Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andy
Abstrak :
Latar Belakang Radikal sistektomi (radical cystectomy / RC) merupakan standar pengobatan untuk muscle-invasive bladder carcinoma. Diperlukan faktor prediksi untuk pendekatan agresif karena dapat menyebabkan pengobatan berlebihan. Hitung darah tepi (BCC) dilaporkan memiliki hubungan yang signifikan dengan beberapa jenis keganasan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan BCC sebagai faktor prediktor terhadap tingkat keselamatan umum (OS) pada pasien karsinoma kandung kemih (BC) setelah menjalani RC. Metode Studi kohort retrospektif dibuat terhadap 26 pasien yang menjalani RC. Karakteristik demografis dan BCC seperti hemoglobin (Hb), NLR, PLR, dan rasio limfosit/monosit (LMR). Analisis kesintasan Kaplan-Meier dilakukan untuk menentukan overall survival (OS) pada penanda pemeriksaan hitung darah. Hubungan antara karakteristik pasien dengan kesintasan satu tahun juga dilakukan dengan menggunakan metode Mantel-Cox (Log-rank). Hasil Dari 26 pasien, usia rata-rata adalah 55,6 ± 12,9 tahun. Pada analisis univariat, tidak ada karakteristik demografis yang ditemukan sebagai prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan keseluruhan (p>0,05). Hb, NLR, PLR, dan LMR tidak menjadi prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan OS (p>0,05). Kesimpulan BCC bukan merupakan faktor prediktor yang signifikan terhadap kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker kandung kemih setelah menjalani radikal sistektomi. ......Background Radical cystectomy (RC) is the gold standard treatment for muscle-invasive bladder carcinoma. A predictive factor is needed for the aggressive approach as it could lead to overtreatment. Elevated blood cell count (BCC) markers are reported to have a significant association with poor outcomes in several types of malignancy. Neutrophil-to-lymphocyte-ratio (NLR) and platelet-to-lymphocyte ratio (PLR) are a well-known inexpensive and effective representative marker of inflammatory condition. This study aims to determine the BCC as a predictor factor of overall survival (OS) in bladder carcinoma (BC) after RC patients Methods A retrospective cohort study was designed to investigate 26 patients undergone RC. The demographic characteristics and BCC such as hemoglobin (Hb). NLR, PLR and lymphocyte/monocyte ratio (LMR) were collected. The patients were categorized based on the CBC markers value (≥Median and 0.05). Hb, NLR, PLR and LMR were not a significant predictor of one year survival and OS (p>0.05). Conclusions The BCC was not a significant predictor factor survival in patients with bladder cancer after radical cystectomy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thyrza Laudamy Darmadi
Abstrak :
Karsinoma kandung kemih merupakan keganasan nomor empat terbanyak. Dampak beban ekonomi karsinoma kandung kemih cukup nyata, sehingga diperlukan deteksi dini keganasan kandung kemih untuk menurunkan beban ekonomi. Sistoskopi merupakan pemeriksaan baku emas untuk identifikasi karsinoma kandung kemih, tetapi pemeriksaan tersebut invasif dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Sitologi urin tidak invasif, tetapi hasilnya tidak bisa didapatkan dengan cepat dan terdapat ketergantungan interpretasi pemeriksa.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan nilai diagnosis dua penanda tumor, yaitu ELISA NMP-22, ELISA UBC urin, serta kombinasi keduanya pada pasien karsinoma kandung kemih. Penelitian uji diagnostik ini terdiri dari 25 orang pasien dengan indikasi sistoskopi dan trans ureteral resection bladder tumor (TUR-BT)/biopsi tumor. Pasien yang memenuhi kriteria masukan dan tolakan dilakukan pengambilan urin pasien kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA NMP-22 dan ELISA UBC urin. Hasil pemeriksaan ELISA NMP-22 dan ELISA UBC urin akan dibandingkan dengan pemeriksaan sistoskopi disertai dengan hasil histopatologi.Permeriksaaan ELISA NMP-22 urin dengan cut-off 10 U/ml mempunyai sensitivitas 62,3% dan spesifisitas 83,3%, nilai prediksi positif 81,8% dan nilai prediksi negatif71,4%,likelihood ratio positif3,73 dan likelihood ratio negatif0,45. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan sensitivitas adalah 69,2%, spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 81,8%, nilai prediksi negatif 60%, likelihood ratio positif 2,76 , likelihood ratio negatif0,42. Pemeriksaan ELISA UBC dengan cut-off 12 ug/Lmempunyai sensitivitas 38,5% dan spesifisitas 91,7%, nilai prediksi positif 83,3% dan nilai prediksi negatif57,9%,likelihood ratio positif4,63 dan likelihood ratio negatif0,67. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan sensitivitas adalah 38,5%, spesifisitas 87,5%, nilai prediksi positif 83,3%, nilai prediksi negatif 46,7%, likelihood ratio positif 3,08 , likelihood ratio negatif0,70. Kombinasi pemeriksaan ELISA NMP-22 dengan UBC urin mempunyai sensitivitas 76,9% dan spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 76,9% dan nilai prediksi negatif75%,likelihood ratio positif3,08 dan likelihood ratio negatif0,31. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan nilai sensitivitas adalah 78,5%, spesifisitas 71,4 %, nilai prediksi positif 84,6 %, nilai prediksi negatif 62,5%, likelihood ratio positif2,74 , likelihood ratio negatif0,30. Kami menyimpulkan kombinasi pemeriksaan ELISA NMP-22 dengan ELISA UBC urin lebih baik karena mempunyai sensitivitas paling tinggi sehingga adanya tumor di kandung kemih baik primer maupun rekuren tidak akan luput dari diagnosis, meskipun harus dipastikan lagi dengan pemeriksaan sistoskopi.
Bladder cancer is the forth most common cancer. Bladder cancer posseses a significant economic burden so that early detection of baldder cancer may decrease the economic burden. Cystoscopy is the reference standard for identification of bladder carcinoma, but it is invasive andcauses significant discomfortto the patient. Urinary cytology is noninvasive but time consuming and hampered by inter-observer variations. The aim of this study is to compare the diagnostic value of the urine NMP-22 ELISA test, UBC-ELISA test and combination of both tests on suspect bladder carcinoma patients.This diagnostic study included25 patients who were indicated for cystoscopy and trans uretheral resection bladder tumor / tumor biopsy. From patients who met requirements for the inclusion and exclusion criteria, the urine voided sample was taken and used for NMP-22 ELISA test and UBC ELISA test. The results of NMP-22 ELISA test and UBC ELISA test were evaluated against the cystoscopy and histological findings as the reference standard.The result of diagnostic study of NMP-22 ELISA test with cut-off 10 U/mlshowed that it had a sensitivity of 62,3% and a specificity of 83,3%, a positive predictive value of 81,8% and a negative predicitive value of 71,4%, a positive likelihood ratio of 3,73 and a negative likelihood ratio of 0,45. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 69,2%, and a specificity of 75%, a positive predictive value of 81,8%, and a negative predicitive value of 60%, a positive likelihood ratio of 2,76 , and a negative likelihood ratio of0,42. Diagnostic value of UBC ELISA test with cut-off 12 ug/L had a sensitivity of 38,5% and a specificity of 91,7%, a positive predictive value of 83,3% and a negative predicitive value of 57,9%, a positive likelihood ratio of 4,63 and a negative llikelihood ratio of 0,67. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 38,5%, and a specificity of 87,5%, a positive predictive value of 83,3%, and a negative predicitive value of 46,7%, a positive likelihood ratio of 3,08 , and a negative likelihood ratio of0,70.Diagnostic value of combined NMP-22 ELISA test with UBC ELISA test had a sensitivity of 76,9% and a specificity of 75%, a positive predictive value of 76,9% and a negative predicitive value of 75%, a positive likelihood ratio of 3,08 and a negative llikelihood ratio of0,31. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 78,5%, and a specificity of 71,4%, a positive predictive value of 84,6%, and a negative predicitive value of 62,5%, a positive likelihood ratio of 2,74 , and a negative likelihood ratio of0,30.The conclusion was that the combined NMP-22 ELISA test with UBC test had the highest sensitivity, thus itwould not miss any primary or recurrent tumour in the bladder, although this neededto be confirmed by cystoscopy.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Ralph Lienhardt Ringoringo
Abstrak :
Pendahuluan dan tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan alasan pasien di balik penolakan radikal sistektomi pada kanker kandung kemih Metode: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Adam Malik dalam rentang periode Juli 2014 hingga Agustus 2020. Family meeting ataupun wawancara dilakukan untuk menjelaskan risiko dan manfaat dari operasi dan mendapatkan persetujuan atau penolakan (dan alasan penolakan) dari prosedur tersebut. Analisis bivariat menilai signifikansi semua variabel dependen sebagai prediktor penolakan radikal sistektomi. Variabel yang signifikan akan dimasukkan dalam analisis regresi multivariat. Hasil: Sebanyak 51 pasien kanker kandung kemih yang baru terdiagnosis dan dindikasikan untuk radikal sistektomi diikutsertakan dalam penelitian ini, dengan rata- rata usia 51,73±8,73 tahun; 34 (66,67%) diantaranya berusia <55 tahun. Ada 42 pasien laki-laki (82,4%) dalam penelitian ini. 15 (29,4%) pasien menolak radikal sistektomi. 81,25% pasien stadium awal setuju untuk menjalani radikal sistektomi. Rasio prevalensi pasien stadium III-IV yang menolak menjalani radikal sistektomi adalah 1,544 (95% CI, 0,977-2,440). Hanya enam pasien (35,3%) berusia ≥55 tahun yang menyetujui prosedur, dengan rasio prevalensi pasien berusia ≥55 tahun yang menolak prosedur sebesar 2.500 (95% CI, 1.298–4.814). Kesimpulan: Usia ≥55 tahun, tingkat pendidikan rendah, dan stadium III-IV menjadi faktor penentu penolakan radikal sistektomi. Odds rasio penolakan adalah 2.500 (95% CI, 1.298–4.814), 3.588 (95% CI, 1.708–7.537), dan 1.544 (95% CI, 0.977–2.440) masing-masing untuk usia ≥55 tahun, tingkat pendidikan rendah, dan tahap III-IV. ......Introduction: This study aimed to describe the reasons behind patient’s radical cystectomy refusal for bladder cancer Methods: This study was conducted at Adam Malik General Hospital between July 2014 and August 2020 were recruited in this study. A family conference or interview was taken to explain the risk and benefit of the surgery and get the approval or rejection (and refusal reason) of the procedure. The bivariate analysis assessed all dependent variables’significance as a predictor of radical cystectomy refusal. Significant variables will be included in the multivariate regression analysis. Results: A total of 51 newly diagnosed bladder cancer patients indicated for radical cystectomy were included in this study, with an average of 51.73±8.73 years old; 34 (66.67%) of those were aged <55 years old. There were 42 male patients (82.4%) in this study. 15 (29.4%) patients refused the radical cystectomy. 81.25% of early-stage patients agreed to undergo radical cystectomy. The prevalence ratio of stage III–IV patients refused to undergo radical cystectomy was 1.544 (95% CI, 0.977–2.440). Only six patients (35.3%) aged ≥55 years agreed to the procedure, with a prevalence ratio of patients ≥55 years of age to refuse to the procedure of 2.500 (95% CI, 1.298–4.814). Conclusion: Age ≥55 years, low education level, and stage III-IV were the determining factors in the rejection of radical cystectomy. The odds ratios for refusal were 2.500 (95% CI, 1.298–4.814), 3.588 (95% CI, 1.708–7.537), and 1.544 (95% CI, 0.977–2.440) for ages ≥55 years, low education level, and stages III-IV, respectively.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Made Parulian
Abstrak :
Pendahuluan dan tujuan: Kanker kandung kemih ditandai dengan tingkat rekurensi dan progresivitas yang tinggi. E-cadherin berfungsi sebagai salah satu molekul terpenting yang mengambil bagian dalam aderensi sel-sel epitel, menunjukkan penghambatan perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspresi E-cadherin dengan progresivitas kanker kandung kemih selama 3 tahun. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang melibatkan pasien kanker kandung kemih di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Diagnosis kanker kandung kemih dikonfirmasi oleh pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia antara 2011-2018, dengan penilaian dan stadium ditentukan oleh ahli uropatolog dan urolog onkologi. E-cadherin diperiksa melalui pemeriksaan imunohistokimia pada saat diagnosis. Data demografi, invasi jaringan otot, stadium klinis, derajat, metastasis, multifokal, dan kekambuhan diperoleh dari rekam medis dan laporan patologis. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan invasi otot dan kanker kandung kemih invasi non-muskuler dievaluasi dan dianalisis secara statistik. Data kelangsungan hidup pasien ditindaklanjuti melalui komunikasi telepon. Hasil: Empat puluh pasien kanker kandung kemih dengan usia rata-rata 60,05 ± 10,3 tahun menjadi subyek penelitian. Sebagian besar subjek memiliki ekspresi E-cadherin yang tinggi (85%), invasi otot (65%), derajat tinggi (65%), tanpa metastasis (87,5%), multifokal (65%), tanpa rekurensi (62,5%). Ekspresi E-cadherin yang lebih rendah diasosiasikan dengan stadium klinis kanker kandung kemih yang lebih tinggi (p <0,02) dan metastasis (p <0,001). Pasien dengan ekspresi E-cadherin rendah menunjukkan kelangsungan hidup kumulatif yang lebih buruk daripada yang tinggi (rata-rata 32 bulan vs 25 bulan, p = 0,13). Kesimpulan: Kadar E-cadherin yang rendah dikaitkan dengan risiko invasi otot yang lebih tinggi, stadium klinis, derajat histologis, dan risiko metastasis. Sementara itu, pasien dengan tingkat E-cadherin yang tinggi menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tiga tahun yang lebih baik. ......Introduction: Bladder cancer is characterized with high recurrence and progressivity. E-cadherin serves as one of the most important molecules partaking in the epithelial cells cell-to-cell adherence, suggested to inhibit tumor cells progression. This study aims to investigate the association between the E-cadherin expressions with bladder cancer progressiveness in 3 years. Methods: This study was a retrospective cohort study involving bladder cancer patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Diagnosis of bladder cancers confirmed by histopathological and immunohistochemistry examination between 2011–2018, with both grading and staging determined by uropathologists and uro-oncologists. E-cadherin was examined through immunohistochemistry examination at the time of diagnosis. Data on demography, muscle invasion, clinical staging, grade, metastasis, multifocality, and recurrence were obtained from medical records and pathology reports. The association of E-cadherin expression to muscle invasion and non-muscle invasion bladder cancer was evaluated and statistically analyzed. Patients survival data were followed up by phone. Results: Forty bladder cancer patients with mean age of 60.05 ± 10.3 years were included. Most subjects had high E-cadherin expression (85%), muscle invasion (65%), high grade (65%), no metastasis (87.5%), multifocality (65%), no recurrence (62.5%). Lower expression of E-cadherin was associated with higher clinical stage (p <0.02) and metastasis (p <0.001). Patients with low E-cadherin expression showed worse cumulative survival than the high one (mean 32 months vs 25 months, p = 0.13). Conclusion: Low level of E-cadherin was associated with higher risk in muscle invasion, clinical staging, histological grade and risk of metastasis. Meanwhile, patients with high level of E-cadherin showed better three-year survival rate
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Aprilia Hariyani
Abstrak :
Kanker kandung kemih pada citra Computed Tomography Scanner (CT-Scan) memiliki bentuk, lokasi dan tekstur yang berbeda untuk setiap citra. Kandung kemih setiap orang memiliki ukuran yang berbeda saat pengambilan gambar. Gambar kontras dan non-kontras yang diambil pada CT scan kandung kemih dapat digunakan untuk menentukan struktur dan bentuk kandung kemih. Namun, perbedaan gambar kontras antara kelainan dan kandung kemih yang sehat seringkali tidak terlihat secara visual, sehingga sulit untuk mengevaluasi. Walaupun sudah banyak penelitian tentang deteksi kanker kandung kemih berdasarkan citra CT yang telah dilakukan, namun dilaporkan bahwa tingkat keberhasilan pendeteksian kanker kandung kemih masih tergolong rendah. Dalam penelitian ini, Computer-Aided Diagnosis (CAD) digunakan untuk membantu mengevaluasi kelainan kandung kemih menggunakan metode segmentasi berdasarkan algoritma Active Contour. Fitur citra berbasis Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) digunakan sebagai masukan dari Artificial Neural Network (ANN) untuk mengklasifikasikan citra normal dan citra abnormal. Penelitian CAD ini menggunakan MATLAB. Sampel yang digunakan berjumlah 320 citra dengan ketentuan 200 citra abnormal (25 pasien) dan 120 citra normal (8 pasien) digunakan sebagai data latih dan pengujian. Hasil pengujian berdasarkan Receiver Operating Characteristic (ROC) didapatkan akurasi pelatihan sebesar 90.2 ± 2.68% dan akurasi pengujian sebesar 89.2 ± 2.95%. Hasil ini berarti bahwa sistem CAD yang dikembangkan ini dapat mengenali citra kandung kemih yang normal dan abnormal.
Bladder cancer on a Computed Tomography Scanner (CT-Scan) image has a different shape, location and texture for each image. Each person's bladder is different in size when the image is taken. Contrast and non-contrast image captured on a CT scan of the bladder can be used to determine the structure and shape of the bladder. However, the difference in contrast images between an abnormality and a healthy bladder is often not visually obvious, making the evaluation is difficult. In this study, Computer-Aided Diagnosis (CAD) is used to help evaluating bladder abnormalities using the segmentation method based on an active contour algorithm. The Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM)-based features of the images are used as the inputs of the Artificial Neural Network (ANN) to classify the normal and abnormal images. The research CAD in this study using MATLAB. A total number of samples were 320 images with 200 abnormal (25 patient) and 120 normal (8 patient) images were used as training and testing data. The result based on Receiver Operating Characteristic (ROC) illustrated that the training accuracy was 90,2 ± 2.68% and the test accuracy was 89,2 ± 2,95%. These results mean that this developed CAD system can recognize normal and abnormal bladder images
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Achmad Prayoga
Abstrak :
ABSTRAK
Objektif: Untuk mengevaluasi ketahanan hidup pasien kanker kandung kemih invasif ke otot yang dilakukan terapi operasi maupun radioterapi di Rumah Sakit Sardjito.Bahan dan cara: Dari tahun 2004-2010, dilakukan pendataan pasien dengan kanker kandung kemih invasif ke otot yang dilakukan tindakan sistektomi maupun radioterapi di RS Sardjito . Data yang dipelajari adalah usia saat diagnosis, jenis kelamin, status TNM, gambaran histopatologi, grading histopatologi, jenis tindakan operasi dan status pada saat follow up. Dievaluasi ketahanan hidup dari masing-masing pasien hingga 5 tahun pasca tindakan. Dilakukan analisa bivariat untuk menilai hubungan ketahanan hidup dengan status T, N, M, grading histopatologi, stadium klinis dan jenis penatalaksanaan. Digunakan kurva Kaplan Meier untuk menilai gambaran ketahanan hidup pasien kanker kandung kemih invasi ke otot.Hasil: Ada 37 Pasien dengan Tumor Buli yang terdiri dari perempuan 3 orang 8.1 dan laki-laki 34 orang 91.9 . Lima orang dilakukan Radikal Sistektomi, empat orang dilakukan parsial sistektomi dan 28 pasien dilakukan TUR-BT dan Radioterapi. Tidak dijumpai hubungan bermakna antara ketahanan hidup pasien kanker kandung kemih invasif ke otot dengan jenis kelamin, usia, stadium, staging T, N, M, grading histopatologi maupun jenis penatalaksanaan p>0.05 . Berdasarkan kurva Kaplan Meier diketahui ketahanan hidup lebih baik pada stadium I, Staging T1, N0, M0 dan grading histopatologi G1. Sedangkan berdasarkan jenis tindakan, pasien yang dilakukan parsial sistektomi memiliki angka ketahanan hidup lebih baik daripada hanya dilakukan TUR-BT dan Radioterapi.Kesimpulan: Tindakan operasi parsial sistektomi memiliki angka ketahanan hidup lebih baik daripada TUR-BT dan Radioterapi.
ABSTRACT
Objectives To evaluate survival analysis of muscle invasive bladder cancer who had radical cytectomy, partial cystectomy nor radiotherapy at Sardjito Hospital. Methods From year 2004 until 2010, we collected patients with muscle invasive bladder cancer who had radical cystectomy, partial cystectomy and radiotherapy at Sardjito Hospital. The clinical factors that studied were age, sex, the TNM staging, clinical staging, histopathology findings, histopathology grading, therapy and survival status. We evaluate their survival up to five year after the therapy. Correlation between survival status with the TNM staging, clinical staging, histopathology grading and the therapy were analyzed using Fisher Exact Test. The Kaplan Meier survival analysis was used to calculate survival. Result There are 37 patients of muscle invasive bladder cancer which conist of 3 female 8.1 and 34 male 91.9 . 5 Patients had radical cytectomy, 4 patients had partial cystectomy, and 28 patients had TUR BT and Radiotherapy. There are no correlation between survival status with age, sex, TNM staging, clinical staging, histopathology grading and the therapy P 0.05 . Based on Kaplan Meier survival analysis, their survival were better on stadium I, T1, N0, M0 staging and G1 histopathology grading. While according to the therapy, patients who had partial cystectomy were having better survival rather than patients who had TUR BT and Radiotherapy. Conclusion Patients who had partial cystectomy had better survival rather than those who had TUR BT and Radiotherapy.
2015
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Juwalita Surapsari
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang: Sistektomi radikal dengan ileal conduit yang merupakan tata laksana utama karsinoma buli adalah prosedur pembedahan kompleks yang seringkali membutuhkan rawat inap yang lama dan menyebabkan berbagai komplikasi. Malnutrisi praoperatif merupakan kontributor penting terhadap tingginya morbiditas dan mortalitas pada sistektomi radikal. Dukungan nutrisi perioperatif yang adekuat bertujuan untuk menurunkan stres akibat pembedahan sehingga dapat mencegah komplikasi, menunjang outcome yang baik, dan memperpendek masa rawat inap pascaoperasi. Metode: Laporan serial kasus ini menyajikan empat kasus karsinoma buli, dengandua kasus termasuk kaheksia kanker dan dua kasus termasuk pra-kaheksia. Keempat pasien dilakukan sistektomi radikal dengan ileal conduit dan diberikan dukungan nutrisi perioperatif yang mencakup carbohydrate loading dan nutrisi enteral dini pascaoperasi serta pemberian nutrisi secara bertahap. Dilakukan pemantauan yang meliputi keluhan klinis, pemeriksaan fisik, antropometri, hasil laboratorium, dan analisis asupan. Hasil: Tiga pasien mengalami hiperglikemia yang berlangsung singkat tanpa membutuhkan terapi insulin. Dua pasien mengalami ileus paralitik pascaoperasi, namun dapat teratasi secara konservatif dalam waktu cepat. Dua pasien mencapai 70-80 target kalori dalam 5 hari pascaoperasi, sedangkan pasien yang mengalami ileus paralitik mencapai target kalori 60-70 dalam waktu 9 hari pascaoperasi. Masa rawat inap pascaoperasi bervariasi mulai dari 7 hingga 10 hari. Kesimpulan: Dukungan nutrisi perioperatif pada keempat pasien menunjang dalam mengontrol stres pembedahan yang terlihat dari hiperglikemia yang hanya berlangsung singkat, mencegah komplikasi, serta memperpendek masa rawat inap.
ABSTRACT Background Radical cystectomy and ileal conduit, a mainstay treatment of bladder carcinoma, is a complex surgery which not rarely requires a long hospital stay and has many complications. Preoperative malnutrition is on of important contributor to high morbidity and mortality in radical cystectomy. Adequate perioperative nutritional support aims to alleviate surgical stress, thus prevent complications, support good outcome, and shorten length of hospital stay after surgery. Method This case series presenting 4 cases of bladder carcinoma, consists of 2 cases of cancer cachexia and 2 cases of pre cachexia. All of the patients had undergone radical cystectomy and ileal conduit, and was supported by perioperative nutrition including carbohydrate loading and postoperative early enteral nutrition. The monitoring included clinical complaints, physical examination, anthropometry, laboratory results, and intake analysis. Result Three patients had hyperglycemia lasted only in short period and no insulin treatment needed. Two patients experienced postoperative paralytic ileus and was resolved only with conservative treatment. Two patients achieved 70 ndash 80 calorie target on 5 days after surgery, while the others who experienced paralytic ileus achieved 60 ndash 70 calorie target in 9 days postoperative. Length of stay in the hospital after surgery was varied between 7 to 10 days. Conclusion Perioperative nutritional support on the above patients had contribution in controlling surgical stress, seen on the short period hyperglycemia, preventing complications, and shortening the hospital stays.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55616
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lucya Putri Juwita
Abstrak :
Gangguan berkemih menyebabkan penurunan kualitas hidup dan mortalitas pasien pasca cedera medula spinalis. Sensasi penuh kandung kemih berperan penting dalam tatalaksana berkemih pasca cedera medula spinalis. Metode clean intermittent catheterization (CIC) berdasarkan sensasi dapat menghindari kateterisasi yang tidak perlu, berkemih terlalu dini atau overdistensi kandung kemih. Urodinamik sebagai baku emas evaluasi sensasi penuh kandung kemih tidak selalu dapat diakses oleh semua pasien dan fasilitas kesehatan. Skor sensori T10-L2 dan S2-S4/5 berdasarkan pemeriksaan International Standards for Neurological Classification of Spinal Cord Injury (ISNCSCI) diperkirakan dapat memprediksi sensasi penuh kandung kemih. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi hubungan antara skor sensori T10-L2 dan S2-S4/5 terhadap sensasi penuh pada kandung kemih. Penelitian dilaksanakan di RSUP Fatmawati dengan desain kohort retrospektif menggunakan rekam medis, dari April 2020 hingga Februari 2021 dengan total subjek 32 orang, dimana 26 orang tidak memiliki sensasi dan 6 orang memiliki sensasi penuh kandung kemih. Analisis statistik menggunakan rumus perbedaan 2 rerata tidak berpasangan, berbeda signifikan bila p < 0,05. Skor sensori T10-L2 antara kelompok subjek yang tidak memiliki sensasi penuh dengan kelompok subjek yang memiliki sensasi penuh memiliki perbedaan yang signifikan (p=0.008). Skor sensori S2-S4/5 tidak berbeda secara bermakna pada kedua kelompok subjek (P = 0,494). Terdapat hubungan bermakna dimana semakin tinggi skor sensori T10-L2 maka semakin besar kemungkinan pasien pasca cedera medula spinalis merasakan sensasi penuh kandung kemih. Penelitian ini juga mendapatkan nilai skor 30 sebagai titik potong skor sensori T10-L2 dalam memprediksi sensasi penuh kandung kemih. Hasil temuan ini dapat menjadi acuan perencanaan program manajemen berkemih menggunakan CIC berdasarkan sensasi, terutama di fasilitas kesehatan tanpa sarana urodinamik. ...... Bladder dysfunction causes low quality of life and mortality of patients after spinal cord injury. The sensation of bladder fullness is important in bladder management. The sensation-based clean intermittent catheterization (CIC) method can avoid unnecessary catheterization, premature voiding, or bladder overdistention. Urodynamic is the gold standard for bladder fullness evaluation, but it is not always accessible to all patients and health facilities. Sensory scores T10-L2 and S2-S4/5 based on the International Standards for Neurological Classification of Spinal Cord Injury (ISNCSCI) are estimated to predict the sensation of bladder fullness. This study aimed to identify the association between sensory scores T10-L2 and S2-S4/5 with the sensation of bladder fullness. This study was conducted at Fatmawati Hospital with a retrospective cohort design using medical records, from April 2020 to February 2021, the total subjects are 32 people, of which 26 people had no sensation and 6 people had full bladder sensation. Analyzed statistically by the difference of 2 unpaired means (significantly different if p < 0.05). Sensory scores of T10-L2 between the subjects without sensation and the subjects with the sensation of bladder fullness had a significant difference (p=0.008). Sensory scores of S2-S4/5 were not significantly different between the two groups (P = 0.494). There was a significant association which is the higher the sensory scores of T10-L2, the patient is more likely to feel the sensation of a bladder fullness after spinal cord injury. This study also found that 30 was the cut-off point of the total T10-L2 sensory scores for predicting the sensation of bladder fullness. These findings can be used as a reference for planning a bladder management using the sensation-based CIC, especially in health facilities without urodynamic
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitya Solihati
Abstrak :
Latar belakang: Sampai saat ini, masih terdapat kontroversi mengenai hubungan antara paparan tetrachloroethylene pada pekerja dry cleaning dan insiden kanker kandung kemih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi berdasarkan bukti mengenai hubungan antara paparan tetrachloroethylene pada pekerja dry cleaning dan risiko kejadian kanker kandung kemih melalui laporan kasus berdasarkan bukti yang berasal dari tinjauan literatur. Metode: Tinjauan dilakukan melalui metode pencarian dan pemilihan artikel dalam database Pubmed, Scopus, dan Proquest yang bertujuan menjawab pertanyaan penelitian. Proses pencarian artikel menggunakan kata kunci "kanker kandung kemih" DAN "tetrachloroethylene" ATAU "perchloroethylene" DAN "dry cleaning" ATAU "dry cleaners". Pemilihan artikel dilakukan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan. Pada pencarian awal, artikel diambil dari tiga database yaitu Pubmed, Scopus dan Proquest. Hasil: Setelah proses seleksi, terpilih satu artikel meta analisis dari Vlaanderen et al. (2014). Secara umum, ke-15 studi yang termasuk dalam studi meta analisis memiliki validitas yang baik. Namun ada sebelas studi yang tidak sesuai dengan laporan kasus berbasis bukti PICO, jadi hanya empat studi yang ditemukan yang sesuai dengan laporan kasus berbasis bukti PICO. Satu studi kohort dari Lynge et al. (2006) memiliki hasil statistik yang signifikan dengan {RR (95% CI) 1,44 (1,07-1,93). Sedangkan tiga penelitian dengan desain kasus kontrol dari Burn dan Swanson (1991), Gaertner et al (1991), dan Colt et al (2011) tidak menunjukkan hubungan antara paparan tetrakloroethylene pada kejadian kanker kandung kemih pada pekerja dry cleaning. Kesimpulan: Dari ke empat penelitian tersebut, bukti kejadian kanker kandung kemih dan paparan tetrachloroethylene pada pekerja dry cleaning menunjukkan hasil yang tidak konsisten sehingga tidak cukup bukti untuk memastikan bahwa paparan tetrachloroethyelene pada pekerja dry cleaning dapat menyebabkan kanker kandung kemih. ......Background: Up to the present, there has been controversy on the relationship between tetrachloroethylene exposure in dry cleaning workers and bladder cancer. The aim of this study was to obtain evidence based information regarding the relationship between tetrachloroethylene exposure in dry cleaning workers and bladder cancer incidence risk through an evidence based case report derived from a literature review. Methods: The review was conducted through a method of search and selection of articles in the Pubmed, Scopus and Proquest databases aimed at answering the study question. The process of searching articles used the keyword “bladder cancer” AND “tetrachloroethylene” OR “perchloroethylene” AND “dry cleaning” OR “dry cleaners”. Article selection was perfomed using the defined inclusion and exclusion criteria. At the initial search,  article were retrieved from the three databases. Results: Following the selection process, one meta analisis article from Vlaanderen et al. (2014) remained. One cohort study from Lynge et al. (2006) have significant statistical results with {RR (95% CI) 1.44 (1.07-1.93). While three studies with a case control design from Burn and Swanson (1991), Gaertner et al (1991), and Colt et al (2011) did not show an association between tetrachloroethylene exposure on the incident of bladder cancer in dry cleaning workers. Conclusion: From that studies, the evidence on bladder cancer incidence and  tetrachloroethylene exposure in dry cleaning workers are inconsistent so its not sufficient evidence to ensure that tetrachloroethyelene exposure in dry cleaning workers can cause bladder cancer.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library