Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Farida Soenarto
Abstrak :
Latar belakang: Halotan, anestetika inhalasi yang poten semakin banyak ditinggalkan karena efek aritmogeniknya. Penelitian di tingkat selular kebanyakan dilakukan pada penyandang hipertermia maligna (MH), membuktikan bahwa halotan mengaktivasi reseptor ryanodin (RyR) pada otot rangka, menyebabkan penglepasan berlebihan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik (SR) ke sitosol, memicu hiperkontraktur otot rangka. Diasumsikan halotan mempunyai efek serupa pada otot jantung. Belum banyak penelitian mengenai efek pemberian Mg2+ terhadap perubahan konsentrasi Ca2+ akibat halotan, meskipun Mg2+ dikenal sebagai obat antiaritmik. Mg2+ diduga menurunkan konsentrasi Ca2+ sitosol dengan cara meningkatkan ambilan kembali ke dalam SR melalui aktivitas SERCA. Metode penelitian: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vitro, dengan subjek sel kultur miosit jantung tikus. Miosit yang dimuat dengan indikator Indo1 dibagi menjadi lima kelompok. Sel kontrol tidak dipajankan dengan halotan. Kelompok sel lainnya dipajankan dengan halotan berkonsentrasi 2 mM (setara dengan 1 - 3 MAC) selama 5 menit. Pada kelompok 1, setelah dipajankan dengan halotan, pajanan dihentikan dan diperiksa besar emisinya (penghentian menit ke- 0). Selanjutnya pemeriksaan emisi dilakukan setelah penghentian pajanan diteruskan selama 5, 10, 15 dan 20 menit. Sel kelompok 2 dan 3 diberi MgSO4 11 M dan 22 mM setelah pajanan halotan, kelompok 4 dan 5 diberi MgSO4 11 mM dan 22 mM sebelum pajanan halotan. Perubahan konsentrasi Ca2+ sitosol diketahui dengan pemindaian laser menggunakan mikroskop konfokal, dihitung dari perubahan besar emisi pada sel terpajan dengan analisis pixel. Hasil: Halotan meningkatkan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung secara bermakna. Pemberian MgSO4 sebelum pajanan halotan tidak mencegah peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol. Pemberian MgSO4 setelah pajanan halotan tidak bermakna menurunkan konsentrasi Ca2+ sitosol, namun ditemukan kecenderungan turunnya konsentrasi Ca2+ sitosol dengan penambahan dosis MgSO4, setara dengan efek penghentian pajanan halotan selama 10 menit. Lima belas menit setelah penghentian pajanan halotan, konsentrasi Ca2+ turun secara bermakna. Dua puluh menit setelah pajanan halotan dihentikan, konsentrasi Ca2+ sitosol telah kembali ke nilai awal. Simpulan: Halotan meningkatkan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung. Mg2+ tidak bermakna menurunkan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung dan tidak mencegah peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung akibat pajanan halotan. Setelah penghentian pajanan halotan selama 15 menit, konsentrasi Ca2+ sitosol turun secara bermakna.
Background: Halothane, a potent inhalational anesthetic, has been recognized to cause arrhythmia, probably due to activation of ryanodine receptor (RyR), triggering Ca2+ release from sarcoplasmic reticulum (SR) to the cytosol. The similar mechanism had been known in skeletal muscle of malignant hyperthermia (MH) patients. Mg2+ hypothetically prevents Ca2+ release by inhibition of RyR and increasing Ca2+ reuptake to SR by SERCA activity. Although Mg2+ had been used as an antiarrhythmic agent, the effect on reducing halothane-induced high intracellular Ca2+ concentration is not well studied. Method: This experimental in vitro study was done on cultured cell of rat cardiomyocytes. Cells divided into 6 groups. 5 groups were exposed to halothane for 5 minutes (at concentration of 2 mM, equal to 1-3 MAC) and one was not. Of the 5 halothane-exposed groups, group 1 received no additional treatment, but observed immediately after discontinuation of halothane exposure, then 5, 10, 15 and 20 minutes after discontinuation. Group 2 and 3 were given 11 mM and 22 mM MgSO4 after halothane exposure, respectively. Group 4 and 5 had the corresponding MgSO4 treatment prior to exposure. The change in cytosolic Ca2+ was observed by a confocal microscope and measured by pixel analysis for the emission. Results: Halothane increased cytosolic Ca2+ concentration in rat cardiac myocytes, in which was not substantially altered by MgSO4 given before or after the exposure. There was a trend of decreasing Ca2+ concentration with higher dose of Mg2+. MgSO4 of 22 mM decreased cytosolic Ca2+ concentration to the same extent as discontinuation of halothane for 10 minutes. The cytosolic Ca2+ concentration significantly decreased 15 minutes after discontinuation of halothane exposure and the cytosolic Ca2+ concentration returned to the basal level 20 minutes after discontinuation of halothane exposure. Conclusion: Halothane increases cytosolic Ca2+ concentration in rat cardiac myocytes. Neither pre- nor post-halothane exposure administration of MgSO4 substantially alters this phenomenon. Cytosolic Ca2+ concentration was significantly reduced 15 minutes after discontinuation of halothane exposure.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivitri Dewi Prasasty
Abstrak :
[ABSTRAK
E-cadherin adalah protein ekstraseluler transmembran dan calciumdependent pada adhesi sel-sel. E-cadherin memiliki fungsi penting dalam pembentukan penghubung protein adheren pada jembatan interselular seperti mukosa usus dan sawar darah otak (blood brain barrier, BBB). Peptida yang berasal dari sekuens lestari EC1 memiliki aktivitas yang berpotensi untuk memodulasi jembatan adheren di sawar darah otak. Peptida telah menunjukkan kemampuan mereka untuk menghantarkan molekul obat di sawar darah otak dan mengatasi penghalang biologis seperti: enzim metabolisme, tight junction dan efflux pump yang mencegah transportasi obat dari sirkulasi sistemik ke otak. Dalam modulasi sawar darah otak, peptida menghambat interaksi cadherincadherin. Peptida selektif diperlukan untuk meningkatkan modulasi E-cadherin. Struktur EC1 domain digunakan dalam merancang peptida selektif untuk memodulasi E-cadherin. Dalam struktur tingkat atom, spektroskopi NMR cair adalah instrument yang sangat reliabel dalam mengelusidasi struktur, konformasi dan dinamika. Dalam studi ini, kami telah berhasil menerapkan teknik NMR tiga dimensi untuk menentukan residu EC1 yang berlabel isotop 1H, 13C, dan 15N. Sebanyak 90% asam amino dalam EC1 telah berhasil ditentukan. Hasil penentuan asam amino EC1 tersebut kemudian digunakan sebagai sidik jari untuk menemukan pergeseran resonansi kimia yang mungkin terjadi sebagai tanda adanya interaksi ikatan antara asam amino EC1 dengan molekul peptida. Metode titrasi peptida HAV6 (Ac-SHAVSS-NH2) dan ADTC5 (Ac-CDTPPVC-NH2) telah digunakan untuk mengetahui situs ikatan asam amino EC1 spesifik dengan peptida. Hasilnya menunjukkan bahwa residu Ile-4 dan Asp-103 pada domain EC1 menunjukkan perubahan yang paling besar dibandingkan dengan residu lainnya. Berdasarkan nilai CSP (Chemical Shift Perturbation), residu ini diinvestigasi lebih lanjut untuk melihat interaksinya dengan peptida. . Kami menggunakan struktur domain E-cadherin 1 dari database PDB struktur kristal difraksi sinar X sebagai model protein. Struktur peptida didesain menggunakan program pemodelan struktur 2D dan 3D. Komputasi docking digunakan untuk mencari konformasi dengan probabilitas tertinggi dalam berikatan dengan residu protein. Dengan mentransformasi nilai CSP ke dalam studi docking, residu Ile-4 dan Asp-103 menunjukkan adanya perbedaan dalam konformasi dan ikatan kimia yang terlibat serta afinitas terbaik dengan peptida HAV6 dan ADTC5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai model untuk mendesain peptida kecil dengan kemampuan affinitas lebih tinggi dengan EC1 untuk meningkatkan penghantaran obat melalui jalur mukosa usus dan sawar darah otak.
ABSTRACT
E-cadherin is an extracellular protein transmembrane and calciumdependent of cell-cell adhesion. E-cadherin has an important function in formation of adherens junction in the intercellular junction of biological barriers such as the intestinal mucosa and the blood brain barrier (BBB). Peptides derived from the conserved region of EC1 have highly potential activity to modulate the adherens junctions in BBB. Peptides have shown their ability to deliver the drug molecules across the BBB and overcome drug delivery issues in BBB such as metabolism enzymes, tight junction and efflux pump that prevent drug transport from the systemic circulation into the brain. In modulating the BBB, peptides inhibit cadherin-cadherin interactions. The selective peptides are necessary required to improve E-cadherin modulation. Elucidation of EC1 domain structure would provide information in designing the peptides selectively to modulate E-cadherin. In atomic level structure, solution NMR spectroscopy is a valuable tool to examine the changes in structure, conformation and dynamics. In this study, we have successfully applied the three-dimensional NMR techniques to determine the 1H, 13C, and 15N backbone assignments of EC1 in the 13C-15N-labeled EC1 solution structure study. Approximately 90% of EC1 residues have been successfully assigned. The EC1 backbone assignment then was used as a fingerprint to find the resonance chemical shift of possible EC1-peptide binding sites by titrating the peptide in solution. Titration using HAV6 (Ac-SHAVSSNH2) peptide and ADTC5 (Ac-CDTPPVC-NH2) into 15N-labeled-EC1 solution have been undertaken by two-dimensional NMR to resolve the binding site of the EC1-peptide complex by monitoring perturbations in the backbone amides. Our study to investigate the detail mechanism and interaction sites has been done. Residue Ile-4 and Asp-103 of EC1 domain showed the most changes over other residues based on CSP value. These residues were further investigated its specific interaction with the peptides. . We used human E-cadherin 1 domain X-ray structure from PDB as a protein model in docking. Peptide structures were drawn with the 2D and 3D structure builder program. Computational docking was used to search the high probability conformers to bind the protein residue. By transforming CSP value to docking study we could find that residue Ile-4 and Asp-103 showed distinct conformations with favorable binding modes, chemical bonds involved and the best affinities with HAV6 and ADTC5 peptides. Furthermore, the result will be used as model to design small peptides that have higher binding capability to the EC1 for improving drug delivery through the intestinal mucosa and the blood brain barrier.;;E-cadherin adalah protein ekstraseluler transmembran dan calciumdependent pada adhesi sel-sel. E-cadherin memiliki fungsi penting dalam pembentukan penghubung protein adheren pada jembatan interselular seperti mukosa usus dan sawar darah otak (blood brain barrier, BBB). Peptida yang berasal dari sekuens lestari EC1 memiliki aktivitas yang berpotensi untuk memodulasi jembatan adheren di sawar darah otak. Peptida telah menunjukkan kemampuan mereka untuk menghantarkan molekul obat di sawar darah otak dan mengatasi penghalang biologis seperti: enzim metabolisme, tight junction dan efflux pump yang mencegah transportasi obat dari sirkulasi sistemik ke otak. Dalam modulasi sawar darah otak, peptida menghambat interaksi cadherincadherin. Peptida selektif diperlukan untuk meningkatkan modulasi E-cadherin. Struktur EC1 domain digunakan dalam merancang peptida selektif untuk memodulasi E-cadherin. Dalam struktur tingkat atom, spektroskopi NMR cair adalah instrument yang sangat reliabel dalam mengelusidasi struktur, konformasi dan dinamika. Dalam studi ini, kami telah berhasil menerapkan teknik NMR tiga dimensi untuk menentukan residu EC1 yang berlabel isotop 1H, 13C, dan 15N. Sebanyak 90% asam amino dalam EC1 telah berhasil ditentukan. Hasil penentuan asam amino EC1 tersebut kemudian digunakan sebagai sidik jari untuk menemukan pergeseran resonansi kimia yang mungkin terjadi sebagai tanda adanya interaksi ikatan antara asam amino EC1 dengan molekul peptida. Metode titrasi peptida HAV6 (Ac-SHAVSS-NH2) dan ADTC5 (Ac-CDTPPVC-NH2) telah digunakan untuk mengetahui situs ikatan asam amino EC1 spesifik dengan peptida. Hasilnya menunjukkan bahwa residu Ile-4 dan Asp-103 pada domain EC1 menunjukkan perubahan yang paling besar dibandingkan dengan residu lainnya. Berdasarkan nilai CSP (Chemical Shift Perturbation), residu ini diinvestigasi lebih lanjut untuk melihat interaksinya dengan peptida. . Kami menggunakan struktur domain E-cadherin 1 dari database PDB struktur kristal difraksi sinar X sebagai model protein. Struktur peptida didesain menggunakan program pemodelan struktur 2D dan 3D. Komputasi docking digunakan untuk mencari konformasi dengan probabilitas tertinggi dalam berikatan dengan residu protein. Dengan mentransformasi nilai CSP ke dalam studi docking, residu Ile-4 dan Asp-103 menunjukkan adanya perbedaan dalam konformasi dan ikatan kimia yang terlibat serta afinitas terbaik dengan peptida HAV6 dan ADTC5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai model untuk mendesain peptida kecil dengan kemampuan affinitas lebih tinggi dengan EC1 untuk meningkatkan penghantaran obat melalui jalur mukosa usus dan sawar darah otak., E-cadherin adalah protein ekstraseluler transmembran dan calciumdependent pada adhesi sel-sel. E-cadherin memiliki fungsi penting dalam pembentukan penghubung protein adheren pada jembatan interselular seperti mukosa usus dan sawar darah otak (blood brain barrier, BBB). Peptida yang berasal dari sekuens lestari EC1 memiliki aktivitas yang berpotensi untuk memodulasi jembatan adheren di sawar darah otak. Peptida telah menunjukkan kemampuan mereka untuk menghantarkan molekul obat di sawar darah otak dan mengatasi penghalang biologis seperti: enzim metabolisme, tight junction dan efflux pump yang mencegah transportasi obat dari sirkulasi sistemik ke otak. Dalam modulasi sawar darah otak, peptida menghambat interaksi cadherincadherin. Peptida selektif diperlukan untuk meningkatkan modulasi E-cadherin. Struktur EC1 domain digunakan dalam merancang peptida selektif untuk memodulasi E-cadherin. Dalam struktur tingkat atom, spektroskopi NMR cair adalah instrument yang sangat reliabel dalam mengelusidasi struktur, konformasi dan dinamika. Dalam studi ini, kami telah berhasil menerapkan teknik NMR tiga dimensi untuk menentukan residu EC1 yang berlabel isotop 1H, 13C, dan 15N. Sebanyak 90% asam amino dalam EC1 telah berhasil ditentukan. Hasil penentuan asam amino EC1 tersebut kemudian digunakan sebagai sidik jari untuk menemukan pergeseran resonansi kimia yang mungkin terjadi sebagai tanda adanya interaksi ikatan antara asam amino EC1 dengan molekul peptida. Metode titrasi peptida HAV6 (Ac-SHAVSS-NH2) dan ADTC5 (Ac-CDTPPVC-NH2) telah digunakan untuk mengetahui situs ikatan asam amino EC1 spesifik dengan peptida. Hasilnya menunjukkan bahwa residu Ile-4 dan Asp-103 pada domain EC1 menunjukkan perubahan yang paling besar dibandingkan dengan residu lainnya. Berdasarkan nilai CSP (Chemical Shift Perturbation), residu ini diinvestigasi lebih lanjut untuk melihat interaksinya dengan peptida. . Kami menggunakan struktur domain E-cadherin 1 dari database PDB struktur kristal difraksi sinar X sebagai model protein. Struktur peptida didesain menggunakan program pemodelan struktur 2D dan 3D. Komputasi docking digunakan untuk mencari konformasi dengan probabilitas tertinggi dalam berikatan dengan residu protein. Dengan mentransformasi nilai CSP ke dalam studi docking, residu Ile-4 dan Asp-103 menunjukkan adanya perbedaan dalam konformasi dan ikatan kimia yang terlibat serta afinitas terbaik dengan peptida HAV6 dan ADTC5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai model untuk mendesain peptida kecil dengan kemampuan affinitas lebih tinggi dengan EC1 untuk meningkatkan penghantaran obat melalui jalur mukosa usus dan sawar darah otak.]
2014
D1955
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rastogi, S.C.
New Delhi: Tata McGraw-Hill, 1992
574.87 Ras c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sheeler, Phillip
New York: John Wiley & Sons, 1987
571.6 SHE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Choirul Muslim
Bengkulu: Universitas Bengkulu-Jur. Biologi, 2003
571.6 CHO b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hardin, Jeff
Boston: Pearson, 2016
571.6 HAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chandar, Nalini
Abstrak :
This new title to the best-selling Lippincott's Illustrated Reviews series will present essential coverage of cell and molecular biology focusing on topics related to human health and disease. LIR Cell and Molecular Biology will include the popular features of the series: abundance of full-color, annotated illustrations; expanded outline format; chapter summaries; review questions; and case studies that link basic science to real-life clinical situations. The book can be used as a review text for a stand-alone cell biology course in medical, health professions, and upper-level undergraduate programs or in conjunction with LIR Biochemistry and/or LIR Physiology for integrated courses. A companion website features the fully searchable online text, an interactive Question Bank for students, and an Image Bank for instructors to use to create PowerPoint presentations.
New York: Lippincott Williams & Wilkins, 2010
571.6 CHA l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library