Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusmaniar
"Legionellosis is a collection of infection that emerged in the second half of the 2Oth century, and that are caused by Legionella pneumophila and related bacteria. Legionellosis consists of two clinical syndromes, Legionnaires?disease is characterisized by pneumonia and pontiac fever is self-limiting, influenza like illness. Outb According this study, the sensitivity of duplex PCR to detect Legionella pneumophila in sterile NaCl 0.9% is 2.8 CFU/ml. The sensitivity of the duplex PCR in seeded water samples are 62 CFU/400ml of tap water sample, 32 CFU/400ml of sterile distiiled water and 32 CFU/400 ml of sterile NaCl 0.9%. The culture method in this study can not recovered Legionella from seeded water samples. The presence of Legionella .spp and Legionella pneumophila in cooling tower water was investigated using the duplex PCR. Of 9 cooling tower water sample and 3 tap water sample, 8 were positive for Legionella spp, 1 were positive for Legionella pneumophila and 3 were negative. According detection Legionella in seeded water samples and cooling tower water, the culture method can not be used to recover Legionella, but the duplex PCR can be used as rapid detection for Legionella spp and Legionella pneumophila.

Legionella pneumophila merupakan penyebab utama lgionellosis yang mulai muncul pada pertengahan abad 20. Legionellosis dapat berkembang menjadi dua keadaan klinik, pertama Legionnares? disease yang merupakan penyakit multi sistem pneumonia, kedua Pontiac fever suatu penyakit mirip dengan flu dan dapat sembuh dengan sendirinya. Umumnya kasus legionellosis terjadi akibat dari kontaminasi pada sistem air panas maupun dingin pada gedung bertingkat seperti cooling tower, kondensor, spa, kolam renang, Oleh karena itu deteksi bakteri Legionellla pada sistem air di gedung bertingkat dan rumah sakit diperlukan untuk mencegah legionellosis nosokomial ataupun komunitas. Deteksi legionella dengan metode konvensional memerlukan media khusus dan waktu inkubasi yang lama. Pada penelitian ini duplex PCR dikembangkan untuk mendeteksi Legionella spp dan Legionella pneumophila pada sampel air cooling lower, dengan primer dari sekuens gen 16S rRNA unluk mendeteksi Legionella spp Serta primer sekuens gen nano untuk mendeteksi Legionella pneumophila. Pada penelitian ini Duplex PCR dapat digunakan untuk mendeteksi Legionella pneumophila dalam suspensi NaCl 0.9% hingga batas deteksi 2,8 CFU/ml. Hasil uji simulasi menggunakan sampel air yang ditambahkan pengenceran berseri Legionella pneumophila menunjukkan batas deteksi hingga 62 CFU/ 400 ml air kran, 32 CFU/400 ml akuadest steril dan 32 CFU/ 400 ml NaCl 0.9% stril. Hasil uji sirnulasi dengan metode kultur tidak menunjukkan pertumbuhan koloni pada agar BCYE plus. Hasil uji coba Duplex PCR terhadap 9 sampel air cooling tower dan 3 sampel air kran adalah satu sampel menunjukkan pita spesiiik L. pneumophia, 8 sampel yang menunjukkan pita spesifik Legionella spp dan 3 sampel negatif. Berdasarkan uji simulasi dan pemeriksaan sampel air cooling lower; metode kultur pada penelitian ini belum dapat mendeteksi keberadaan bakteri Legionella, sedangkan deteksi Legionella spp dan L. pneumophila dapat dilakukan dengan metode duplex PCR."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T32881
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiz Hari Nugraha
"Latar Belakang
Pleuritis tuberkulosis (Pleuritis TB) merupakan TB ekstra paru terbanyak kedua setelah limfadenitis TB. Diagnosis pleuritis TB ditegakkan melalui temuan M. tuberculosis pada cairan pleura atau granuloma kaseosa pada spesimen biopsi pleura. Xpert MTB/RIF ultra merupakan metode polymerase chain reaction (PCR) berbasis cartridge untuk mendeteksi kompleks DNA M. tuberculosis. Xpert MTB/RIF ultra lebih sensitif dibandingkan Xpert MTB/RIF sebelumnya dan kini digunakan di seluruh Indonesia. Namun, sensitivitas untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF ultra pada cairan pleura masih rendah. Torakosentesis dengan teknik barbotase merupakan metode baru yang diadopsi dari teknik barbotase pada karsinoma urotelial. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan positifitas Xpert MTB/RIF ultra antara torakosentesis konvensional
dengan teknik barbotase pada pleuritis TB.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain potong lintang yang dilakukan di RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia. Penelitian ini melibatkan 50 subjek yang dipilih berdasarkan kecurigaan klinis pleuritis TB. Cairan pleura diambil dari rongga pleura dengan pungsi pleura teknik konvensional dan pada subjek yang sama dilakukan teknik barbotase, sampel dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF ultra. Hasil uji Xpert MTB/RIF ultra pada dua kelompok dibandingkan satu sama lain untuk mengetahui nilai positifnya. Statistik Kappa dan Mc- Nemar digunakan untuk membandingkan antara dua variabel berpasangan. Semua data dicatat dan dianalisis dengan menggunakan SPSS v26.
Hasil
Diagnosis pleuritis TB dengan Xpert MTB/RIF ultra menggunakan kedua teknik tersebut adalah 19 dari 50 (38%) pasien. Dari teknik konvensional, hasil Xpert MTB/RIF ultra positif pada 13 dari 50 (26%) pasien. Positifitas Xpert MTB/RIF ultra pada teknik barbotage meningkat menjadi 38% (19 dari 50 pasien). Torakosentesis dengan kedua teknik menunjukkan nilai koefisien kappa dengan kesesuaian cukup dalam deteksi Xpert MTB/RIF ultra (K=0,542; p<0,001). Terdapat perbedaan hasil antara teknik konvensional dan barbotage (p<0,031).
Kesimpulan
Torakosentesis dengan teknik barbotase merupakan teknik baru yang menjanjikan untuk meningkatkan kepositifan Xpert MTB/RIF ultra dalam diagnosis pleuritis TB.

Background
Tuberculous pleurisy is the second most common form of extrapulmonary TB after lymphadenitis TB. The diagnosis of tuberculous pleurisy is still challenging. Definite diagnosis established via demonstration of M. tuberculosis in pleural fluid or caseous granuloma in pleural biopsy specimen. Xpert MTB/RIF ultra is a cartridge-based polymerase chain reaction (PCR) methods to detect DNA complex of M. Tuberculosis. Xpert MTB/RIF ultra is more sensitive than previous Xpert MTB/RIF and is now used throughout Indonesia. However, sensitivity for the Xpert MTB/RIF ultra assay in pleural fluid is still poor. Thoracentesis with barbotage technique is a new methods adopted from urinary bladder barbotage that has better sensitivity than urine cytology. This study aims to compare pleural fluid Xpert MTB/RIF ultra positivity between
conventional thoracentesis and barbotage technique in TB pleurisy.
Methods
This is experimental cross sectional study, conducted at Persahabatan Hospital National Respiratory Center, Jakarta Indonesia. This study include 50 patients selected by the clinical suspicion of TB pleurisy. Pleural fluid was obtained from the pleural cavity with the conventional technique and on the same subject followed by thoracentesis with barbotage technique, the sample was sent to microbiology laboratory for Xpert MTB/RIF ultra examination. The result of Xpert MTB/RIF ultra assay in two grups were compared with each other for the positivity value. Kappa statistic and Mc-Nemar’s test was applied to compare variables. All the data was recorded and analyzed by using SPSS v 26.
Result
Confirmed diagnosis of TB pleurisy with Xpert MTB/RIF ultra using both techniques was 19 of 50 (38%) patients. From the conventional technique the result of Xpert MTB/RIF ultra was positive in 13 of 50 (26%) patients. The positivity of Xpert MTB/RIF ultra in barbotage technique was increase to 38% (19 of 50 patients). Thoracentesis with both techniques showed a kappa coefficient of moderate agreement in Xpert MTB/RIF ultra detection (K=0,542; p<0,001). There are differences in results between conventional and barbotage techniques (p <0,031).
Conclusion
Thoracentesis with barbotage technique is a promising novel technique to increase the positivity of Xpert MTB/RIF ultra in the diagnosis of TB pleurisy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Findra Setianingrum
"Infeksi saluran napas bawah merupakan salah satu infeksi penyebab kematian terbesar di dunia. Seiring dengan banyaknya kasus infeksi saluran napas bawah maka pemakaian antibiotik untuk mengatasinya pun semakin meluas, diantara antibiotik tersebut ialah siprofloksasin Oleh karena itu pola kepekaan bakteri, dalam hal ini bakteri gram negatif, perlu diketahui guna menjaga agar terapi yang diberikan pada pasien efektif dan tepat guna. Terlebih lagi, Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) Departemen Mikrobiologi FKUI merupakan laboratorium yang menerima spesimen dari banyak rumah sakit di Jakarta termasuk Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang merupakan rumah sakit rujukan nasional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder isolat sputum tahun 2000-2005 di LMK FKUI yang mengandung bakteri gram negatif kemudian diuji sensitivitasnya terhadap siprofloksasin.
Metode penelitian yang digunakan ialah cross sectional. Hasilnya terdapat 2744 isolat bakteri gram negatif dengan tiga bakteri terbanyak yaitu Klebsiella pneumoniae ss pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacter aerogenes. Ketiga bakteri tersebut mengalami penurunan sensitivitasnya terhadap siprofloksasin (K. pneumoniae ss pneumonia: 79.90% ?³ 62.86%, Pseudomonas aeruginosa: 73.68% ?³ 52.20% dan Enterobacter aerogenes: 79.03% ?³ 61.36% ). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan di rumah sakit, klinisi, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam penanganan kasus infeksi di Indonesia.

Lower respiratory tract infection (LRTI) is one of the biggest cause of death related to infections around the world. The spread of LRTI followed by the wide use of antibiotics, included ciprofloxacin. For that reason, bacterial sensitivity pattern, in this case gram negative bacteria, is important to be knew to get the effective therapy for patients. Moreover, Clinical Microbiology Laboratory FKUI is references of many hospitals in Jakarta include Ciptomangunkusomo Hospital (RSCM) which is national reference hospital. This research use secunder data from sputum isolates contain bacteria gram negative that entered to LMK Department of Microbiology FKUI in from 2000 until 2005. Then, the isolates is examined for their sensitivity pattern against ciprofloxacin.
The research metode for this research is cross sectional. The result of this research, there is 2744 isolates that contain bacteria gram negatives. The most common bacterias are Klebsiella pneumoniae ss pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, and Enterobacter aerogenes. The sensitivity against ciprofloxacin in these three bacteria are decrease (K. pneumoniae ss pneumonia: 79.90% ?³ 62.86%, Pseudomonas aeruginosa: 73.68% ?³ 52.20% and Enterobacter aerogenes: 79.03% ?³ 61.36% ). This result could be used for further evaluation for stake holder in hospital, physician, and others that involved in control infection diseases in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryasni
"Infeksi saluran napas bawah telah menjadi penyebab banyak penggunaan antibiotik dan banyaknya kunjungan ke dokter di seluruh dunia. Infeksi saluran napas bawah terutama pada orang dewasa sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Belakangan ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri gram negatif. Kepekaan suatu bakteri umumnya berubah-ubah terhadap suatu antibiotik. Untuk itu diperlukan suatu kajian berkala untuk mengetahui pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik sebagai landasan dalam melakukan educated guess therapy.
Metoda penelitian ini adalah cross-sectional terhadap 2456 isolat yang berasal dari sputum penderita infeksi saluran napas bawah yang mengirimkan sampel ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik Departemen Mikrobiologi FKUI pada tahun 2001-2005. Kemudian dilakukan uji sensitivitas terhadap amoksisilin.
Hasil penelitian didapatkan 28 jenis bakteri. Tiga bakteri yang memenuhi besar sampel dan kriteria inklusi adalah Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter aerogenes. Persentase kepekaan Klebsiella pneumoniae ss pneumonia 12.5% pada tahun 2001 menjadi 25.71% pada tahun 2005, Pseudomonas aeruginosa 3.94% tahun 2001 menjadi 6.59% tahun 2005, Enterobacter aerogenes 20.96% tahun 2001 menjadi 19.04% tahun 2005. Kebanyakan bakteri Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter aerogenes telah resisten terhadap amoksisilin.

Globally, lower respiratory tract infections account for a large proportion of antibiotic prescriptions and visits to family practitioners. Lower respiratory tract infections especially in adult, most of them cause by bacteria. Recently, reports from several cities in Indonesia mentioned that bacteria found in sputum of pneumonia patients are gram negative bacteria. Susceptibility of bacteria toward an antibiotic usually changes. Therefore, there should be an investigation to monitor the susceptibility pattern of bacteria toward antibiotic as a base to give an educated guess therapy.
Methods of this research is cross-sectional design toward 2456 isolate from sputum of lower respiratory tract infection patient in Clinical Microbiology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) in 2001-2005.
The result is there are 28 species of bacteria. Three bacteria that fulfill the inclusion criteria are Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa and Enterobacter aerogenes. The susceptibility percentage of K. pneumoniae ss pneumonia 12.5% in 2001 become 25.71% in 2005, P. aeruginosa 3.94% in 2001 become 6.59% in 2005, and E. aerogenes 20.96% in 2001 become 19.04% in 2005. Most of Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa and Enterobacter aerogenes bacteria already resistant to amoxicillin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library