Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Ratnaningsih
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil pemeriksaan hematologi rutin dan morfologi darah tepi eritrosit pada sampel darah dengan berbagai konsentrasi antikoagulan Na2EDTA yang berbeda. Penditian ini merupakan penelitian potong lintang. Bahan penelitian berupa 33 sampel darah vena mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Dua ml darah dibagi ke datum 4 tabling Na2EDTA yang masing-masing berisi antikoagulan dengan konsentrasi yang berbeda. Tabung pertama berisi Na2EDTA konsentrasi standar, 2 mg/dl, tabung yang lain secara berurutan berisi Na2EDTA dengan konsentrasi 4 mg/dl, 6 mg/dl, and 8 mg/dl. Sebelumnya dibuat sediaan hapus langsung dari setetes darah tanpa antikoagulan (sebagai kontrol) untuk pemeriksaan morfologi darah tepi (MDT). Darah dalam keempat tabung tersebut segera dilakukan pembuatan sediaan hapus dan diperiksa profit hematologi eritrositnya menggunakan SYSMEX SE-9500 automatic analyzer. Terdapat penurunan yang bermakna dari hitung eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan MCHC serta peningkatan yang bermakna dari nilai MCV dan RDW antara konsentrasi Na2EDTA yang berlebihan, sedangkan nilai MCH tidak ada perbedaan. Pemeriksaan MDT menunjukkan perubahan yang bermakna pada bentuk echinocytes serta ditemukan gambaran ghost cells pada sampel darah dengan Na2EDTA yang berlebihan. Disimpulkan bahwa antikoagulan Na2EDTA yang berlebihan akan berpengaruh terhadap morfologi dan beberapa parameter hematologi eritrosit. (Med J Indones 2006; 15:157-64)
The purpose of this study is to know whether there are differences between hematology profile and morphology of erythrocyles of blood specimens which are prepared with excessive Na2EDTA anticoagulant in different concentration. This study was conducted in Faculty of Medicine Gadjah Mada University. The criteria of subject were male, age from 18 until 22 years old and healthy, ascertained from history taking and vital sign examination. Blood samples from 33 subjects were taken using vein puncture. Two millimeters blood was divided into 4 Na2EDTA-containing tube's. Before that, one drop of blood without Na2EDTA anticoagulant was used for making control blood film right after vein puncture. Each tubes contained different concentration of anticoagulant. The first tube contained Na2EDTA in standard concentration 2 mg/dl; the remaining tubes contained consecutively, 4 mg/dl, 6 mg/dl, and 8 mg/dl. Those samples were immediately examined using SYSMEX SE-9500 automatic analyzer for measuring erythrocytes hematological profile and were stained with Wright staining far morphological examination. These procedures were done before 20 minutes of vein puncture. There were significant decrease ofRBC count, HGB, HCT, and MCHC and also significant increase of MCV and RDW between different concentrations of excessive Na2EDTA anticoagulant. MCH did not have significant result. Morphological examination showed significant morphological changes in the form of echinocytes and appearance of ghost cells in the sample treated with excessive Na2EDTA anticoagulant concentration. In conclusion, there are differences in hematological profile and morphology of erythrocytes among blood specimen which are prepared with excessive Na2EDTA anticoagulant in different concentration, except for MCH. Excessive Na2EDTA anticoagulant concentration will affect the blood specimen for peripheral blood examination of erythrocytes by interfering morphology and some of hematological parameters. (Med J Indones 2006; J 5:157-64)
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-3-JulySept2006-157
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Riany
Abstrak :
Latar Belakang: Penyalahgunaan narkotika dapat mempengaruhi kesehatan secara umum, baik akibat penggunaan narkotika itu sendiri, maupun karena kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan pola makan yang kurang baik. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi hematologi dan kimia darah pengguna narkotika. Tujuan: Memperoleh data kondisi hematologi dan kimia darah pada pengguna narkotika yang direhabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido, Jawa Barat. Metode: Studi dengan data sekunder. Hasil: 38,55% residen memiliki nilai eritrosit dibawah normal; nilai hemoglobin dibawah normal (24,58%); nilai hematokrit dibawah normal (20,11%); nilai LED 1 jam diatas normal (28,49%); nilai leukosit diatas normal (20,67%); nilai segmen diatas normal (12,29%); nilai segmen dibawah normal (7,26%); nilai limfosit diatas normal (16,20%); nilai eosinofil dibawah normal (18,45%); nilai SGOT/AST diatas normal (6,14%); nilai SGPT/ALT diatas normal (12,30%); nilai kreatinin diatas normal (11,17%). Kesimpulan: Sejumlah residen menunjukkan hasil diluar batas normal pada pemeriksaan hematologi dan kimia darah. ...... Background: Systemic disorders have been found in most of drug users, as the result of drug abuse and some unhealthy lifestyle habits such as tobacco smoking, alcohol comsumption, and poor dietary habit. Such conditions may bring bad effects not only to the quality, but also the quantity of the hematology and blood chemistry of the users. Objective: To obtain datas related to the hematology and chemistry blood condition among drug users treated in Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido, West Java. Method: Study based on secondary data. Results: Low red blood cell counts (38,55%), low hemoglobin counts (24,58%), low hematocrit levels (20,11%), high erythrocyte sedimentation rate levels (28,49%), high white blood cell counts (20,67%), high neutrophil counts (12,29%), low neutrophil counts (7,26%), high lymphocyte counts (16,20%), low eosinophil counts (18,45%), high AST levels (6,14%), high ALT levels (12,30%), high creatinine levels (11,17%). Conclusion: A number of residents show abnormalities in hematology and blood chemistry tests.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Satriani
Abstrak :
Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan tumor ganas saluran cerna dan menjadi penyebab kematian keempat terbanyak akibat penyakit keganasan di seluruh dunia. Gejala klinik KKR sering tidak spesifik mengakibatkan sebagian besar kasus terdiagnosis pada stadium lanjut. Kolonoskopi masih digunakan sebagai baku emas penegakan diagnosis KKR, namun terdapat kendala akses pasien untuk kolonoskopi akibat keterbatasan fasilitas. Pemeriksaan darah samar merupakan metode penapisan awal KKR yang relatif murah dan tidak invasif. Pemeriksaan darah samar yang sering dilakukan menggunakan metode guaiac-based FOBT (gFOBT) atau Fecal Immunochemical Tes (FIT). Sistem skoring Asia Pasific Colorectal Cancer Screening (APCS) merupakan suatu cara untuk meningkatkan efisiensi penapisan pasien berdasarkan data umur, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita neoplasma kolorektal, dan riwayat merokok. Saat ini di Indonesia belum diketahui peran kombinasi sistem skoring APCS dan pemeriksaan darah samar feses untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penapisan karsinoma kolorektal di Indonesia. Penelitian ini menganalisis kombinasi pemeriksaan darah samar feses dan skor APCS dibandingkan dengan histopatologi sebagai baku emas. Penelitian ini memeriksa 78 pasien tersangka KKR yang diperiksa darah samar feses metode gFOBT dan FIT, dihitung skor APCS dan dilakukan biopsi kolonoskopi. Pemeriksaan FIT memiliki nilai prediktif yang lebih tinggi dibandingkan metode gFOBT. Hasil uji diagnostik kombinasi pemeriksaan darah samar feses dengan skor APCS ≥ 2 menunjukkan kombinasi skor APCS dengan metode FIT memiliki nilai spesifisitas, prediksi positif, prediksi negatif yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi metode gFOBT dan skor APCS ≥ 2. ......Colorectal carcinoma (CRC) is a malignant tumor of the digestive tract and the fourth cause of death due to malignancy throughout the world. The clinical symptoms of CRC are not specific resulting in advanced stage when first diagnosed. Colonoscopy is used as the gold standard for the diagnosis of CRC, but there are difficulties for patient to access colonoscopy due to limited facilities. Occult blood test is relatively cheap and non-invasive initial screening methods. Occult blood test is often done using the guaiac-based (gFOBT) or Fecal Immunochemical Test (FIT) methods. The Asia-Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) scoring system is a tool to increase patient screening efficiency based on risks factor developed in the Asia-Pacific region, including age, sex, family history of colorectal neoplasm, and smoking history. At present the role of the APCS scoring system and fecal occult blood test to increase effectiveness and efficiency of colorectal carcinoma screening in Indonesia is still unknown. This study was aimed to analyze the combination of feccal occult blood test with APCS score showed in accordance with histopatology results. FIT has better predictive value compared to gFOBT. Combination of APCS score ≥ 2 and FIT is also gives higher specificity, positive predictive value, and negative predictive value compared when combined with gFOBT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
St. Louis Missouri: Elsevier Churchill Livingstone, 2012
616.075 61 DAC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bain, Barbara J.
[Edinburgh]: Elsevier, 2017
616.075 BAI d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suryono Winarto
Abstrak :
Hubungan antara kadar lemak kolesterol dan trigliserida darah dan penyakit jantung koroner yang telah banyak dilaporkan akan tetapi pengukuran kadar kolesterol dan trigliserida saja tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai prognosis dan hasil terapi pada penderita jantung koroner. Penelitian ini bertujuan membandingkan profil lipid pria dan wanita sehat, membandingkan profil lipid pasien infark miokard akuta dengan profil lipid orang sehat ; mencari hubungan antara trigliserida, kolesterol total, HDL- kolesterol dan LDL-kolesterol darah dengan insiden penyakit jantung koroner.
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Taat Tagore Diah
Abstrak :
Pajanan Pb dapat terakumulasi di dalam darah manusia sesuai lama waktu pajanan dan berdampak pada kesehatan. Tujuan Penelitian ini adalah menganalisis lama waktu pajanan terhadap kadar Pb, kadar Haemoglobin, kadar Kreatinin dan Blood Urea Nitrogen (BUN) dalam darah sehingga dapat diketahui perbedaannya dan dampak kesehatannya_ Responden dibagi 3 kelompok berdasarkan lama kerja berturut-turut 1 tahun, 5 tahun dan 10 tahun masing-masing kelompok 30 responden kemudian diambil darah vena ± 9 cc. Analisis Pb dengan alat Atomic Absorbance Spectrofotometer Graphite Furnace (AAS-GF), analisis kadar Haemoglobin menggunakan Haematology Analiser Otomatic dengan metoda Siarunethemoglobin. Kadar 1Creatinin dart BUN diukur dengan alat Autoanaliser Spectrofotometer, dengan metoda Jaffe untuk kreatinin dan metoda Kinetik UV untuk BUN. Rata-rata kadar Pb sopir dengan lama ketja 10 tahun adalah 86,747 ± 25,712; 5 tahun 65,360 ± 18,098 dart < 1 (alum : 53,107 ± 20,950 dengan peningkatan secara signiftkan sesuai larna keda (P < 0,000) kadar 14 mg/dl di temukan pada kelompok 10 tabon sebanyak 43,3 %, kelompok 5 Whim 3,3% dan kelompok 5. 1 tahun sebanyak 10 % dengan peningkatan secara signifikan sesuai lama kerja ( P <0,000). Rata-rata kadar Kreatinin sopir dengan lama kerja kelompok 10 tahun : 0,874 0,098, kelompok 5 tahtm : 0,843 ± 0,077 dan kelompok < 1 talum : 0,828 + 0,102, tidak ada perhedaan hermakna (P < 0,707). Terdapat perbedaan yang bermakna (P< 0,012) pada rata-rata kadar BUN kelompok sopir lama ketja 10 tahun, 5 tahun dan < I tahun, yaitu herturnt-turut 24,767 ± 5,036 ; 22,367 ± 3,819 dan 21,267 ± 4,727. Kesimpulan lama waktu pajanan Pb berpengaruh terhadap tinggi kadar Pb dalam darah (terakumulasi) sehingga meningkatkan angka kejadian anemia, dan meningkatkan kadar BUN dalam daralt, teiapi tidak mempengaruhi kadar kreatinin darah. ......Pb exposure can be accumulated in human blood in proportion to the exposure duration and it impacts on health_ The purpose of this research was to analyze the influence of exposure duration on Pb content, hemoglobin content, creatinin content, and Blood Urea Nitrogen (BUN) in blood so as to find out its differences and its impact on health. The respondents were divided into 3 groups based on the working duration of respectively 1 year, S years. and 10 years, each consisting of 30 respondents, and then vena blood of _± .9 cc was taken. The analysis of Pb was by Atomic Absorbance Spectrophotometer Graphite Furnace (AAS--GF), whereas the analysis of Hemoglobin content used Hematology Analyzer Automatic by Sianmethemoglobin method. Creatinin and BUN contents were measured by Autocznalyzer Spectrophotometer, by using fee method for c..reatinin and UV Kinetics method for BUN. Average Pb content of drivers with a 10-year working duration was 86.747± 25.772; 5 years: 65.360 43.3% d- 18.098; and < 1 year: 53.107 ± 20.950, with a significant increase in proportion to the working duration (P <0.000). Jib content < 14 mg/d1 was found in the 10-years group of 43.3%, 5-years group of 3_3%, and < 1-year group of 10%, with a significant increase in proportion to the working duration (P<0.000). The average creatinin content of the drivers with a working duration qf 10- years group: 0.874 ± 0.098. 5-years group: 0.843 .± 0.077, and S 1-year group: 0.828 d.0.102, there is an insignificard dOerence (P<0.707). There is a significant difference (P<0.012) in the average BUN content of the drivers of 10-years, 5-years, and <1-year groups, that is, 24.767 ± 5.036. 22.367 .± 3.819, and 21.2671-4.721 respectively. Conclusion: the duration of Pb exposure has influence on Pb content in blood (accumulated) so that it increases incidence rate of anemia, and it also increases BUN content in blood, but it has no influence on blood creatinin content.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beryl Alodia
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini menganalisis kemampuan Human Serum Albumin (HSA), Umbilical cord blood (UCB) serum dan Fetal Bovine Serum (FBS) dalam menjaga stabilitas ekspansi ex vivo kultur sel punca hematopoetik (SPH). Sel yang digunakan adalah sel mononuklear dan sel CD34+ dari darah tali pusat yang disimpan beku dalam lingkungan nitrogen. Medium basal kultur yang digunakan adalah RPMI 1640 Biowest dan Stemspan. Jumlah sel hidup dihitung menggunakan metode eksklusi tryphan blue dan fenotipe sel CD34+ dianalisis menggunakan flow cytometry. Pewarnaan Giemsa dilakukan pada sel-sel yang dipanen pada hari ketujuh kultur untuk menganalisis morfologi sel. Besar sampel dalam penelitian ini adalah tiga dan jumlah pengulangan adalah dua kali. Penelitian ini menunjukkan bahwa kultur dengan suplementasi HSA menghasilkan jumlah sel yang lebih rendah namun memiliki persentase CD34+ yang lebih tinggi dibandingkan UCB serum dan FBS. Pewarnaan Giemsa menunjukkan sel-sel darah yang terdiferensiasi paling sedikit ditemukan pada HSA. Hasil tersebut menunjukkan bahwa, medium dengan suplementasi HSA lebih unggul dari UCB serum dan FBS dalam mempertahankan kepuncaan sel punca hematopoetik.
ABSTRACT
This study analyzed the ability of serum Human Serum Albumin (HSA), Umbilical cord blood (UCB) and Fetal Bovine Serum (FBS) to maintain the stability of ex vivo expansion of hematopoietic stem cell (SPH) cultures. The cells used are mononuclear cells and CD34 + cells from cord blood which are frozen in a nitrogen environment. The basal culture medium used was RPMI 1640 Biowest and Stemspan. The number of living cells was calculated using the tryphan blue exclusion method and the CD34 + cell phenotype was analyzed using flow cytometry. Giemsa staining was carried out on cells harvested on the seventh day of culture to analyze cell morphology. The sample size in this study was three and the number of repetitions was twice. This study shows that culture with HSA supplementation results in lower cell counts but has a higher CD34 + percentage compared to serum UCB and FBS. Giemsa staining shows the least differentiated blood cells are found in HSA. These results indicate that, medium with HSA supplementation is superior to serum UCB and FBS in maintaining hematopoietic stem cell stem cells.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrasekar, M.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical, 2012
612 CHA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Febriyeni
Abstrak :
Latar Belakang: TNF-α dan CXCL16 terlibat dalam patofisiologi endometriosis melalui regulasi respon inflamasi dan pengkode nyeri endometriosis. Peningkatan TNF-α berperan dalam jalur pensinyalan P53 untuk apoptosis. Darah menstruasi sebagai pelepasan jaringan endometrium dapat digunakan dalam mengidentifikasi biomarker untuk diagnosis penyakit endometriosis tanpa memerlukan biopsi. Metode: Sampel darah menstruasi subjek dikumpulkan dengan menggunakan pembalut kertas saring dan jaringan endometrium dikumpulkan dengan melakukan biopsi, yang kemudian diekstraksi DNA dan RNA-nya. Tingkat metilasi DNA diukur dengan menggunakan metode pyrosequencing. Tingkat ekspresi mRNA diukur dengan menggunakan metode qPCR dan dianalisis dengan metode Livak Hasil: Ekspresi mRNA gen TNF-α pada darah menstruasi pasien endometriosis meningkat signifikan 3,73 kali lipat dibandingkan ekspresi pada kontrol (p=0,005). Gen TNF-α mengalami hipermetilasi dan berbeda bermakna dalam darah menstruasi pasien endometriosis dibandingkan kontrol (p=0,008). Sedangkan ekspresi mRNA gen CXCL16 pada darah menstruasi pasien endometriosis meningkat 2,42 kali (p=0,030) dibandingkan ekspresi mRNA darah menstruasi pada kontrol. Gen CXCL16 mengalami hipometilasi (p=0,004). Pada P53 terjadi terjadi peningkatan ekspresi gen P53 1,52 kali. Ekspresi mRNA gen TNF-α dan CXCL16 pada subjek nyeri berat lebih tinggi dibandingkan subjek nyeri sedang, dan terdapat korelasi positive. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi mRNA TNF-α dan CXCL16 dalam darah menstruasi pasien endometriosis dapat menjadi penanda langsung untuk mendiagnosis endometriosis. Namun, untuk memvalidasi lebih lanjut temuan ini dan mengeksplorasi potensi sebagai alat diagnostik, penelitian tambahan yang melibatkan kelompok pasien yang lebih besar diperlukan ......Background: TNF-α and CXCL16 are implicated in the pathophysiology of endometriosis through the regulation of inflammatory response and the coding of endometriosis pain. Elevated TNF-α is implicated in the P53 signaling pathway for apoptosis. Menstrual blood, as a discharge of endometrial tissue, presents an opportunity for identifying biomarkers for the diagnosis of endometriosis without resorting to biopsy. Method: Menstrual blood samples were collected using filter paper pads, and endometrial tissues were obtained via biopsy, from which DNA and RNA were extracted. DNA methylation levels were assessed using the pyrosequencing method after bisulfite conversion treatment. Meanwhile, mRNA expression levels were measured using the quantitative polymerase chain reaction (qPCR) method and analyzed using the Livak method. Results: The mRNA expression of the TNF-α gene in menstrual blood of endometriosis patients increased significantly by 3.73 times compared to controls (p=0.005). The TNF-α gene exhibited hypermethylation, significantly differing in menstrual blood of endometriosis patients compared to controls (p=0.008). The mRNA expression of the CXCL16 gene in menstrual blood of endometriosis patients increased by 2.42 times (p=0.030) compared to controls, although there was no significant difference in expression between menstrual blood and endometrial tissue in endometriosis patients (p=0.173). The CXCL16 gene displayed hypomethylation (p=0.004). There was an increase in P53 gene expression, which was 1.52 times higher than in control menstrual blood. The mRNA expression of TNF-α and CXCL16 genes in subjects experiencing severe pain was higher than in those with moderate pain, and there was a positive correlation. Conclusion: This study suggests that increased mRNA expression of TNF-α and CXCL16 in menstrual blood of endometriosis patients may serve as direct markers for diagnosing endometriosis. However, further validation of these findings and exploration of their potential as diagnostic tools requires additional studies involving larger patient cohorts.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>