Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Cahyani
"Yordania memandang perkembangan yang terjadi di kawasan Timur Tengah sebagai kesempatan untuk melakukan terobosan dalam hubungan bilateral demi menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan negaranya. Namun masalah ekonomi dan keamanan Yordania mungkin lebih kompleks ketika hubungan tersebut harus melibatkan Iran. Teori Balance of Interest serta konsep geopolitik digunakan dalam penelitian agar dapat mengalisis bagaimana tantangan hubungan kedua negara dari perspektif negara Yordania, serta dampak yang dihasilkan bagi ekonomi dan keamanan Yordania akibat dari faktor geopolitiknya. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, hubungan Yordania-Iran akan menghadapi banyak tantangan mengingat dinamika hubungan kedua negara sejak 2003 dan faktor Iran dalam ekonomi dan keamanan Yordania. Tantangan yang akan dihadapi Yordania dalam hubungan dengan Iran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yang saling terkait; tantangan internal, regional, dan internasional. Atas dasar tersebut, hubungan Yordania-Iran sulit terwujud untuk menjadi hubungan yang lebih harmonis jika Iran masih terus menggunakan sebuah doktrin agama untuk tujuan politik untuk memaksakan ambisi ekspansionisnya di Timur Tengah.
Jordan views the developments in the Middle East region as an opportunity to make a breakthrough in bilateral relations in order to maintain the country's economic stability and security. But Jordan's economic and security issues may be more complex when the relationship involves Iran. The Balance of Interest theory and geopolitical concepts are used in this research in order to be able to analyze the challenges of relations between the two countries from the perspective of the Jordan, as well as the impact on Jordan's economy and security as a result of its geopolitical factors. Data collection techniques were carried out through literature studies and interviews. Based on the research results, Jordan-Iran relations will face many challenges given the dynamics of relations between the two countries since 2003 and the Iranian factor in Jordan's economy and security. The challenges that Jordan will face in relations with Iran can be classified into three interrelated levels; internal, regional and international challenges. Based on that, it will be difficult for Jordan-Iran relations to become more harmonious if Iran continues to use a religious doctrine for political purposes to impose its expansionist ambitions in the Middle East."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Qonita Salsa Fairuz
"Artikel ini merupakan penelitian Film Frantz (2016) karya François Ozon dengan menganalisis representasi hubungan Jerman-Prancis di dalam film yang ditunjukkan melalui tokoh-tokoh. Penelitian ini menarik untuk di teliti karena adanya hubungan tidak langsung yang terlihat melalui tokoh yang bisa merepresentasikan Jerman dan Prancis. Film ini menceritakan kedatangan Adrien sebagai orang Prancis ke Jerman untuk menghilangkan penyesalannya setelah membunuh Frantz Hoffmeister, orang Jerman, dengan mendekatkan dirinya kepada keluarga Hoffmeister dan Anna, yang berakhir dengan tidak baik. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengkaji film sebagai sebuah teks untuk menguraikan struktur naratif dan sinematografis menggunakan teori film Boggs dan Petrie. Analisis struktur film diperdalam dengan pemaknaan menggunakan teori Roland Barthes. Untuk menjelaskan hubungan Jerman dan Prancis digunakan teori Representasi dari Stuart Hall. Analisis ini menunjukkan bahwa hubungan Jerman dan Prancis di perlihatkan tidak akan pernah menjadi baik dan perdamaian di antara mereka hanyalah sebuah utopia.
This article is a research on François Ozon's Film Frantz (2016) by analyzing the representation of German-French relations in the film as shown through the characters. This research is interesting to examine because there is an indirect relationship that can be seen through the figures that can represent Germany and France. This film tells of Adrien's arrival as a Frenchman to Germany to get rid of his regrets after killing Frantz Hoffmeister, a German, by getting closer to the Hoffmeister families and Anna, which ends badly. The method used in this research is a qualitative method by examining film as a text to describe narrative and cinematographic structures using Boggs and Petrie's film theory. The analysis of the film structure is deepened with meaning using Roland Barthes' theory. To explain the relationship between Germany and France, Stuart Hall's Representation theory is used. This research shows that the relationship between Germany and France is shown to never be good and peace between them is just an utopia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Caren Marvelia Jonathan
"Sejak tahun 1950, hubungan bilateral Indonesia dan Cina bersifat fluktuatif. Sebagai negara terbesar di masing-masing kawasan, Indonesia dan Cina memiliki hubungan bilateral yang signifikan di panggung internasional karena implikasinya yang luas terhadap stabilitas keamanan dan perekonomian regional. Dalam perkembangannya, interaksi antara middle power dan great power ini makin tersorot karena hubungan kedua negara terus meningkat di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Xi Jinping, tetapi tetap diselimuti dengan ketegangan. Untuk menelaah perkembangan dinamika hubungan bilateral Indonesia-Cina, tinjauan literatur ini berupaya memetakan 52 literatur dalam bentuk artikel jurnal dengan menggunakan metode taksonomi. Pemetaan literatur ini kemudian dibagi ke dalam lima tema utama, yaitu: (1) faktor-faktor yang memengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Cina; (2) Indonesia dalam pusaran rivalitas geopolitik Amerika Serikat-Cina; (3) dimensi ekonomi dalam hubungan bilateral Indonesia-Cina; (4) posisi diaspora Tionghoa dalam hubungan bilateral Indonesia-Cina; serta (5) posisi dan respons Indonesia di sengketa Laut Cina Selatan. Melalui tinjauan kelima tema utama tersebut, penulis hendak mengidentifikasi area konsensus, perdebatan, dan kesenjangan dalam literatur terkait topik ini. Penulis menemukan bahwa literatur-literatur utamanya menggambarkan kompleksitas hubungan bilateral Indonesia-Cina yang bersifat multifaset dari awal pembukaan hubungan diplomatik hingga di era kontemporer. Dinamika hubungan bilateral Indonesia-Cina ini didorong oleh pertimbangan pragmatisme kedua negara yang mengutamakan kepentingan nasional masing-masing dalam menghadapi berbagai isu prominen di antara keduanya. Dalam tinjauan literatur ini, penulis juga menemukan adanya kesenjangan literatur berupa pembahasan yang hanya terpusat di era kepemimpinan Soekarno, Soeharto, dan Jokowi, kurangnya eksplorasi analisis pada tingkat individu dalam kebijakan luar negeri kedua negara, minimnya pembahasan hubungan Indonesia-Cina selama pandemi COVID-19, dan absennya perdebatan akademis mengenai respons Indonesia terhadap evolusi kebijakan Cina di Laut Cina Selatan. Temuan ini dapat dieksplorasi lebih lanjut dalam penelitian di masa mendatang.
Since 1950, bilateral relations between Indonesia and China have been characterized by fluctuations. As the largest countries in their respective regions, Indonesia and China have significant bilateral relations on the international stage due to their broad implications for regional security and economic stability. Over time, interactions between this middle power and great power have gained more attention as their relations have strengthened under the leadership of President Joko Widodo and Xi Jinping, although they remain fraught with tension. To analyze the development of the dynamics in Indonesia-China bilateral relations, this literature review aims to map 52 journal articles using a taxonomy method. The literature mapping is categorized into five main themes: (1) factors influencing Indonesia-China bilateral relations; (2) Indonesia in the vortex of US-China geopolitical rivalry; (3) economic dimensions of Indonesia-China bilateral relations; (4) the role of the Chinese diaspora in Indonesia-China bilateral relations; and (5) Indonesia's position and response in the South China Sea dispute. Through the review of these five main themes, the author seeks to identify areas of consensus, debate, and gaps in the literature on this topic. The author finds that the literature mainly portrays the complexity of Indonesia-China bilateral relations as multifaceted, from the establishment of diplomatic relations to the contemporary era. The dynamics of Indonesia-China bilateral relations are driven by the pragmatic considerations of both countries, prioritizing their national interests in addressing prominent issues between them. In this literature review, the author also identifies gaps in the existing research, including discussions that are primarily focused on the leadership eras of Soekarno, Soeharto, and Jokowi, a lack of individual-level foreign policy analysis of both countries, limited discussion on the relations between the two countries during the COVID-19 pandemic, and the absence of academic debate regarding Indonesia’s response to the evolution of China’s polices in the South China Sea. These findings could be further explored in future research."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Ronna Nirmala
"Penelitian ini menganalisis bagaimana media massa membangun hegemoni diskursus tentang penanganan krisis iklim di negara-negara Selatan selama agenda
Conference of Parties (COP) 26 di Skotlandia tahun 2021. Penelitian menggunakan
frame analysis dengan tujuan meninjau secara kritis kekuatan media massa sebagai pilar keempat demokrasi dan bias kepentingannya dalam hegemoni Utara. Menggunakan sudut pandang Jürgen Habermas tentang dominasi budaya, penelitian ini berargumen narasi media Utara terhadap isu lingkungan di Selatan memiliki gaya mendikte, menyalahkan, serta membangun ketergantungan. Hasil penelitian menemukan media massa menghegemoni narasi yang bias dengan cara membangun rasionalitas publik, komersialisasi ruang publik, dan menciptakan sudut pandang bahwa publik di negara Selatan belum tercerahkan.
The thesis analyzes how Western media and its affiliations construct hegemonic discourses regarding the Global South's response to the climate crisis during the Conference of Parties (COP) 26 agenda in Scotland in 2021. The research utilizes Goffman’s Frame Analysis to critically examine the power of mass media as the fourth pillar of democracy and its narrow interests toward the West. Drawing from Jurgen Habermas' perspective on cultural domination, this study argues that the Global North media's narrative on environmental issues in the Global South adopts a dictating and blaming style while also promoting dependence. The research findings reveal that mass media hegemonizes biased narratives by shaping public rationality, commercialization of public space, and perpetuating the notion that the public in Southern countries is unenlightened."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library