Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1996
S23068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Faisol
Abstrak :
Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan merupakan tonggak awal dikenalkannya dual banking system di Indonesia. Dual banking syslem tersebut meliputi perbankan konvensional dan perbankan syariah.

Perbankan syariah merupakan perbankan yang menjalankan operasionalnya berdasarkan prinsip - prinsip syariah yang bersumber pada ajaran IsIam. Pada dasarnya produk perbankan syariah dapal dibagi 3 ( tiga ) yaitu pendanaan, pembiayaan dan jasa.

Pembiayaan dapat dibagi menjadi 4 ( empai ) yaitu pembiayaan berdasarkan akad jual beli syariah ( bai' ), pembiayaan berdasarkan sewa ( Harsh ), pembiayaan berdasarkan bagi hasil dan pembiayaan Iainnya. Menurut Syafi'i Antonio bai' yang digunakan dalam perbankan syariah Indonesia adalah murabahah, salam dan isfishna.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Pasca Fatwa DSN-MUI tentang bunga haram, perbakan syariah mengalami pelumbuhan yang sangat pesat. Salah satu indikatomya adalah adanya pertumbuhan jumlah bank syariah baik yang berupa bank umum syariah, unit usaha syariah dan bank Perkreditan Rakyat Syariah. Pertumbuhan ini akan makin cepat seiring dengan adanya kebijakan office channelling dari Bank Indonesia yang memperbolehkan cabang bank konvensional memberikan Iayanan syariah.

Perkembangan perbankan syariah tersebut tidak diikuti dengan kebijakan perpajakan yang jelas terutama kebijakan Pajak Perlambahan Nilai. Pemerinlah memperlakukan transaksi perbankan syariah dengan Iandasan peraturan perpajakan yang masih bersifat umum. Salah satunya adalah Pernerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi dengan dasar akad jual beli syariah yailu murabahah, salam dan isfishna. Alasan Pemerintah adalah transaksi ini dianggap jual beli biasa sebagaimana perusahaan perdagangan. Kalangan Perbankan menganggap kebijakan tersebut tidak adil karena perbankan konvensional tidak dikenakan PPN.

Menurut mereka seharusnya Pemerintah memperlakukan murabahah, Salam dan istishna Sebagai salah salu produk perbankan sebagaimana ada dalam perbankan konvensional sehingga tidak ada pengenaan PPN. Latar belakang permasalahan inilah yang dijadikan acuan dalam penulisan tesis ini.

Dengan Iatar belakang permasalahan di atas, permasaIahan ulama yang diangkal dalam tesis ini adalah perlakuan PPN berdasarkan akad dan mekanisme yang terjadi di praktek perbankan syariah, permasaiahan pajak berganda pada perbankan syariah, upaya - upaya yang telah dilakukan DJP dalam menyelesaikan permasalahan dan upaya - upaya yang seharusnya dilakukan DJP dalam mengatasi permasaIahan.Tesis ini disusun dengan menggunakan banyak metode. Metode yang digunakan adalah studi pustaka , studi Iapangan dan wawancara.

Wawancara dilakukan terhadap stakeholder di Iingkungan perbankan syariah yaitu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia , Direktoral Jenderal Pajak dan kalangan praktisi perbankan syariah.

Menurut Stotsky pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa keuangan adalah hal yang sulit dilakukan karena sulit untuk mengukur value added yang berhubungan dengan jasa keuangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan , transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai bila dilihat akad syariah yang digunakan dan mekanisme yang terjadi. Value added dari transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dilakukan karena adanya marjin keuanlungan yang dapat diketahui secara jelas pada saat transaksi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada murabahah, salam dan istishna dapat menimbulkan permasalahan pengenaan pajak berganda pada perbankan syariah. Pajak berganda. ini terjadi pada saat penyerahan barang dari pemasok kepada nasabah dan penyerahan barang dari bank syariah kepada nasabah dimana nasabah harus menanggung PPN pada kedua waktu transaksi tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan di atas , perlu dilakukan upaya - upaya yang nyata dari Pemerintah, yang dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sejauh ini, DJP belum mengeluarkan peraturan yang berkailan Iangsung dengan perbankan syariah. Peraturan yang dipakai sebagai acuan DJP lerhadap transaksi syariah hanya aturan umum dalam peraturan Pajak Pertambahan Nilai. Produk yang dikeiuarkan hanya berupa surat unluk menanggapi pertanyaan Seputar problematika pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap transaksi syariah.

Unluk menyesuaikan dengan kelaziman perlakuan perpajakan atas transaksi perbankan syariah di negara - negara Iain , seharusnya Pemeriniah dapat memberikan kebijakan khusus terhadap perbankan syariah. Pemerintah melalui DJP seharusnya mengecualikan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai alas transaksi murabahah, safam dan istishna sebagaimana pemberian kredit dalam perbankan konvensional. Pengecualian ini dapat diluangkan dalam Undang - Undang Pajak Perlambahan Nilai di Pasal 4A atau Pasal 16B. Bila kebijakan ini diniatkan untuk jangka panjang, maka dapat dimasukkan dalam Pasal 4A. Bila kebiiakan ini diniatkan unluk jangka pendek maka dapat dimasukkan dalam Pasal 16B. Disamping itu, juga diperlukan peraturan - peraturan pelaksanaan terkait dengan praktek - praktek transaksi perbankan syariah.

Dalam penetapan peraturan perpajakan atas perbankan syariah, Pemerintah harus memperhatikan 2 ( dua ) faktor. Faktor pertama , Pemerintah hendaknya melibatkan pelaku - pelaku yang ada hubungan dengan perbankan syariah seperti Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan kalangan praktisi perbankan, Hal ini dilakukan agar ada persamaan interpretasi antara DJP dan kalangan perbankan syariah. Dengan kesamaan pandangan tersebut maka dapat meminimaiisir permasalahan perpajakan yang terjadi dalam perbankan syariah. Faktor kedua adalah Pemerinlah yang diwakili DJP hendaknya melakukan harmonisasi peraturan yang ditetapkan dengan peraturan - peraturan yang ditetapkan sehubungan dengan perbankan syariah.
Law number 10, 1998 concerning Banking is the first law to recognizing indonesia's dual banking system. Dual banking systems consist of conventional banking and islamic banking.

Islamic banking practices islamic's principles in their operational. There are so many products that offered by islamic banking. Basically , the products that islamic banking offer can be divided into three major types. Those are financing type , funding type dan service provision type. Financing type can he divided into four categories : financing Linder the principles of sale and purchase ( Bai' ) , financing under the principles of leasing ( ijarah ), financing under the principles ol` revenue sharing and financing under complementary contracts. Syafi'i Antonio said that bai' used at lndonesia's sharia banking consists of murabahah financing, salam financing and istishna financing.

Development of islamic banking in Indonesia was started by establishment Bank Muamalat Indonesia in 1991 Since the issuance of religious islamic opinion by DSN-MUI about haram interest, islamic banking grows very fast. One of indicator is sum of general islamic banking ( Bank Umum Syariah ), islamic work unit ( Unit Usaha Syariah ) and islamic public credit matters bank ( Bank Perkreditan Rakyat Syariah ). The growth is faster because of office channelling policy permitting branchs of the conventional banks to provide sharia services.

Development of islamic banking isn't balanced with clear tax policy especially value added tax policy. General tax rules apply to islamic banking transaction. Among the rules is value added tax rule on transaction based on bai` ( akad jual beli ) that consists of murabahah, salam and istishna. The government argues that murabahah, salam and istishna do common sell - buy transaction in the name manner as ordinary trading companies do. About that policy, some banking practitioners see government not fair because conventional banking non value added taxable. They say that murabahah, salam and istishna is one of banking procucts, so not value added taxable This is became critical point of this thesis.

With critical point problem as mentioned in the previous paragraph, important topics in this thesis are treatments of value added tax based on islamic contract ( akad ) and islamic banking mechanism, double taxation problem that islamic banking bears and solution to the problem. The method used in this research is that of qualitative descriptive analysis by means of literature, which emphasize books as an object and field of study , of data collection by interview and of the use of secunder data. The research limited only on sources of data ini several general islamic bankings. Object is interviews more engaged with DSN - MUI, Bank Indonesia and DJP.

Stotsky said that in principle, it is possible to measure value added in the banking sector because there are difficulty compute value added that attribute to each transaction. Based on the result of the research, murabahah, salam and istislma can be Value Added Taxable based on islamic contract and nature of transaction. Value Added Tax on murabahah, salam and istishna affect double taxation problem at islamic banking. This double taxation is happened in transfer of goods from supplier to bank customer and in transfer of goods from bank to bank customer. Bank customer pays value added tax twice on the time of transfer of goods in islamic banking transaction.

To solve that problem, should be there are some real movements by government. Until now, DJP doesn?t regulate any Special treatment of value added tax on islamic banking. Rules that used to treat islamic banking are still general rules in value added taxation. Until now, DJP has just answered taxation problem about murabahah.

To be inherent with tax treatment on islamic banking transaction in another countries, government should give special policy to islamic banking. Government should regulate that murabahah, salam and istishna are not Value Added Taxable and are equally with credit allocation at conventional banking. Exception to murabahah, salam and istishna could be regulated in taxation act rule to value added at article 4A or article 16B. Beside that, rules under the act must be regulated to support the practice of islamic banking transaction.

To regulate tax on islamic banking, government should pay attention to two factors. First. government should involve stakeholder at islamic banking, like Bank Indonesia. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia and islamic banking practitioner. This step must be done to inherent perception between DJP and islamic banking. The same perception can minintalize taxation problem in islamic banking. Second, government should harmonize taxation rules with islamic banking rules.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hudari
Abstrak :
Sejalan dengan berlakunya sistem self assesment daiam perpajakan Indonesia, peranan dan kejujuran Wajib Pajak (WP) semakin mutlak diperlukan. Dengan sistem ini, WP diharapkan dapat melaksanakan seluruh kewajiban perpajakannya dan melaporkan dengan benar di Kantor Peiayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar (tax compliance). Di sisi lain Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan WP, balk melalui pengawasan administratif maupun pemeriksaan pajak.

Adanya perbedaan kepentingan ini menyebabkan WP cenderung untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak, baik secara legal maupun illegal. Hal ini dimungkinkan jika ada peluang yang dimanfaatkan baik karena kelemahan peraturan pajak maupun sumber daya manusia (fiskus). Minimalisasi beban pajak dilakukan dengan berbagai cara yang secara eufisme sering disebut dengan perencanaan peak (tax planning) atau tax sheltering.

Beberapa bank telah melakukan tax planning melalui pelaksanaan Kuasi-Reorganisasi yang berpedoman pada "Pernyalaan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi". Hai ini dimaksudkan agar bank yang telah terdaftar di pasar bursa memiliki daya tarik bagi pihak investor. Salah satu daya tarik yang dimaksud adalah adanya pembagian dividen. Berasal dari kata "kuasi" yang berarti semu atau pura-pura, sedangkan "Reorganisasi" dalam arti luas merupakan perubahan benluk hukum, susunan, atau perirnbangan fertentu, baik struktur organisasi maupun modal perusahaan. Jadi, sebagai Salah saiu bentuk restrukturisasi perusahaan, maka Kuasi-Reorganisasi adalah kegiatan untuk menata ulang struktur suatu perusahaan yang bersifat semu.

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah apakah pelaksanaan Kuasi-Reorganisasi yang dilakukan oleh dunia usaha perbankan yang terdaftar pada pasar bursa, cukup signifikan daIam memperoleh Iaba usaha; bagaimanakah pengaruh terhadap Pajak Penghasilan (PPh); dan bagalmanakah kelayakan pemberian kompensasi kerugian selama 5 (lima) tahun padahal perbankan sudah menghasilkan Iaba usaha.

Tujuan penelitian ini adalah unluk mengetahui pelaksanaan Kuasi-Reorganisasi oleh dunia usaha perbankan dalam memperoleh Iaba usaha; mengetahul pengaruh terhadap Pajak Penghasilan (PPh) setelah penerapan Kuasi-Reorganisasi; dan mengetahui kelayakan pemberian kompensasi kerugian selama 5 (lima) tahun padahal perbankan sudah menghasilkan laba usaha. Oleh karena itu, perbankan yang dijadikan kasus dalam penelitian ini adaIah Bank BCA, BNI dan NIAGA.

Berdasarkan hasil analisis bahwa agar dapat melakukan pembagian dividen kepada para pemegang saham, maka Bank BCA, BNI dan NIAGA melakukan Kuasi-Reorganisasi sehingga defisit ataupun akumulasi defisit tereIiminasi. Dengan demikian, Iaba yang dihasilkan tidak perlu Iagi digunakan untuk menutupi defisit sebelumnya, sehingga dapat digunakan untuk membagikan dividen. Hal ini jelas membawa pencerahan untuk pelaku bisnis segera beraktivitas kembali pada bursa efek, khususnya untuk transaksi saham dari ke-3 bank tersebut. Transaksi saham pada bursa efek dapat dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang "Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek". Jadi, semakin meningkat transaksi saham, maka semakin meningkat puIa nilai pajak penghasilan.

Untuk sementara waktu, selama masa Kompensasi Kerugian, pemerintah melakukan pengorbanan penerimaan pajak (tax expenditure) karena tidak mendapatkan pemasukan dari pajak penghasilan atas laba. Hal ini dilakukan dengan harapan, setelah masa kompensasi berakhir, penerimaan pajak penghasilan Iebih besar dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah setelah Bank BCA, BNI dan NIAGA melakukan Kuasi-Reorganisasi, terlihat peningkatan Iaba yang signifikan dari tahun ke tahun sehingga dapai melakukan pembagian dividen kepada para pemegang saham secara rutin; peIaksanaan Kuasi-Reorganisasi oleh usaha perbankan dapat menambah penerimaan pada Kas Negara; dan kompensasi kerugian tetap Iayak diberikan.

Rekomendasi dalam penelitian ini adalah menyarankan bank-bank nasional Iainnya yang masih mengalami deisit dalam neraca keuangan untuk segera meIakukan Kuasi-Reorganisasi yang dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait yaitu: BI, Bapepam dan DJP.
In line with going into effect the system of self assesment in Indonesia taxation, role and sincerity Taxpayer progressively needed. With this system, Taxpayer expected can execute entire taxation obligation and report it truly in Office of Tax Services that Taxpayer enlisted. On the other side, Directorate Generating of Tax (DJP) is obliged to do the observation and construction to Taxpayer compliance, either through administrative observation and also tax audit.

Existence of this importance difference cause the Taxpayer tend to lessen the amount of tax payment, either through legal and also illegal. This matter enabled by if there is opportunity exploited by either due weakness of Tax Regulation and also human resource (fiskus). Minimize of tax burden done variously which by eufisme is often referred as tax planning or tax sheltering.

Some banking have done the tax planning of through implementation of Quasi-Reorganization which guided with "Statement ol Financial Accounting Standard (PSAK) Number 51 Quasi-Reorganization Accountancy". This matter is intended by bank, which have been enlisted in stock exchange, having the fascination for investor party. One of such fascination is dividend allotment.

Come from word "Quasi? meaning illusion or pretend, while "Reorganization" in wide meaning represent the type transfonriation of law, formation, or certain counter balance of the kind of organization chart and also company capital- Become, as one of form of company restructuring, hence Quasi-Reorganization is pretended activity to re-arrange the structure of a company.

Fundamental problems in this research are whether implementation of Quasi-Reorganization done by banking business, which enlisted at stock exchange, significantly in obtaining profit; what will be influence to income Tax; and how the eligibility of Loss Compensation of during 5 (five) year though banking have yielded profit.

This research targets are to know the implementation of Quasi- Reorganization by banking business in obtaining profit; know the influence to Income Tax after implementation of Quasi-Reorganization; and know the elegibility of Loss Compensation of during 5 (five) year though banking have yielded profit. Therefore, banking of taken as case in this research are Bank BCA, BNI and NIAGA.

Pursuant to result analyse that to be can do the dividend allotment to all stockholder, hence Bank BCA, BNI and Niaga done the Quasi-Reorganization so that deficit or deficit accumulation could be eliminated. Thereby, profit yielded needn't again used to close over the previous deficit, so that applicable to allot the dividend. These matter was brought the fresh atmosphere for the player of business immediately have activity again at effect exchange, specially for the transaction of share from the third bank of. Share transaction at effect exchange is rateble as according to the Regulation of Govemment Republic of Indonesia Number 14 Year 1997 about "lncome Tax of Income from Selling Transaction of Share in Effect Exchange". Thus, progressively the increasing of share transaction, hence progressively the income Tax too.

For the time being, during a period of Loss Compensation, government do the sacrifice of tax revenue because do not get the inclusion from Income Tax of profit, These matter was done on the chance of, after a period of Loss Compensation end, the higher Income Tax acceptance compared to years previously. Conclusion from the research result are after Bank BCA, BNI and Niaga were implemented the Quasi-Reorganization, the profit improvement seen significantly from year to year so they have done the dividend allotment to all stockholder routinely; implementation of Quasi-Reorganization by banking bussiness could increase the revenue of State Treasury; and Loss Compensation was competent to be given.

Recommend in this research is suggest the other national bank which still having of deficit in their finance balance to immediately to do the Quasi-Reorganization which is in its implementation required co-operation with the related parties that is: Bl, Bapepam and DJP.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S24437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library