Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Rina
Abstrak :
Latarbelakang. Enhanced External Counterpulsation (EECP) dilaporkan oleh beberapa peneliti dapat meningkatkan aliran darah perifer yang selanjutnya menimbulkan shear stress tinggi dan pada gilirannya mempengaruhi fungsi sel sel endotel yang berperan langsung didalam penurunan resistensi pembuluh darah, melalui peningkatan pembentukan substrat vasodilatasi NO (nitrogen monoksida). Secara teori peningkatan NO menginduksi terjadinya dilatasi pembuluh darah, dikenal sebagai flow mediated dilation (FMD). Sampai saat ini belum ada laporan tentang perubahan FMD pasca EECP. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan apakah FMD arteri brakhialis mengalami perubahan pada penderita PJK yang menjalani EECP. Metodologi. Dilakukan penelitian prospektif eksperimental dengan desain pra pasca pada 20 penderita PJK laki-laki, umur 42 - 71 th di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama periode Mei - Juli 1999. Semua penderita telah menjalani pemeriksaan angiografi koroner. Lima penderita dengan satu penyempitan pembuluh koroner utama (1-VD), 5 penderita dengan 2-VD, 9 penderita dengan 3-VD. Satu penderita dikeluarkan dari penelitian karena operasi tumor paru Seluruh penderita mendapat perlakuan EECP selama 1 jam sekali perhari selama 36 kali, minimal 5 kali seminggu. Pada semua penderita dilakukan pengukuran diameter arteri brakhialis memakai scan Duplex ultrasonografi perifer, sebelum dan sesudah perlakuan EECP. Untuk menilai FMD, diukur diameter (mm) baseline arteri dan saat hiperemia. FMD adalah persentase perubahan diameter akibat induksi peningkatan aliran darah. Analisa statistik Data disajikan dalam nilai rerata + SD. FMD pra dan pasca disajikan dalam satuan persen (%). Analisa perubahan variabel pra dan pasca EECP dilakukan dengan pair-t test. Nilai bermakna bila p<0,05. Hasil penelitian. Usia rerata 58,1±7,72 thn. Peningkatan FMD pra (4.57±7,72%) dan pasca EECP (5,96±5,49%) pada penderita PJK secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Uji statistik yang dilakukan pada 3 subkelompok VD dan 2 subkelompok umur (dibawah 60 th dan > 60 th), secara statistik tidak bermakna. Pada kelompok pra EECP (6 penderita) yang dengan kegagalan FMD (0%), pasca EECP terjadi peningkatan bermakna (p<0,05). Pada 2 penderita subkelompok usia lanjut (umur 60 th) FMD pasca EECP masih tetap menunjukkan penurunan, hal ini mungkin terjadi disfungsi endotel berat. Pembahasan. FMD adalah salah satu parameter untuk menilai perubahan biologis fungsi endotel pembuluh darah. Semakin tinggi respon FMD menunjukkan fungsi endotel semakin baik. Pada penelitian ini, FMD menunjukan peningkatan tidak bermakna, mungkin shear stress yang dihasilkan EECP secara mekano hemodinamik tidak cukup untuk merangsang pelepasan NO, walaupun D/S ratio yang optimal. Penderita dengan gangguan fungsi endotel berat, pelepasan NO kedalam darah sangat menurun, sehingga sehingga terjadi peningkatan rasio ET-1/NO atau terjadi pelepasan ET-1 dari smooth muscle cell (SMC) yang selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Kesimpulan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1. Peningkatan FMD pada penderita lelaki dengan PJK yang menjalani EECP secara statistik tidak bermakna. 2. Subkelompok penderita lelaki usia lanjut dengan PJK kemungkinan EECP menyebabkan kecendrungan penurunan FMD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Daniel Rael Chandra
Abstrak :
Stenosis adalah penyempitan abnormal yang dapat menyerang arteri. Para peneliti menyatakan bahwa stenosis dipengaruhi oleh efek fluida non-Newtonian yaitu darah yang viskositasnya dipengaruhi oleh shear stress dinding pembuluh darah. Simulasi CFD dilakukan dengan software ANSYS Fluent Student dan dapat digunakan untuk menganalisis aliran di dalam arteri yang tersumbat pada kasus stenosis pada pembuluh darah yang berbentuk Y junction. Model viskositas yang dipakai untuk studi ini adalah model Carreau karena model ini dapat digunakan untuk berbagai rentang nilai shear rate dan model ini cukup umum digunakan untuk mensimulasikan aliran darah. Karena karakteristik aliran darah dipengaruhi oleh beberapa parameter, maka metode yang dapat digunakan adalah 2k faktorial. Variabel respon yang akan digunakan dalam percobaan adalah velocity, wall shear stress, velocity, dan oscillatory shear index dengan tiga faktor yaitu besar sudut, diameter inlet, dan diameter outlet. Skenario terbaik untuk mencegah terjadinya aterosklerosis adalah dengan memilih faktor desain percabangan level rendah diameter inlet level tinggi dan diameter outlet level rendah sehingga diperoleh variabel respon terbaik dengan nilai velocity yang tinggi, wall shear stress > 0,5, dan OSI < 0,2. ......Stenosis is an abnormal narrowing that can attack the arteries. The researchers stated that stenosis is influenced by the effect of non-Newtonian fluids, namely blood whose viscosity is affected by shear stress on the walls of blood vessels. The CFD simulation was carried out with the ANSYS Fluent Student software and can be used to analyze the flow in a blocked artery in the case of stenosis in a Y-shaped vessel. The viscosity model used in this study is the Carreau model because this model can be used for a wide range of shear rate values and this model is quite commonly used to simulate blood flow. Because the characteristics of blood flow are influenced by several parameters, the method that can be used is 2k factorial. The response variables that will be used in the experiment are velocity, wall shear stress, velocity, and oscillatory shear index with three factors: angle size, inlet diameter, and outlet diameter. The best scenario to prevent atherosclerosis is to choose a low-level branching design factor, high-level inlet diameter and low-level outlet diameter so that the best response variable is obtained with a high velocity value, wall shear stress > 0.5, and OSI < 0.2.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arief Budiman
Abstrak :
Organofosfat adalah pestisida yang sering dipakai di Indonesia. Penggunaan Pestisida organofosfat yang tidak tepat dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru restriksi pada petani padi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas enzim asetilkolinesterase dalam sel darah merah, prevalensi gangguan fungsi paru pada petani padi, dan hubungan asetilkolinesterase dalam sel darah merah dengan gangguan fungsi paru. Desain penelitian adalah potong lintang dengan besar sampel 61 orang petani padi yang terpajan organofosfat yang diambil dengan cara cluster random sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2017 hingga Desember 2017 di Desa Padaasih, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolinesterase dalam sel darah merah, pemeriksaan spirometri dan pemeriksaan foto thoraks. Variabel yang diteliti adalah usia, masa kerja, eksposure rate, IMT, kebiasaan merokok, persepsi pemakaian APD pernapasan, dan aktivitas enzim aseltilkolinesterase dalam sel darah merah. Aktivitas AChE dalam sel darah merah dengan nilai tengah 2138.97 IU/l dengan nilai minimum 201.17 IU/l dan nilai maksimum 6979.35 IU/l. Prevalensi gangguan fungsi paru restriksi adalah 18%. Tidak terdapat variabel faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru restriksi. Prevalensi gangguan fungsi paru restriksi cukup tinggi dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas enzim asetilkolinesterase dalam sel darah merah dengan gangguan fungsi paru. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terutama bagi petani dengan gangguan fungsi paru.
Organophosphates are commonly used pesticides in Indonesia. The use of improper organophosphoric pesticides can lead to impaired lung function in rice farmers. The purpose of this study was to know the activity of acetylcholinesterase enzyme in red blood cells, the prevalence of impaired lung function in rice farmers, and the association of acetylcholinesterase in red blood cells with lung function. The study design was cross sectional, 61 rice farmers who were exposed to organophosphates were taken by cluster random sampling. The study was conducted in October 2017 to December 2017 in Padaasih Village, Cibogo Sub-district, Subang District, West Java. Data collection was done by interview, examination of enzyme acetylcholinesterase in red blood cells, spirometry examination and examination of thoracic photo. The variables studied were age, years of work, exposure rate, BMI, smoking habit, perception of using respiratory PPE, and activity of aseltylcholinesterase in red blood cells. AChE activity in red blood cells with a median value of 2138.97 IU/l with a minimum value of 201.17 IU/l and a maximum value of 6979.35 IU/l. The prevalence of restrictive lung function is 18%. There were no risk factors that had significant association with restrictive lung function. The prevalence of restrictive lung function impairment is quite high and the activity of acetylcholinesterase in red blood cells with restrictive lung function has no significant association. Periodic health checks are necessary, especially for farmers with restrictive lung function.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasuda, Keishu
Sapporo Hokkaido University Graduate Sechool of Medicine 2003,
617.413 Yas a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Kokohana Arisutawan
Abstrak :
Latar belakang: Keadaan hipoksia hipobarik intermiten menyebabkan penurunan tekanan atmosfer sehingga terjadi penurunan tekanan partial oksigen. Salah satu respon fisiologis tubuh terhadap keadaan hipoksia adalah melakukan angiogenesis. Penelitian ini untuk membuktikan efek dari hipoksia hipobarik intermiten tersebut terhadap perubahan histologi jumlah pembuluh darah otot rangka. Metode: Penelitian ini adalah eksperimental in vitro pada 25 ekor tikus Wistar (Rattus norvegicus), jenis kelamin jantan, usia 40-60 hari, berat badan lebih dari 220 gram yang dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok berisi 5 ekor tikus. Setiap kelompok mendapat perlukan berbeda-beda yaitu dimasukkan ke chamber hipobarik sebanyak 1x, 2x, 3x 4x dan kelompok kontrol. Pajanan 1 kali merupakan pajanan hipoksia akut. Pajanan hipobarik dilakukan selama 5 menit dengan interval tujuh hari. Selanjutnya otot rangka semua tikus diambil sebagai untuk dilakukan pemeriksaaan histologi di bawah mikroskop cahaya. Variabel yang dievaluasi adalah jumlah pembuluh darah otot rangka pada masing-masing kelompok coba. Hasil: Keadaan hipoksia dicapai pada setiap kelompok uji. Saturasi dalam setiap ujicoba dibawah 60%. Perubahan perilaku akibat hipoksia di temukan pada semua uji coba. Rerata jumlah pembuluh darah otot rangka kelompok kontrol adalah 45,60 ± 7,96. Jumlah pembuluh darah pada kelompok satu dan dua dibawah kelompok kontrol (38,60 ± 3,44 dan 41,00 ± 6,44). Pada kelompok yang mendapat pajanan 3 dan 4 kali, jumlah pembuluh darah di atas kelompok kontrol (48,00 ± 5,87, dan 46,20 ± 8,29). Pembuluh darah otot rangka yang mengalami HHI terjadi peningkatan dibandingkan hipoksia akut. Pada uji Anova, tidak ditemukan perbedaan bermakna secara statistik terhadap perubahan jumlah pembuluh darah otot rangka pada semua kelompok. Simpulan: Terjadi peningkatan jumlah pembuluh darah otot rangka yang mengalami HHI dibandingkan dengan hipoksia akut. Terdapat perubahan jumlah pembuluh darah otot rangka pada hewan coba tikus Wistar, namun tidak berbeda bermakna secara statistik.
Background: Hypoxia hypobaric intermittent condition may cause a decrease of atmospheric pressure that leads to a decrease in partial oxygen pressure. One of the body physiologic response to hypoxia are angiogenesis. This research aims to prove the effect of intermittent hypoxia hypobaric on histological changes of skeletal muscle Methods: This research is an experimental in vivo study on 25 Wistar rats (Rattus norvegicus), male aged 40-60 days, with body weight of 220 grams that is divided into 5 groups, each group has 5 mice. Each of the group got different treatment : once, twice, thrice and four time exposed into hypobaric chamber and control group. Once time exposed is acute hypoxia. Hypobaric exposure were given for 5 minutes with interval of 7 days. Skeletal muscle of the mouse were taken to do histological examination beneath light microscopy Variable that should be evaluated are number of blood vessels in the skeletal muscle in each of the group. Results: Hypoxia condition can be achieved in test group. Saturation in the test group are beneath 60%. Changes in behavior in hypoxic condition can be found in all test group. The average of all skeletal muscle in control groups are 45,60 ± 7,956. The number of skeletal muscle in group 1, 2 are beneath control group (38,60 ± 3,435 dan 41,00 ± 6,442). In the group that has been exposed three or four times, the number are higher compared to control groups (48,00 ± 5,874, dan 46,20 ± 8,289). Skeletal muscle vassels that have HHI occour increase compared to acute hypoxia. In ANOVA test group, we cannot find any statistically significant difference between the number of skeletal muscle between all groups. Conclusion: An increasing in the number of skeletal muscle vessels that are experiencing HHI compared with acute hypoxia. There was a change in the number of skeletal muscle vessels in Wistar rats, but not statistically significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin: ABW - Wissenschaftsverlag, 2010
616.12 VAS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ginanjar
Abstrak :
Latar Belakang : Peningkatan resistensi vaskular paru (RVP) pasien stenosis mitral (SM) disebabkan oleh proses reaktif hipertensi pulmoner (HP) sehingga mempengaruhi luaran klinis pascabedah katup mitral. Endotelin-1 (ET-1) sebagai mediator vasoaktif berperan penting pada HP reaktif. Belum ada penelitian yang menghubungkan kadar ET-1 vena pulmoner (VP) dengan RVP. Tujuan Penelitian : Menilai korelasi kadar ET-1 VP terhadap RVP sebelum dan sesudah pembedahan katup mitral pada pasien SM dengan HP. Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 28 pasien SM berat dengan HP sedang dan berat yang menjalani pembedahan katup mitral di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dari bulan April hingga November 2014. Dilakukan analisa statistik untuk mencari korelasi antara kadar ET-1 VP dengan RVP sebelum dan sesudah pembedahan katup mitral. Hasil Penelitian : Terdapat korelasi antara kadar ET-1 VP dengan RVP prabedah (r=0,49, p=0,008), sedangkan dengan RVP pascabedah tidak berkorelasi bermakna (r=0,204, p=0,32). Analisa regresi linear antara kadar ET-1 VP dengan RVP prabedah setelah disesuaikan dengan variabel perancu hipertensi, diabetes melitus tipe 2, fibrilasi atrial, penggunaan penyakat beta dan diuretik didapatkan r=0,5 koefisien β 1,04 dengan interval kepercayaan (IK) 95% (0,401-1,691) p=0,003, sedangkan dengan RVP pascabedah setelah disesuaikan dengan variabel perancu hipertensi, penghambat ACE/ARB, penyakat beta, vasodilator, waktu cross clamp didapatkan r=-0,08 koefisien β -0,2 dengan IK 95 % (-0,99-0,5) p=0,5. Kesimpulan : Terdapat korelasi positif bermakna dengan kekuatan sedang antara kadar ET-1 VP dengan RVP prabedah, Peningkatan kadar ET-1 VP sebesar 1 pg/ml, akan meningkatkan RVP prabedah sebasar 1,04 WU. Kadar ET-1 VP tidak memiliki korelasi bermakna terhadap RVP pascabedah.
Background : The increased of Pulmonary Vascular Resistance (PVR) in mitral stenosis (MS) patient occurs in reactive pulmonary hypertension, and it affects clinical outcome after mitral valve surgery. Endothelin-1 (ET-1) as vasoconstrictive agent have important role in reactive pulmonary hypertension so far there is no study that corelate pulmonary vein (PV) ET-1 with PVR in MS. Objectives : To study the correlation of PV ET-1 level with PVR measured by echo before and after mitral valve surgery in patient MS with pulmonary hypertension. Methods : Twenty eight MS patients with moderate and severe pulmonary hypertension who underwent mitral valve surgery at National Cardiovascular Centre Harapan Kita from April to November 2014. Statistical analysis was done to see the correlation of PV ET-1 level with PVR before and after mitral valve surgery. Blood sample was taken from VP in the operating room and analyzed with Quantikine® ELISA ET-1 Immunoassay. PVR was measured by PVR-AMS formula by echocardiography. Result : There was a correlation between PV ET-1 and PVR pre surgery (r=0,49, p=0,008), whereas, there was no significant correlation with PVR post surgery (r=0,204, p=0,32). Linear regression analysis was performed, PV ET-1 and PVR pre surgery were adjusted to confounding variables hypertension, diabetes mellitus, atrial fibilation, use of beta blocker and diuretic; r=0,5 β coefisien level 1,04 with confidance interval (CI) 95 % (0,401-1,691), p=0,003. PVR post surgery was adjusted to confounding variables hypertension, dislipidemia, use of ACE-I/ARB, beta blocker, vasodilator, cross clamp time, r=-0,08 β coefisien level -0,2 with CI 95 % (-0,99-0,5), p=0,5. Conclusion : There was a moderate positive correlation between PV ET-1 with PVR pre surgery, the increased of PV ET-1 level 1 pg/ml, would increase PVR level 1,04 WU. There was no significant correlation between PV ET-1 with PVR post surgery.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Mainanda
Abstrak :
Latar Belakang: Perdarahan Uterus Abnormal PUA merupakan salah satu penyebab tersering wanita datang ke Poliklinik Ginekologi. Data WHO yang didapat tahun 2015 menyimpulkan kejadian PUA dapat berkisar hingga 27. Pada tahun 2016-2017 di RSCM Jakarta, PUA menjadi lima diagnosis terbanyak di poli Ginekologi. Tindakan penilaian adanya kelaianan struktural sebagai etiologi dari PUA menjadi hal yang penting untuk dilakukan dalam penegakkan diagnosa serta tatalaksana. Kuretase menjadi tehnik yang paling umum digunakan, walaupun dengan biaya yang tinggi, akurasi dalam ketepatan pengambilan jaringan biopsi, lama rawat, hingga komplikasi yang dapat ditimbulkan. Histeroskopi menjadi pilihan utama di negara maju dikarenakan memiliki tingkat ketepatan pengambilan jaringan biopsi yang baik, minimal biaya serta akurasi. Namun hingga saat ini, belum ada data yang dimiliki untuk penilaian akurasi histeroskopi dalam penilaian kelainan struktural di Indonesia Tujuan : Mendapatkan nilai diagnostik Office Hysteroscopy sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif dan AUC dalam mendiagnosis kelainan struktural di kavum uteri pada pasien dengan Perdarahan Uterus Abnormal di RSCM. Metode : Studi diagnostik metode potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sejak Juni 2014-Juli 2017. Kami mengumpulkan data berdasarkan data kunjungan poli Histeroskopi kemudian menginklusi berdasarkan kriteria PUA penelitian dengan dugaan kelainan struktural ketebalan endometrium Premenopause >8mm dan Menopause >5mm , kemudian menganalisa data temuan saat histeroskopi dan hasil Patologi Anatomi PA sesuai Standar Baku yang digunakan berdasarkan kriteria FIGO. Operator Histeroskopi telah dilakukan uji kesesuaian dengan nilai Kappa 92. Data selanjutnya dilakukan perhitungan sensitivitas, spesifisitas dan menilai AUC dari tindakan histeroskopi dibandingkan hasil PA Hasil : Kemampuan diagnostik OH dinilai sangat baik dalam evalusi kelainan di kavum uteri yakni sebesar 94. Akurasi OH dalam mendiagnosis kelainan polip sangat baik yakni dengan sensitivitas 87, spesifisitas 92, NDP 89, NDN 89, RKP 10,26, RKN 0,15, akurasi 89, dan AUC sebesar 89,1 CI 95 83,2-94,9. Kemampuan diagnostik OH dalam mendiagnosis hyperplasia juga memiliki kemampuan yang baik dengan sensitivitas 83, spesifisitas 95, NDP 89, NDN 92, RKP 17, RKN 0,18, akurasi 91, dan AUC seesar 87,9 CI 80,9 83,2-94,9. Dalam mendiagnosis leiomyoma, OH memiliki kemampuan yang sangat baik dengan sensitivitas 100 , spesifisitas 100, NDP 100, NDN 100, akurasi 100, dan AUC sebesar 100 CI 95 100-100. Kemampuan OH dalam mendiagnosis malignansi juga sangat baik dengan sensitivitas 94, spesifisitas 97, NDP 91, NDN 98, RKP 36,875, RKN 0,06, akurasi 97, dan AUC sebesar 100 CI 95 100-100. Kesimpulan: Kemampuan OH dalam mendiagnosis kelainan struktural di kavum uteri pada pasien PUA memiliki nilai akurasi 94. Terlebih pada pasien dengan kelainan lesi fokal, OH memiliki nilai AUC > 87. ......Abnormal Uterus Bleeding AUB is one of the most common causes of women coming to Gynecology Polyclinics. WHO data obtained in 2015 concluded the incidence of AUB can range up to 27. In 2016 2017 at RSCM Jakarta, AUB became the top five diagnoses in our outpatient clinic. Assessment of structural anomaly as the etiology of AUB becomes an important thing to do in diagnosis and management for the patient. Curettage is the most commonly used technique, albeit at a high cost, accuracy in precision of biopsy tissue taking, length of stay, until complications can be generated. Hysteroscopy is the main choice in developed countries because it has a good accuracy of biopsy tissue retrieval, minimal cost and accuracy. However, until now, there is no data available for the assessment of hysteroscopic accuracy in the assessment of structural abnormalities in Indonesia Objective Obtain an Office Hysteroscopy diagnostic value sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value and AUC in diagnosing structural abnormalities in the uterine cavity in patients with abnormal Uterus Bleeding at RSCM. Methods A cross sectional diagnostic study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital from June 2014 July 2017. We collected data based on histeroscopy visit data then inclusive based on AUB study criteria with suspected structural abnormalities endometrium thickness of Premenopause 8mm and Menopause 5mm then analyzed the findings data during hysteroscopy and Anatomy Pathology PA as gold Standard based from FIGO Criteria. Hysteroscopic operator has been tested for conformity with 92 Kappa value. Further data were calculated for sensitivity, specificity and rate of AUC from hysteroscopic result compared to PA results Results OH diagnostic ability was assessed very well in the evalution of abnormalities in the uterine cavity by 94. The accuracy of OH in diagnosing polypic abnormality was excellent with 87 sensitivity, 92 specificity, 89 PPV, 89 NPV, 89 accuracy, and AUC of 89.1 CI 95 83.2 94.9. The diagnostic ability of OH in diagnosing hyperplasia also has good ability with 83 sensitivity, 95 specificity, 89 PPV, 92 NPV, 91 accuracy, and AUC of 87.9 CI 80, 9 83.2 94.9. In diagnosing leiomyoma, OH has excellent ability with 100 sensitivity, 100 specificity, 100 PPV, 100 NPV, 100 accuracy, and 100 AI 100 CI 95 CI 100 100. OH s ability to diagnose malignancy is also excellent with 94 sensitivity, 97 specificity, 91 PPV, 98 NPV, 97 accuracy and 100 CI 100 CI 95. Conclusions The ability of OH in diagnosing structural abnormalities in the uterine cavity in PUA patients has an accuracy of 94. Especially in patients with focal lesion abnormalities, OH has an AUC value of 87.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnajmia Curie Proklamartina
Abstrak :
Defek septum atrium (DSA) berpotensi meningkatkan resistensi vaskular paru (RVP). Pada studi-studi terdahulu peningkatan RVP ditandai dengan pembentukan takik pada kurva spektral Doppler pulmonal. Terdapat perbedaan pola pembentukan takik pada jenis HP yang berbeda. Salah satu parameter penilaian pola ini yaitu notch ratio (NR). Belum terdapat studi yang menilai korelasi antara NR dengan RVP pada pasien DSA sekundum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara NR dengan RVP pada pasien DSA sekundum. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan consecutive sampling pada pasien DSA sekundum berusia ≥18 tahun yang menjalani kateterisasi jantung pada bulan Maret-Oktober 2019 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Uji korelasi Pearson atau Spearman dilakukan menggunakan parameter NR dari ekokardiografi dan pulmonary artery resistance index (PARI) dan pulmonary vascular resistance/systemic vascular resistance (PVR/SVR) dari kateterisasi jantung. Dari 50 pasien yang dianalisis, didapatkan NR dan RVP memiliki korelasi negatif sedang signifikan untuk PARI (r = -0,410; p = 0,03) dan PVR/SVR (r = -0,430; p = 0,002). Variabel perancu yang memiliki korelasi signifikan dengan NR yaitu stroke volume/pulse pressure (r = 0,384; p = 0,006), yang tereliminasi dari analisis multivariat dengan metode backward. Terdapat korelasi negatif sedang antara NR dan RVP pada pasien DSA sekundum. ......Atrial septal defect (ASD) potentially increases pulmonary vascular resistance (PVR). In previous studies high PVR was marked by pulmonary Doppler spectral curve notching. There were distinct patterns of notch formation in different types of PH. One of the parameter to assess these patterns is notch ratio (NR). There is no study yet assessing correlation between NR and PVR in secundum ASD patients. This study aims to evaluate correlation between NR and PVR in this population. Cross sectional study with consecutive sampling was conducted in secundum ASD patients ≥18 years old undergoing cardiac catheterization from March until October 2019 in National Cardiovascular Center Harapan Kita. Pearson or Spearman correlation analysis was done using NR parameter from echocardiography and pulmonary artery resistance index (PARI) and pulmonary vascular resistance/systemic vascular resistance (PVR/SVR) from cardiac catheterization. From 50 patients analyzed, NR and PVR have significant moderate negative correlations for PARI (r = -0,410; p = 0,03) and PVR/SVR (r = -0,430; p = 0,002). Confounding variable with significant correlation with NR is stroke volume/pulse pressure (r = 0,384, p = 0,006), which was eliminated from multivariate analysis with backward method. There is a moderate negative correlation between NR and RVP in secundum ASD patients.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arza Putra
Abstrak :
Infark miokard menyebabkan kematian kardiomiosit dan remodeling jantung pada situasi patologis. Pascainfark jantung tidak mampu mengatasi kehilangan kardiomiosit meskipun telah dilakukan rekanalisasi atau revaskularisasi. Oleh karena itu, diperlukan metode untuk mengembalikan fungsi jantung. Sel punca dapat memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel namun kesintasannya pada pasien masih rendah. Untuk meningkatkan retensi dan regenerasi sel punca di miokardium dapat digunakan perancah/scaffold dan sistem ko-kultur, namun belum ada penelitian tentang hal tersebut. Penelitian ini bertujuan mengembangkan terapi infark menggunakan injeksi hidrogel transepikardial dan implantasi di epikardial perancah patch membran amnion yang dideselularisasi menggunakan amniotic epithelial cells (AEC) dengan ko-kultur kardiomiosit. Penelitian ini menggunakan post-test only control group design yang dilakukan di Institut Pertanian Bogor dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dari Juli 2021–Oktober 2022. Subjek penelitian adalah 15 babi Sus scrofa domesticus usia 2-3 bulan dibagi tiga kelompok: pAEC, pAEC + kardiomiosit, kontrol positif, dan 1 babi sebagai kontrol negatif. Torakotomi dilakukan untuk membuat model infark dengan ligasi arteri proximal branch to left ventricle (PLV) dilanjutkan implantasi pAEC dengan atau tanpa ko-kultur kardiomiosit pada kelompok terapi, kemudian diobservasi selama 6–8 minggu. Luas infark diukur dengan late gadolinium enhancement MRI; remodeling ventrikel kiri dengan ekokardiografi untuk menilai kontraktilitas, fibrosis dengan IHK, kardiomiogenesis dan regulasi apoptosis dengan RT-PCR, angiogenesis dinilai dengan IHK, dan fraksi ejeksi dinilai dengan ekokardiografi. Luas infark menurun pada kedua kelompok terapi (2,5 [2,00–3,00]% dan 3,60 ± 1,34% vs 9,50 ± 1,91%). Pewarnaan HE dan Masson trichrome menunjukkan berkurangnya proses fibrosis pada kedua kelompok, dikonfirmasi dengan hiperekspresi kolagen1 yang padat dan kaku pada kontrol positif dibandingkan kedua kelompok terapi yang memiliki ekspresi kolagen3 lebih dominan. Ekspresi α-smooth muscle actin pada kedua kelompok tampak tersebar menunjukkan penurunan fibrosis dan kontrol positif menunjukkan peningkatan fibrosis. Peningkatan kardiomiogenesis pada kedua kelompok dikonfirmasi dengan peningkatan ekspresi gen cardiac troponin T, gen myosin heavy chain, gen Nkx.2.5, gen c-Kit, dan penanda otot fungsional α-actinin. Penurunan apoptosis dikonfirmasi dengan penurunan ekspresi gen modulator apoptosis p21 dan ekspresi gen p53 yang berarti diferensiasi sel punca tidak bersifat tumorigenik. Regulasi apoptosis melalui ekspresi kaspase-9 tidak berbeda bermakna. Peningkatan angiogenesis dikonfirmasi dengan peningkatan ekspresi von Willebrand Factor dan ekspresi α-smooth muscle actin yang tersebar. Ekokardiografi menunjukkan perbaikan regional wall motion abnormality lebih banyak pada kelompok terapi daripada kontrol positif dan fraksi ejeksi tidak berbeda bermakna antar kelompok. Disimpulkan kombinasi injeksi hidrogel transepikardial dan implantasi di epikardial perancah patch membran amnion yang dideselularisasi dengan ko-kultur AEC dan kardiomiosit dapat mengurangi luas infark dan remodelling ventrikel kiri, serta meningkatkan angiogenesis pada babi model infark. ......Myocardial infarction induces cardiomyocyte death and remodelling a pathological condition. The post-infarct heart is unable to deal with cardiomyocyte loss despite recanalization or revascularization. Therefore, a procedure is required to restore cardiac function. Stem cells can self-renew and specialize into multiple cell types however the survival of stem cells in patients is still poor. To promote the retention and regeneration of stem cells in the myocardium, scaffolds and co-culture systems may be applicated, although there are no study findings on this issue. This study aimed to develop myocardial infarction therapy using transepicardial hydrogel injection and epicardial decellularized amniotic membrane scaffold patch implantation using amniotic epithelial cells (AEC) with cardiomyocyte co-culture. This study used a post-test-only control group design performed at the IPB University and the Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, from July 2021 to October 2022. The study subjects were 15 Sus scrofa domesticus pigs aged 2-3 months placed into three groups: pAEC, pAEC + cardiomyocytes, positive control, and 1 pig as a negative control. Thoracotomy was conducted to create an infarct model with the proximal branch to left ventricle (PLV) artery occlusion followed by pAEC implantation with or without cardiomyocyte co-culture in the therapy group, then evaluated for 6–8 weeks. Infarct size was determined by late gadolinium enhancement MRI, left ventricular remodeling by echocardiography to evaluate contractility, fibrosis by IHC, cardiomyogenesis and regulation of apoptosis by RT-PCR, angiogenesis was assessed by IHC, and ejection fraction by echocardiography. Infarct size reduced in both therapy groups (2,5 [2,00–3,00]% and 3,60 ± 1,34% vs 9,50 ± 1,91%). HE and Masson trichrome staining demonstrated decreased fibrosis in both groups, confirmed by hyperexpression of dense and stiff collagen 1 in the positive control compared to the two therapy groups with more dominant collagen 3 expressions. The α-smooth muscle actin expression in both groups seemed to be scattered suggesting reduced fibrosis while the positive control showed increased fibrosis. Increased cardiomyogenesis in both groups was confirmed by increased expression of the cardiac troponin T gene, the myosin heavy chain gene, the Nkx.2.5 gene, the c-Kit gene, and the functional muscle marker α-actinin. The reduction in apoptosis has been confirmed by lower expression of the p21 apoptosis modulator gene and p53 gene expression, which suggests that stem cell differentiation is not tumorigenic. The control of apoptosis by caspase-9 expression was not significantly different. Increased angiogenesis was verified by increased von Willebrand Factor expression and scattered expression of α-smooth muscle actin. Echocardiography showed greater improvement in regional wall motion abnormalities in the therapy groups than in the positive control, and the ejection fraction was not significantly different between groups. It was concluded that the combination of transepicardial hydrogel injection and epicardial decellularized amniotic membrane scaffold patch implantation using AEC with cardiomyocyte co-culture could reduce infarct size and left ventricular remodeling, as well as increase angiogenesis in infarct model pigs.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>