Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 471 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suriadi
Jakarta: Sagung Seto, 2004
617.1 SUR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anik Maryunani
Depok: Sagung Seto, 2016
617.1 ANI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lineke Guntara
"Tujuan : Mengetahui hubungan kadar magnesium serum dan asupan magnesium dengan hipertensi, serta hubungan magnesium serum, asupan magnesium dan tekanan darah dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pada orang dewasa > 35 tahun.
Tempat: Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
Bahan dan cara : Studi cross sectional dilakukan pada 105 subyek pria dan wanita > 35 tahun yang dipilah secara simple random sampling dari sampel MONICA Jakarta 2000. Data yang dikumpulkan meliputi: data umum subyek, asupan makanan, antropometri, tekanan darah, pemeriksaan laboratorium (kadar magnesium serum, kreatinin serum dan gula darah puasa). Data dianalisis dengan uji statistik Chi-square, Fisher's exact, Kolmogorov-Smirnov, Anova dan t- tes.
Hasil : Hipertensi didapatkan pada 40 % subyek dan makin banyak pada kelompok umur yang lebih tua. Sebanyak 38,8% subyek pria dan 55,4% subyek wanita mempunyai asupan magnesium kurang, Hipomagnesemia lebih sering terjadi pada subyek hipertensi daripada subyek tidak hipertensi. Dari hasil analisis bivariat, didapatkan hubungan bermakna antara :1) perilaku gizi dengan pola makan, 2) umur dan pola makan dengan asupan magnesium, 3) umur dengan tekanan sistolik, 4) asupan protein dengan tekanan darah sistolik, 5) asupan magnesium dengan tekanan darah diastolik dan hipertensi. Rata-rata kadar Mg serum lebih rendah pada subyek hipertensi, namun tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar Mg serum dengan hipertensi.
Simpulan : Defisit asupan magnesium didapatkan pada semua subyek dan terutama berhubungan dengan pola makan yang kurang baik. Kurangnya asupan magnesium makanan dan rendahnya magnesium serum dapat menjadi salah satu faktor penunjang hipertensi.

The Relationship Between Serum And Dietary Magnesium With Hypertension And The Influential Factors In Adults In Mampang Prapatan District, JakartaObjective: to determine the relationship between serum and dietary magnesium with hypertension, and the relationship between serum magnesium, dietary magnesium and blood pressure with the influential factors in age > 35 year.
Location: Mampang Prapatan District, South Jakarta.
Materials and method: A cross-sectional study had been carried out among 105 subjects selected by simple random sampling method. The collected information consist of socioeconomic status, smoking and physical activities, dietary intake, anthropometric, blood pressure and laboratory examinations for serum magnesium, creatinine serum and fasting blood glucose. Statistical analysis was performed by Chi Square, Fisher's exact, Kolmogorov-Smirnov, Anova and t -test.
Results: Hypertension was found in 40 % subjects and more prevalent in older groups. Low level of magnesium intake was found in 38,8 % men and 55,4% women. Hypomagnesaemia was more prevalent in hypertensive subjects than in non-hypertensive. Bivariat analysis found significant relationships between :1) nutritional behavior with food pattern, 2) age and food pattern with dietary magnesium intake,3) age with systolic blood pressure, 4) dietary protein intake with systolic blood pressure, 4) dietary magnesium intake with diastolic blood pressure and hypertension. The average serum magnesium level was lower in hypertensive subjects, but no significant relationship between serum Mg levels with hypertension.
Conclusions: Dietary magnesium deficit was found in all of subjects, especially associated with the poor food pattern. The reduced level in magnesium diets and the low level of magnesium serum could be a responsible factor in the development of hypertension.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T2028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herri
"Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah penerapan sistem sentralisasi pemerintahan terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan tidak berkembangnya kreativitas masyarakat lokal. Sehingga tidak tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kondisi ini diiringi oleh melemahnya kemampuan masyarakat lokal ( baik melalui lembaga perwakilan legislatif daerah ) dalam membuat pilihan - pilihan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik setempat.
Melalui kebijakan desentralisasi dengan lebih memberikan kewenanganan kepada unit pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, yaitu kabupaten dan kota dengan harapan akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu yang paling penting menurut Thomas Jefferson adalah pemerintah lokal akan Iebih responsif kepada kepentingan masyarakat. Pemerintah hendaknya dibentuk sedekat mungkin dengan masyarakat agar masyarakat dapat aktif berpartisipasi didalamnya.
Dalam mengkaji hal tersebut di atas, studi ini difokuskan pada peranan Lembaga Legislatif Daerah ( DPRD ) sebagai unsur pemerintahan di daerah. Dalam pemerintahan modern yang berlandaskan demokrasi maka keberadaan lembaga legislatif termasuk di daerah menjadi mutlak. Dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi maka representasi dari DPRD dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi yang diembannya. Pentingnya peranan DPRD ini disebabkan oleh kedudukan dan fungsinya yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan, hak dan kewajiban yang cukup luas bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya yaitu UU No. 5 Tahun 1974.
Data-data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dimaksud didapat melalui metode penelitian Kualitatif. Sumber data, yaitu informan dengan penentuan bertujuan (purposive ). Tentunya didukung dengan dukumen yang sesuai dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, dengan melalui prosedur pengumpulan data yang meliputi pengamatan, wawancara, dokumentasi dan visual terutama dari media lokal. Dari keseluruhan data yang terkumpul, diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi yang selanjutnya diberikan penafsiran.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan kewajiban DPRD Kota Pontianak belumlah menunjukkan peranan sesungguhnya yang diharapkan oleh masyarakat. Sehingga sebagaimana maksud dari UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah belum menampakkan wajah yang sesungguhnya. Kinerja yang dihasilkan oleh DPRD Kota Pontianak, terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dari segi kualitas dan jumlah produk perundangundangan Peraturan Daerah (Perda) masih minim bila dikaitkan dengan besamya kewenangan yang dimiliki ( anggota Dewan belum pernah menggunakan hak inisiatif) ; dan fungsi kontrol, yang walaupun nuansa penguatannya telah nampak perlu untuk diimbangi dengan penguasaan data dan informasi yang cukup. Padahal dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya anggota DPRD didukung oleh fasilitas yang sangat memadai. Belum terwujudnya tujuan dimaksud, dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti : kewenangan yang dimiliki oleh DPRD tidak diimbangi dengan kemampuan para wakil rakyat, serta tidak adanya mekanisme yang jelas pertanggungjawaban (accountability) DPRD.
Hal yang paling mendasar dalam otonomi daerah yang seharusnya menjadi milik masyarakat setempat bukan pada elite lokal ( pemerintah daerah dan DPRD ) belumlah terwujud sehingga peran serta masyarakat belumlah optimal."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moechherdiyantiningsih
"Berdasarkan indikator klinis, kekurangan vitamin A di Indonesia sudah bukan masalah kesehatan masyarakat lagi karena prevalensi xeroftalmia telah berhasil diturunkan hingga 0,34%. Namun penurunan prevalensi xeroftalmia tersebut tidak dibarengi dengan penurunan angka KVA marginal pada kelompok rawan, termasuk pada kelompok bayi. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat dampak yang diakibatkan menyangkut kelulushidupan anak. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap status vitamin A. Pada kelompok bayi menyusu, status gizi anak dipengaruhi oleh status gizi ibunya.
Penelitian ini merupakan studi dasar dari penelitian intervensi, yang bersifat cross-sectional yang dilakukan di dua desa Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor tahun 1997. Penulisan yang menggunakan data sekunder ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai gambaran status vitamin A ibu dan status vitamin A bayi serta informasi mengenai hubungan antara status vitamin A ibu menyusui maupun faktor lain terhadap status vitamin A bayi. Sampel penelitian adalah bayi menyusu usia 2-10 bulan tanpa disertai penyakit kronis dan tidak mengalami kelainan bawaan maupun KEP berat serta bukan bayi kembar. Besar sampel 183 anak. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji Chi-kuadrat dan prevalence odds ratio (POR) dengan selang kepercayaan 95%. Sedangkan regresi logistik ganda digunakan untuk melihat hubungan variabel independen utama terhadap variabel dependen setelah variabel independen lain yang berpengaruh dikontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18,7% ibu menyusui menderita KVA dan pada bayi sebesar 54,1%. Secara bivariat, terdapat dua variabel independen yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan variabel dependen yaitu variabel status vitamin A ibu (POR=2,85; 95% CI:1,25-6,53) dan status infeksi bayi (POR=3,90; 95% CI:I,25-12,1S). Besarnya prevalence odds ratio dari empat variabel independen lainnya adalah POR=0,56; 95% CI: 031-1,01 untuk variabel pemberian ASI dan POR=1,29; 95%Cl: 0,63-2,64 untuk variabel pemberian MP-ASI, sedangkan untuk variabel umur bayi dan status gizi bayi (BBIU) besarnya POR masing-masing POR=2,07; 95% CI: 0,96-4,46 dan POR=2,37; 95% CI: 0,61-9,25. Stratifikasi menurut umur menunjukkan adanya interaksi antara pemberian MP-ASI dengan umur, sedangkan pemberian ASI tidak menunjukkan interaksi dengan umur. Analisis regresi logistik ganda menunjukkan besarnya POR yang menggambarkan hubungan status vitamin A ibu dengan status vitamin A bayi setelah pengontrolan variabel lain yang signifikan, adalah POR=3,18; 95% CI: 1,36-7,44.
Dari penelitian ini dapat diambil simpulan bahwa KVA marginal pada bayi menyusu usia 2-10 bulan di daerah penelitian, merupakan masalah kesehatan masyarakat tingkat berat. Status vitamin A ibu mempunyai hubungan yang kuat dengan status vitamin A bayi setelah variabel independen lain yang berpengaruh yakni status infeksi bayi dan frekuensi pemberian ASI, dikontrol.
Disarankan, pelaksanaan program pemberian kapsul vitamin A bagi bayi hendaknya mempertimbangkan kapan puncak kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan KVA terjadi. Disarankan pula, sebagai upaya pencegahan KVA pada bayi dan ibunya, perlu peningkatan konsumsi bahan makanan setempat yang kaya vitamin A bagi ibu, yang lebih mudah dilakukan dibandingkan pada bayi.

Relationships between Maternal Vitamin A Status and Other Factors with Infant Vitamin A Status in Bogor 1997Based on clinical indicators, vitamin A deficiency in Indonesia is no longer considered a public health problem because the prevalence of xerophthalmia has been decreased to 0,34%. But this decrease has not been followed by a decrease of marginal deviancy of vitamin A in vulnerable groups, especially infants. This is important considering the impact on child survival. There are many factors related to vitamin A status. Also, the nutritional status of the breastfed infant has a strong relationship with the maternal nutrition status.
This is the cross-sectional baseline study of an intervention study that was conducted at two villages of Cibungbulang District of Bogor Regency in 1997. The aim of this secondary data study was to get information about maternal vitamin A status and the vitamin A status of the breastfed infant, and to look at the relationships between maternal vitamin A status and other factors, with infant vitamin A status. The study sample included 183 breastfed infants 2-10 months without chronic disease, congenital disease, severe PEM nor twins. The Chi-square and the Prevalence Odds Ratio (POR) at the 95% confidence interval were used to measure the association between independent variables with dependent variable. Multiple logistic regressions were used to measure the association between the independent variable and the dependent variable by controlling for other significant independent variables.
Results of this study showed that 18,7% of mothers and 54,1% of their breastfed infants were at risk of vitamin A deficiency. By bivariate analysis, there are two significant independent variables related to the dependent variable, namely maternal vitamin A status (POR 2,85; 95% CI:1,25-6,53) and infant infection status (POR- 3,90; 95%CI:1,25-12,18). The prevalence odds ratio of the other independent variables are POR 0,55; 95% CI: 0,30-1,02 for breastfeeding and POR=1,29; 95% CI; 0,63-2,64 for supplementary feeding, POR=2,07; 95% CI 0,96-4,46 and POR=2,37; 95% Cl: 0,61-9,25 for infant age and nutrition status (weight for age) respectively. Stratification by age showed an interaction between supplementary feeding with age, but no interaction between age and breastfeeding. Multiple logistic regression analysis showed that the POR adjusted for maternal vitamin A status was 3,18 with 95% CI: 1,36-7,44.
Conclusions of this study are: i. Marginal vitamin A deficiency in infants 2-10 months is still a public health problem in the research area; ii. Maternal vitamin A status is strongly related with infant vitamin A status after controlling for other significant variables e.g. infant infection status and breast feeding frequency.
It is suggested to consider the peak season of infection in infants, as there is a relationship with vitamin A deficiency when implementing programs of the vitamin A capsule distribution for infants. It is also suggested, in order to prevent vitamin A deficiency in infants and their mothers, it is easier to increase consumption of vitamin A rich local food by mothers than by the infants."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T 4638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra
"Bahaya panas di lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja pada pekerja. PT. Pindad (Persero) yang salah satu proses produksinya dilakukan pada temperatur tinggi yaitu di bagian peleburan logam mempunyai potensi untuk terjadinya tekanan panas dan dampak kesehatan akibat pajanan panas pada pekerja. Penelitian ini berjudul "Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi pada pekerja yang terpajan panas (studi kasus di Departemen Cor Divisi Tampa dan Cor PT. Pindad (Persero) Bandung tahun 2003)".
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terjadi tekanan panas, peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi pada pekerja yang terpajan panas khususnya di bagian peleburan. Di samping itu penelitian ini juga melihat keluhan yang bersifat subjektif yang dirasakan oleh pekerja yang terpajan oleh panas.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, dan keluhan subjektif yang diteliti adalah tekanan panas yang diperoleh dari analisis hasil pengukuran temperatur lingkungan, beban kerja, dan pola kerja serta beberapa faktor yang berkaitan dengan individu yaitu umur, aklimatisasi, indeks massa tubuh, dan jenis pakaian kerja.
Penelitian ini menggunakan disain kuasi eksperimen untuk melihat fenomena sebab akibat antara faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi yaitu tekanan panas, beban kerja, umur, aklimatisasi, indeks massa tubuh, dan jenis pakaian kerja sebagai penyebab dengan kejadian peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi sebagai akibat.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur temperatur lingkungan kerja, pengukuran kecepatan dan arah angin, pengukuran suhu tubuh dan denyut nadi pekerja sebelum dan sesudah bekerja di tempat panas, serta melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk mendapatkan indeks massa tubuh (!MT). Untuk mendapatkan gambaran beban kerja dilakukan pengamatan terhadap aktivitas responden dan beban kerja dihitung berdasarkan estimasi kalori yang dikeluarkan. Sedangkan untuk mendapatkan informasi tentang keluhan subjektif digunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa di lingkungan kerja terdapat 2 area yang mempunyai suhu yang tinggi yaitu di area tungku peleburan dan di area penuangan ke cetakan. Lingkungan kerja tidak dilengkapi dengan sistem ventilasi yang memadai serta kecepatan aliran udara di dalam ruangan atau tempat kerja sangat rendah yaitu hanya berkisar 0,0 -- 0,4 meter per detik. Sebagian besar responden mempunyai beban kerja yang berat dan indeks massa tubuh normal. Semua responden termasuk dalam kategori umur yang sama yaitu 30 tahun dan teraklimatisasi.
Setelah dilakukan analisis data, ternyata tidak terjadi pajanan panas yang melebihi nilai ambang batas. Namun dari hasil pengukuran suhu tubuh dan denyut nadi antara sebelum bekerja dan setelah bekerja di area yang terpajan panas, ditemukan 17,6% responden mengalami peningkatan suhu tubuh dan 41,2% mengalami peningkatan denyut nadi. Peningkatan suhu tubuh yang terjadi ternyata tidak melebihi batas suhu tubuh normal yaitu 38°C. Peningkatan suhu tubuh hanya terjadi pada pekerja yang mempunyai beban kerja yang berat. Sedangkan pada kejadian peningkatan denyut nadi, ternyata dari 41,2% yang mengalami peningkatan denyut nadi ternyata ada 2 responden yang denyut nadinya setelah bekerja di tempat panas melebihi 110 denyut per menit. Sedangkan hasil penelitian tentang respon subjektif responden terhadap pajanan panas, ternyata 63,6% responden merasa terganggu oleh pajanan panas di tempat kerja. Keluhan subjektif yang umumnya dirasakan oleh seluruh responden adalah merasa haus, kulit terasa panas, dan banyak berkeringat. Sedangkan yang sedikit dikeluhkan oleh pekerja adala keram pada otot tangan dan kaki.
Analisis hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi pekerja ternyata tidak terlihat adanya hubungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kondisi lingkungan yang memang tidak menimbulkan terjadinya tekanan panas pada pekerja, serta populasi pekerja yang kecil, sehingga dengan adanya replikasi pengukuran tidak memberikan variasi yang besar terhadap karakteristik individu.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengukuran temperatur lingkungan kerja diketahui bahwa indeks WBGT rata-rata lingkungan kerja belum melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan TLV-ACGIH karena pajanan yang terjadi dalam waktu yang singkat. Proses kerja yang ada ternyata memberikan perlindungan pada pekerja dan terhindar dari pajanan panas yang berlebihan sehingga hal ini harus tetap dipertahankan. Bagi peneliti lain yang ingin melihat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi pada pekerja yang terpajan panas, perlu mempertimbangkan adanya populasi kontrol. Sedangkan bagi institusi pemerintah perlu adanya upaya untuk mempertimbangkan standar tekanan panas yang sesuai dengan fisiologis dan kondisi lingkungan kerja di Indonesia.

Heat hazard at the workplace is a factor that can cause health nuisance and occupational disease on workers. PT Pindad, which one of its production process i.e. melting unit is carried out under high temperature, has a potential chance to lead heat stress and escort the workers' health as the effect of heat exposure. The theme of this research is 'Factors that Affect The Increasing of Body Core Temperature and Heart Rate on Workers Exposed by Heat (Case Study at Cor Department, Temp and Cor Division PT Pindad (Persero), Bandung 2003).
The objectives of this research are to discover heat stress condition, increasing of body core and heart rate on the workers exposed by heat at the melting unit. Furthermore, this research is also trying to observe subjective sighs suffered by the workers.
Factors related to the increasing of body core temperature, heart rate, and subjective sighs are heat stress obtained from analysis of the environment temperature measurement, workload, and work rest regimen, along with some individual factors such as age, acclimatization, body mass index, and clothing.
The research design is a quasi experiment to examine cause-effect phenomena between factors that affect the increasing of body core temperature and heart rate such as heat stress, workload, age, acclimatization, body mass index, and clothing as the causes and the increasing of the body core temperature and heart rate as the effects. Moreover, respondents' response about the subjective sighs as the impact of heat exposure during working is observed as well.
The data was collected by measuring the working environment temperature, the wind direction and velocity, the workers' body temperature and heart rate before and after activities in hot environment, and the workers' height and weight to gain body mass index. Workload was calculated by observing the workers' activities based on NIOSH estimation table. Questioners were spread out in order to attain information of the subjective sighs.
The result of the research discovers that there are two areas, which have high temperature: melting and pouring areas. Working environment has poor ventilation system and the air velocity in the workplace is quite low, only 0.0 -- 0.4 meter per second. Most of the respondents have workload, and normal body mass index. All respondents are in the similar age i.e. > 30 years old and acclimatized.
After accomplishing data analysis, heat stress doesn't exist. However, 17:6% respondents have increasing body core temperature, and 41.2% have increasing heart rate. The increasing of the body core temperature is not more than 38° C. It seems to happen to the workers who have heavy workload. Only 2 respondents of the 41.2% whose heart rate are above 110 beat per minute. On the research of the respondents' subjective response toward heat exposure, 63.6% respondents are disturbed. In general, all respondents whine about thirst, burning skin, and sweat. Lesser sighs are concerning on arm and feet muscles cramp.
The research also reveals that there is no connection between factors, which affect the increasing of body core temperature and the worker's heart rate such as heat stress, workload, age, acclimatization, body mass index, and clothing. Several things cause this condition, for instance environment condition that doesn't encourage heat stress on the workers, and small worker population. These causes do not provide an assorted variation on individual characteristics when replicate measurement done.
The result of the environment temperature measurement notifies that the average of the workplace WBGT index is not over than threshold limit value permitted by TLVACGIH since the exposure happens in short time. Working process provides protection for the workers so that they are avoided from over heat exposure. This condition indeed needs to be sustained. For other researchers interested in factors that affect the increasing of the body core temperature and heart rate on workers exposed by heat should put control population into consideration. In addition, Government institution should have efforts to appraise heat exposure standard that is suitable with physiologic and workplace condition in Indonesia.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswanelly Mourbas
"ABSTRAK
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan keadaan gizi seseorang adalah dengan mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT). Keadaan gizi (kurang atau lebih) terjadi karma kegagalan mencapai gizi seimbang. Penderita gizi kurang merupakan akibat dari konsumsi energi yang tidak cukup, sedangkan penderita gizi lebih adalah merupakan akibat dari konsumsi energi yang berlebih. Selanjutnya keadaan gizi, temyata bukan hanya ditentukan oleh konsumsi energi saja tetapi juga ditentukan oleh komposisi zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari.
Penelitian ini merupakan bagian dari survei status gizi orang dewasa di 12 Kota Besar di Indonesia yang merupakan kerja sama antara Departemen Kesehatan RI dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi makanan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) orang dewasa di Kotamadya Padang dengan desain penelitian potong-lintang (Cross Sectional). Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 1-13 Juli 1996. Sebagai sampel adalah orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih sebanyak 499 orang. Sebagai variabel dependen adalah IMT dan veriabeI independen adalah konsumsi makanan yaitu total energi, persentase karbohidrat dari total energi dan persentase lemak dari total energi. Disamping itu juga diperhatikan variabel umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, aktifitas fisik, tingkat ekonomi, keadaan kesehatan dan kebiasaan merokok. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariat dan muitivariat dengan Multiple Regressi Linier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata IMT orang dewasa adalah sebesar 22.53 ± 5.14. Disamping itu diketahui juga bahwa prevalensi gizi kurang pada orang dewasa adalah sebanyak 15,4 % sedangkan prevalensi gizi lebih sebanyak 25.6 %. Rata-rata konsumsi total energi adalah 1 885 Kalori, rata-rata persentase karbohidrat dari total energi sebesar 64.90 % dan rata-rata persentase lemak dari total energi sebesar 23.30%. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan IMT adalah total energi, persentase karbohidrat dari total energi, persentase lemak dari total energi, jenis kelamin, tingkat ekonomi. keadaan kesehatan dan kebiasaan merokok. Sedangkan dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan IMT adalah persentase lemak dari total energi.
Serdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar pengambil keputusan bidang kesehatan mulai menyusun program pencegahan dan penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi lebih pada orang dewasa. Program yang mungkin dilakukan adalah program penyuluhan pada siswa Sekolah TK, SD, SLTP dan SLTA melalui kegiatan UKS dan pada orang dewasa lainnya melalui organisasi kemasyarakatan, perkantoran dan perusahaan. Selain itu disarankan juga agar dalam melaksanakan pemasyarakatan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), penjelasan tentang jumlah konsumsi makanan terutama persentase lemak dari total energi dapat diberikan angka yang spesifik menurut keadaan gizi sasaran. Saran untuk peneliti yang akan mempelajari faktor yang mempengaruhi IMT, agar mengukur aktifitas fisik dengan menggunakan metode yang lebih tepat atau melakukan modifikasi dari formulir Baecke yang digunakan dalam penelitian ini sehingga sesuai dengan kondisi orang Indonesia. Disamping itu disarankan juga agar mengukur faktor keluarga atau keturunan, tingkat hormonal dan emosi.
Daftar Pustaka: 64 (1978 - 1996)

Relationship Between Dietary Intake and Body Mass Index (BMI) in Adults in Padang 1996
Measuring Body Mass Index (BMI) is one of the methods used in nutritional status assessment. Undernutrition and overnutrition are outcomes of failure in meeting energy balance. If energy intake is less than the body need the result is undernutrition, and overnutrition occurs when energy intake exceeds the energy expenditure. Beside, nutrition status is not only 'determined by total energy intake but also by the daily nutrient composition in the diet.
The aim- of this study is to find- out the relationship between dietary intake and BMI in adults in Padang. Design of the study was across sectional and data were collected in July, 1996. Total sample were 499 persons aged 18 years old or more. BMI is the only dependent variable while dietary intake that consists of total energy, percentages of carbohydrate and of fat to total energy are the independent variables. Beside age, sex, education and economic levels, physical activity, health condition and smoking habit were observed too. The data analyses done were univariate, bivariate and multivariate which was multiple linear regression.
This study showed that average BMI was 22,53 ± 5,14 and the prevalence of undernutrition was 15,4 % while overnutrition was 25,6 %. The average of total energy intake was 1885 calories which of 64,90 % comes from carbohydrate, and 23,30 % from fat. Bivariate analysis showed that there was a correlation between BMI and total energy intake, percentage of energy from carbohydrate and fat, sex, economic levels, health condition and smoking habit. Multivariate analysis showed that the most dominant variable in predicting BMI in adults was the percentage of energy from fat.
Based on the findings it is suggested that Ministry of Health should arrange prevention program for undernutrition and overnutrition started from preschool children, elementary, junior and senior high schools through School Health Program. For adult population such program could be integrated through community organizations and offices. Beside that, it is also suggested that in the implementation of the Indonesian Nutrition Guideline (Pedoman Umum Gizi Seimbang) especially for fat intake should be explained carefully according to the target group. Suggestion for the researcher is that the measurement of physical activity by Baecke in the study of factors which influence BMI in Indonesia should be adjusted and modified; and also genetic, hormonal and emotion factors should also be taken into consideration.
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjarif Hidajat
"ABSTRAK
Kemajuan pembangunan menyebabkan meningkatnya kegiatan industri termasuk industri . yang menggunakan timah hitam sebagai bahan baku, atau hasil produksinya. Salah satu industri yang menggunakan persenyawaan timah hitam untuk produksinya adalah industri refinery yang memakai " tetra etil lead" sebagai anti nok yang berkhasiat menambah bilangan oktan bahan bakar.
Dengan banyaknya kendaraan bermotor yang menggunakan. jalan dan bensin dipakai sebagai bahan bakar, timah hitam yang dilepaskan dari proses pembakaran dapat meaimbulkan pencemaran di udara. Udara yang mengandung timah hitam di lingkungan kerja dapat memajani tenaga kerja yang bekerja di tempat tersebut dan dapat menaikkan kadar timah hitam dalam tubuhnya.
Telah diteliti 83 orang petugas gerbang tol dengan kelompok masa kerja < 1 tahun, 5-6 tahun dan 10-11 tahun; mereka diperiksa kadar timah hitam darah dan urin. Nilai rata-rata kadar timah hitam darah menurut kelompok masa kerja tersebut berturut- turut adalah 265,5; 288,9 dan 302,0 µg/l . Nilai rata-rata kadar timah hitam urin menurut kelompok rnasa kerja tersebut berturut-turut adalah 199,1; 213,8 dan 225,1 µg/l. Walaupun memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan, kadar timah hitam darah maupun urin tidak menunjukkan peningkatan yang secara statistik bermakna (p > 0,05 ).
Nilai rata-rata kadar koporporfirin urin ketiga kelompok masa kerja tersebut berturut-turut 135,9; 149,6 dan 148,8 µg/l dan perbedaan ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Prevalensi kadar timah hitam darah yang melebihi 240 µg/1 berturut - turut menurut kelompok masa kerja adalah 38,5 %; 57,7 % dan 64,5 % namun perbedaannya tidak bermakna.
Prevalensi kadar timah hitam urin yang melebihi 270 µg/l berturut - turut menurut kelompok masa kerja adalah 23,1 %; 30,8 % dan 32,3 % namun perbedaannya tidak bermakna.
Prevalensi kadar koproporfirin urin yang melebihi 200 µg/l berturut - turut menurut kelompok masa kerja adalah 11,5 %; 19,2 % clan 22,6 % namun perbedaannya tidak bermakna.
Gerbang tol adalah tempat kerja yang tiap harinya melintas berbagai jenis kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin, solar maupun gas. Kadar timah hitam di lingkungan kerja tergantung pada banyaknya kendaraan bermotor yang melintas, curah hujan dan aliran angin. Penelitian kadar timah hitam di udara lingkungan gerbang tol pada 6 gardu tol adalah berturut - turut sebagai berikut 2,5; 4,6; 5,5; 4,9; 5,2 dan 6,2 µg/m3.
Antara kadar timah hitam darah dan kadar timah hitam urin tidak didapatkan adanya korelasi ( r = 0,05 ). Begitu juga antara kadar timah hitam darah dengan kadar koproprorfirin urin tidak terdapat korelasi yang berarti (r = 0,02 ).

ABSTRACT
National development results in increased industrial activities of which there are industries using lead containing materials in the final product. Gasoline industries utilize lead compound additive, tetra ethyl lead to increase octane number of gasoline.
Most vehicles passing through the roads use gasoline for their fuel that contains lead and therefore cause air pollution. Lead in the air from this pollution may influence the health conditions of employees who work there by the increased lead contents in their bodies.
This research studied 83 persons who were toll gate employees divided into three working duration groups, namely less than 1 year, 5 to 6 years and 10 to 11 years. They were examined for lead contents in blood and urine and coproporphyirine concentrations in urine. The average values of lead contents in blood by working duration groups were 265.4, 288.9 and 3010 µg11. And the average values of lead contents in urine were 199.1, 213.8 and 225.1 µg/l. Although the figures showed increases in both lead in blood and urine but they were of no significant differences (p > 0.05 ).
The average values of coproporphyrine concentrations in urine of the three working duration groups were 135.9, 149.6 and 148.8 µg/l and the differences were not significant ( p > 0.05 ).
The prevalence?s of lead contents in blood of more than 240 µg/l by working duration groups were 38.5 %, 57.7 % and 64.5 % but no significant differences were found.
The prevalence?s of lead contents in urine of more than 270 µg/l by working duration groups were 23.1 %, 30.8 % and 32.3 % but no significant differences were found.
The prevalence?s of coproporphyrine concentrations in urine of more than 200 µg11 by working duration groups were 11.5 %. 19.2 % and 22.6 % but no significant differences were found.
The toll gates were the places where the employees worked. Many kinds of vehicles used gasoline, diesel fuel and gases as fuel for sources of energy. The contents of lead in the air depended on how many vehicles passed through as well as the quantity of rain and wind direction. The contents of lead in the air of six toll gates were 2.5, 4.5, 5.5, 4.9,5.2 and 6.2 µg/m3.
The lead contents in blood and those in urine had no correlation (r = 0.05 ). Similarly lead contents in blood and coproporphyrine concentrations in urine also had no correlation (r=0.02).
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmani Djoko
"ABSTRAK
Rasio lingkar pinggang lingkar pinggul (RLPP) adalah salah satu ukuran antropometri yang dapat menggambarkan distribusi lemak dalam tubuh khususnya timbunan lemak di rongga perut. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa peningkatan RLPP merupakan resiko terhadap penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus. RLPP dan kegemukan secara sinergis merupakan resiko terhadap non insulin dependent diabetes mellitus.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari survey status gizi orang dewasa di 12 kotamadya.yang merupakan kerjasama antara Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia tahun 1996. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan RLPP dan resiko RLPP dengan menggunakan kasus Padang. Responden penelitian ini adalah orang dewasa yang berumur > 18 tahun. Variabel-variabel bebas yang dipelajari hubungannya dengan RLPP adalah umur, sex, lipida darah (kolesterol, LDL kolesterol, HDL kolesterol dan trigliserida), indeks massa tubuh (IMT), kebiasaan merokok, aktifitas fisik dan konsumsi energi. Dalam penelitian ini dilakukan analisa univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata RLPP adalah 0,85, bila dirinci menurut sex, maka RLPP laki-laki adalah 0,85 dan perempuan adalah 0,83. Bila dikaitkan dengan resiko RLPP terhadap penyakit degeneratif maka 50% responden mempunyai RLPP yang beresiko. Bila resiko tersebut dirinci menurut sex maka proporsi perempuan yang beresiko lebih besar (59%) daripada laki-laki (13,6%).
Dalam analisis bivariat RLPP ternyata berhubungan dengan umur, IMT, dan konsumsi energi. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa RLPP behubungan dengan umur, sex, IMT dan interaksi sex dengan IMT. Hal ini menunjukkan bahwa IMT besar peranannya dalam menentukan variasi RLPP.
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan agar dimasyarakatkan pentingnya mempertahankan berat badan ideal dengan melakukan pemantauan berat badan dan tinggi badan sejak dini. Kegiatan penimbangan balita dapat dilanjutkan pada umur-umur berikutnya melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa proporsi perempuan yang beresiko lebih besar daripada laki-laki, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan promosi untuk mempertahankan berat badan ideal pada perempuan melalui organisasi kewanitaan seperti PKK, Darmawanita, Kowani dan lain-lain.

ABSTRACT
Correlates of Waist Hip Ratio In Adult (Padang Case)Waist hip ratio (WHR) is an anthropometric measurement that describes the body fat distribution mainly to central ( high WHR) or peripheral ( low WHR) adipose tissue region. Recent research has demonstrated that increased waist hip ratio is a risk of the development of cardiovascular disease and non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) and it seemed that waist hip ratio synergistic with obesity for risk of NIDDM.
This study analized secondary data of Survey of nutrional status in adult in 12 cities in Indonesia (especially Padang sub sample). The survey was a collaboratif study between Nutrition Directorate Ministry of Health and faculty of Public Health University of Indonesia, in 1996. Data analysis was done on 220 respondents after cleaning for the outliers.
The aim of the study is to determine the factors that correlate with WHR such as sex, age, cholesterol, LDL cholesterol, HDL cholesterol, trigliserid, body mass index, smoking habits, physical activity, and energy consumption in adult (age > 18 years) in Padang. The risks of WHR for degeneratif deseases were also evaluated.
The results showed that there was a WHR difference between men and women (p<0,05) which is 0,85 in men and 0,83 in women. The risk of WHR for degenerative diseases was occured in 50% of the respondents. Women had bigger risk WHR percentage (59%) to men ( 13,6%). Bivariate analysis showed that WHR had a positive correlation with age, body mass index and energy consumption. Multiple linear regression analysis revealed that age, sex, body mass index and the interaction of sex and body mass index was associated with WHR. This means that body mass index has a great influence on WHR variation.
Based on the result it is suggested that the Ministry of Health should encourage the people to maintain their ideal weight in order to prevent the development of degenerative diseases from early childhood by monitoring their height and weight regularly. This attempt should also be addressed to adult nutritional status especially to women which could be done through the women organization such as Darmawanita, PKK, and Kowani.
"
Lengkap +
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Khoiroh Muflihatin
"Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain pre test and post test nonequivalent control yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas perpaduan terapi dzikir dan PMR terhadap kadar glukosa darah pasien DM tipe 2. Jumlah sampel 30 orang yang di rawat di Rumah Sakit yang terbagi dalam 3 kelompok intervensi (gabungan dzikir & PMR, Dzikir dan PMR) dengan kriteria inklusi tidak mengalami komplikasi akut DM, mendapatkan terapi insulin dan beragama Islam (khusus untuk intervensi dzikir).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi pada masing-masing kelompok (p=0.000) dan rata-rata kadar glukosa darah setelah intervensi antar kelompok (p=0.004), Selisih rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi antar kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p= 0.167). Selisih mean rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi yang paling besar adalah pada kelompok intervensi gabungan terapi dzikir & PMR. Gabungan terapi dzikir dan PMR lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan terapi dzikir saja atau terapi PMR saja. Penelitian ini merekomendasikan agar gabungan terapi dzikir dan PMR dapat diterapkan di pelayanan klinik sebagai terapi tambahan pada terapi standar untuk membantu menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.

This is quasi experiment study with pretest and posttest nonequivalent control. This study aimed to determine the influence of Dhikr and Progressive Muscle Relaxation on Blood Glucose score on Diabetic Type 2 Patient. Total sample on this study were 30 Diabetic Type 2 Patients who were hospitalized, divided into 3 groups patients. First group consist of patients who were received both dhikr and PMR; second group received only dhikr; and third group PMR. The inclusion criteria patients were not experience diabetic acute complication, received insulin therapy, and believe in Islam.
The result shows there is significant different between blood sugar level before and after intervention on every groups (p=0.000) and significant different on the mean blood sugar level after intervention (p=0.004). The mean different of blood glucose level before and after intervention shows no significant different amongst groups (p= 0.167). The highest mean different was on blood sugar level before and after intervention was on group who received dhikr and PMR. The combination between Dhikr and Progressive Muscle Relaxation is more effective to decrease blood sugar level compare to a group who only received dhikr or PMR. This study recommends to give combination between Dhikr and Progressive Muscle Relaxation as a complementary therapy to standard (insulin) therapy to maintain blood sugar on normal level on diabetic type 2 patients.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T36086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>