Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Syafitri Evi Gantini
Abstrak :
Pendahuluan: Transfusi darah pada hakekatnya adalah suatu proses pemindahan darah dari seorang donor ke resipien. Untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak akan menimbulkan reaksi pada resipien maka sebelum pemberian transfusi darah dari donor kepada resipien, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien. Walaupun golongan darah donor dan pasien sama, ternyata dapat terjadi ketidakcocokan(inkompatibilitas) pada uji silang serasi.Sehingga perlu dilakukan analisis penyebab ketidakcocokan pada uji silang serasi antara darah donor dan pasien. Cara kerja : Hasil pemeriksaan terhadap 1.108 sampel darah pasien yang dirujuk ke laboratorium rujukan unit transfusi darah daerah (UTDD) PMI DKI dari bulan Januari-Desember 2003 dikumpulkan, kemudian dikaji penyebab terjadinya inkompatibilitas pada uji silang serasi. Hasil dan diskusi: Dari 1.108 kasus yang dirujuk, 677 (61.10%) kasus menunjukkan adanya inkompatibilitas pada uji silang serasi. Sisanya 431 (38.90 %) menunjukan adanya kompatibilitas (kecocokan) pada uji silang serasi. Dari 677 kasus inkompatibel, 629 (92.90%) kasus disebabkan karena pemeriksaan antiglobulin langsung (DAT-Direct Antiglobulin Test) yang positif. Sisanya yaitu 48 (7.10%) kasus disebabkan karena adanya antibodi pada darah pasien yang secara klinik berpengaruh terhadap transfusi darah dari donor ke pasien. Kasus inkompatibel yang menunjukan hasil positif pada uji antiglobulin langsung (DAT=Direct Antiglobulin Test )sebanyak 629 kasus (92.90%), dengan perincian hasil positip DAT terhadap IgG pada ditemukan sebanyak 493 kasus (78.38%), hasil positip DAT terhadap komplemen C3d sebanyak 46 kasus (7.31%), dan hasil positip DAT terhadap kombinasi IgG dan C3d sebanyak 90 kasus (14.31%).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evira Putricahya, authot
Abstrak :
Human platelet antigen (HPA) merupakan salah satu antigen yang berpengaruh dalam keberhasilan transfusi trombosit, selain human leukocyte antigen (HLA). Ketidakcocokkan HPA akan menyebabkan platelet transfusion refractoriness (PTR). Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa HPA alel 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 15 sering dikaitkan dengan proses terjadinya PTR. Penelitian bertujuan untuk mengetahui frekuensi gen pada HPA alel 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 15 pada populasi Indonesia dan membuat panel data HPA alel 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 15 dari donor, khususnya donor lestari, untuk peningkatan pelayanan transfusi trombosit di Indonesia. Genotyping dilakukan dengan menggunakan metode polymerase chain reaction- sequence specific primer (PCR-SSP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada populasi Indonesia, frekuensi gen HPA 1a dan 1b sebesar 0,97% dan 0.03%; frekuensi gen HPA 2a dan 2b sebesar 0,94% dan 0,06%; frekuensi gen HPA 3a dan 3b sebesar 0,52% dan 0,48%; frekuensi gen HPA 4a dan 4b sebesar 0,95% dan 0,05%; frekuensi gen HPA 5a% dan 5b% sebesar 0,97% dan 0,03%; frekuensi gen HPA 6a dan 6b sebesar 0,95% dan 0,05%; dan frekuensi gen HPA 15a dan 15b sebesar 0,51% dan 0,49%. ......Human platelet antigen (HPA) is one of the antigens that influences the success of platelet transfusion, in addition to human leukocyte antigen (HLA). Human Platelet Antigen mismatch leads to platelet transfusion refractoriness (PTR). Based on previous research, it is known that the HPA alleles of 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 15, are linked to the PTR process. This aims of this research are to determine the genotypes of HPA alleles 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 15, and also to estimate the frequency of those alleles in Indonesia. The results will be put into the data panel, for improvement in platelet transfusion services for sustainable donors. Polymerase Chain Reaction-Sequence Specific Primers (PCR-SSP) was used in this research for allele detection. The result shows the frequency of those alleles are as follows; the frequency of HPA gene 1a and 1b are 0.97 and 0.03; HPA gene 2a and 2b are 0.94 and 0.06, HPA gene 3a and 3b are 0.52 and 0.48, HPA gene 4a and 4b are 0.95 and 0.05, GPA gene 5a and 5b are 0.97 and 0.03, HPA gene 6a and 6b are 0.95 and 0.05, and HPA gene 15a and 15b are 0.51 and 0.49.;Human platelet antigen (HPA) is one of the antigens that influences the success of platelet transfusion, in addition to human leukocyte antigen (HLA). Human Platelet Antigen mismatch leads to platelet transfusion refractoriness (PTR). Based on previous research, it is known that the HPA alleles of 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 15, are linked to the PTR process. This aims of this research are to determine the genotypes of HPA alleles 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 15, and also to estimate the frequency of those alleles in Indonesia. The results will be put into the data panel, for improvement in platelet transfusion services for sustainable donors. Polymerase Chain Reaction-Sequence Specific Primers (PCR-SSP) was used in this research for allele detection. The result shows the frequency of those alleles are as follows; the frequency of HPA gene 1a and 1b are 0.97 and 0.03; HPA gene 2a and 2b are 0.94 and 0.06, HPA gene 3a and 3b are 0.52 and 0.48, HPA gene 4a and 4b are 0.95 and 0.05, GPA gene 5a and 5b are 0.97 and 0.03, HPA gene 6a and 6b are 0.95 and 0.05, and HPA gene 15a and 15b are 0.51 and 0.49.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New Delhi: WHO, 1998
362.178 4 WOR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soenardi Moeslichan
Abstrak :
Rasa syukur kita ini akan bertambah nikmat manakala kita menyadari eksistensi diri di alam jagat raya ini. Manusia adalah salah satu dari sejumlah makhluk bumi, dan seorang manusia adalah seorang warga penduduk bumi yang diperkirakan akan mencapai 6,2 milyard pada tahun 2000 nanti. Mereka saling berinteraksi dan saling merindukan kedamaian (walaupun masih terjadi peperangan antar manusia disana-sini yang masih sulit untuk didamaikan). Menyadari betapa kecil kehadiran manusia di bumi ini, manusia akan lebih merasakan betapa kecilnya lagi manakala dianugerahi kemampuan berfikir, bahwa bumipun hanya merupakan sebagian kecil eksistensinya dalam tata surya alam ini. Allahu Akbar. Dengan manusia sebagai titik tumpu setelah teropong megamakro digunakan untuk mengagumi kebesaran jagad raya dalam makrokosmos berbalik teropong itu diarahkan ke dalam dunia mikro terhadap komposisi tubuh manusia. Kita akan dapat temukan berbagai fenomena menakjubkan yang dapat dilihat dan dipelajari. Salah satu diantaranya adalah darah. Benda cair yang berwarna merah ini tersusun dari berbagai materi biologis yang juga saling berinteraksi. Interaksi yang serasi diperankan oleh masing-masing unsur untuk mempertahankan homeostasis tubuh agar terpelihara tubuh yang sehat. Mereka diproduksi .di dalam sumsum tulang. Sumsum tulang ini seakan-akan suatu pabrik yang memproduksi berbagai jenis sel darah, setiap hari tiada hentinya. Diperhitungkan sekitar 200 bilion sel darah merah, 10 bilion sel darah putih dan 400 bilion butir trombosit diproduksi setiap hari. Betapa besar kapasitas pabrik dalam tubuh kita ini. Keindahan semakin dirasakan karena terbukti masing-masing materi bioiogis ini saling berinteraksi yang sangat unik di dalam dunianya. Apabila karena sesuatu hal interaksi dan produksi tersebut terganggu maka terjadilah penyakit yang mengancam kehidupan individu tersebut. Darah masih merupakan materi biologis yang belum dapat di sintesis di luar tubuh, atas dasar itu apabila pada suatu saat terjadi kekurangan darah atau komponennya, biasanya seseorang memerlukan bantuan darah dari orang lain yang disebut transfusi darah. Tetapi dalam transfusi darah yang bertujuan menyelamatkan jiwa sesama manusia tersebut, dapat mengundang pula berbagai risiko yang merugikan kesehatan tubuh, bahkan dapat berakibat kematian. Atas dasar itu praktek transfusi darah yang benar haruslah dilandasi oleh suatu disiplin ilmu yang disebut Ilmu Transfusi Darah (Transfusion Medicine). Berbagai keindahan dan pesona darah yang mendasari ilmu ini mengundang kekaguman, dan kadang-kadang enak dinikmati, karena itu saya ingin berbagi rasa dengan para hadirin dengan menyajikan sekelumit tentang transfusi darah yang berkaitan dengan profesi saya sebagai dokter anak, kemudian ikut memikirkan kemungkinan permasalahannya dalam suatu sajian yang berjudul Kajian Pediatrik Terhadap Transfusi Darah. Para hadirin yang berbahagia, Seperti dikemukakan sebelumnya darah adalah materi biologis, berbentuk cair berwarna merah. Didalamnya terkandung bagian yang bersifat korpuskuler dan sebagian lainnya bersifat tarutan. Bagian korpuskuler ini disebut sebagai butiran darah yang terdiri dari sel darah merah (erythrocyte), sel darah putih (leukocyte) dan butir trombosit (platelet), Ketiga jenis butiran darah ini terutama dibuat di dalam sumsum tulang dari sejenis sel yang disebut sel stem. Sel stem ini seolah-olah suatu benih yang mampu terus-menerus bertahan dengan memperbanyak diri serta berdeferensiasi. Hal ini dimungkinkan karena di dalam sumsum tulang terdapat strama yang memberkan lingkungan mikro (micraenvironment) seakan-akan suatu lahan tanah yang subur bagi pertumbuhan sel stem. Katau diperhatikan lebih seksama, sel darah merah itu berbentuk diskus bikonkaf yang fleksibel, diameternya 8 um, dan didalamnya berisi cairan hemoglobin. Hemoglobin inilah yang memberi warna merah darah kita. Bentuk sel darah merah yang fleksibel memungkinkan sel darah merah melalui saluran sirkulasi mikro yang berdiameter lebih kecil.
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0121
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Srihartaty
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Pelayanan transfusi darah merupakan penunjang pelayanan kesehatan yang sangat penting, karena hingga saat ini masih terdapat beberapa kondisi kesehatan yang hanya dapat diatasi dengan pemberian transfusi darah. Salah satu strategi World Health Organization (WHO) dalam pelayanan darah yang aman adalah transfusi darah atas indikasi medis secara rasional. Febrile non-haemolytic transfusion reaction (FNHTR) telah dilaporkan sebagai reaksi transfusi yang paling umum terjadi dengan insidensi 6,8% setelah transfusi produk komponen packed red cell (PRC). Data di Pusat Thalassemia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dari 73% pasien yang mendapat PRC leucoreduction, 15% di antaranya mengalami reaksi transfusi, sedangkan dari 14% pasien yang mendapat PRC biasa, 65% di antaranya mengalami reaksi transfusi. Di Indonesia, PRC yang tersedia umumnya adalah produk PRC leucoreduction dengan metoda buffy-coat depleted. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penurunan jumlah leukosit dan sitokin pada produk PRC dari metoda buffy-coat depleted dibandingkan dengan metoda modifikasi bed-side leucocyte filtration. Metodologi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada subjek berupa 30 produk PRC yang dibuat dengan metoda buffy-coat depleted dan 30 produk PRC yang dibuat dengan metoda modifikasi bed-side leucocyte filtration pada <48 jam masa penyimpanan. Pada semua produk dilakukan pemeriksaan hematologi dan pemeriksaan sitokin pirogen IL-6 dan TNF-α. Hasil. Satu (3,33%) subjek kantong komponen PRC yang dibuat dengan metoda buffy-coat depleted memenuhi standar leukoreduction (<5x108 leukosit/unit), dan 29 (96,7%) subjek kantong komponen PRC yang dibuat dengan metoda modifikasi bed-side leucocyte filtration pada waktu < 48 jam penyimpanan memenuhi standar leukodepleted (<5x106 leukosit/unit). Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar IL-6 dan TNF-α pada kedua kelompok komponen PRC ( p > 0,05 ). Simpulan. Terdapat penurunan jumlah leukosit komponen PRC yang dibuat dengan metoda modifikasi bed-side leucocyte filtration pada < 48 jam masa penyimpanan PRC sangat signifikan dibandingkan dengan metoda buffy-coat depleted. Hal ini disebabkan oleh peranan filter polyurethane yang selektif menyaring leukosit sedangkan penurunan jumlah leukosit pada metoda buffy-coat depleted dipengaruhi oleh kecepatan dan waktu putaran sentrifus serta pemisahan lapisan buffy coat dari komponen PRC. Tidak bermaknanya perbedaan kadar sitokin pirogenik IL-6 dan TNF α pada kedua kelompok PRC dikarenakan masa penyimpanan PRC < 48 jam tidak menyebabkan akumulasi sitokin pirogenik IL-6 dan dan TNF-α.
ABSTRACT
Background. Blood transfusion is an essential part of health services, that can safe lifes. One of the World Health Organization (WHO) strategy on safe blood. White blood cells/leukocytes are present in all cellular blood components that are prepared by standard technique. Febrile non-haemolytic transfusion reaction (FNHTR) has been reported as a common transfusion reaction with the incidence of 6,8% after Packed Red Cell (PRC) transfusion. Data in Thalassemia Center DR. Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta, from 73% of patients who received PRC leucoreduced component, 15% of them had a transfusion reaction, whereas 14% of patients who received PRC component, 65% of them had a transfusion reaction. In Indonesia, the common PRC component available is a leucoreduced PRC developed by buffy-coat depleted method. The study is aim to evaluate the effectiveness of leucocyte reduction and cytokine on the PRC components developed by buffy-coat depleted method compare to the PRC products developed by modified bed-side leucocyte filtration method. Methodology. The study is a cross sectional study on the subject of 30 PRC components developed by buffy-coat depleted method and 30 PRC component developed by modified bed-side leucocyte filtration method in < 48 hour of storage. Haematology testing and pyrogenic cytokine of IL-6 and TNF-α titer was analyzed on all subjects. Result. There was only one (3.33%) subject of PRC developed by buffy-coat depleted method showed to be leucoreduced (<5x108 leucocyte/unit), mean while there was 29 (96,7%) subject of PRC developed by modified bed-side leucocyte filtration method showed to be leukodepleted (<5x106 leucocyte/unit).No significant difference of IL-6 and TNF-α titer on both of PRC components. (p > 0,05 ). Conclusion. Reduction of leucocyte on the PRC components developed by modified bed-side leucocyte filtration is more effective compare to that on the PRC components developed by buffy-coat depleted method. The adhesion principle of leucocyte into polyurethane filter was more effective in reducing the number of leucocyte compare to centrifugation principle. The leucocyte filtration that was run on the PRC components with the storage time of < 48 hour did not caused the accumulation of pyrogenic cytokine such as IL-6 and TNF-α.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, David Hasudungan
Abstrak :
[ABSTRAK
Latar belakang : Salah satu reaksi transfusi lambat yang bersifat fatal adalah TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). Kejadian TA GVHD pada pasien immunocompromised diperkirakan sebesar 0,1- 1,0% dengan angka kematian sekitar 80- 90%.7 Upaya radiasi komponen darah seluler saat ini merupakan cara yang paling efisien dan dapat diandalkan untuk mencegah TA-GVHD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek berbagai dosis radiasi terhadap sel darah merah selama penyimpanan. Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik pada 72 sediaan sel darah merah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sediaan sel darah merah dibagi menjadi 4 grup, yaitu grup yang mendapat dosis 2500,3000,5000 cGy dan kontrol. Dilakukan pengujian OFT dan kadar kalium pada hari pertama, ketiga dan kelima penyimpanan. Hasil : Terjadi peningkatan kadar kalium yang bermakna secara statistik mulai dari hari pertama setelah dilakukan radiasi pada semua dosis. Tidak ditemukan perbedaan bermakna ketahanan membran sel darah merah terhadap semua dosis radiasi selama penyimpanan sampai hari kelima. Simpulan : Radiasi pada dosis 2500-5000 cGy dapat menyebabkan peningkatan kadarkalium dan tidak menyebabkan perubahan fragilitas sel darah merah yang disimpan selama 5 hari setelah radiasi. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai mutu sediaan sel darah merah selama penyimpanan setelah dilakukan radiasi seperti melihat tingkat hemolisis (hemolisis rate).
ABSTRACT
Background: One of the delayed transfusion reactions that are fatal is TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). TA incidence of GVHD in immunocompromised patients is estimated at 0.1 to 1.0% with a mortality rate of approximately 80-90% .7 Efforts irradiation of cellular blood components is currently the most efficient way and a reliable way to prevent TA-GVHD. This study aims to determine the effect of various doses of irradiation effects on red blood cells during storage. Method: This study used a descriptive analytic design at 72 red blood cell preparations that meet the inclusion and exclusion criteria. The preparation of red blood cells were divided into 4 groups, ie the group that received 2500,3000,5000 cGy dose and control. OFT testing and potassium levels on the first day, the third and fifth storage. Results: An increase in potassium levels was statistically significant from the first day after irradiation at all doses. Found no significant differences in red blood cell membrane resistance to all doses of irradiation during storage until the fifth day. Conclusion: Irradiation at doses of 2500-5000 cGy can cause increased pottasium level and does not cause changes fragility of red blood cells stored for 5 days after irradiation. The need for further research on the quality of the preparation of red blood cells during storage after irradiation as seen levels of hemolysis (hemolysis rate).;Background: One of the delayed transfusion reactions that are fatal is TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). TA incidence of GVHD in immunocompromised patients is estimated at 0.1 to 1.0% with a mortality rate of approximately 80-90% .7 Efforts irradiation of cellular blood components is currently the most efficient way and a reliable way to prevent TA-GVHD. This study aims to determine the effect of various doses of irradiation effects on red blood cells during storage. Method: This study used a descriptive analytic design at 72 red blood cell preparations that meet the inclusion and exclusion criteria. The preparation of red blood cells were divided into 4 groups, ie the group that received 2500,3000,5000 cGy dose and control. OFT testing and potassium levels on the first day, the third and fifth storage. Results: An increase in potassium levels was statistically significant from the first day after irradiation at all doses. Found no significant differences in red blood cell membrane resistance to all doses of irradiation during storage until the fifth day. Conclusion: Irradiation at doses of 2500-5000 cGy can cause increased pottasium level and does not cause changes fragility of red blood cells stored for 5 days after irradiation. The need for further research on the quality of the preparation of red blood cells during storage after irradiation as seen levels of hemolysis (hemolysis rate)., Background: One of the delayed transfusion reactions that are fatal is TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). TA incidence of GVHD in immunocompromised patients is estimated at 0.1 to 1.0% with a mortality rate of approximately 80-90% .7 Efforts irradiation of cellular blood components is currently the most efficient way and a reliable way to prevent TA-GVHD. This study aims to determine the effect of various doses of irradiation effects on red blood cells during storage. Method: This study used a descriptive analytic design at 72 red blood cell preparations that meet the inclusion and exclusion criteria. The preparation of red blood cells were divided into 4 groups, ie the group that received 2500,3000,5000 cGy dose and control. OFT testing and potassium levels on the first day, the third and fifth storage. Results: An increase in potassium levels was statistically significant from the first day after irradiation at all doses. Found no significant differences in red blood cell membrane resistance to all doses of irradiation during storage until the fifth day. Conclusion: Irradiation at doses of 2500-5000 cGy can cause increased pottasium level and does not cause changes fragility of red blood cells stored for 5 days after irradiation. The need for further research on the quality of the preparation of red blood cells during storage after irradiation as seen levels of hemolysis (hemolysis rate).]
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadliyana Ekawaty
Abstrak :
[ABSTRAK
Kebutuhan puskesmas rawat inap sebagai unit pelayanan transfusi darah sudah memasuki tahap kritis dikarenakan anak dengan penyakit kronis memerlukan layanan khusus guna mengoptimalkan kualitas hidupnya termasuk fungsi sekolah. Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan puskesmas rawat inap dalam pemberian transfusi darah pada anak dengan thalassemia di kota Depok. Metode menggunakan cross sectional melibatkan 66 tenaga kesehatan, 10 staf PMI, 13 anggota POPTI. Analisis menyatakan terdapat hubungan signifikan antara pendidikan dan pengetahuan dengan kesiapan puskesmas. Pengetahuan memiliki peluang 6,2 kali terhadap kesiapan. Hasil penelitian dapat menjadi acuan merencanakan intervensi bersifat elaborasi antara puskesmas, UDD PMI, POPTI dan pemerintah.
ABSTRACT
Needs of inpatient care in public health center (PHC) as a unit blood transfusion service has entered a critical. This study to determine the factors related to the readiness of PHC to provide blood for children with thalassemia in Depok. This study used cross sectional method involving 66 health workers, 10 PMI staff, 13 staff member POPTI. Result of the analysis stated there is a statistically significant relationship between education and knowledge with the readiness. Knowledge also had chances 6.2 times the readiness. This result could be a reference intervention, which is the elaboration between PHC, UDD PMI, POPTI and government, Needs of inpatient care in public health center (PHC) as a unit blood transfusion service has entered a critical. This study to determine the factors related to the readiness of PHC to provide blood for children with thalassemia in Depok. This study used cross sectional method involving 66 health workers, 10 PMI staff, 13 staff member POPTI. Result of the analysis stated there is a statistically significant relationship between education and knowledge with the readiness. Knowledge also had chances 6.2 times the readiness. This result could be a reference intervention, which is the elaboration between PHC, UDD PMI, POPTI and government]
2015
T43682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nining Ratna Ningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Deteksi antibodi bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi ireguler terhadap sel darah merah di dalam plasma pasien. Sampai saat ini, kegiatan pelayanan transfusi darah di Indonesia masih bergantung pada uji silang serasi yang masih kemungkinan adanya antibodi ireguler yang tidak terdeteksi. Antibodi tersebut dapat menyebabkan terjadinya reaksi transfusi tipe lambat yang ditandai dengan penurunan hemoglobin dan peningkatan kadar bilirubin. Upaya keamanan pada pasien transfusi perlu ditingkatkan dengan diterapkan uji saring antibodi secara rutin pada pemeriksaan pra-transfusi. Tujuh ratus sampel pasien yang meminta darah ke laboratorium pelayanan pasien di UTD PMI DKI Jakarta dilakukan uji saring antibodi dan uji silang serasi secara otomatis dengan alat Ortho AutoVue Innova dengan Column Agglutination Technology. Untuk membuktikan kompatibel palsu dipilih 10 plasma pasien yang mengandung antibodi untuk dilakukan uji silang serasi mayor dengan 70 sampel darah donor. Hasil kompatibel dilakukan konfirmasi dengan antigen typing pada donor. Semua sampel pasien yang tidak memiliki antibodi 100 kompatibel pada uji silang serasi mayor. Dari 70 sampel dengan hasil kompatibel pada uji silang serasi mayor ditemukan 14 20 hasil negatif palsu. Dari penelitian ini disimpulkan uji saring antibodi lebih mampu mendeteksi antibodi pada plasma pasien dan aman digunakan dalam pemeriksaan pra-transfusi.
ABSTRACT
Detection of antibody aims to detection of irregular antibody on the blood cell in patient plasma. Until now, blood transfusion in Indonesia in terms still depending on the crossmatch is still risking on undetected irregular antibody. The irregular antibody may cause a delayed hemolytic transfusion with hemoglobin reduction and bilirubin increase as the symptoms. Patient with blood transfusion 39 s safety needs to be improved by routine antibody screening on pre transfusiontest. 700 samples of patients who requested blood to the patient care laboratory in UTD PMI DKI Jakarta were antibody screening and major crossmatch automatically with Ortho tool AutoVue Innova with Column Agglutination Technology. To prove false compatible, 10 patient 39 s plasma containing antibodies have been selected to be tested by major of crossmatch with 70 blood donor samples. Compatible Results were confirmed with antigen typing. All samples of patients who did not have antibodies 100 compatible on crossmatch test. from 70 samples which compatible on major crossmatch test was found 14 20 of false negative results. This study suggests the antibody screening which capable of detecting antibodies in the patient 39 s plasma and safely used in the pre transfusion test.
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hima Liliani
Abstrak :
ABSTRAK
Darah merupakan sumber daya yang tidak tergantikan. Menurut Hall (2013), di University Hospitals of Leicester UK, dari 507 unit darah yang di-crossmatch hanya 283 unit darah yang ditransfusikan. Terdapat 25% darah terbuang pada Rumah Sakit Publik Guyana (Kurup, 2016). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Berdasarkan analisis diperoleh hasil, yaitu 35.79% unit darah yang tidak ditransfusikan, capaian CT Ratio 2.12 (dari 3536 unit darah yang dicrossmatch, hanya 1670 unit darah yang ditransfusikan), Penyebab darah terbuang adalah kadaluarsa 98.4%, selang habis, kantong bocor, darah rusak dll. Penggunaan MSBOS dapat menurunkan angka ketidakterpakaian darah pada pasien operasi elektif sebesar 35.64%.
ABSTRACT
Blood is an irreplaceable resource. According to Hall (2013), at University Hospitals of Leicester UK, from 507 units of crossmatched blood, only 283 units were used. There is 25% discharge blood at Guyana Public Hospital (Kurup, 2016). This research is a descriptive case study with qualitative method. Based on the analysis, 35.79% of the blood units were not transfused, the CT ratio was 2.12 (from 3536 unit of crossmatched blood, only 1670 unit were transfused). The cause of blood wastage is expired 98.4%, blood tube runs out, blood bag leak, blood damaged and unidentified causes. The use of MSBOS may decrease the rate of blood units wastage in elective surgery patients by 35.64%.
2017
T47757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Arum Satiti
Abstrak :
Latar belakang: Pasien dengan hemofilia dan Von Willebrand (VWD) memiliki risiko infeksi terkait transfusi, salah satunya adalah infeksi hepatitis C (HCV). Skrining darah donor terbaru adalah nucleic acid testing (NAT) dengan window period 3 hari. Berdasarkan rekapitulasi pasien hemofilia dewasa di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2012, ditemukan 38% mengalami infeksi HCV dan dua diantaranya sudah didiagnosis dengan sirosis hati. Pengobatan infeksi HCV secara dini dapat menurunkan risiko sirosis hati. Namun saat ini belum ada data mengenai proporsi infeksi HCV pada hemofilia dan VWD anak yang menggunakan NAT dan tidak menggunakan NAT untuk skrining darah donor. Tujuan: Mengetahui proporsi infeksi HCV pada pasien hemofilia dan VWD anak yang tidak menggunakan skrining NAT dan yang menggunakan skrining NAT. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif yang dilakukan terhadap pasien hemofilia dan Von Willebrand (VWD) anak dengan riwayat transfusi komponen darah. Subyek penelitian dieksklusi bila memiliki riwayat penggunaan jarum suntik bergantian dan ibu dengan riwayat infeksi HCV C. Subyek penelitian dibagi menjadi kelompok tidak menggunakan skrining NAT dan menggunakan skrining NAT. Kemudian dilakukan pemeriksaan anti HCV pada tiap kelompok. Subyek dengan hasil anti HCV reaktif menjalani pemeriksaan HCV RNA. Kemudian dilakukan analisa risiko relatif (RR) antara penggunaan skrining NAT terhadap proporsi infeksi HCV. Hasil: Studi dilakukan terhadap 108 subyek penelitian mendapatkan proporsi anti HCV reaktif pada kelompok yang tidak menggunakan skrining NAT sebesar 3,3% (3/91) dan pada kelompok yang mengguanakan skrining NAT sebesar 0% (0/17). Analisis hubungan antara penggunaan skrining NAT dan anti HCV reaktif ditemukan hasil RR = 1,034 (IK95% 0,996-1,074) dengan nilai P 0,448 dan kekuatan penelitian 8,3%. Hasil pemeriksaan HCV RNA tidak ditemukan virus pada kedua subyek dengan anti HCV reaktif. Simpulan: Proporsi anti HCV reaktif pada kelompok dengan riwayat transfusi komponen darah yang tidak menggunakan skrining NAT lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan skrining NAT. Namun hasil pemeriksaan HCV RNA tidak ditemukan virus pada seluruh subyek dengan anti HCV reaktif. Title of the article : Hepatitis C Infection Related to Blood Transfusion in Children with Hemofilia and Von Willebrand Before and After the Implementation of Nucleic Acid Testing as the Method of Blood Donor Screening. ......Background: Patient with hemophilia and Von Willebrand (VWD) have an increased risk of acquiring transfusion transmitted infection (TTI). The latest technology of blood donor screening method were using nucleic acid testing (NAT). In 2012, there were 38% of adult with hemophilia acquiring hepatitis C infection in Cipto Mangunkusumo hospital and two of them had developed liver cirrhosis. Early initiation of therapy may prevent the progression of hepatitis C (HCV) infection into liver cirrhosis. Currently, there is no data regarding the incidence of HCV infection in children with hemophilia and VWD before and after the implementation of NAT for blood donor screening. Aim: To determine the incidence of HCV infection in children with hemophilia and VWD who were not using NAT compares to the one who were using NAT as their blood screening method. Method: It is a cohort retrospective study of children with hemophilia and VWD with history of blood transfusion. The exclusion criteria were personal history of sharing needle and having mother with history of HCV infection. Subjects were divided into the group of subjects who were using NAT and not using NAT for blood donor screening method. Anti HCV examination were performed on each group. HCV RNA examination were carried out only on subjects with reactive anti HCV result. Relative risk (RR) of using NAT related to the incidence of HCV infection were then calculated. Results: Study in 108 subjects reported the incidence of reactive anti HCV in a group who were not using NAT around 2% (2/91) compared to other group who were using NAT around 0% (0/17). The association between NAT implementation and the incidence of HCV infection showed RR = 1.022 (CI95% 0.991-1.054) with P value of 0.54 and power of 8.4%. HCV RNA examination showed no virus were found on both subjects with reactive anti HCV. Conclusion: The incidence of reactive anti HCV was higher in the group who were not using NAT compared to the other group who were using NAT as their blood screening method. However, HCV RNA showed no virus were found on all subjects with reactive anti HCV. It is recommended to consider NAT as screening method due to 3 subjects were found to have history of hepatitis C infection in current study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>