain di Indonesia dengan kriteria subjek yang lebih beragam ......Immobility is often found in patients undergoing hospital treatment, which makes weighing difficult. Other conditions such as amputation, congenital incomplete organs, tumors, organ enlargement, pregnancy, edema or ascites, cause inaccurate weight measurement. Body weight is needed to determine energy, protein, fluid requirements, as well as monitoring the adequacy of nutritional management in patients, as well as for calculating drug doses and kidney function. The estimated body weight formula has been developed with various anthropometric parameters, one of which is the Cattermole Formula which uses the upper arm circumference component, with several advantages, namely being easy and fast with efficient and easy-to-carry measuring instruments. This study was a cross-sectional study to determine the validity of the formula for weight estimation with actual body weight in adult inpatients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta (n = 96). The results obtained mean actual body weight was 58.98 ±13.80 kg, mean estimated body weight based on upright MUAC was 60.1±17.28 kg, median estimated body weight based on supine MUAC was 60.6 (21.2-114) kg, the average difference is -1.12 kg (p=0.16) between actual body weight and estimated body weight based on upright MUAC and -1.38 (p=0.17) between actual body weight and estimated body weight based on supine MUAC. Bland Altman analysis was performed, limit of agreement (LOA) minimum and maximum, all outside the LOA limit of 5 kg. The distribution pattern of many points outside the LOA line on the Bland Altman scatter plot curve. In conclusion, there is a difference between the estimated body weight using the Cattermole formula and the actual body weight, and the research is still limited to inpatients in Indonesia. Cattermole formula can not be used in the general population in Indonesia. Further research is needed on other populations in Indonesia with more various subject criteria.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Andrevz Reminiscere Habasaron
Abstrak :
Pembatasan sosial yang diberlakukan akibat pandemi COVID-19 membatasi kesempatan melakukan aktivitas fisik dan meningkatkan perilaku sedenter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan aktivitas fisik terhadap berat badan mahasiswa pada masa pandemi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2018 hingga 2021. Pengambilan data dilakukan dengan mengisi kuesioner secara daring di bulan Maret-Agustus 2023. Intensitas aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner Global Physical Activity Questionnare (GPAQ). Dilakukan perbandingan intensitas aktivitas fisik dan berat badan sebelum dan saat pandemi. Hubungan antara perubahan aktivitas fisik dan karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, riwayat infeksi COVID-19) dengan perubahan berat badan dianalisis melalui uji chi-square dan penghitungan odds ratio. Penelitian ini melibatkan 121 subjek dengan median usia 20 tahun (Inter Quartile Range [IQR]=2) dan sebanyak 72/121 (59.5%) subjek adalah laki-laki. Sebagian besar (66/121) subjek tidak mengalami perubahan aktivitas fisik saat pandemi (54,5%). Terdapat peningkatan signifikan (p<0,001) berat badan mahasiswa saat pandemi (median 60, IQR 24,5) dibandingkan sebelum pandemi (median 58, IQR 21). Ditemukan peningkatan berat badan pada 48/121 (39,7%) mahasiswa. Tidak terdapat hubungan bermakna antara perubahan aktivitas fisik, usia, dan riwayat infeksi COVID-19 dengan perubahan berat badan (p>0,05). Perempuan lebih berisiko mengalami perubahan berat badan (OR= 2,9; 95% Confidence Interval= 1,39-6,36; p=0,004). Terdapat peningkatan berat badan mahasiswa saat pandemi. Namun, perubahan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan bermakna dengan perubahan berat badan. Jenis kelamin perempuan meningkatkan risiko peningkatan berat badan saat pandemi. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis faktor lain yang berhubungan dengan kenaikan berat badan mahasiswa. ......Social restrictions imposed due to the COVID-19 pandemic limit opportunities for physical activity and increase sedentary behavior. This study investigates the correlation between changes in physical activity and university students body weight during the pandemic. This study was a cross-sectional study conducted on students of the Faculty of Medicine, University of Indonesia from 2018 to 2021. Data were collected by filling out an online questionnaire in March-August 2023. Physical activity intensity was measured using the Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Analysis compared pre-pandemic and pandemic physical activity levels and body weights. Chi-square tests explored the relationship between physical activity changes, subject characteristics (age, gender, COVID-19 history), and changes in body weight. This study involved 121 subjects with a median age of 20 years (IQR=2), and 59.5% of the subjects were male. Most subjects (54.5%) showed no change in physical activity during the pandemic. The mean body weight increased (median 60, IQR 24.5) compared to pre-pandemic (median 58, IQR 21) (p<0.001), with 39.7% experiencing weight gain. There was no significant association between changes in physical activity, age, and history of COVID-19 infection with weight change (p>0.05). Women were more at risk of weight change (OR= 2.9; 95% Confidence Interval p=0.004).  University students experienced weight gain during the pandemic. However, changes in physical activity did not significantly correlate with body weight changes. Female gender was notably associated with pandemic-related weight gain. Further research is needed to analyze other factors related to changes in body weight among students.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rizki
Abstrak :
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksius yang menjadi salah satu penyebab kematian karena infeksi di seluruh dunia. Salah satu indikator yang digunakan untuk memantau dan menilai pengobatan adalah dengan menentukan konversi sputum. Status gizi yang baik akan dapat mempengaruhi perubahan konversi sputum Tuberkulosis Paru dan keberhasilan terapi. Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien Tuberkulosis Paru di RS Persahabatan tahun 2013 - 2015. Desain studi penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel penelitian sebanyak 100. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis dan dianalisis dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian ini adalah secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien tuberkulosis paru di RS Persahabatan tahun 2013-2015 p=0,433 Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksius yang menjadi salah satu penyebab kematian karena infeksi di seluruh dunia. Salah satu indikator yang digunakan untuk memantau dan menilai pengobatan adalah dengan menentukan konversi sputum. Status gizi yang baik akan dapat mempengaruhi perubahan konversi sputum Tuberkulosis Paru dan keberhasilan terapi. Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien Tuberkulosis Paru di RS Persahabatan tahun 2013 - 2015. Desain studi penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel penelitian sebanyak 100. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis dan dianalisis dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian ini adalah secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien tuberkulosis paru di RS Persahabatan tahun 2013-2015 p = 0,433
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Handika Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) merupakan masa penting bagi tumbuh kembang seorang anak, dimana apabila terjadi masalah gizi pada saat ini dapat menimbulkan akibat baik jangka pendek maupun jangka panjang di masa yang akan datang bahkan kepada generasi selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gagal tumbuh berdasarkan Composite Index of Anthropometric Failure (CIAF), dan untuk mengetahui perbedaan proporsi gagal tumbuh pada anak balita berdasarkan karakteristik anak balita. lima, riwayat penyakit menular, karakteristik sosial ekonomi, ketahanan pangan rumah tangga, dan asupan makanan. . Penelitian dilaksanakan di Desa Jatinegara dan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, pada bulan April sampai Juni 2019. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 163 anak usia 6-23 bulan yang datang ke 8 Posyandu terpilih. Data diperoleh melalui pengukuran berat badan dan panjang baduta, wawancara, dan recall 1x24 jam. Analisis univariat menunjukkan bahwa prevalensi gagal tumbuh pada anak balita adalah 31,9%. Prevalensi masing-masing kategori gagal tumbuh hanya wasting, wasting & underweight, wasting, stunting, & underweight, stunting & underweight, dan stunting saja, yaitu 13,5%; 8,0%; 3,1%; 3,1%, dan 4,3%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang memberikan perbedaan proporsi gagal tumbuh pada balita adalah variabel panjang lahir (p-value = 0,039; OR = 2,266), asupan energi (p-value = 0,000; OR = 9,979), dan asupan protein (p-value = 0,027; OR = 2,240).
ABSTRACT
The First Thousand Days of Life (1000 HPK) is an important period for the growth and development of a child, where if there is a nutritional problem at this time it can have both short-term and long-term consequences in the future, even to the next generation The purpose of this study was to determine the prevalence of failure to thrive based on the Composite Index of Anthropometric Failure (CIAF), and to determine differences in the proportion of failure to thrive in children under five based on the characteristics of children under five. five, history of infectious diseases, socio-economic characteristics, household food security, and food intake. . The research was conducted in Jatinegara and Pulo Gebang Villages, Cakung District, East Jakarta, from April to June 2019. The research design used was cross sectional. The sample of this study was 163 children aged 6-23 months who came to 8 selected Posyandu. Data were obtained through measurements of body weight and length of the baduta, interviews, and 1x24 hour recall. Univariate analysis showed that the prevalence of failure to thrive in children under five was 31.9%. The prevalence of each category of failure to thrive is only wasting, wasting & underweight, wasting, stunting, & underweight, stunting & underweight, and stunting only, which is 13.5%; 8.0%; 3.1%; 3.1%, and 4.3%. Bivariate analysis showed that the variables that provided differences in the proportion of failure to thrive in children under five were birth length (p-value = 0.039; OR = 2.266), energy intake (p-value = 0.000; OR = 9.979), and protein intake (p-value). = 0.027; OR = 2.240).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Mustika Rahmayunia
Abstrak :
Latar Belakang Sesuai dengan pernyataan American Heart Association (AHA) pada tahun 2021, bahwa hipertensi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Di Indonesia pun, angka prevalensi hipertensi mengalami kenaikan yang cukup drastis, yaitu dari angka 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1% pada tahun 2018 diantara penduduk usia dewasa. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah adalah diet yang tidak sehat, aktivitas fisik, obesitas, kebiasaan merokok, serta genetik dan riwayat keluarga. Pada beberapa tahun terakhir, prevalensi hipertensi pada remaja mengalami peningkatan, hal ini bukanlah hal yang mengejutkan mengingat bahwa hipertensi pada usia dewasa dimulai pada masa kanak-kanak berdasarkan jurnal yangbditerbitkan Kurnianto et al. pada tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prevalensi prehipertensi dan hipertensi pada remaja dan dewasa muda, serta faktor-faktor-faktor yang berhubungan dengannya untuk dapat direncanakan intervensi dan perbaikan gaya hidup yang menurunkan risiko terjadinya hipertensi pada usia yang masih sangat muda. Metode Penelitian ini menggunakan desain potong lintang analitik data yang diperoleh dan diolah dari hasil pengisian kuesioner yang diberikan kepada Mahasiswa Baru Universitas Indonesia tahun 2022 yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Klinik Satelit Makara UI dengan total 9.200 mahasiswa. Prehipertensi dan hipertensi adalah variabel dependen yang merupakan tekanan darah rata-rata sistolik di atas 120 mmHg dan diastolik di atas 80 mmHg baik salah satu maupun keduanya sekaligus. Faktor-faktor risiko adalah berat badan, kebiasaan melakukan aktivitas fisik, Riwayat keluarga, dan kebiasaan merokok yang merupakan variabel independen. Hubungan akan bermakna secara statistic apabila nilai p<0,05. Hasil Dari total yang mengikuti pemeriksaan kesehatan, 8978 mahasiswa memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 3.404 (37,9%) yang mengalami kelebihan berat badan & obesitas (IMT 23), 6.908 (76,7%) yang tidak melakukan & tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur, 2.047 (22,8%) yang memiliki riwayat keluarga hipertensi, dan 543 (6,0%) yang memiliki kebiasaan merokok. Faktor risiko yang terbukti berhubungan dengan terjadinya prehipertensi dan hipertensi adalah berat badan, kebiasaan melakukan aktivitas fisik, Riwayat keluarga, dan kebiasaan merokok. Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kelebihan berat badan & obesitas, Riwayat hipertensi keluarga, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik, sedangkan usia tidak signifikan. ......Introduction In accordance with the statement by the American Heart Association (AHA) in 2021, hypertension is the main cause of morbidity and mortality throughout the world. In Indonesia too, the prevalence rate of hypertension has increased quite drastically, namely from 25.8% in 2013 to 34.1% in 2018 among the adult population. Several factors that can cause an increase in blood pressure are unhealthy diet, physical activity, obesity, smoking habits, as well as genetics and family history. In recent years, the prevalence of hypertension in adolescents has increased, this is not surprising considering that hypertension in adulthood starting in childhood based on a journal published by Kurnianto et al. in 2020. This study aims to identify the prevalence of prehypertension and hypertension in adolescents and young adults, as well as the factors associated with it so that interventions and lifestyle improvements can be planned that reduce the risk of developing hypertension at a very young age. Method This research uses an analytical cross-sectional design, data obtained and processed from the results of filling out questionnaires given to New Students at the University of Indonesia in 2022 who underwent health checks at the Makara UI Satellite Clinic with a total of 9,200 students. Prehypertension and hypertension are dependent variables which are average systolic blood pressure above 120 mmHg and diastolic above 80 mmHg either one or both at the same time. Risk factors are body weight, physical activity habits, family history, and smoking habits which are independent variables. The relationship will be statistically significant if the p value <0.05. Results Of the total who took part in the health examination, 8978 students met the inclusion criteria. A total of 3,404 (37.9%) were overweight & obese (BMI 23), 6,908 (76.7%) did not do & did not engage in regular physical activity, 2,047 (22.8%) had a family history of hypertension, and 543 (6.0%) had a smoking habit. Risk factors proven to be associated with prehypertension and hypertension are body weight, physical activity habits, family history, and smoking habits. Conclusion This research shows a significant relationship between hypertension and overweight & obesity, family history of hypertension, smoking habits, and physical activity, meanwhile ages didn’t show significancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertin Tanggap Tirtana
Abstrak :
Latar Belakang. Studi-studi menunjukkan ditemukannya kekhawatiran baru komplikasi metabolik akibat Peningkatan rerata berat badan yang timbul selama pemberian terapi kombinasi ARV. Peningkatan rerata berat badan ini menyebabkan terjadinya overweight dan obesitas yang mengancam terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien HIV. Peningkatan rerata berat badan dan faktor determinannya pada berbagai penelitian masih menunjukkan hasil yang inkonklusif pada tiap populasi. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya Peningkatan rerata berat badan dan faktor-faktor yang berpengaruh pada pasien HIV/AIDS yang mendapat inisiasi antiretroviral lini pertama pada tiga tahun awal pengobatan. Metode. Penelitian ini dilakukan dengan desain kohort retrospektif pada pasien HIV yang memulai inisiasi ARV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2017-2020. Subjek dikumpulkan berdasarkan metode total sampling. Variabel bebas yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, jumlah CD4+awal, IMT awal, stadium klinis WHO, komorbid infeksi TB, regimen ARV inisiasi lini pertama, dan kepatuhan berobat. Variabel terikat yang diteliti adalah Peningkatan rerata berat badan. Analisis multivariat dilakukan dengan metode Linear Mixed Model terhadap variabel bebas dengan nilai p<0,25 pada uji bivariat. Kurva grafik rerata berat badan ditampilkan untuk menggambarkan Peningkatan rerata berat badan. Hasil. Sebanyak 734 data subjek penelitian diolah dalam proses analisis data. Peningkatan rerata berat badan paling cepat terlihat pada 6 bulan pertama pemberian ARV, yaitu sebesar 3,66 kg ± 5,85. Rerata berat badan pasien HIV sebelum terapi ARV adalah 57,7 kg, rerata berat badan pasien HIV yang mendapat ARV pada bulan ke 6 adalah 62,1 kg, pada bulan ke 12 menjadi 63,5 kg. Pada bulan ke 24, rerata berat badan pasien HIV yang mendapat ARV adalah 66 kg dan menjadi 66,9 kg pada bulan ke 36. Faktor determinan yang berpengaruh terhadap peningkatan rerata berat badan adalah jenis kelamin laki-laki (Beta 7,79, IK 95% 6,598-8,961), usia< 50 tahun (Beta 1,55, IK 95% 0,046-3,049), jumlah CD4+≤200 sel/mm3 (Beta 2,15, IK 95% 0,98-3,32), kepatuhan berobat (Beta 1,98, IK 95% 0,40 - 3,55), IMT awal (Beta 2,54, IK 95% 2,406-2,685),stadium klinis WHO III (Beta 2,14, IK 95% 0,131-4,149) dan adanya komorbid infeksi TB (Beta -5,75, IK 95% -6,11 -(-5,39)) Simpulan. Pemberian ARV dalam 3 tahun pertama meningkatkan rerata berat badan pasien HIV/AIDS. Peningkatan rerata berat badan ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, jumlah CD4+ awal, kepatuhan berobat, IMT awal, stadium klinis WHO dan adanya komorbid infeksi TB. ......Background. Studies have raised new concerns about metabolic complications due to the increase in mean body weight during combination ARV therapy. This increase in average body weight causes overweight and obesity, which threatens to increase morbidity and mortality in HIV patients. The increase in average body weight and its determinants in various studies still shows inconclusive results in each population. Objective. This study aims to determine the average increase in body weight and the factors influencing HIV/AIDS patients who received first-line antiretroviral initiation in the first three years of treatment. Method. This study was conducted with a retrospective cohort design in HIV patients who initiated ARV at Dr. Cipto Mangunkusumo in 2017-2020. Subjects were collected based on the total sampling method. The independent variables studied included gender, age, initial CD4+ count, initial BMI, WHO clinical stage, comorbid TB infection, first- line initiation of ARV regimen, and medication adherence. The dependent variable studied was the increase in the average body weight. Multivariate analysis was performed using the Linear Mixed Model method on the independent variables with a p-value of <0.25 in the bivariate test. The average body weight graph curve illustrates the increase in the average weight. Results. A total of 734 research subject data was processed in the data analysis process. The fastest increase in average body weight was seen in the first six months of ARV administration, which was 3.66 kg ± 5.85. The average body weight of HIV patients before ARV therapy was 57.7 kg; the average weight of HIV patients who received ARVs at the 6th month was 62.1 kg; at the 12th month, it became 63.5 kg. At month 24, the mean weight of HIV patients receiving ARV was 66 kg and became 66.9 kg at month 36. The determinant factors that affect the increase in average body weight are male gender (Beta 7.79, 95% CI 6.598-8.961), age below 50 years (Beta 1.55, 95% CI 0.046-3.049), CD4+ count lower than 200 cells/mm3 (Beta 2.15, 95% CI 0.98-3.32), medication adherence (Beta 1.98, 95% CI 0.40 - 3.55), initial BMI (Beta 2.54, 95% CI 2.406-2.685), WHO III clinical stage (Beta 2.14, 95% CI 0.131-4.149) and presence of comorbid TB infection (Beta -5.75, 95% CI -6.11 -(-5.39) )). Conclusion. Giving ARV in the first three years increases the average body weight of HIV/AIDS patients. The increase in average body weight was influenced by gender, age, initial CD4+ count, medication adherence, initial BMI, WHO clinical stage, and the presence of comorbid TB infection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library