Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asido Reja Amanda
Abstrak :
Tesis ini membahas kedudukan Personal Guarantor dalam proses kepailitan dimana debitur yang melakukan wanprestasi.Dalam perjanjian penanggungan (borgtoct) dikenal istilah penjamin pribadi atau Personal Guarantor yaitu orang ketiga yang menjamin debitur manakala debitur wanprestasi, dalam hukum kepailitan peran seorang Personal Guarantor dalam sangat penting, walaupun sebagai pihak ketiga Personal Guarantor sebagai penjamin dapat diposisikan sebagai debitur pada saat Personal Guarantor melepas hak istimewanya. Pada Kasus Putusan Mahkamah Agung No.868 K/Pdt.Sus/2010 Standard Chartered Bank menuntut Termohon Pailit I Tundjung Rachmanto dan Termohon Pailit II Rudy Syahputra (selaku pemegang saham dan pemberi jaminan) karena PT. HPS. (Handalan Putra Sejahtera) tidak membayar hutangnya yang telah jatuh tempo kepada Stadard Chartered Bank. Stadard Chartered Bank mengajukan kasasi karena dinilai putusan pengadilan negri tidak tepat dengan alasan, Tundjung Rachmanto dan Rudy Syahputra memiliki memiliki dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Mahkamah Agung mengabulkan permohon Standard Chartered Bank (pemohon kasasi) sesuai dalil dengan bukti-bukti yang diberikan oleh Standard Chartered Bank (pemohon kasasi). ......This thesis has contended the role of a Personal Guarantor in bankruptcy process where the Debitur is a party who performs a default. In a encumbrance agreement the term of Personal Guarantor is known, which is a third party (third person) who guarantees the Debtor when the Debtor performs a default. In a law of Bankruptcy, the role of a personal Guarantor is important although as the third party, the standing of such Personal Guarantor as the guarantor may be positioned as a debtor when the Personal Guarantor releases its privilege. In the Case of the Judgment of the Supreme Court No.868 K/Pdt.Sus/2010, Standard Chartered Bank demands the Bankruptcy Respondent I Tundjung Rachmanto and the Bankruptcy Respondent II Rudy Syahputra (as the shareholders and the guarantors) because PT. HPS. (Handalan Putra Sejahtera) did not pay its debt due to Standard Chartered Bank. Standard Chartered Bank filed a petition for cassation as it was considered that the court's judgment was inappropriate on the ground that Tundjung Rachmanto and Rudy Syahputra had two or more creditors and they did not settle at least the debt that was due and payable. The Supreme Court acceded Standard Chartered Bank?s petition (the Requester for cassation) pursuant to an argument by the evidences given by Standard Chartered Bank (the Requester for cassation).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pita Permatasari
Abstrak :
[Tesis ini bertujuan untuk melakukan analisa terhadap perlindungan hukum Pihak Ketiga akibat putusan pailit yang dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dimana hal tersebut dibahas salah satunya di penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUKPKPU tentang “hal lain-lain”. Tesis ini menggunakan metode analisa terhadap gugatan Pihak Ketiga kepada Kurator dengan berbagai dasar gugatan, yang meliputi : Pertama (1) Pihak Ketiga dalam Kasus kepailitan PT Panca Wiratama Sakti Tbk (Dalam Pailit) mengenai sewa menyewa tanah. Kedua (2) Pihak Ketiga dalam Kasus kepailitan PT Mitra Safir Sejahtera (Dalam Pailit), mengenai sertifikat tanah. Ketiga (3), Pihak Ketiga dalam Kasus kepailitan PT Bendi Oetama Raya (Dalam Pailit), mengenai kepemilikan tanah yang telah dijaminkan Hak Tanggungan. Keempat (4), Pihak Ketiga dalam Kasus kepailitan PT Sinar Central Rejeki (Dalam Pailit), mengenai sebagian tanah dan bangunan. Kelima (5), Pihak Ketiga dalam Kasus kepailitan PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas (Dalam Pailit), mengenai jual beli barang yang dilakukan oleh Debitor Pailit. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ternyata belum mampu menyelesaikan permasalahan kepailitan karena masih ada pihak yang mengajukan gugatan atas harta pailit Debitor Pailit. Hak dan kewajiban Pihak Ketiga yang diatur diluar maupun didalam UUKPKPU belum cukup melindungi segala hak-haknya, terlebih dalam kasus kepailitan karena banyaknya dampak yang terjadi setelah Debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Hal ini tidak cukup menyelesaikan permasalahan mengenai adanya perikatan yang dilakukan Pihak Ketiga dan Debitor Pailit sehingga diperlukannya peraturan perundang-undangan yang mendukung Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mana bertujuan untuk pemberesan harta pailit Debitor Pailit;This Research purpose is to analyze legal protection for Third Party as a consequence of insolvency verdict on Statute number 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law (“UUKPKPU”), whereas it was covered on explanation of clause 3 paragraph (1) regarding “Other matters”. This research use analyzing method on several Third Party lawsuit to the Curator with variety of basis for the lawsuit, that includes : First (1) Third Party Vs PT Panca Wiratama Sakti Tbk (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding land lease. Second (2) Third Party Vs PT Mitra Safir Sejahtera (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding land sertificate. Third (3) Third Party Vs PT Bendi Oetama Raya (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding land and building ownership that has being mortage. Fourth (4) Third Party Vs PT Sinar Central Rejeki (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding partial land and building ownership. Fifth (5), Third Party Vs PT Surabaya Agung Industri Pulp and Kertas (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding commodity selling by Bankrupt Debtor. Result of the research shows that Statute No 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law still unable to solve the problem of bankruptcy, because there are parties that still filed lawsuit against bankruptcy assets of Bankrupt Debtors. Third Parties rights and obligation that set on Statute No 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law are not sufficient enough to protect their rights, especially in the Bankruptcy case impact will be perceived after the debtor decided bankrupt by the commercial court. It is not enough solve the problems concerning of Third Party agreement with the Bankrupt Debtors and thus the need for legislation that supports Statute No 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law on settlement of bankruptcy assets Bankrupt Debtor. , This Research purpose is to analyze legal protection for Third Party as a consequence of insolvency verdict on Statute number 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law (“UUKPKPU”), whereas it was covered on explanation of clause 3 paragraph (1) regarding “Other matters”. This research use analyzing method on several Third Party lawsuit to the Curator with variety of basis for the lawsuit, that includes : First (1) Third Party Vs PT Panca Wiratama Sakti Tbk (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding land lease. Second (2) Third Party Vs PT Mitra Safir Sejahtera (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding land sertificate. Third (3) Third Party Vs PT Bendi Oetama Raya (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding land and building ownership that has being mortage. Fourth (4) Third Party Vs PT Sinar Central Rejeki (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding partial land and building ownership. Fifth (5), Third Party Vs PT Surabaya Agung Industri Pulp and Kertas (Bankrupt) Bankruptcy case, regarding commodity selling by Bankrupt Debtor. Result of the research shows that Statute No 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law still unable to solve the problem of bankruptcy, because there are parties that still filed lawsuit against bankruptcy assets of Bankrupt Debtors. Third Parties rights and obligation that set on Statute No 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law are not sufficient enough to protect their rights, especially in the Bankruptcy case impact will be perceived after the debtor decided bankrupt by the commercial court. It is not enough solve the problems concerning of Third Party agreement with the Bankrupt Debtors and thus the need for legislation that supports Statute No 37 year 2004 on Indonesia Bankruptcy Law on settlement of bankruptcy assets Bankrupt Debtor. ]
Universitas Indonesia, 2015
T44700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikiyuluw, James Christian
Abstrak :
Permasalahannya sering dijumpai oleh kreditur dewasa ini ketika ingin mengajukan permohonan pailit adalah informasi apakah debitur memiliki hutang yang telah jatuh tempo terhadap kreditur lain. Ketidaktahuan kreditur terhadap informasi tersebut seringkali menghambat kreditur untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debiturnya. Permasalahan tersebut ternyata dapat diatasi oleh penasehat hukum kreditur, dengan cara melakukan perjanjian pengalihan sebagian piutang secara cessie. Akibat hukum dengan adanya perjanjian pengalihan sebagian piutang secara cessie tersebut adalah munculnya kreditur baru. Dengan adanya kreditur baru tersebut maka terpenuhilah persyaratan permohonan pailit yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan yaitu memiliki hutang yang sudah jatuh tempo kepada 2 kreditor atau lebih, sehingga debitur dapat dipailitkan ke pengadilan Niaga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan cessie atas sebagian piutang yang dilakukan sebagai upaya untuk mempailitkan debitur, serta mencoba untuk membuktikan bahwa pembeli sebagian piutang tersebut adalah badan hukum yang memang secara sengaja dibentuk oleh kreditur utama, khususnya dalam kasus cessie atas sebagian piutang PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode penelitian normatif dikarenakan menggunakan data sekunder sebagai alat pengumpulan datanya, diantaranya peraturan perundangundangan dan buku-buku terkait. Hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya perjanjian pengalihan sebagian piutang secara cessie tersebut adalah tidak sah (batal demi hukum) karena pelaksanaan perjanjian pengalihan sebagian piutang secara cessie tersebut telah melanggar peraturan perundangundangan, didasarkan pada itikad tidak baik dan telah merugikan pihak ketiga yaitu PT Saint Gobain Abrasives Indonesia yang telah kehilangan haknya dalam bidang harta kekayaan karena status kepailitan yang diperolehnya. ......The problem often encountered by creditors today when they want to file for bankruptcy is information on whether the debtor has debts that are due to other creditors. Ignorance creditors to such information often prevent creditors to file a bankruptcy petition against the debtor. Those problems can be overcome by legal counsel creditor, by way of transfer of some receivables agreement with cessie. The legal consequences with their transfer agreement cessie portion of the receivables is the emergence of new creditors.With the new creditor of the bankruptcy petition it fulfilled the requirements set out in the Insolvency Act is a debt that is due to two or more creditors, so that the debtor can bankrupt the court to Commerce. This study aims to determine the validity of part cessie receivables as part of efforts to mempailitkan debtors, as well as trying to prove that the buyer majority of these receivables is a legal entity that intentionally formed by the main creditor, in particular in the case of a portion of receivables cessie PT Daya Satya Abrasives on PT Saint Gobain Abrasives Indonesia to PT Multi Usaha Karya Bersama. This research was conducted qualitatively by normative research methods because using secondary data as a means of collecting data , including legislation and related books. Results of this study we concluded that basically transfer agreement cessie most receivables are invalid ( void ) due to the implementation of the agreement transfer of some receivables cessie had violated laws and regulations , based on bad faith and has been detrimental to a third party, namely PT Saint Gobain Abrasives Indonesia who have lost their rights in the field of wealth because bankruptcy status gained.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfredo Joshua Bernando
Abstrak :
Penerapan hukum kepailitan di Indonesia untuk menyatakan pailitnya seseorang atau suatu perusahaan membutuhkan pembuktian sederhana, dimana hanya membutuhkan syarat mempunyi dua atau lebih kreditur dan mempunyai setidaknya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pembuktian yang sangat sederhana ini tidak menyertakan insolvency test sebagai salah satu syarat untuk mendasari pertimbangan Majelis Hakim untuk memutus pailit dalam putusan pengadilan niaga. Hal ini cenderung tidak proporsional karena merugikan pihak debitur, dimana Prinsip Keadilan adalah salah satu Prinsip atau Asas yang mendasari Hukum Kepailitan di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adanya insolvency test dapat menunjukan bahwa seseorang atau suatu perusahaan sebagai debitur dalam keadaan solven atau insolven, sehingga dapat dipertimbangkan apakah aset-aset yang dimiliki oleh debitur dapat membayar utang-utangnya atau tidak. Tidak adanya penerapan insolvency test dalam proses kepailitan menutup kemungkinan untuk melihat hal-hal tersebut sehingga debitur dapat dengan mudah untuk dipailitkan. Sehingga, insolvency test perlu untuk diterapkan dalam proses kepailitan serta diperbaharui peraturannya agar tidak menciderai prinsip keadilan yang menjadi dasar dari hukum kepailitan di Indonesia. ......The application of bankruptcy law in Indonesia to declare someone or a company bankrupt requires simple proof, where it only needs the condition of having two or more creditors and at least one debt that has matured and is demandable. This very simple proof does not include the insolvency test as one of the conditions to substantiate the consideration of the Judges' Panel to decide bankruptcy in a commercial court ruling. This tends to be disproportionate as it harms the debtor, where the Principle of Justice is one of the principles underlying Bankruptcy Law in Indonesia, namely Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. The existence of an insolvency test can show that an individual or a company as a debtor is in a solvent or insolvent condition, so it can be considered whether the assets owned by the debtor can pay off its debts or not. The lack of the application of the insolvency test in the bankruptcy process closes the possibility of examining these matters, making it easy to declare bankruptcy for debtors. Thus, the insolvency test needs to be applied in the bankruptcy process and its regulations need to be updated to avoid undermining the principle of justice that is the basis of bankruptcy law in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Purbo Jati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan cessie atas sebagian piutang yang dilakukan sebagai upaya untuk mempailitkan cessus, khususnya dalam kasus cessie atas sebagian piutang PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama. Penelitian ini penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku terkait. Hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya cessie atas sebagian piutang tersebut adalah tidak sah karena pelaksanaan perjanjian cessie tersebut didasarkan pada itikad buruk dan telah merugikan pihak ketiga sehingga menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap ketertiban umum dimana PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kehilangan haknya dalam bidang harta kekayaan karena status kepailitan yang diperolehnya. ......This research aims to determine the validity of Partial Assignment on personal lien that undertaken in an effort to obtain the status of bankruptcy for Cessus, especially in the case of Partial Assignment that performed by PT Daya Satya Abrasives to PT Multi Karya Usaha Bersama in order to obtain the status of bankruptcy for PT Saint Gobain Abrasives Indonesia. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation and books. From this research, it is concluded, that basically, that partial cession was not legally because the implementation of assignment agreement was not carried out in good faith and it has been detrimental to the third party that caused the violation of public order which PT. Saint Gobain Abrasives can't use its rights in the field of property because of the status of bankruptcy that given to him.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ian Martin P.L.
Abstrak :
Kepailitan mempunyai akibat bagi seluruh kreditur, tidak terkecuali Kreditrur Penerima Jaminan Fidusia. Pengembalian uang Debitur kepada Kreditur dalam hal Debitur dinyatakan Pailit akan sangat tergantng pada kedudukan dari kreditur tersebut. Kedudukan Kreditur Penerima Jaminan Fidusia adalah sebagai Kreditur Preferen. Hak ini tidak hapus karena adanya Kepailitan atau likuidasi Debitur Pemberi Jaminan Fidusia. Kreditur Preferen (Secured Creditors) dalam Kepailitan biasanya disebut Kreditur Separatis. Kreditur Penerima Jaminan Fidusia sebagai Kreditur Separatis sangat berkepentingan agar tetap dapat mengeksekusi haknya seolah-oleh tidak terjadi Kepailitan. ......Bankrupt has effect to all creditors, neither nor creditor fich receive guarantee fiducia. The debt returning of debtor to creditor, in the casa of debtor are nonis as bangkrupt, it's depend on the position of creditor itself. The position of creditors which receives gauarantee fiducia is as secure creditor, their rights are not vanished, because there are bangkrupting and liquidation of debtor guarantee fiducia receiver. Secure creditors are usually called as saparatish creditors. Debtor guarantee fiducia receiving as separatish creditors fas responsible in other to can still execute as if as there are not bangkrupting.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Hanjani Putri
Abstrak :
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah upaya hukum yang dapat diajukan terhadap penetapan imbalan jasa kurator dan aturan yang dipakai untuk menentukan besaran imbalan jasa kurator pada putusan No. 48PK/Pdt.Sus-Pailit/2013. Bahwa penetapan imbalan jasa kurator merupakan permohonan secara sepihak, tidak ada pihak lawan maka untuk pihak yang dirugikan (PT.Telkomsel) dapat melakukan pembatalan terhadap penetapan tersebut ke Mahkamah Agung. Dan untuk aturan imbalan jasa kurator yang diberlakukan dalam perkara ini yaitu tetap pada peraturan yang lama karena kepailitan PT. Telkomsel telah berakhir sebelum adanya peraturan yang baru.
This thesis was using a normative juridical approach as its research method with secondary data as the primary data source. As for the subject matter in writing this thesis was a remedy which may be brought against the determination of costs and compensation for services of curator and the prevailing laws and regulations used to determine such costs and compensation based on the Decision of the Supreme Court of (“Decision”). Whereas, the determination of such costs and compensation was a plea in a unilateral manner, where none of the parties opposed. Thus, the inflicted loss party (PT Telkomsel) may file cancellation against the Decision. The laws and regulations which prevail in this case were the preceding laws and regulations for the reason that this case has ended before the presence of the new regulation.
2014
S54362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardamean Octavianus
Abstrak :
Terdapat beberapa kreditor yang memiliki hak mendahulu dalam kepailitan Batavia Air. Akan tetapi terdapat inkonsistensi dalam perundangundangan di Indonesia sehingga mengaburkan kedudukan dari hak mendahulu.Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai hak mendahulu yang dimiliki oleh negara melalui utang pajak, pekerja/buruh melalui utang pajak, dan utang terhadap kreditor separatis berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, pokok permasalahan lainnya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai urutan kreditor dalam kepailitan Batavia Air.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan utang pajak, utang terhadap kreditor separatis, dan utang upah terhadap pekerja/buruh dalam suatu kepailitan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan juga untuk mengetahui bagaimana urutan kreditor dalam kepailitan Batavia Air. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundangundangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder dan data primer berupa wawancara. Berdasarkan hasil penelitian terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Kepailitan, Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Hak Tanggungan diketahui bahwa utang terhadap kreditor separatis harus didahulukan pelunasannya dibandingkan dengan utang pajak dan utang upah terhadap pekerja/buruh dan diantara utang pajak dan utang upah, utang upah harus didahulukan karena adanya asas-asas dalam ketenagakerjaan dan juga asas dalam menarik pajak. ......There are precedent creditors in Batavia Air Bankruptcy. However, there is inconsistency in regulations making the regulation about the precedent right seems unclear. What discussed within this thesis is the “right to precede” based on Indonesia regulation owned by State through taxation, worker/labour through the woker/labour’s wage, and separated creditor. Next is about the sequence of creditors in Batavia Air Bankruptcy. The aim of this thesis is to reveal the position of each creditor in bankruptcy based on Indonesia regulation and this thesis also aims to reveal the sequence of creditors in Batavia Air Bankruptcy. The research method used in this thesis is juridical normative which this research is vary depending to the regulation research and library research. This thesis is using secondary data and primary data which means the data collected by doing interview. Based on the research of Indonesian Civil Code, Taxation Act, Bankruptcy Act, Laboring Act, and Mortgage Act, this thesis reveals that, the debt to the separated creditor should be paid before the state’s or the worker/labour’s, and the debt to the labour/worker’s should be paid before to the state’s since there are some existing principles both in the law of labour/worker and in taxation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54425
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Carolina
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai eksekusi jaminan fidusia pada saat debitur pailit. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai kedudukan jaminan fidusia sebagai jaminan umum. Kedua pembahasan mengenai ketepatan Mahkamah Agung dalam mengambil keputusan yang berbeda dengan Pengadilan Niaga dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 01/Pailit Lain Lain/ 2009/ PN.Niaga.Jkt.Pst. Kasus yang digunakan dalam pembahasan ini merupakan kasus eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh kreditur pemegang jaminan fidusia yaitu PT Bank Mega Tbk., pada saat debitur , yaitu PT Tripanca Group telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menyumpulkan bahwa jaminan fidusia bukan merupakan jaminan umum, melainkan merupakan jaminan khusus selama benda yang merupakan objek jaminan fidusia telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia dan bahwa putusan Mahkamah Agung telah tepat untuk membatalkan putusan Pengadilan Niaga yang memasukkan objek jaminan fidusia ke dalam boedel pailit. ...... This thesis discusses the execution of object of fiduciary guarantee on bankrupted debtor. This thesis focuses mainly on two issues. First, a discussion of the position of fiduciary guarantee as a general guarantee. Second, a discussion upon the accuracy of the Supreme Court to give a verdict contrary to the verdict given by the Commercial Court on Supreme Court Decision No. 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Comercial Court Decision No. 01/Pailit lain lain/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. The case as used in this thesis is a case concerning the execution of an object of a fiduciary guarantee done by a creditor who received a fiduciary guarantee, which is PT Bank Mega Tbk., after a debtor, which is PT Tripanca Group, which has been declared bankrupt by the Commercial Court. This research is a normative juridical research which focuses its approach on the legislation, comparative approach and case study. This research concludes that a fiduciary guarantee is not a general guarantee, but it is a special guarantee as long as the object of the fiduciary guarantee has been listed in the Fiduciary Registration Office and that the Supreme Court decision had given the appropriate verdict on nullifying the Commercial Court Decision that included the object of the fiduciary guarantee as a bankruptcy asset
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2014
S55931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Hari Benarto J.M.H.
Abstrak :
Pembahasan dalam skripsi ini adalah pemberesan harta pailit melalui pelaksanaan lelang oleh kantor lelang, dengan studi kasus PT Interkon Kebon Jeruk. Dalam proses kepailitan apabila debitor dinyatakan pailit, maka kurator akan melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pasal 185 Undang-Undang Kepailitan mengintrodusir dua cara penjualan aset-aset debitur pailit, yaitu dengan cara melakukan penjualan di muka umum atau melakukan penjualan di bawah tangan dengan izin hakim pengawas. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana prosedur dan persyaratan lelang eksekusi harta pailit pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang dan apakah persyaratan lelang eksekusi harta pailit PT Interkon Kebon Jeruk telah terpenuhi, sehingga dapat dilakukan pelaksanaan lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Pada akhirnya, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa lelang eksekusi harta pailit ada tiga tahap yang harus dijalankan, yaitu tahap persiapan lelang, tahap pelaksanaan lelang, dan tahap pasca lelang. Persyaratan bersifat khusus lelang eksekusi harta pailit tidak dapat dipenuhi oleh Kurator dalam pemberesan harta pailit PT Interkon Kebon Jeruk, sehingga tidak dapat memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang yang pada akhirnya tidak dapat dilakukan pelaksanaan lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I.
This undergraduate thesis discusses the settlement of bankruptcy assets through auction by the auction office, with the case of PT Interkon Kebon Jeruk used as the case study. In bankruptcy proceedings, if the Debitor has been declared bankrupt, the Curator shall perform the management and settlement of the bankruptcy assets. Article 185 of Law on Bankruptcy introduces two ways of selling the asset of bankrupt Debitor, which is through selling in public and selling in private upon the permission of the Supervisory Judge. This research is a normative research with descriptive type of research typology. In this research, the issue of concern is how is the procedure and requirements of execution auction of bankruptcy assets on the State Assets and Auction Service Office, and whether those requirements of execution auction of bankruptcy assets of PT Interkon kebon Jeruk are fulfilled or not so the implementation of auction by the State Assets and Auction Service Office can be done. In the end, the researcher came to the conclusion that on the execution auction of bankruptcy assets, there are three steps that must be executed. The three steps are auction preparation, implementation of auction, and post-auction. The Curator in the process of settlement of PT Interkon Kebon Jeruk?s bankruptcy assets cannot fulfill the special requirements of execution auction of bankruptcy assets, so the formal legality of subject and object of auction cannot be met, which in the end, the State Assets and Auction Service Office Jakarta I cannot implement the auction.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>