Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurifah
Abstrak :
Sejak dahulu masalah perilaku pada anak telah menjadi topik bahasan yang menarik bagi masyarakat dan para ahii. Perilaku dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. pertama kali disebut sebagai "Fidgety Phill" yang dikemukakan oleh Heinrich Hoffman. Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas (GPPH) atau attention defisit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perilaku yang ditandai kesulitan memusatkan perhatian, perilaku yang impulsif, dan aktifitas berlebihan yang tidak sesuai dengan umurnya. Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas merupakan kelainan psikiatrik.dan gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Prevalens GPPH berkisar antara 3%-5% pada anak usia sekolah. Insiden GPPH di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi dari 2%-20% pada anak usia sekolah dan 3%-5% pada anak prapubertas. Prevalens GPPH di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Insiden GPPH lebih sexing dijumpai pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3-5:1. Prestasi akademik terhadap mata pelajaran di sekolah terutama pada anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat mempengaruhi akan keberhasilan dalam pendidikan dimasa depan. Prestasi akademik yang baik pada saat sekolah dasar akan menjadi landasan untuk dapat mencapai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Anak yang mengalami' gangguan dalam memusatkan perhatian, impulsif dan hiperaktif akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengatasi pelajaran yang didapatkan di sekolah. Bila anak sulit un.tuk memusatkan perhatian maka akan terjadi hambatan dalam prestasi aliademik, terutama pada mats pelajaran yang membutuhkan konsentrasi. Hambatan ini apabila tak diatasi dengan tepat bisa menyebabkan kegagalan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pada populasi umum proporsi anak yang mengalami kesulitan dalam kegiatan akademik berkisar antara 10% - 20%. Sedangkan pada anak GPPH proporsinya lebih besar, berkisar antara 30%-40%. Anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam belajar, terutama pada mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Anak usia sekolah yang menderita GPPH akan berlanjut sampai masa remaja sekitar 30%-80% dan berlanjut sampai dewasa bila tidak ditanggulangi dengan baik sekitar 65%. Gejala yang menetap hingga masa remaja berhubungan dengan kemampuan di bidang akademik, perilaku dan masalah sosial. Pasien yang mengalami pengurangan gejala pada saat remaja akan mempunyai interaksi sosial dalam masyarakat sama dengan anak normal dan tidak melakukan penyalahgunaan obat, namun tidak sama dalam kemampuan akademik. Bila tidak dilakukan intervensi akan menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap pasien itu sendiri, keluarga, sekolah dan masyarakat di sekitarnya. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dapat dikemukakan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana prestasi akademik anak GPPH pada usia sekolah ? b. Apakah prestasi akademik anak GPPH lebih rendah dibandingkan anak bukan GPPH pada usia sekolah?
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Tiksnadi
Abstrak :
Latar belakang: Penegakkan diagnosis gangguan pemusatan perhatianlhiperaktivitas (GPPH), suatu gangguan perilaku terbanyak pada anak usia SD, dilakukan secara subjektif. Anak GPPH menunjukkan berbagai spektrum gangguan kognitif yang sering menyebabkan kegagalan fungsi kehidupan sosial dan akademik. Pemeriksaan P300 event-related potential (ERP) merupakan teknik pemeriksaan neurofisiologis yang wring digunakan untuk meuilai fungsi kognitif secara objektif. Tujuan: Untuk mengetahui profil pemeriksaan P300 pada anak GPPH. Metoda: studi potong lintang pemeriksaan ERP auditorik diskriminasi 2 nada pada 75 anak GPPH yang memenuhi kriteria inklusi. Performa motorik dan gelombang ERP yang timbal terhadap nada target direkam dan dianalisis. Hasil: Rerata kecepatan reaksi, hits, dan latensi gelombang P300 didapatkan berbeda bermakna antara tipe-tipe GPPH (inatentif, hiperaktif, dan kombinasi). Anak GPPH dengan komponen inatentif menunjukkan kecepatan reaksi dan latensi gelombang P300 yang memanjang (p<0.001), serta hits yang lebih rendah (p<0.01). Commission error cenderung lebih tinggi pada anak GPPH dengan komponen hiperaktif. Pada anak GPPH tipe hiperaktif juga taxnpak kecenderungan respon motorik yang mendahului terbentuknya gelombang P300. Amplitudo gelombang P300 pada sadapan frontal ditemukan lebih tinggi pada anak GPPH tipe inatentif. Kesimpnlan: Pemeriksaan P300 auditorik diskriminasi 2 nada dapat digunakan untuk menilai fungsi kognitif anak GPPH. Inatentivitas dan hiperaktivitas rnempengarubi performa motorik dan latensi gelombang P300. Amplitudo yang tinggi di area frontal mungkin merupakan mekanisme kompensasi anak GPPH dalam upaya mengatasi gangguan atensi yang terjadi. ......Background: Subjective behavioral assessment of attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD), the most common pediatric behavioral disorder in school-aged children, has norm to date. Children with ADHD commonly show some spectrums of cognitive dysfuction; accounting for many social and learning problems. P300 event-related potential (ERP), as a neurophysiological technique, provides measurements of speck cognitive domains objectively. Objective: To investigate profiles of P300 ERP in school-aged children with ADHD. Method: Auditory ERP two-tone discimination ('oddball') paradigms were recorded from 75 children diagnosed with ADHD (inattentive, hyperactive, and combined type). Motor performances and ERPs elicited to target stimul were analyzed for between-group differences. Results: Reaction times (RTs), hits, and P300 latency were significantly differ between groups. Slower RTs, poorer hits, and longer P300 latency were significantly recorded in groups with inattentive component (p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Gemayuni Yusman
Abstrak :
Terdapat berbagai masalah klinis yang dapat terjadi dalam masa perkembangan anak. Masalah-masalah tersebut seharusnya menjadi perhatian karena berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi dan dapat berlanjut hingga masa dewasa. Salah sate masalah klinis adalah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder), yang merupakan suatu gangguan perkembangan, dalam bentuk gangguan pemusatan perhatian. Gangguan ini memiliki tiga gejala utama, yaitu inattention (kurang mampu memperhatikan), impulsivitas, dan hiperaktivitas (Wenar & Kerig, 2000). Anak yang didiagnosa ADHD seringkali memiliki gangguan psikiatris lain dan mengalami serangkaian resiko kesehatan, perkembangan, dan sosial. ADHD diklasifkasikan dalam DSM-IV sebagai disruptive behavior disorder' karena adanya kesulitan yang signifikan dalam perilaku sosial dan penyesuaian sosial. Perilaku interpersonal anak ADHD lebih impulsif, mengganggu, berlebihan, tidak teratur, agresif, intens, dan emosional, sehingga mereka mengalami kesulitan dan gangguan dalam alur interaksi sosial biasa yang resiprokal dan kooperatif, yang merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial anak. Barkley (2004) mengungkapkan bahwa ketika anak ADHD memasuki sekolah dasar, masalah dalam ketiga karakteristik utama berlanjut dan ditambah dengan berbagai kesulitan karena sekarang masalah mungkin terjadi di sekolah dan rumah. PrevaIensi ADHD pada usia sekolah mencapai sekitar 5 % dari anak usia sekolah (Wenar & Kerig, 2000). Masalah sosial pada anak ADHD muncul bukan hanya karena perilaku inattentive, hiperaktif, dan impulsif mereka, namun juga merupakan konsekuensi dari ekspresi emosi, raut muka, nada bicara, dan Bahasa tubuh yang berlebihan, lebih terbatasnya timbal batik dalam interaksi, kurang digunakannya pemyataan sosial yang positif, lebih negatifnya aksi fisik, dan terbatasnya pengetahuan akan keterampilan sosial (Barkley, 2004). Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995), keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial dan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain secara timbal balik. Selain treatment dengan obat-obatan, anak ADHD membutuhkan bantuan khusus untuk mengembangkan tehnik dalam mengelola pola perilaku, termasuk cara berinteraksi dengan orang lain (National Institute of Mental Health, 2000). Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk menyusun suatu program pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD usia sekolah (6 -- 12 tahun). Pelatihan yang dilakukan merupakan modifikasi dari program pelatihan keterampilan sosial yang dikembangkan oleh Goldstein & Pollock (1988). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan sosial anak usia sekolah yang mengalami ADHD melalui program pelatihan keterampilan sosial. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pengambilan sampel penelitian akan dilakukan melalui pemeriksaan psikologis. Subyek penelitian adalah 3 anak usia sekolah dengan diagnosis ADHD pada Axis I. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner asesmen keterampilan sosial yang diisi oleh guru dan orangtua sebelum dan sesudah subyek mengikuti pelatihan (pre and post training). Berdasarkan hasil kuesioner sebelum pelaksanaan program pelatihan serta wawancara dengan guru dan orangtua subyek, peneliti menentukan target pelatihan yaitu keterampilan sosial yang dianggap masih kurang atau buruk pada ketiga subyek. Tiga keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan adalah Bertanya dengan Baik, Mengikuti PerintahlInstruksi, dan Menyadari Akibat Tindakannya terhadap prang Lain. Peneliti juga menggunakan token reinforcement berupa stiker "senyum" untuk menguatkan keterampilan sosial yang dilatihkan dan agar subyek bersikap kooperatif selama pelatihan. Token yang telah dikumpulkan oleh subyek dapat ditukarkan dengan hadiah pada hari terakhir pelatihan. Selama pelaksanaan pelatihan, peneliti melakukan observasi terhadap perilaku maupun jawaban-jawaban yang diberikan subyek pada tiap pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial yang telah dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan (dengan tiga kali pertemuan inti untuk melatih keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan) memperlihatkan terjadinya perkembangan keterampilan sosial pada subyek penelitian. Hasil kuesioner yang diisi 10 hari sesudah pelatihan (post training) menunjukkan bahwa dua subyek mengalami perubahan dalam hal keterampilan sosial sedangkan satu subyek lainnya tidak mengalami perubahan. Penerapan token reinforcement ditemukan cukup berhasil pada dua subyek yang mengalami perubahan namun kurang berhasil pada subyek yang tidak mengalami perubahan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Larasati
Abstrak :
ABSTRAK
Kemampuan memusatkan atensi merupakan landasan dari kemampuan belajar yang dibutuhkan setiap anak. Studi dalam aspek perkembangan anak menunjukkan pentingnya interaksi dan hubungan yang positif dengan pengasuh utama sebagai media untuk perkembangan dan peningkatan kemampuan dasar bagi anak, termasuk di dalamnya adalah kemampuan memusatkan atensi. Pendekatan Developmental, Individual Differences, Relationship-Based (DIR/Floortime) merupakan salah satu program intervensi yang difokuskan untuk meningkatkan kualitas interaksi antara pengasuh utama dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau efektivitas penerapan prinsip DIR/Floortime untuk meningkatkan kemampuan memusatkan atensi pada anak berusia 4 tahun yang memiliki diagnosa Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip DIR/Floortime efektif meningkatkan kemampuan memusatkan atensi pada anak dengan Early Onset ADHD serta diiringi dengan peningkatan tahapan perkembangan fungsional emosional anak dan ibu yang terukur dari peningkatan durasi memusatkan atensi, penurunan frekuensi distraktibilitas, serta peningkatan skor pada Functional Emotional Assessment Scale (FEAS).
ABSTRACT
The ability to sustain attention is the foundation of learning ability for every child. The research on child development shows the importance of positive interaction and relationship with the primary caregiver as a medium for the child’s development and mastery of basic developmental skills which includes the ability to sustain attention. Developmental, Individual Differences, Relationship-Based approach (DIR/Floortime) is one of the available interventions focused on increasing the quality of caregiver-child interaction. This study is aimed at investigating the effectiveness of DIR/Floortime to increase the ability to sustain attention on a 4 yearold child with Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). The result of this study indicated that the application of DIR/Floortime principles is effective in increasing the ability to sustain attention on a 4 year-old child with Early Onset ADHD, along with the increase of the functional emotional development of both mother and child as shown with the increase of attention span, the decrease of frequency of distractibility, and score increase in the Functional Emotional Assessment Scale (FEAS).
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T36029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Amri El Insiyati
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan ADHD meliputi gangguan pada inatensi, impulsivitas, dan aktivitas dengan gerakan yang berlebihan (hiperaktif). Beberapa gejala yang ditampilkan pada anak ADHD tersebut menunjukkan lemahnya perilaku on-task anak saat belajar. Dalam konteks belajar, perilaku on-task merupakan perilaku dimana anak duduk dengan badan tegak, mata memandang pada pekerjaan akademiknya, memandang sekilas ke arah selain tugasnya kurang dari 3 detik, menulis jawaban pada lembar soal, dan atau menanyakan pertanyaan seputar akademik. Pada penelitian ini, peneliti memberikan intervensi Modifikasi Perilaku menggunakan teknik Positive Reinforcement dengan Token Economy dan Social Reinforcement serta Prompts pada anak usia sekolah dasar (7 tahun). Intervensi pada penelitian ini adalah 10 sesi dimana pada tiap sesi terdapat target durasi untuk mempertahankan perilaku on-task. Terdapat peningkatan target durasi secara perlahan pada setiap sesi hingga mencapai target 7 menit di sesi akhir. Penelitian ini efektif dalam meningkatkan durasi perilaku on-task pada anak ADHD usia 7 tahun. Terdapat juga beberapa diskusi mengenai peningkatan perilaku on-task pada anak ADHD.
ABSTRACT
Symptoms of ADHD include inattention, impulsivity, and hiperactivity. Those symptoms show the lacking of on-task behavior when the child of ADHD has a task. In context of learning, on-task behavior is an attitude that children sit upright, look up straight to the task, glance to something else for less than 3 seconds, write the answer on worksheet, or ask questions about the task. In this research, researcher applies intervention of Behavior Modification using Positive Reinforcement technique by Token Economy and Social Reinforcement, and Prompts for a school-aged child (year of 7). This intervention has 10 sessions that each session has duration target to maintain on-task behavior. The target of duration increases slowly for each session until duration of last session is 7 minutes. This research is effective in increasing duration of on-task behavior for 7 years-old child with ADHD. There are also some discussions about increasing on-task behavior for ADHD children.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Tjiunata
Abstrak :
Fokus dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kuantitas perilaku menyelesaikan tugas, termasuk di dalamnya, menurunkan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Penerapan metode ccrita sosial dan metodc contingency contract (dilcngkapi prompt) menghasilkan peningkatan kuantitas pada perilaku menyelcsaikan tugas, serta penurunan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Akan tetapi, kualitas dari perubahan pcirlaku belum menunjukkan perbaikan. Hal tcrscbut disebabkan karena komik oerita sosial yang digunakan dalam intervensi belum secara detil menggambarkan perilaku yang diharapkan muncul. Selain itu, pemberian fading yang terlalu cepat juga menyebabkan konsistensi perubahan perilaku belum terlihat. Dari hasil obsewasi, diketahui juga bahwa pembahan perilaku tersebut, secara tidak langsung, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti kehadiran guru dan situasi kelas. Akan tetapi, karena singkatnya sesi intervensi dan pemilihan waktu intervensi yang berdekatan dengan jadwal uiangan umum, konsistensi pelubahan perilaku belum terlihat. Oleh karena itu, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: 1) gambar berikut penjelasan pada komik cerita sosial sebaiknya dibuat lebih detil; 2) pemberian prompt dan fading sebaiknya lebih diperhatikan lagi; 3) sesi intervensi dibuat lebih banyak dengan jangka waktu yang lebih panjang; 4) perlu diperhalikan pemilihan waktu intervensi agar tidak berdekatan dengan jadwal ulangan umum; 5) kerjasama antara guru dan teman-tcman di kelas untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif agar pelaksanaan intervensi lebih efektif. ......The focus of this training is to increasing the quantitiy of on-task behavior. including, decreasing the duration of off-task behavior. Result of this intervention, using social story method and contingency contract method (also using prompt method), indicated that the quantitiy of on-task behavior is increasing and the duration of ofiltask behavior is decreasing. However, the quality of the alteration of behavior has not improved yet. This is because the comic social story in this intervention has not describe the behavior that is expected, The prompts which have been faded too quickly also make the consistency ofthe behavior’s alteration has not been observed. The environments, such as teacher’s present and class-rooms’s situation, also influence the alteration of behavior. Unfortunately, because the length ofthe session and the time of intervention wich is too short and too close to the end of school year, the consistency of the behavior’s alteration has not been appeared yet. Therefore, several suggestions should be provided to improve the future study: 1) picture in the comic social story should be made more detail; 2) the use of prompt and fading should be more improved; 3) the session of intervention should be madc in great quantities and in more length duration; 4) the intervention should be held in the middle of school year; 5) the cooperation of teacher and tiiends is needed to make the more supporting classroom environment.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34118
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kaunang, Theresia M.D.
Abstrak :
Latar belakang. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) merupakan gangguan psikiatri anak yang paling sering dan 30-40% dari kasus kesehatan mental anak yang dirujuk. GPPH ditandai sulit memusatkan perhatian, hiperaktif, impulsif serta berdampak terhadap emosi, perilaku, psikososial, akademik dan fungsi keluarga. GPPH merupakan gangguan berat karena melibatkan multi aspek yaitu hambatan, kronisitas, morbiditas dan komorbiditas. Puncak usia onset pada usia 3-5 tahun. Penelitian ini untuk memperoleh proporsi GPPH pada anak prasekolah dengan alat ukur SPGPI, membuktikan alat ukur SPGPI, SPRDAP dan SPMP andal dan sahih serta membuktikan riwayat GPPH dalam keluarga dan regulasi diri berhubungan dengan GPPH. Metode. Uji diagnostik untuk alat ukur skala penilaian GPPH prasekolah Indonesia (SPGPI), skala penilaian regulasi diri prasekolah (SPRDAP) dan skala penilaian model pengasuhan (SPMP). Metode pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Subjek adalah anak berusia 3 - < 7 tahun pada 34 kelompok bermain dan taman kanak-kanak di DKI Jakarta, bulan Maret-Juni 2009. Seribu subjek untuk penelitian uji diagnostik dan 750 subjek untuk potong lintang. Alat ukur yang dibuat pada penelitian pertama diterapkan pada penelitian kedua. Hasil. Uji diagnostik SPGPI mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,996, sensitivitas 96%, spesifisitas 99%, titik potong 30 dan area di bawah kurva ROC 0,9774. SPRDAP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,937, sensitivitas 92%, spesifisitas 96%, titik potong 20 dan area di bawah kurva ROC 0,9383. SPMP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,8125, sensitivitas 72%, spesifisitas 95%, titik potong 70, dan area di bawah kurva ROC 0,8233. Faktor risiko ayah perokok RP 3,48(1,79 sampai 6,78), regulasi diri RP 21,01(6,98 sampai 63,28), riwayat GPPH dalam keluarga RP 11,89 (2,44 sampai 44,65). Simpulan. SPGPI, SPRDAP dan SPMP adalah andal dan sahih untuk digunakan sebagai alat ukur. Faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan GPPH anak prasekolah adalah ayah perokok, regulasi diri dan riwayat GPPH dalam keluarga. ......Background. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is the most common child psychiatric disorder, comprising 30-40% child mental health cases referred. ADHD is typically characterized by inattention, hyperactivity and impulsivity and affects the emotion, behavior, psychosocial, academic and family functioning. ADHD is a severe disorder includes the impairment, chronicity, morbidity and comorbity. The peak of onset is 3-5 years. This study aims to obtaining the proportion of ADHD in preschool children with SPGPI instrument, to demonstrate SPRDAP and SPMP instrument are reliable and valid, and to demonstrate ADHD related to family history and self regulation. Methods. Diagnostic test for SPGPI, SPRDAP and SPMP Instruments. This study using questionnaire and interview. Sampling method was simple random sampling. Participant from 34 playgroup and kindergarten were selected from DKI Jakarta. The study was conducted from March-June 2009. The samples were 1000 for diagnostic test and 750 for cross sectional study and the children age from 3 - < 7 years were selected. Parents and teachers of these children were asked to complete SPGPI, SPRDAP, SPMP and personal form. The instruments from first study were applied for the second study. Result. The result on diagnostic test showed that the Cronbach coefficient alpha 0.996, sensitivity 96%, specificity 99% for SPGPI, cut off point 30 and area under ROC curve 0.9774. For SPRDAP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.937, sensitivity 92%, specificity 96%, cut off point 20 and area under ROC curve 0.9383. For SPMP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.8125, sensitivity 72%, specificity 95%, titik potong 70 dan area under ROC curve 0.8233. The related factors were patemal smoking PR 3.48 (1.79 to 6.78), self regulation PR 21.01 (6.98 to 63.28) and family history PR 11.89 (2.44 to 44.65). Conclusion SPGPI, SPRDAP and SPMP is reliable and valid and used as an instrument. Patemal smoking, self regulation, family history of ADHD were related to ADHD.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1742
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windarti
Abstrak :
Gangguan Altention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang berhubungan dengan kurangnya perhatian (inattentiveness), hiperaktivitas-impulsivitas, atau kombinasi dari keduanya. American Psychiatric Association mengatakan bahwa tiga sampai lima persen anak usia sekolah di Amerika menderita ADHD. Jika jumlah anak usia sekolah dengan ADHD di Indonesia sama dengan jumlah penderita di Amerika, maka kemungkinan besar saat ini terdapat 2,13 - 3,55 juta anak usia sekolah di Indonesia yang menderita ADHD. Jumlah yang sangat besar ini menunjukkan bahwa ADHD patut mendapat perhatian yang besar. Masalah pertama yang perlu diperhatikan sebelum kita dapat melakukan penanganan lebih lanjut adalah bagaimana kita dapat mengenali anak-anak ADHD di antara anak-anak lain. Dalam skripsi ini, peneliti membuat suatu alat ukur penilaian tingkah laku ADHD yang dapat digunakan oleh orang awam, khususnya orangtua dan guru anak usia 6-9 tahun, sebagai pihak yang paling banyak berinteraksi dan mengikuti perkembangan anak. Alat ukur yang akan dibuat ditujukan untuk menyediakan informasi awal mengenai kelainan perilaku seorang anak untuk ditindaklanjuti dengan diagnosa yang lebih mendalam oleh ahli di bidang ini, seperti psikolog. Selain itu, alat ukur ini diharapkan menjadi alat bantu bagi orang awam khususnya orangtua dan guru dalam mengenali gejala awal dari ADHD sehingga penanganan sejak dini dapat segera diberikan kepada anak. Penelitian ini akan melakukan uji validitas, reliabilitas, dan analisis item, untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut baik untuk digunakan. Sedangkan norma dalam penelitian ini tidak dibuat karena penelitian ini adalah penelitian awal konstruksi tes dan tidak bertujuan untuk mendapatkan norma Subjek dalam penelitian ini diambil dengan metode pnrposive sampling, terdiri dari 30 orangtua dan 30 guru dari anak ADHD yang berusia 6-9 tahun, dan 30 orangtua serta 30 guru dari kelompok pembanding untuk keperluan uji criterion-prediction validation. Uji validitas juga dilakukan dengan uji construct validity. Reliabilitas alat diukur dengan menggunakan rumus Koefisien Alpha. Sedangkan analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi item dengan skor total tes dan menghitung perbedaan skor subjek dengan dengan kelompok pembanding sebagai kriteria eksternal. Hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa item yang perlu diteliti lebih lanjut yaitu item 10, 22, 35, 40, 49, dan 50. Perhitungan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara skor item hasil penilaian orang tua maupun guru anak ADHD dengan skor item hasil penilaian pada kelompok pembanding. Uji validitas menunjukkan bahwa alat ukur tersebut mampu membedakan antara anak ADHD dengan kelompok pembandingnya. Selain itu, item-itemnya memiliki korelasi yang signifikan dengan skor total. Reliabilitas alat ukur juga tergolong tinggi, yaitu 0,967 jika penilaian dilakukan oleh orangtua dan 0,9549 jika penilaian dilakukan oleh guru. Hasil perhitungan tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor hasil penilaian guru dengan skor hasil penilaian orangtua. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa alat ukur penilaian tingkah laku ADHD pada anak usia 6-9 tahun yang diuji dalam penelitian ini valid dan reliabel serta layak untuk digunakan untuk memperoleh informasi awal tentang gangguan perilaku pada anak usia 6-9 tahun yang menunjukkan gejala-gejala ADHD.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liu, Cindy Anastasia
Abstrak :
Mahasiswa kedokteran FKUI, terutama mahasiswa di tingkat klinik selayaknya mempunyai tingkat pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap yang baik terhadap GPPH. Oleh karena, mereka sudah mendapatkan edukasi mengenai GPPH pada saat mereka menjalani pendidikan mereka di tingkat klinik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH antara mahasiswa tingkat preklinik dan klinik di FKUI. Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Sampel dipilih dari 683 mahasiswa preklinik dan 469 mahasiswa klinik BEM IKM FKUI dengan menggunakan metode acak sederhana untuk mendapatkan 96 mahasiswa preklinik dan 96 mahasiswa klinik. Kuesioner dibagikan kepada subjek penelitian dalam bulan September hingga Desember 2013. Kuesioner telah diuji validitas (Pearson alpha > 0.25) dan reliabilitasnya (Cronbach’s alpha > 0.7). Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 20 untuk Mac. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar mahasisawa preklinik dan mahasiswa klinik masih memiliki tingkat pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap yang sangat rendah dan rendah. Selain itu, dijumpai adanya perbedaan yang signifikan dalam domain sikap terhadap GPPH antara mahasiswa tingkat preklinik dan klinik (p=0.016). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan pada Modul Praktik Klinik Psikiatri dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa klinik untuk bertemu dengan anak dengan GPPH sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. ...... Medical students in FMUI, especially those in clinical level, ought to have good level of knowledge/understanding, perception, and attitude towards ADHD. It is because they have received education about ADHD during their study in clinical level. Thus, this research is aimed to identify the levels of knowledge/understanding, attitude, and perception toward ADHD of preclinical and clinical level students in FMUI. The research was cross-sectional study. Sample was chosen from 683 preclinical students and 469 clinical students from BEM IKM FMUI by using simple random sampling to get 96 preclinical and 96 clinical students. Questionnaires were distributed to the research subjects from September until December 2013. Questionnaire had been tested for validity (Pearson alpha > 0.25) and reliability (Cronbach’s alpha > 0.7). The result showed that majority of the respondents had very poor and poor level of knowledge/understanding, perception, and also attitude towards ADHD. Besides, there was significant different in the level of attitude towards ADHD between preclinical and clinical level student (p=0.016). Therefore, improvement to Psychiatry Clinical Practice Module is necessary to be done by giving chance for the clinical level students to meet real ADHD patients so that they could gain better knowledge about ADHD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>