Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diyah Kristanty R.
Abstrak :
Dalam upaya menekan laju pertambahan penduduk dunia yang sangat pesat telah menggugah para ahli Andrologi untuk berusaha mencegah dengan cara yang efektif dan aman, dapat kembali normal dan mudah digunakan serta dapat diterima oleh masyarakat. Para androlog telah menemukan kombinasi hormon androgen dan progesteron, dari hasil penelitian dapat membuat pria menjadi azoospermia dan oligospermia. Faktor yang dapat menimbulkan perbedaan penekanan dalam spermatogenesis disebabkan oleh variasi sosiologis baik secara genetik atau disebabkan faktor lingkungannya termasuk nutrisi dan menu. Status nutrisi terutama konsumsi lemak dan protein tinggi, menentukan pengaturan ikatan antara Sex Steroid Binding Protein (SBP) atau Sex Hormon Binding Globulin (SHBG) dengan testosteron bebas yang akan digunakan dalam mekanisme umpan balik negatif. Sex Hormon Binding Globulin berperan dalam mengikat hormon-hormon steroid seks (dehidrotestosteron, testosteron dan estradiol) di dalam sirkulasi darah dengan afinitas yang kuat. Kadar testosteron total, testosteron bebas dan SHBG juga dipengaruhi oleh besarnya BMI (Body Mass Index). Karena diduga komposisi nutrisi dalam makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan produksi hormon dan metabolisme hormon seks SHBG, sehingga SHBG sangat mungkin terlibat dalam pengaturan fertilitas pria melalui keseimbangan hormon seks. Dari keseluruhan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa SI-BG merupakan salah satu faktor dalam mempelajari ilmu andrologi, khususnya dikaitkan dengan program keluarga berencana pria. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap SHBG dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengukuran konsentrasi SHBG, menggunakan immunoradiorneric assay (IRMA), untuk mengetahui komposisi asupan makanan karbohidrat, lemak dan protein dilakukan pencatatan makanan (food recall dan food record) selama 3 hari sedangkan testosteron total dan bebas dengan menggunakan radioimnrunoessay (RIA), dan pengukuran BMI dilakukan penimbangan badan serta tinggi badan. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui korelasi antara SHBG dengan parameter-parameter yang diukur dan analisis regresi Banda untuk mengetahui hubungan yang paling erat antara konsentrasi SHBG dengan parameter-parameter yang diukur. Hasil dan Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa SHBG mempunyai korelasi positif terhadap karbohidrat dan testosteron total (nilai r karbohidrat = 0,046; p = 0,375 dan nilai r testosteron total = 0,325; p=0,011). Konsentrasi SHBG mempunyai hubungan yang cendrung menurun terhadap testosteron bebas (r = 0,268; p=0,034). Konsentrasi SHBG mempunyai hubungan negatif terhadap protein (r = 0,077; p = 0,298), lemak (r = 0,052; p = 0,361), dan BMI (r = 0,012; p = 0,240). Hubungan antara kadar SHBG terhadap asupan makanan, kadar testosteron total, testosteron bebas dan BMI pada pria Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IV (empat) telah dibuktikan sebagai berikut: Semakin tinggi protein, semakin rendah kadar SHBG. Semakin tinggi lemak, semakin rendah kadar SHBG. Semakin tinggi kadar testosteron total, semakin tinggi kadar SHBG. Semakin tinggi kadar testosteron bebas, semakin menurun kadar SHBG. Semakin besar angka Body mass index (BMT), semakin rendah kadar SHBG.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Santy
Abstrak :
Kejadian gizi kurang pada remaja putri (rematri) sering terluputkan dari penglihatan dan pengamatan biasa, padahal kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai indikator keberhasilan pembangunan nasional terletak ditangan remaja. Menurut Susenas 1999-2003, 35 - 40% Wanita Usia Subur (WUS) 15-19 tahun berisiko Kekurangan Energi Kronis (ICED). Keadaan gizi kurang merupakan akibat dari asupan energi yang tidak cukup. Salah satu cars until menentukan keadaan gizi seseorang adalah dengan mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu membandingkan berat badan dan tinggi badan (kg/m2). Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran status gizi remaja putri di Kota Bukittinggi dan faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian ini merupakan analisis data primer dengan pendekatan kuantitatif observasional. Rancangan penelitian adalah potong lintang (cross sectional). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2006. Remaja putri pada penelitian ini diwakili oleh siswi kelas III SLTA (SMA, MA, dan SMK) usia 16 - 18 tahun yang dikategorikan remaja akhir yang sangat dekat dengan masa kehamilan. Pemilihan sampel dilakukan secara systematic random sampling. Sampel berjumlah 156 orang yang tersebar pada 11 sekolah. Variabel terikat adalah IMT dan variabel babas adalah asupan energi, kebiasaan makan, citra tubuh, pengetahuan gizi, kelompok sebaya, aktivitas fisik, dan karakteristik orang tua. Analisis data dilakukan secara bertahap dimulai dengan univariat, bivariat (chi square) dan multivariat (multiple logistic regression). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata IMT rematri adalah 20,69 kg/m2 + 2,63. Proporsi siswi yang mempunyai IMT<18,5 kg/m2 sebesar 19,9% dengan penyebaran 14,1% kekurangan gizi tingkat ringan dan 5,8% kekurangan gizi tingkat berat. Rata-rata asupan energi adalah 1694 kalori. Rata-rata kontribusi protein terhadap total energi sebesar 11,8%, lemak 26,7% dan karbohidrat 58,7%. Rata-rata asupan energi dibandingkan AKG adalah total energi 77%, protein 93,6%, lemak 65,3% dan karbohidrat 84,7%. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna antara total energi, kebiasaan makan dan citra tubuh dengan IMT rematri. Variabel total energi merupakan variabel yang dominan mempengaruhi status gizi IMT rematri. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada pengambil keputusan bidang kesehatan agar menyusun program penanggulangan dan peneegahan masalah gizi remaja. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain artaiah mengadakan pelatihan untuk petugas khusus promosi gizi dan pelatihan guru BP/guru olah raga mengenai pemantauan status gizi, melaksanakan promosi gizi secara intensif dengan lebih mengarahkan sasaran penyuluhan ke sekolah serta membuat sarana penyuluhan yang disesuaikan dengan karakter remaja.Untuk Dinas Pendidikan agar dapat mengintegrasikan materi kesehatan khususnya pengetahuan gizi ke dalam kurikulum, menggiatkan UKS dan KKR untuk mengoptimalkan penggunaan KMS anak sekolah, menyediakan ruang UKS yang dilengkapi dengan timbangan, microtoise, food model dan buku-buku gizi, melaksanakan PSG setiap awal semester dan bekerja sama dengan orang tua siswa untuk dapat menyediakan makan siang di sekolah (school lunch) guna menjaga asupan yang adekuat mengingat sebagian besar waktu dihabiskan di sekolah. Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian status gizi remaja agar menggunakan indikator status gizi yang memperhitungkan pacu tumbuh yang sesuai dengan remaja Indonesia serta penelitian citra tubuh secara mendalam yang diduga mempengaruhi perilaku makan remaja.
The incident of malnutrition at girls is often neglected from common sight and observation, whereas the quality of human resources as the indicator of a successful national development is laid on their hand. According to the National Health Survey (Susenns) of 1999 2003, 35 - 40% women in productive age (WUS) of 15 - 19 are at risk of Chronic Energy Deficiency (KEK). Malnutrition is resulted from the insufficient consumption of energy. One of ways to determine the nutritional condition of a person is finding out the Body Mass Index (BMI) of him/her, namely by comparing his/her body weight with his/her height (kg/mi). This research is aimed at obtaining the description of nutritional status of girls in Bukittinggi and factors related to it. It was conducted by analyzing primary data using observational quantitative approach. The design of the research is cross sectional. The research was carried out from February until March 2006. The girls studied are represented by the third-grade female students of senior high schools (senior high school, islamic senior high school, and middle vocational school) of 16 -18 who are categorized as a last teenager who is very close to pregnant period. The sample was selected by systematic random sampling. It was totally 156 students who are distributed at 11 schools. The dependent variable is BMI and the independent variable are energy consumption, eating habit, body image, knowledge on nutrition, peer group, physical activities, and parents' characteristics. Data was analyzed gradually, starting from univariate, bivariate (chi square), until multivariate (multiple logistic regression). The results show that the BMI of the female students is 20.69 kg/m2 ± 2.63 on average. The proportion of students having BMI<18.5 kg/m2 is 19.9% all of which is distributed to 14.1% of light level of malnutrition and 5.8% for heavy level of malnutrition. Intake per day is 1694 calorie on average with protein contributed to intake is 11,8%, fat 26,7% dan carbohydrat 58,7%. Intake energy compared with Recommended Dietary Allowence (RDA) are total energy consumption 77%, protein 93,6%, lemak 65,3% and carbohydrat 84,7%. Bivariate analysis indicates that there is a significant relation between energy consumption, eating habit, body image, by BMI. Variable energy consumption the dominant variable influencing BMI. Based on the results, it is suggested that the decision maker in health areas begin to set up prevention and control program for nutritional problems of teenagers. Activities which can be conducted among others are training for special personnel of nutritional promotion and BP/sport teachers on nutritional status monitoring, conducting nutritional promotion intensively which is more focusing on education at schools, and setting up educational facilities adjusted to teenager character. It is also recommended that the Educational Office integrate health matters, especially nutritional knowledge into the curriculum, activate UKS and KKR to optimize the using of KMS of school students, provide UKS room equipped with scale, microtoise, food model and nutrition books, conduct PSG at the beginning of every semester and cooperate with students' parents to provide school lunch to maintain adequate intake, considering that most of their time is spent at school. Suggestion for the researcher to use nutritional status that adjusted growth spurts Indonesian girls and study of factor body image which influence food habit.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakinah
Abstrak :
Kemajuan di bidang ekonomi dan teknologi di negara maju maupun negara berkembang menyebabkan terjadinya transisi pola gaya hidup termasuk pola makan. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya masalah gizi lebih yang pada akhimya akan semakin meningkatkan kejadian penyakit degeneratif. Penelitian yang dilakukan oleh Riana (2004) pada- siswi Jakarta memperlihatkan bahwa prevalensi gizi lebih sebesar 25,3%. Hasil yang harnpir sama juga diperoleh oleh Arnaliah (2005) pada siswa SMA di Jakarta yang rnenunjukkan angka prevalensi gizi lebih sebesar 25,5%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran IMT (Indeks Massa Tubuh/Body Mass Index) pada remaja SMA sebagai variabel dependen _dan variabel independen seperti jenis kelamin, frekuensi konsumsi fast food, banyalawa jenis konsumsi fast food, konsumsi sayur, konsumsi energi dan lemak, dan aktifitas fisik. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana hubungan antara IMT dengan variabel-variabel independen tersebut dan mencari variabel yang paling dominan berhubungan dengan INTT menurut umur. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Labschool Rawamangun Jakarta Tirnur dengan sampel sebesar 204 responden. pengambilan data dilakukan pada akhir bulan Mei 2007. Analisis yang digunakan yaitu analisis uvariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih (overweight) di SMA Labschool Rawarnangun Jakarta Timur sebesar 27.9%. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara konsumsi fast food, konsumsi energi dan lemak dengan 11VIT menurut umur. Setelah dilakukan analisis multivariat, diperoleh hasil bahwa konsumsi energi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan 1MT menurut umur. Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, disarankan untuk dilakukan pencegahan sercara dini dalam mengendalikan kecenderungan peningkatan kejadian gizi lebih pada remaja. Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya penilaian status gizi dengan melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan secara rutin sebulan sekali. Selain itu, pemberian pengetahuan gizi kepada siswa dan orang tua siswa mengenai konsumsi energi dan hubungannya dengan gizi lebih menjadi salah satu bentuk upaya pencegahan terjadinya gizi lebih. ......The advancement of economy and technology within both developed and developing countries is resulting in life style alteration, which include meal pattern. This alteration also influences the escalation of malnutrition which finally lead to degenerative diseases. Riana's study (2004) shows 25% high school students are overweight. Similar result are shown by AmaIiah (2005) which prevaiens of overweight is 25.3%. This research aimed to capture the outline of IIVIT as dependent variable compare to independent variables; namely sex, fast food consumption, vegetables intake, fat intake, and physical activity. Besides that, we also want to observe the relation between [MT and all the independent variables and to find the most dominant independent variable to DAT according age group. This is a quantitative research in which using cross sectional design study. The research, which was conducted in Labschool Senior High School Jakarta, is followed by 204 respondents. Data collection occurred in May 2007. As for data analysis, we employ univariate, bivariate, and multivariate. This research documented that the prevalence of overweight amongst students of Labschool Senior High School is 27.9%. To be notice, most of our respondents are female students. Bivariate analysis showed that there is a significant relation between fast food intake, many of fast food, energy, and fat intake with IMT according age group. Afterward, multivariate analysis took place. It showed that energy intake is the most dominant factor that influences IMT. Based on the result of this research, it is necessary to perform an early prevention from overweight status in order to reduce the event amongst young people. Nutritional assessment using MIT indicator can be taken as a committed routine action by school providers. Besides, nutritional education to students and their parents considers as mutual step of prevention deed of the event. We can provide information of the importance of controlling dietary intake on young people, notably energy intake to them. It is not the only responsibility of school providers to prevent the event from emerging, but it is our responsibility as parents and as part of education system also. Together we can help our young generation from outrageous nutritional status.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Grace Adriani
Abstrak :
Defisiensi besi selama kehamilan adalah salah satu defisiensi gizi yang prevalensinya tetap tinggi di dunia yaitu mencapai 70%. Berat badan kurang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya defisiensi besi selama kehamilan. Feritin adalah protein cadangan zat besi yang disintesis oleh hati dan dapat meningkat selama peradangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1. Disain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang. Penelitian dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat Kramat Jati, Jakarta selama bulan Oktober 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling. Empat puluh tujuh perempuan hamil trimester 1 didapatkan memenuhi kriteria penelitian. Didapatkan rerata usia 27,79±4,85 tahun, diantara subyek penelitian 5 orang (10,6%) memiliki berat badan kurang, 25 orang (53,2%) berat badan normal dan 17 berat badan lebih (36,2%). Nilai tengah asupan zat besi 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/hari. Asupan zat besi menunjukkan 66% subyek memiliki asupan zat besi kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Nilai tengah kadar feritin serum 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L dan 6,4% subyek tergolong status feritin rendah. Hasil penelitian ini diperoleh korelasi positif tidak bermakna antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1 (r=0,097, p=0,52).
Iron deficiency during pregnancy is one of nutritional deficiency with high prevalence in the world, reaching up to 70%. Underweight is one of the main risk factors for iron deficiency during pregnancy. Ferritin is an iron storage protein which synthesized in the liver and can be increased during inflammation. The aim of this study was to find out the correlation between serum ferritin levels and body mass index (BMI) in pregnant woman in their first trimester. The design of the study is cross-sectional. Data collection was conducted at Kramat Jati Primary Health Care, Jakarta during October 2013. Subjects were obtained by consecutive sampling method. A total of 47 pregnant women in their first trimester subjects had met the sudy criteria. The mean of maternal age was 27,79±4,85 years, among them are 5 underweight (10,6%), 25 normal weight (53,2%) and 17 overweight (36,2%). Median of iron intake was 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/day. Intake of iron showed 66% of the subjects had intake of iron less than Indonesian recomended dietary allowance (RDA). Median of serum ferritin levels was 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L, while 6,4% of the subjects were catagorized as low ferritin status. No significant correlation was found between serum ferritin levels and BMI in pregnant women in their first trimester (r=0,097, p=0,52).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridwan Hadi Kusuma
Abstrak :
Pemahaman citra tubuh yang keliru tentang ?kurus itu indah? menjadi idaman bagi remaja puteri. Hal ini sering menjadi penyebab masalah, karena untuk memelihara kelangsingan tubuhnya dan ketakutan menjadi gemuk mendorong remaja untuk menerapkan pembatasan makanan yang berlebihan, sehingga kebutuhan gizinya tidak terpenuhi yang nantinya akan berakibat terjadinya kurang gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswi SMA Negeri 12 Jakarta Timur kelas X dan XI tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan April - Mei 2014 dengan desain cross sectional, sampel penelitian adalah 238 siswi. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis jalur menyimpulkan bahwa terdapatnya pengaruh citra tubuh terhadap IMT melalui perilaku makan dan aktivitas fisik, membuktikan bahwa citra tubuh tidak langsung berpengaruh terhadap IMT, namun masih harus dilihat bagaimana perilaku makan serta aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya untuk membangun keyakinan hidup sehat berkaitan dengan berat badan, bentuk tubuh, perilaku makan yang baik serta gizi seimbang. Selain itu, perlu diadakan kegiatan penyuluhan gizi secara berkala kepada remaja dengan materi penyuluhan tentang citra tubuh dan perilaku makan terutama tentang makanan yang seimbang dan berat badan yang ideal bagi remaja putri.
"Thin is beautiful" is an erroneous understanding of body image that becoming a dream for every teenage girls right now. This is often the cause of problems, because to maintain her slimness and fear of becoming obese encourage teenagers to apply excessive dietary restrictions, so that their nutritional needs are not met which will be result in the occurrence of malnutrition. The aim of this study is to determine the influence of body image against eating behavior and body mass index (BMI) among 10th and 11th grades 12th East Jakarta States Senior High School?s female students in 2014. This study was conducted in April - May 2014, with cross sectional design, the study sample was 238 female students. The results of this study using path analysis concluded that the presence of the influence of body image against BMI through eating behavior and physical activity, proved that the body image does not directly influence the IMT, but remains to be seen how eating behavior and physical activity undertaken by respondents. Therefore, efforts are required to empower our teenagers by challenging unhealthy beliefs they may have regarding weight, shape, and eating behavior. In addition, there should be regular nutrition counseling activities for teenagers with education material about body image and eating behavior, especially on a balanced diet and ideal body weight for teenage girls.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maeza Windyarti
Abstrak :
Kebugaran adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki energi dan vitalitas yang cukup untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari dan berekreasi secara aktif tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai proporsi tingkat kebugaran serta mengetahui perbedaan antara status gizi, asupan gizi yang berkaitan dengan tingkat kebugaran pada pegawai satuan polisi pamong praja di wilayah kerja kota administrasi Jakarta Timur tahun 2015. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kuantitatif dengan desain cross sectional dengan metode simple random sampling dan tes kebugaran dengan 3 menit YMCA Step Test dan pengukuran denyut nadi. Jumlah sampel yang digunakan adalah 124 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 69% responden memiliki status tidak bugar dan faktor-faktor yang berhubungan antara lain IMT (p value 0,019) , asupan karbohidrat (p value 0,221), asupan protein (p value 0,609), asupan lemak (p value 0,020), asupan vitamin C (p value 0,565), dan asupan zat besi (Fe) (p value 0,326) dan kebiasaan merokok (p value 0,029). Namun diperlukan penelitian lanjutan yang dapat mengkur hubungan kausalitas pada faktor-faktor tersebut.
Fitness is a condition where a person has enough energy and vitality for everyday chores and active recreation without experiencing significant fatigue. The purpose of this study was to assess the proportion of fitness levels as well as knowing the difference between nutritional status, nutrition-related fitness levels in the civil service employees of the police force in the Satuan Polisi Pamong Praja in Working Area of East Jakarta 2015. The study was conducted using a quantitative study with cross sectional design with simple random sampling method?s and fitness test with 3 minutes YMCA Step Test and measurement pulse. The results showed that as many as 69% of respondents have no fitter status and related factors among others BMI (p value 0,019), carbohydrate intake (p value 0,221), protein intake (p value 0,609), fat intake (p value 0,020), vitamin C (p value 0,565), and the intake of iron (Fe) (p value 0,326) and smoking (p value 0.029). However, further research is needed to mengkur causality on these factors.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Riana Kismaningrum
Abstrak :
Obesitas disebabkan ketidakseimbangan asupan kalori masuk dan energi keluar yang diukur melalui parameter IMT. Timbulnya ketidakseimbangan ini merupakan peran dari berbagai determinan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi determinan komposisional dan kontekstual terkait IMT pada orang dewasa di 16 propinsi diatas rata-rata prevalensi obesitas nasional. Penelitian menggunakan desain potong-lintang dengan jumlah responden 180.352 orang dewasa usia 19-44 tahun di Indonesia. IMT dihitung dari hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan responden. Data determinan komposisional didapat dari Riskesdas 2013. Data determinan kontekstual didapat dari Statistik Potensi Desa tahun 2011, Statistik Perilaku Peduli Lingkungan Hidup tahun 2013 dan Statistik Pengeluaran Konsumsi Makanan-Bukan Makanan dan Pendapatan/Penerimaan Rumah Tangga tahun 2013. Penelitian ini menggunakan analisis multilevel regresi linear. Hasil penelitian ini melaporkan bahwa determinan komposisional yang memiliki hubungan dominan dengan IMT adalah status ekonomi pada semua kelompok. Determinan kontekstual yang memiliki hubungan dominan dengan IMT adalah peningkatan akses terhadap penggunaan kendaraan bermotor dan makanan siap saji sejalan dengan peningkatan IMT. Penelitian ini memiliki kontribusi untuk memahami hubungan kompleks antara determinan individu dan komunitasnya terkait IMT. Kebijakan yang mendukung peningkatan akses terhadap makanan sehat dan aktivitas fisik melalui falsilitas yang tersedia di sekitar tempat tinggal dan edukasi pola hidup seimbang diharapkan mampu mengurangi risiko penyakit tidak menular terkait IMT di masyarakat.
Obesity caused by unequality of nutrition intake and energy output which is measured by body mass index (BMI) as parameter. Unequality phenomena accured by complex determinants called compositional and contextual factor. The aim from this study is identify complex determinants of BMI in 16 province in Indonesia which have higher obesity prevalence than national obesity prevalence. This study use cross-sectional design study and 180.352 sampel of Indonesian adults in 19-44 years old. BMI measured from body height and body weight. Data for compositional determinants collected from Basic Health Research 2013 given by National Health Research and Development of Indonesia. Data for contextual determinants collected from Statistical of Statistik Potensi Desa 2011, Statistik Perilaku Peduli Lingkungan Hidup 2013 dan Statistik Pengeluaran Konsumsi Makanan-Bukan Makanan dan Pendapatan/Penerimaan Rumah Tangga 2013 given by Berau of Statistic of Indonesia. Analysis using multilevel linear regression. Compositional determinant dominant of IMT reported is social economy status. Social economy status have postive associated with BMI. Contextual determinants dominant of IMT reported are motorized-user and fastfood outlet have postive associated with BMI. Policy to encorouge people to access healthy food and physical activity expectable to reduce non-communicable diseases.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maretha Primariayu
Abstrak :
ABSTRAK
Insulin-like growth factor (IGF)-1 adalah salah satu hormon yang berperan pada pertumbuhan remaja perempuan. Kadarnya akan meningkat pada masa pubertas dan mulai menurun saat akhir pubertas. Kadar IGF-1 yang tinggi saat dewasa berhubungan dengan kejadian kanker payudara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara IGF-1 dengan indeks massa tubuh (IMT) pada remaja perempuan usia 13?15 tahun di Jakarta. Studi potong lintang ini dilakukan sejak bulan April?Mei 2016 dengan menggunakan data primer dari serum darah tersimpan berupa kadar IGF-1 yang diperiksa dengan metode ELISA dan data sekunder dari penelitian berjudul ?Faktor Determinan Kadar Estradiol, IGF-1, dan Menarche Dini pada Remaja Putri Usia 13?15 tahun di Jakarta: Studi Epidemiologi Gizi Terkait Faktor Risiko Kanker Payudara? berupa data antropometri, asupan makanan, dan aktivitas fisik dari 178 subjek yang didapat dengan metode total population sampling. Indeks massa tubuh pada remaja perempuan usia 13?15 tahun diukur dengan menggunakan kurva WHO 2007 dan CDC 2000. Tidak didapatkan korelasi antara IGF-1 dengan IMT pada remaja perempuan, namun terdapat kecenderungan nilai IGF-1 akan meningkat pada status gizi overweight dan menurun pada obesitas. Hendaknya para remaja perempuan menjaga status gizi dengan menjaga pola makan, memilih jenis makanan yang tepat dan seimbang, serta meningkatkan aktivitas fisik.
ABSTRACT
The insulin-like growth factor (IGF)-1 is one of hormone that plays a role in the growth of adolescent girls. Its level will rise at puberty and begin to decline at the end of puberty. High IGF-1 levels in adult associated with the incidence of breast cancer. This study aimed to determine the correlation between IGF-1 and body mass index (BMI) in 13-15-years-old girls in Jakarta. This cross-sectional study was conducted in April-May 2016 by using primary data from stored blood serum to measure IGF-1 level byELISA method and secondary data from a study entitled "Determinant Factors of Levels of Estradiol, IGF-1, and Early Menarche in Adolescents Girls Aged 13-15 in Jakarta: Nutritional Epidemiology Study Related to Breast Cancer Risk Factors" such as anthropometric data, dietary intake, and physical activity were obtained from 178 subjects with a total population sampling method. Body mass index in girls aged 13-15 years were measured using WHO 2007 and CDC 2000 curves. There were no correlation between IGF-1 with a BMI in adolescent girls, however, there is a tendency value of IGF-1 will increase in overweight and decrease in obesity. Thus adolescent girls should maintain their nutritional status by maintain a diet, choose the right and balanced foods, as well as increased physical activity
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Sistia
Abstrak :
Ketika pendapatan meningkat, protein hewani secara bertahap menggantikan protein nabati. Pergeseran ini diidentifikasi sebagai transisi protein yang terutama terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah Pilihan sumber protein yang berbeda dalam konsumsi makanan mungkin memiliki hasil kesehatan yang berbeda. Namun, terdapat informasi yang terbatas mengenai hubungan protein dengan indeks massa tubuh (IMT) pada populasi Asia yang cenderung meiliki pola makan nabati dan mengalami permasalahan gizi kurang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi sumber protein dengan IMT pada wanita usia subur berdasarkan data Indonesia Food Barometer (IFB) 2018. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari IFB 2018 yang dilakukan dengan menggunakan survei cross-sectional kuantitatif. Terdapat 467 wanita usia subur di Indonesia (20–49 tahun) yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Asupan makanan diperoleh dengan menggunakan recall 24 jam dengan Multiple Source Method (MSM). Analisis regresi linier berganda diterapkan dengan p-value <0,05 sebagai prediktor yang signifikan dari variabel hasil. Rata-rata IMT subjek adalah 25,02 kg/m2. Asupan protein total rata-rata subjek adalah 55,98 g/hari. Untuk protein hewani, protein nabati, dan rasio protein hewani terhadap nabati, mediannya masing-masing adalah 28,01 g/hari, 25,37 g/hari, dan 1,50. Setelah disesuaikan dengan variabel kovariat lainnya, hubungan yang signifikan ditemukan antara protein nabati (p<0,05; R2=0,080) dengan skor IMT yang lebih tinggi yang dikacaukan oleh status pernikahan dan usia. Kesimpulannya, konsumsi protein nabati dikaitkan dengan skor IMT yang lebih tinggi. ......As incomes rise, animal proteins progressively replace plant proteins. This shift is identified as a protein transition that mainly occurs in Low Middle-Income Countries (LMICs). Different choices of protein sources in dietary consumption may have different health outcomes. There is limited information regarding association protein with body mass index (BMI) on Asian population that is characterized more into plant-based diet and bearing undernutrition. So, this study is aimed to investigate the association of protein sources consumption with BMI score among women of reproductive age based on the 2018 Indonesia Food Barometer (IFB) data. This study used secondary data of the 2018 IFB conducted using a quantitative cross-sectional survey. There were 467 Indonesian reproductive aged women (20–49 years) included in this study. Dietary intake was obtained using 24-hour dietary recall with Multiple Source Method (MSM). Multiple linear regression analysis was applied with a p-value<0.05 as significant predictors of outcome variables. Mean of subject’s BMI is 25.02 kg/m2. The subjects’ mean total protein intake was 55.98 g/d. For the animal-based protein, plant-based protein, and ratio of animal to plant-based protein the median was 28.01 g/d, 25.37 g/d, and 1.50, respectively. After adjusting with other covariate variables, significant association was found between plant-based protein (p<0.05; R2=0.080) with higher BMI score that was confounded by marital status and age. In conclusion, consumption of plant-based protein is associated with higher BMI score. 
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dance Dita Pranajaya
Abstrak :
Latar Belakang: Sudah diketahui bahwa peningkatan indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator peningkatan profil lipid. Dengan adanya penelitian terbaru dari Ashwell yang menyatakannya bahwa Rasio lingkar perut tinggi badan (RLP-TB) lebih sensitif terhadap kasus dislipidemia dari pada indeks massa tubuh. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui korelasi rasio lingkar perut tinggi badan dan indeks massa tubuh terhadap profil lipid pada pekerja di PT.E yang bergerak di Industri Migas. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi korelasi, menggunakan data sekunder hasil medical check-up pekerja tahun 2013 dan 2014. Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan data sebanyak 130 orang untuk tahun 2013 dan 69 orang untuk tahun 2014. Hasil Penelitian: Dari total 199 subyek, didapatkan RLP-TB (r: 0.186 dan r: 0.334) memiliki nilai koefisien korelasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan IMT (r: 0.180 dan r: 0.319) pada parameter metabolik kolesterol dan trigliserid, namun pada HDL, IMT memiliki nilai koefisien korelasi lebih baik (r: -0.328) daripada Rasio Lingkar Perut dan Tinggi Badan (r: -0.291). Namun perbedaan koefisien korelasi tersebut relatif tidak besar sehingga dapat dikatakan Rasio Lingkar Perut-Tinggi Badan tidak lebih baik sebagai prediktor profil lipid dibandingkan dengan Indeks Massa Tubuh. ......Background: It is already known that increasing Body Mass Index is an indicator of increasing lipid profile. The latest research from Ashwell has revealed that the Waist circumference – height ratio is more sensitive than body mass index on dyslipidemia. Therefore, the researchers wanted to determine the correlation of Waist circumference – height ratio and body mass index to lipid profile on PT. E workers who running the business in oil and gas. Methodology: This is a correlation study used secondary data from employee medical check-up data on years 2013 and 2014. Based on the inclusion and exclusion criteria, obtain a 130 subject for year 2013 and 69 subject for year 2013. Research result: From the 199 subject, obtain a Waist circumference – height ratio (r: 0.186 and r: 0.334) has relative high correlation coefficient to cholesterol and triglyceride compared by Body mass index (r: 0.180 and r: 0.319), but body mass index has good correlation coefficient (r:-0.328) with HDL rather than Waist circumference – height ratio (r: -0.291). But, the differentiation of correlation coefficient between Body Mass Index and Waist Circumference-Height ration is not significant. The conclusion is Waist Circumference-Height Ratio is not better than Body Mass Index as a profile lipid predictor
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>