Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amalia Wardhani
Abstrak :
ABSTRAK
Batas-batas perdagangan negara-negara telah secara signifikan dikaburkan oleh globalisasi. Sebagai salah satu upaya untuk mengintegrasikannya, ASEAN dibentuk untuk mendorong ekonomi keberlanjutan masing-masing anggota. Namun, fasilitas perdagangan yang terdiri dari fasilitas keras dan lunak berperan besar dalam hal ini. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis pengaruh fasilitas perdagangan terhadap kinerja ekspor yang berasal dari indikator baru untuk negara-negara ASEAN pada tahun 2008-2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Methods dengan indikator fasilitas perdagangan antara lain Technological Readiness, Border and Transport Efficiency dan Business Environment. Hasilnya menunjukkan bahwa fasilitas perdagangan mempengaruhi kinerja ekspor dengan Technoloical Readiness memberikan pengaruh yang paling signifikan, dan diikuti oleh Business Environment kemudian Border and Transport Efficiency. Secara keseluruhan, fasilitas perdagangan memiliki peran penting dalam mengintensifkan kualitas dan kuantitas ekspor suatu negara, terutama bagi negara berkembang, karena menentukan biaya perdagangan yang juga mempengaruhi efektivitas dan efisiensi perdagangan.
ABSTRACT
Nations trading boundaries have been significantly blurred by the globalization. As one of the attempts in integrating it, ASEAN was formed to drive each members sustainability economy. However, trade facilitation which consists of both hard and soft facilitation plays major role in succeeding this. Therefore, this research analyze the effect of trade facilitation in export performance derived from new indicator for ASEAN countries in 2008 2014. The method used in this research is Fixed Effect Methods with indicator divided into two groups, hard infrastructure and soft infrastructure. While the hard infrastructure is consist of Technological Readiness, soft infrastructure is divided into Border and Transport Efficiency and Business Environment. The result shows that trade facilitation affects the export performance with Technological Readiness gives the most significant rise, and it is sequentially followed by Business Environment then Border and Transport Efficiency. All in all, trade facilitation has important role in intensifying the quality and quantity of a nation export, especially for developing countries, since it determines the trading charged fee which also affects the effectiveness and efficiency of the trading as well.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fithra Faisal Hastiadi
Palgrave Macmillan, 2016
382. 095 2 FIT t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Tulus Bangun
Abstrak :
ABSTRAK
Walaupun sudah terbentuk kerjasama perdagangan bebas di Asia Selatan melalui mekanisme South Asian Preferential Trade (SAPTA) pada tahun 1995 dan South Asian Free Trade Agreement (SAFTA) pada tahun 2006, tetapi nyatanya persentase nilai ekspor intra-kawasannya terhadap total nilai ekspornya ke dunia masih sangat rendah, hanya berkisar 4-6%, dibanding dengan Uni Eropa yaitu 57- 65%, ASEAN yaitu 22-25%, dan NAFTA 48-55% selama tahun 2000-2010. Berbagai hal menyebabkan hal ini terjadi, seperti tingkat komplementaritas (saling melengkapi) produk yang rendah di Asia Selatan. Artinya, kebanyakan barang yang diproduksi di kawasan itu sama, yaitu produk tekstil, sehingga mau tidak mau membuat mereka harus lebih berdagang dengan kawasan di luar Asia Selatan, terutama dengan AS dan Uni Eropa, belum lagi permasalahan politik dan keamanan domestik ataupun bilateral, seperti konflik India dan Pakistan. Melalui penelitian ini, penulis ingin menjelaskan penyebab rendahnya komplementaritas barang di Asia Selatan berdasarkan analisis daya saing industri domestik tujuh negara anggota SAARC melalui Lima Determinan menurut Teori Keuntungan Kompetitif Porter.
Abstract
In spite of South Asia free trade cooperation by South Asian Preferential Trade Agremeent (SAPTA) in 1995 and South Asian Free Trade Agreement (SAFTA) in 2006, there is still low percentage of intra-regional trade, especially export volume, compared with their total world export. However, its ratio percentage was 4-6% , whereas Eropa Union was 57-65%, ASEAN was 22-25%, and NAFTA was 48-55% within 2000-2010. The main cause is the incomplementary of their products export both in economy and political perspective. It means that they yield the similiar products, in particularly textile products, so that they have to relocate and sell their export products to outside regional countries, such as United States and Eropa Union, instead of making trade with SAARC members. Therefore this research attempts to explain the causes of low complementarity of South Asia products based on domestic industry and government polict analysis of seven SAARC member countries by using Porters? Competitive Advantage of Nations Theory.
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Mubarak
Abstrak :
Southeast Asia, as the world fastest growing market, has become the destination for multinational companies to operate their businesses. The increasing number of companies in the region will result in raised levels of CO2 emissions because of their transport and logistics activity. This paper aims to develop a CO2 emissions framework by considering the actual conditions of the region, and by calculating the level of emissions with a case study of Indonesia. Several steps were involved in the design of the framework. First, research was conducted on available frameworks which estimate CO2 emissions in logistics. Second, the model for CO2 emissions calculation was built by breaking down all the factors influencing calculations. Third, the model was applied using distribution network data of companies in Indonesia. The output of the research is a framework which helps companies to calculate CO2 emissions, and which gauges the level of such emissions generated by companies operating in Indonesia. In addition, the impact of the different distribution network scenarios on the amount of CO2 emissions produced is assessed.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:4 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Center for Strategi and International Studies, 1975
337.959 REG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Richmond: Curzon Press, 2001
382.095 COM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jusuf Panglaykim, 1922-1986
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1980
382 JUS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alvini Pranoto
Abstrak :
Percepatan Integrasi ASEAN melalui 11 sektor prioritas, merupakan salah satu strategi dari ASEAN, guna meningkatkan dan memperluas skema kerjasama ASEAN. Percepatan integrasi tersebut mulai di canangkan pada bulan Oktober 2003 pada KTT ASEAN ke 9 di Bali. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk membentuk ASEAN Economic Community (AEC) atau Bali Concord II. Selanjutnya pada rencana aksi ekonomi Bali memaparkan pentingnya percepatan integrasi atau liberalisasi pada sebelas sektor prioritas. Sebelas sektor tersebut meliputi sektor produk berbasis Kayu; Otomotif; Produksi Karet; tekstil dan pakaian jadi; produk pertanian dan perikanan; elektronik; e-bisnis dan perawatan kesehatan; perhubungan udara dan pariwisata. Indonesia kemudian ditunjuk sebagai koordinator untuk sektor otomotif dan sektor produk berbasis Kayu (Wood based product). Selanjutnya ASEAN Framework Agreement for the integration of Priority Sectors (Vientiane Action Program - VAP) resmi ditandatangani bulan November 2004 dan akan mulai diberlakukan (entry into force) mulai tanggal 31 Agustus 2005 mendatang (lihat kerangka persetujuan bagian 6 artikel 26 nomor 1). Akselerasi atau percepatan integrasi ini mempunyai arti penting yaitu; Guna meningkatkan perdagangan intra-ASEAN serta menciptakan aktifitas ekonomi, meningkatkan efisiensi dan keunggulan kompetisi, menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja baru. Skema-skema yang digunakan sebagai inisiatif untuk mencapai percepatan integrasi kawasan ASEAN termasuk AFTA (ASEAN Free Trade), AICO (ASEAN industriai Cooperation), AlA (ASEAN Investment Area) dan AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services). Negara ASEAN 4 (Indonesia bersama Malaysia, Thailand dan Filipina) merupakan negara utama yang menghasilkan produksi otomotif di kawasan. Produk ini (otomotif dan komponen otomotif) menjadi bagian dari global sharing product kawasan. Beberapa MNC (Multi National Company) seperti Toyota dan Honda merupakan pemimpin market di kawasan ASEAN. Beberapa negara ASEAN kemudian menjadi basis dari produksi mereka. Karena industri otomotif mempunyai rantai nilai yang iebar, maka beberapa negara industri menjadikan produk otomotif sebagai mesin ekonomi. Namun di Indonesia industri otomotif masih belum termasuk industri yang kompetitif. Tesis ini fokus pada studi kasus otomotif yang terkait dengan dampak percepatan integrasi perdagangan ASEAN terhadap perekonomian Indonesia. Tujuan tesis ini adalah untuk mempeiajari manfaat dari percepatan integrasi ASEAN dikaitkan clengan perekomian Indonesia, dengan menggunakan pendekatan ekonomi dan non ekonomi. Metode penelitian pada tesis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan mencoba menjawab pertanyaan Apa dan Mengapa percepatan integrasi perdagangan ASEAN bermanfaat bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia perkembangan produksi otomolif yang berorientasi ekspor dan investasi asing telah memberikan dampak yang positif bagi peningkatan GDP. Skema AFTA dan CEPT telah memberikan dampak yang menguntungkan baik bagi produksen otomotif maupun host country, namun hal itu mempersyaratkan iklim usaha yang kondusif. Maka peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan investasi dan industri otomotif di Indonesia sangat penting. Melalui analisa persepsi kolektif dengan menggunakan metode analisa proses hirarki (AHP), lima orang responden ahli menyarankan lima prioritas utama yang perlu diperhatikan guna mencapai goal yaitu memperoieh manfaat dari akselerasi integrasi perdagangan ASEAN. Saran tersebut termasuk perhatian pada potensi sumber daya manusia yang melimpah sebagai suatu kekuatan, namun Iemah dalam kompetensi; perhatian dalam peluang untuk membangun daya saing produk yang kompetitif; perhatian terhadap hambatan berupa iklim bisnis yang tidak kondusif dan ketatnya kompetisi pasar terhadap produk berkualitas namun berharga murah. Selain analisa AHP, anaIisa Faktor STEP (SosiaI, Teknologi, Ekonomi, Politik) juga digunakan dalam tesis ini. Basis Teori yang digunakan adalah Regionalisasi, Rantai Nilai dan Porter Diamond dari Michael Porter, Teori Pohon Industri, Teori Perdagangan Internasional dan Teori perdagangan dan Pembangunan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arkan Fadhil
Abstrak :
Selama beberapa dekade terakhir, struktur ekonomi ASEAN terus mengalami perubahan. Secara keseluruhan struktur ekonomi ASEAN telah bergeser ke arah sektor jasa seiring dengan semakin pentingnya sektor ini dalam perekonomian. Pergeseran struktur ini sangat cepat seiring dengan peran penting sektor jasa dalam menunjang sektor pertanian dan sektor manufaktur. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai dinamika yang terjadi pada perdagangan jasa di ASEAN dalam mencapai terbentuknya integrasi. Studi ini memiliki fokus pada keterbukaan negara-negara ASEAN dalam melakukan perdagangan jasa. Keterbukaan sebagai komponen dasar dalam proses integrasi dianalisis melalui perangkat kebijakan perdagangan jasa yang dibuat serta kompleksitas dan kedalaman komitmen dalam perjanjian perdagangan jasa. Basis data yang digunakan mencakup seluruh negara ASEAN selama rentang waktu 2005-2014. Studi ini menggunakan analisis deskriptif sebagai pendekatan utama dan didukung oleh Fixed Effect Model untuk melihat faktor-faktor yang berkontribusi pada keterbukaan negara-negara ASEAN. Hasil studi ini menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan jasa di ASEAN dipengaruhi oleh seperangkat kebijakan yang membatasi dan memfasilitasi. Selain itu, kompleksitas dan tingkat kedalaman komitmen perjanjian juga berperan dalam memengaruhi keterbukaan perdagangan jasa. Sementara itu, variabel-variabel volume perdagangan, jumlah penduduk, nilai tukar efektif riil, fasilitas perdagangan jasa, dan modal manusia berkontribusi secara signifikan terhadap keterbukaan perdagangan jasa di ASEAN. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keterbukaan perdagangan jasa ditentukan oleh perangkat kebijakan dan komitmen dalam perjanjian perdagangan jasa yang dibuat.
Over the past few decades, ASEAN 39 s economic structure has continued to change. Overall, ASEAN 39 s economic structure has shifted towards the service sector in line with the growing importance of this sector in the economy. This structural shift is very rapid along with the growing in the importance of the role of the service sector in supporting the agricultural sector and the manufacturing sector. Therefore, it is important to conduct further researches on the dynamics occurring in the service trade in ASEAN in achieving integration. This study focuses on the openness of ASEAN countries in trade. Openness as a basic component in the integration process is analyzed through a set of trade policies made as well as the complexity and depth of commitment in service trade agreements. The database used covers all ASEAN countries during the 2005 2014 timeframe. This study uses a descriptive analysis as the main approach supported by Fixed Effect Model to see the factors that contribute to the openness of ASEAN countries. The results of this study indicate that the openness of service trade in ASEAN is influenced by a set of limiting and facilitating policies. In addition, the complexity and depth of commitments also play a role in influencing the openness of service trade. Meanwhile, variables of trade volume, population, real effective exchange rate, service trade facilities, and human capital contribute significantly to the openness of service trade in ASEAN. Therefore, it can be concluded that the openness of service trade is determined by the policy instruments and commitments in the service trade agreements made.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: George Allen and Unwin, 1970
382.095 2 TRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>