Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Puspito Sari
Abstrak :
Biofilm adalah struktur kompleks tiga dimensi yang terdiri dari bakteri hidup dalam matriks ekstraselular atau excreted polymeric substance (EPS) yang mengandung polisakarida, asam nukleat dan protein. Infeksi yang diakibatkan biofilm sulit untuk dieradikasi, karena EPS pada biofilm dapat meningkatkan resistensi bakteri dan menghambat antibiotik mencapai bakteri tersebut. Biofilm dapat melekat pada alat-alat kesehatan seperti kanul trakeostomi.  Pembentukan kolonisasi bakteri biofilm pada kanul trakeostomi dapat menyebabkan inflamasi kronik yang memicu infeksi stoma dan saluran pernapasan bawah, serta pembentukan jaringan granulasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai biofilm dan mikroba pembentuk biofilm, serta faktor risiko yang mempengaruhi pembentukannya. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan di poliklinik THT FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2019 sampai dengan Agustus 2019 terhadap pasien yang terpasang kanul trakeostomi usia dewasa. Dari penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara faktor risiko penyakit komorbid dengan peningkatan pembentukan biofilm pada pasien terpasang kanul trakeostomi. ......Biofilm is a three-dimensional complex structure consisting of living bacteria in an extracellular matrix or excreted polymeric substance (EPS) containing polysaccharides, nucleic acids and proteins. Infections caused by biofilms are difficult to eradicate, because EPS in biofilms can increase bacterial resistance and prevent antibiotics from reaching the bacteria. Biofilms can be attached to medical devices such as tracheostomy cannula. The formation of bacterial colonization of biofilms in tracheostomy cannulas can cause chronic inflammation that triggers stoma and lower respiratory tract infections, and the formation of granulation tissue. This study aimed to increase knowledge about biofilms and biofilm-forming microbes, and risk factors that influence its formation. This cross-sectional designs study, conducted at the ENT polyclinic FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo on February 2019 to August 2019 of adult patients with tracheostomy cannula.There was a statistically significant correlation between risk factors of comorbid disease with an increase of the biofilms formation in patients with tracheostomy cannula.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicka Ar Rahim
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode pemodelan makrokineik dalam penentuan dimensi biofilter. Pemodelan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam desain reaktor serta proses scale-up. Agar kegiatan desain biofilter menghasilkan rancangan yang akurat serta sesuai dengan kebutuhan pada kondisi real di industri, maka diperlukan pendekatan pemodelan yang dapat memberikan gambaran yang mendekati kondisi yang sebenarnya. Dengan pendekatan pemodelan secara makrokinetik diharapkan memungkinkannya transfer hasil percobaan skala bench laboratorium untuk digunakan sebagai parameter yang dapat diaplikasikan langsung pada perancangan biofilter skala industri secara tepat dan akurat. ...... This study aims to apply the macrokinetic modeling method in the determination of biofilter dimensions. Modeling is used as the basis for calculation of the reactor design and scale-up processes. In order for biofilter design activities produce an accurate design and in accordance with the needs of the real conditions in the industry, it is necessary that the modeling approach can provide a near real conditions. With this modeling approach allows the expected macrokinetic transfer laboratory bench scale experimental results to be used as a parameter that can be applied directly to the design of industrial-scale biofilter precisely and accurately.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Revyliana Marta Betzy
Abstrak :
Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman herbal Indonesia yang telah diketahui memiliki efek antibakteri dan antijamur khususnya terhadap S. mutans dan C. albicans. Dalam rongga mulut, S. mutans dan C. albicans memiliki hubungan sinergis dalam pembentukan biofilm. Ikatan sinergis dual species dalam biofilm tersebut dapat meningkatkan resistensi terhadap agen antimikroba. Dalam pengembangan ekstrak etanol temulawak, diperlukan keamanan dan kualitas tanaman yang baik, yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam mempertahankan stabilitas fisika, kimia, dan biologisnya dalam durasi dan temperatur penyimpanan yang berbeda. Tujuan: Menganalisis efek ekstrak etanol temulawak dalam mengeradikasi perkembangan biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans), serta pengaruh durasi dan temperatur penyimpanan terhadap stabilitas biologis ekstrak etanol temulawak. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak pada biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) selama 6 jam untuk mencapai biofilm fase awal, dan dilakukan TPC dan MTT Assay. KEBM diuji dengan memaparkan ekstrak etanol temulawak pada biofilm usia 6 jam. Stabilitas biologis ekstrak dapat diamati melalui uji kontaminasi mikroba pada ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C dan dilakukan pengujian setiap 2 minggu selama 4 minggu. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengenceran ekstrak etanol temulawak yang ditumbuhkan pada medium Plate Count Agar (PCA) dan dilakukan perhitungan koloni atau Total Plate Count (TPC), yang kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Ekstrak etanol temulawak memiliki nilai KEBM50 pada biofilm single species (S. mutans maupun C. albicans) pada fase awal sebesar 15%. Sedangkan pada dual species (S. mutans dan C. albicans) fase awal sebesar 25%. Kontaminasi mikroba yang terjadi masih berada di bawah batas produk farmasi non steril (<107 CFU/gr). Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak mampu mengeradikasi biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) pada fase awal. Diperlukan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi untuk menghambat dan mengeradikasi biofilm dual species dibandingkan single species. Ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C masih dapat mempertahankan stabilitas biologisnya bahkan setelah durasi 4 minggu penyimpanan. ......Background: Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb) is an Indonesian native herbal plant which is known to have antibacterial and antifungal effects, especially against S. mutans and C. albicans. In the oral cavity, S. mutans and C. albicans have a synergistic relationship in the formation of biofilm. The synergistic bond of dual species in the biofilm can increase resistance to antimicrobial agents. In the development of Javanese ethanol extract, good safety and quality of the plant is needed, which can be seen from its ability to maintain its physical, chemical, and biological characteristics in different storage duration and temperatures. Objective: To analyze the effect of Javanese turmeric ethanol extract in eradicating the development of single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm, and the effect of storage duration and temperature on the biological characteristic of Javanese turmeric ethanol extract. Methods: Exposure of Javanese turmeric ethanol extract to single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm for 6 hours to achieve early phase, and measured by TPC and MTT Assay. MBEC was tested by exposing Javanese turmeric ethanol extract to a 6 hour old biofilm. Biological characteristic can be observed through microbial contamination test on Javanese ethanol extract stored at 4°C and 28°C and tested every 2 weeks for 4 weeks long. The test was carried out by diluting the Javanese turmeric ethanol extract grown on Plate Count Agar (PCA) medium and total plate count (TPC), then were statistically analyzed using the Mann-Whitney test. Results: MBEC50 of Javanese turmeric ethanol extract for single species (S. mutans as well as C. albicans) in early phase were 15%. And for dual species (S. mutans and C. albicans) in early phase were 25%. The microbial contamination that occurred was still below the limit for non-sterile pharmaceutical products (<107 CFU/gr) Conclusion: Javanese ethanol extract has the ability to eradicate single species and dual species (S. mutans and C. albicans) in the early phase. Higher concentrations of Javanese turmeric ethanol extract are required to eradicate dual species than single species biofilm. Javanese turmeric ethanol extract stored at 4°C and 28°C still maintained its biological characteristics even after 4 weeks of strorage.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sucipta Laksono
Abstrak :
Limbah pewarna batik berbahaya bila dibuang ke badan sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu, konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) pada air buangan limbah batik 1332-3192 mg/L. Pengolahan fisika, kimia, dan biologis dapat mengurangi kandungan kimia berbahaya air limbah batik. Untuk mengetahui kriteria desain dari pengolahan biologis maka diperlukan laju kinetika penguraian substrat. Laju kinetika penguraian substrat berpengaruh terhadap efisiensi dari pengolahan biologis dengan media biofilter. Reaktor biofilter dengan skala lab pada penelitian ini memiliki volume 36 liter, dan air limbah yang dipergunakan merupakan air yang telah melalui proses fisika dan kimia. Proses penelitian ini meliputi seeding yaitu proses pembiakan bakteri yang berasal dari air limbah perut sapi, aklimatisasi yang merupakan proses adaptasi bakteri rumen, dan feeding merupakan proses penguraian konsentrasi senyawa kimia pada air limbah batik. Proses penelitian ini berlangsung selama 68 hari. Waktu tinggal pada penelitian adalah 8 jam dengan debit 1,25 mL/s. Diperoleh laju kinetika penguraian yang diperoleh berkisar 0,174-0,244 hari-1, laju pertumbuhan sebesar 0,03584 hari-1, dan biomassa dengan nilai 0,2088 gVSS/gCOD. Penyisihan COD 60 - 90%, Suhu pada proses ini berkisar antara 27oC-30oC sedangkan pH pada penelitian antara 6,5-8,5. ......Batik wastewater can damage the river ecosystem when discharged into water bodies without any prior treatment, Chemical Oxygen Demand (COD) content of the wastewater batik of 1332-3192 mg/L. Physical, Chemical, and Biological treatment can reduce the hazardous chemical constituents of wastewater batik. To determine the design criteria of the biological treatment, the kinetics rate of substrate decomposition is needed. The rate of decomposition kinetics of the substrate affect the efficiency of the biological treatment especially biofilter process. Lab-scale biofilter reactor in this research had a volume of 36 liters and the wastewater used in this research is water that has been through physics and chemical process. The research process includes seeding process, acclimatization, and feeding process. Seeding is the process of culturing rumen bacteria, Acclimatization is the process of adaptation of rumen bacteria in media biofilter, and feeding is the decomposition of chemical compounds in watewater batik by rumen bacteria. This research process lasted for 68 days. Residence time in the study was 8 hours with a flow rate of 1.25 mL/s. Decay rate from rumen bacteria between 0,174-0,244 Day-1, rumen bacteria growth rate is 0.03584 day-1, and biomass of 0.2088 gVSS / gCOD. COD removal 60-90%, the temperature in this process ranges from 27oC-30oC while the pH between 6.5 to 8.5.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Winda Anggreni
Abstrak :
Salah satu teknologi pencegahan persebaran Volatile Organic Compounds (VOCs), khususnya gas benzena yang berasal dari fasilitas pengomposan, adalah biofilter. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa pengaruh variasi ukuran media pada biofilter selama proses aklimatisasi dengan menggunakan media filter berupa kompos yang berukuran <2,38 mm (lolos saringan 8) dan berukuran di antara 2,38-4,76 mm (antara saringan 8 dan 4). Gas benzena yang digunakan sebagai gas inlet berasal dari larutan benzena yang terevaporasi dengan laju alir 1 liter/menit kemudian dicampur dengan uap air dari humidifier. Media kompos yang digunakan berasal dari Unit Pengolahan Sampah yang telah memenuhi Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik (SNI 19-7030-2004). Selama percobaan proses aklimatisasi yang dijalankan selama 16 hari, biofilter dengan media kompos berukuran <2,38 mm atau media 1 menghasilkan nilai rata-rata Removal Efficiency (RE) sebesar 70,2% dengan nilai RE maksimum sebesar 99,8% pada hari ke-6 dan RE minimum sebesar 20,3% pada hari ke-14. Sedangkan percobaan biofilter dengan ukuran media yang sama pada percobaan kedua selama 6 hari menghasilkan nilai rata-rata RE sebesar 92,9% dengan nilai RE maksimum sebesar 99,7% pada hari ke-3 dan RE minimum sebesar 79,9% pada hari ke-4. Sedangkan percobaan biofilter dengan media kompos berukuran di antara 2,38-4,76 mm atau media 3 selama 10 hari menghasilkan nilai rata-rata RE sebesar 68,9% dengan nilai RE maksimum sebesar 97,4% pada hari ke-1 dan RE minimum sebesar 26,3% pada hari ke-6. Removal Efficiency (RE) pada media 2 lebih besar dibandingkan RE pada media 3 sebab porositas media 2 lebih besar dibandingkan media 3, sehingga waktu kontak gas benzena dengan media filter lebih lama dan proses adsorpsi dapat terjadi secara maksimal. ......Biofilter is considered as one of a leading technology that can prevent the spread of Volatile Organic Compounds (VOCs), especially benzene gas from composting facilities. The aim of this study is to analyze the influence of media size of biofilter during acclimatization process using compost <2.38 mm (sieve 8) and between 2,38-4,76 mm (between sieve 8 and 4). Benzene gas used as inflow was obtained from evaporation of benzene solution with 1 liter/min flow combined with water vapor generated from a humidifier. Compost media originated from Unit Pengolahan Sampah was in agreement with Organic Compost Spesifications from Domestic Waste (SNI 19-7030-2004). During acclimatization process of 16 days, biofilter with media-sized compost <2.38 mm or media 1 produced an average value of Removal Efficiency (RE) at 70,2% with a maximum value of RE at 99,8% on the sixth day and the minimum value of RE at 20,3% on the fourteenth day. The same biofilter size in another experiment for 6 days produced an average value of RE at 92,9% with a maximum value of RE at 99,7% on the third day and the minimum value of RE at 79,9% on the fourth day. Meanwhile, the biofilter with media-sized compost between 2,38-4,76 mm or media 3 for 10 days produced an average value of RE at 68,9% with a maximum value of RE at 97,4% on the first day and a minimum value of RE at 26,3% on the sixth day. Removal Efficiency on media 2 is greater than media 3 because the porosity of media 2 is larger than media 3, so the contact time between benzene gas and media 2 is longer than media 3 and adsorption process can able to work maximumly.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: E. faecalis merupakan bakteri yang sulit dieliminasi sehingga dapat menyebabkan kegagalan perawatan endodontik. Klorheksidin 2 merupakan bahan irigasi yang sudah terbukti efektif dalam mengeliminasi E. faecalis, namun memiliki toksisitas terhadap sel-sel yang sehat. Ekstrak jintan putih Cuminum cyminum memiliki potensi efektivitas antibakteri. Namun, belum terdapat penelitian yang meneliti efek antibakteri ekstrak jintan putih terhadap biofilm E. faecalis dari isolat klinis. Tujuan: Mengetahui efek antibakteri ekstrak jintan putih konsentrasi 0,2 mg/ml, 0,5 mg/ml, 0,7 mg/ml, 1,0 mg/ml, dan 1,2 mg/ml dibandingkan dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis. Metode: Menilai kekeruhan larutan biofilm E. faecalis pasca pemaparan bahan uji dengan ELISA reader, dengan hasil akhir berupa nilai optical density OD . Hasil: Terdapat perbedaan efek antibakteri yang bermakna antara ekstrak jintan putih dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis p < 0,05 . Kesimpulan: Efek antibakteri ekstrak jintan putih konsentrasi 1,0 mg/ml lebih baik dibandingkan dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis.
ABSTRACT
Introduction E. faecalis is a bacteria that is difficult to eliminate which can lead to failure of endodontic treatment. Chlorhexidine 2 is an endodontic irrigation material that has been proven to be effective against E. faecalis, but has toxicity to healthy cells. The extract of cumin Cuminum cyminum has the potential antibacterial activity. However, there have been no research investigating the antibacterial effect of Cuminum cyminum extract on E. faecalis biofilm from clinical isolates. Aims To compare antibacterial efficacy of Cuminum cyminum extract 0,2 mg ml, 0,5 mg ml, 0,7 mg ml, 1,0 mg ml, and 1,2 mg ml and 2 chlorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates. Methods Assessing the turbidity of E. faecalis in biofilm after immersed in antibacterial agents with ELISA reader, with optical density OD as the final result. Results There were significant differences statistically between Cuminum cyminum extract and 2 chlorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates p 0.05 . Conclusion Antibacterial effect of 1,0 mg ml Cuminum cyminum extract was more effective than 2 chorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Khoirunnisa
Abstrak :
Latar Belakang: Nano Silver Fluoride NSF memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans bakteri penyebab karies. Tujuan: Menganalisis pengaruh NSF terhadap viabilitas S.mutans dalam berbagai fase pembentukan biofilm. Metode: Biofilm S.mutans diinkubasi selama 4 jam fase adhesi, 12 jam fase akumulasi aktif dan 24 jam fase maturasi pada suhu 37 C. Ketiga model biofilm dipapar NSF dengan konsentrasi Ag 0,4 F- 2,26, Ag 0,9 F- 2,26, Ag 1,4 F- 2,26, Ag 1,9 F- 2,26 selama 1 jam. Persentase viabilitas dinilai dengan menggunakan MTT assay. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna p>0,05 antara viabilitas biofilm pada fase adhesi, fase akumulasi aktif, ataupun fase maturasi. Kesimpulan: NSF mampu menurunkan viabilitas biofilm S.mutans dalam berbagai fase pembentukan. ......Background: Nano Silver Fluoride NSF has antibacterial effect against Streptococcus mutans that cause dental caries. Objective: To analyze the effect of NSF on the viability of S.mutans in various phases of biofilm formation. Methods: S.mutans biofilm was incubated for 4 hours adherence phase, 12 hours active accumulation phase and 24 hours maturation phase at 37 C then exposed by NSF at concentration Ag 0,4 F 2,26, Ag 0,9 F 2,26, Ag 1,4 F 2,26, Ag 1,9 F 2,26 for 1 hour. The percentage of viability was tested with MTT assay. Result: Biofilm viability of S.mutans in various phases showed no significant difference p 0,05. Conclusion: NSF can reduce the viability of S.mutans in various phases of biofilm formation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deajeng Laras Hanayurianingtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Streptococcus mutans adalah agen penyebab utama karies gigi, dan aptamer adalah DNA untai tunggal atau RNA oligonukleotida yang disintesis in vitro menggunakan teknik SELEX Systematic Evolution of Ligands by Exponential Enrichment yang memiliki kemampuan mengikat dengan afinitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap target molekul. Salah satu RNA-aptamer yang sedang dikembangkan yaitu Ca-apt 12 spesifik terhadap C.albicans mengalami cross binding dengan S.mutans. Penelitian ini menggunakan uji biofilm kristal violet dan uji TPC Total Plate Count untuk menguji potensi Ca-apt 12 konsentrasi 10, 1, 0,1 ng/ l sebagai biomaterial penghambat pembentukan biofilm dan viabilitas S.mutans serotipe c, d, e masing-masing dengan konsentrasi 102, 104, 106, 108 CFU/ml . Ca-apt 12 yang telah diikat oleh bakteri diinokulasi pada mikroplat sumur dan diinkubasi pada waktu 3 jam dan 24 jam dengan suhu 37oC. Hasil menunjukkan bahwa Ca-apt 12 berpotensi sebagai ligan penghambat S.mutans tidak berdasarkan serotipe bakteri, konsentrasi bakteri, maupun konsentrasi aptamer itu sendiri namun berdasarkan waktu inkubasi.
ABSTRACT
Streptococcus mutans is the main causative agent of tooth caries, and aptamer is a single stranded DNA or RNA oligonucleotide synthesized in vitro using the SELEX Systematic Evolution of Ligands by Exponential Enrichment technique that has the ability to bind with high affinity and specificity towards the target molecule. One of the RNA strand being developed is Ca apt 12 that is specific towards C.albicans crosslinked with S.mutans. This research used crystal violet biofilm assay and TPC Total Plate Count to test the potential of Ca apt 12 in concentration 10, 1, 0,1 ng l as the biomaterial to inhibit biofilm formation and viability of S.mutans serotype c, d, e each serotype in different concentrations of 102, 104, 106, 108 CFU ml. Ca apt 12 binded with bacterias were inoculated in well microplates and incubated within 3 hours and 24 hours period in room temperature 37oC. Results showed that Ca apt 12 has the potential as ligand inhibiting S.mutans biofilm formation that is not differentiated based on bacterial serotype, bacterial concentration, nor the aptamer concentration, but by the incubation period.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ukhti Maira
Abstrak :
Latar belakang: Temulawak adalah tanaman obat asli Indonesia yang mengandung zat aktif xanthorrhizol dan memiliki efek antifungal. Dengan membentuk biofilm, Candida albicans menjadi virulen dan semakin virulen ketika mencapai fase maturasi. Tujuan: Mengetahui potensi ekstrak etanol temulawak dalam menghambat biofilm C. albicans isolat klinis dan C. albicans ATCC 10231 pada fase maturasi. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak berbagai konsentrasi pada biofilm C. albicans dimulai pada 1.5 jam setelah inkubasi dan dilanjutkan selama 48 jam. MTT assay digunakan untuk mengukur persentase viabilitas sel C. albicans pada biofilm yang kemudian dikonversi menjadi persentase inhibisi biofilm oleh ekstrak temulawak. Hasil: Terhadap C. albicans isolat klinis, Kadar Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh Minimum KBM ekstrak etanol temulawak adalah 15 dan 30, sedangkan terhadap C. albicans ATCC 10231 adalah 20 dan 35. Nilai Kadar Hambat Biofilm Minimum KHBM50 ekstrak etanol temulawak adalah 35 terhadap C. albican isolat klinis dan 40 terhadap C. albicans ATCC 10231. Dibutuhkan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi untuk menghambat C. albicans ATCC 10231 daripada untuk menghambat C. albicans isolat klinis. Kesimpulan: Baik terhadap C. albicans isolat klinis maupun C. albicans ATCC 10231, ekstrak etanol temulawak berpotensi menghambat biofilm C. albicans fase maturasi. ...... Background: Javanese turmeric is an Indonesian medicinal plant which contains xanthorrhizol had been reported to have antifungal effect. By forming biofilms, C. albicans becomes virulent and more virulent as it reaches the maturation phase. Objective: To investigate the capability of Javanese turmeric ethanol extract in inhibiting the formation of maturation phase C. albicans biofilm both of clinical isolate and ATCC 10231. Methods: The Exposure of various concentrations of Javanese turmeric ethanol extract to C. albicans biofilm started at 1.5 hours after incubation and continued for 48 hours. MTT assay was used to measure the percentage viability of C. albicans cells on the biofilm which was then converted into the percentage of biofilm inhibition. Results: Against C. albicans clinical isolate, Minimum Inhibition Concentration MIC and Minimum Fungicidal Concentration MFC of javanese turmeric ethanol extract was 15 and 30 whereas against C. albicans ATCC 10231 was 20 and 35. Minimum Biofilm Inhibition Concentration MBIC50 of javanese turmeric ethanol extract was 35 against C. albicans clinical isolate and 40 against C. albicans ATCC 10231 biofilm. Higher concentration of the extract was required to inhibit C. albicans ATCC 10231 compared to the concentration to inhibit C. albicans clinical isolate. Conclusion: Both against C. albicans clinical isolat and C. albicans ATCC 10231, javanese turmeric ethanol extract has potential in inhibiting mature phase of C. albicans biofilm.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Layli Putri Marsal
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem Microbial Electrolysis Cell (MEC) merupakan teknologi yang menjanjikan untuk produksi energi alternatif hidrogen dari air limbah dengan konsumsi energi yang rendah. Laju produksi hidrogen dengan sistem MEC lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi hidrogen menggunakan metode lain. Sejauh ini, upaya optimasi yang dilakukan masih terfokus pada desain konstruksi sistem dan faktor eksternal sehingga peninjauan optimasi laju produksi hidrogen berdasarkan transfer elektron dari mikroorganisme dalam sistem masih diperlukan. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau pengaruh pembentukan biofilm pada anoda terhadap laju produksi hidrogen. Sistem MEC yang digunakan adalah MEC satu kompartmen, dengan kondisi operasi optimum berdasarkan pengujian penambahan variasi bakteri P. stutzeri dan P. aeruginosa sebagai inhibitor metanogen. Pada penelitian ini, pengaruh pembentukan biofilm ditinjau dengan pengaturan variasi waktu pembentukan biofilm sebelum dilakukan operasi MEC. Variasi waktu yang digunakan adalah 1, 2, 3, 4 dan 5 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh pembentukan biofilm akibat waktu inkubasi terlama terhadap produksi hidrogen yang optimum. Produksi hidrogen dengan 5 hari inkubasi sebelum operasi mampu memperkaya bakteri pada biofilm yang terbentuk dan meningkatkan produksi hidrogen 70,69 lebih besar jika dibandingkan dengan reaktor kontrol.
ABSTRACT
Microbial Electrolysis Cell (MEC) is a promising technology enabling the sustainable production of hydrogen as energy alternative from wastewater with low energy input. The hydrogen production rate of MEC is relatively lower than that of other methods. So far, MEC optimization still focused on the reactor construction design and external factors while the optimization of MEC from internal factor, which is electron transfer from microorganisms in the system, is still needed. This research analyzes the effect of anodic biofilm formation to biohydrogen production in MEC system. The research will be done based on Single-Chamber MEC configuration with optimum operating conditions based on the effect of P. stutzeri and P.aeruginosa addition as methanogen inhibitor. The effect of anodic biofilm formation is adjusted by giving variation of biofilm formation time prior to MEC operation. The time variations used are 1, 2, 3, 4 and 5 days. Hydrogen concentrations produced at the cathode will be tested through Gas Chromatography and anodic biofilm morphology at the anode will be tested through Scanning Electron Microscope (SEM) in order to analyze the effect of anodic biofilm formation to hydrogen production. The optimal hydrogen yield are affected by anodic biofilm enrichment as the higher biofilm formation time occurred. Experimental results showed H2 yield with five days incubation prior to MEC operation producing up to 70.69 compared to the control.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>