Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darnely
Abstrak :
Askariasis adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Untuk memberantas askariasis, upaya yang dilakukan adalah perbaikan lingkungan dan pengobatan masal. Tujuan pengobatan adalah untuk mengeluarkan cacing dari tubuh penderita dan membunuh telur. Menurut laporan penelitian dikatakan bahwa mebendazol dan OPP dapat membunuh cacing dewasa dan menghambat perkembangan telur sehingga tidak terbentuk stadium infektif. Namun demikian, apakah hambatan tersebut terjadi pada telur yang masih berada dalam uterus cacing sebelum telur dilepas dalam tinja manusia, velum diketahui dengan pasti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mebendazol dan OPP terhadap perkembangan telur A.lumbricoides yang berada di dalam uterus cacing. Penelitian dilakukan terhadap 684 murid sekolah dasar yang berasal dari 5 SD dan 1 madrasah di Jakarta. Pemeriksaan tinja murid SD tersebut dilakukan dengan cara modifikasi Kato Katz dan pada murid yang positif askariasis diberikan mebendazol atau OPP. Lacing yang keluar pasca pengobatan (perlakuan) dan cacing yang berasal dari bedah mayat di Bagian Forensik FKUI (kontrol) dikeluarkan uterusnya, lalu uterus tersebut diurut untuk mengeluarkan telur yang berada di daiamnya. Telur tersebut dibagi menjadi 2 kelompok untuk dibiak di media fonnalin-batu bata dan fonnalin agar. Pengamatan telur dilakukan pada hari ke-3, minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4 untuk rnengetahui apakah terjadi perubahan morfalogi dan untuk mengetahui jumlah telur yang berubah menjadi larva. Setelah pengobatan dengan mebendazol maupun OPP angka penyembuhan dan angka penurunan telur sangat tinggi sedangkan angka reinfeksi sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua obat tersebut adalah antelmintik yang baik. Perkembangan telur pada kedua kelompok perlakuan lebih lambat dibandingkan kontrol dan hambatan perkembangan pada mebendazol lebih besar daripada OPP. Hal ini menunjukkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada pada uterus cacing. Namun demikian, hambatan perkembangan tersebut hanya berupa perpanjangan masa perkembangan dan telur tetap mencapai stadium infektif. Hal tersebut perlu mendapat perhatian karena bila pengobatan tidak memberikan angka penyembuhan 100% maka cacing yang masih tertiuggal di dalam lumen usus masih tetap bertelur dan telur tersebut tetap potensial untuk pencemaran. Pada penelitian ini tidak dijumpai telur yang rusak. Hal ini mungkin karena dosis obat yang mencapai uterus dan kontak dengan telur racing lebih kecil dibandingkan dengan telur yang berada dalam tinja sehingga obat tersebut tidak merusak telur Karena telur tidak rusak maka telur tetap menjadi infektif walaupun masa perkembangannya memanjang. Disimpulkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada dalam uterus, namun telur tersebut tetap menjadi infektif meskipun masa perkembangannya memanjang.
Ascariasis has been recognized as one of the most important public health problem in Indonesia. The control of ascariasis was focussed on the mass treatment using anthelmintics to expell the wonns from the host and inhibit the development of eggs. Thus the eggs will not develop into the infective stage on the soil. However, whether the inhibition occur on the eggs inside the uterus has not been studied yet. The aims of the study was to know the effect of mebendazole and oxantel pyrantel pamoate (OPP) against the development of A.lumbricoides eggs which are still in the uterus. The study has been carried out among students of 6 primary school in Jakarta with a sample population of 684 students.Kato Katz thick smear technique was used for the examination of stool samples. The students who were found to be positive for ascariasis were treated with mebendazole 500 mg as a single dose or OPP 10 mg/kgBB as a single dose. Thirty female adult worms with a length of more than 12.5 cm were collected and afterwards dissected. Mature eggs were removed from the uterus and spread out on a sterile porous clay plate or agar which were put in a petri dish containing a 1% solution of formalin. The eggs were incubated for 4 weeks and examined after the third day and then once every week. After treatment with mebendazole or OPP, cure rate and egg reduction rate were very high while reinfection rate was low. Development of A.lmnhricoides eggs was slow in the treated group. In mebendazole group the development was slower than in the OPP group. It showed that mebendazole and OPP could inhibit the development of eggs in the uterus of the worms. However, the egg could reach the infective stage although the duration of growth was longer. This fact should be taken into consideration, because if the cure rate is not 100%, the worms which are left in the lumen of intestine of the host could still lay their eggs and potential for transmission. hi this study, no deformed eggs was found. It seems that the action of the drugs on eggs in the uterus was less than the eggs that has been released in the stool. Thus the eggs could develop into infective stage, It was concluded that OPP and mebendazole could inhibit the development of eggs in the uterus. The eggs could reach the infective stage although the duration of growth was longer.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Ramadhiani
Abstrak :
Prevalensi askariasis di Jawa Barat mencapai 90% dan sebagian besar terjadi pada anak. Penyakit ini mudah ditemukan pada lingkungan yang padat dan sanitasi buruk seperti pada daerah Bantargebang. Askariasis dapat menimbulkan malnutrisi pada anak sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai gejala askariasis dengan karakteristik murid SD X Bantargebang, Bekasi. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner yang berisi 5 pertanyaan tentang gejala askariasis oleh 58 responden pada tanggal 17 Desember 2011. Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan program SPSS 20. Hasil penelitian menyatakan tidak terdapat murid yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 1( 1,7%) cukup, dan 57 (98,3%) kurang. Hasil analisis data menunjukan bahwa hubungan tingkat pengetahuan mengenai gejala askariasis dengan karakteristik demografi tidak berbeda bermakna (p>0,05). Disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan murid mengenai gejala askariasis tergolong kurang dan tidak berhubungan dengan karakteristik murid SD X Bantargebang, Bekasi.
In Jawa Barat, the prevalence of ascariasis is 90% and most of them occur in children. Bantargebang is more at risk of being ascariasis because it has high population density and bad sanitation. Ascariasis changes a nutritional status into malnutrition and affect child?s growth and development. The aim of this study is to know the association between the knowledge of ascaris symptomps and the student?s demographic characteristics in SD X Bantargebang, Bekasi. This study was held on December 17th, 2011 with 58 of students who participate to answer 5 questions about ascariasis symptomps in questionnaire. The data are analyzed with Kolmogorov-smirov test using SPSS 20. The result shows that 57 stundents (98,7%) have poor knowledge, 1 student (1,72%) has fair knowledge, and none of them has a good knowledge. The analyzed data show that relationship between level of knowledge and demographic characteristics was not significant (p>0,05). In conclusion, students have poor knowledge of ascariasis symptomps and there is no association between the level of knowledge about ascariasis symptomps and the student?s demographic characteristics in SD X Bantargebang, Bekasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriptiastuti
Abstrak :
Prevalensi STH pada anak di Jakarta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Program penanggulangan dilakukan pengobatan masal dan penyuluhan kesehatan. Beberapa obat telah dicoba untuk pengobatan masal, namun prevalensi STH masih tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa besar kemungkinan kontribusi anak Sekolah Dasar dalam transmisi A. lumbricoides setelah pemberian antelmintik. Telah diperiksa 861 tinja anak dari 3 SD Kalibaru, Jakarta Utara dengan Cara Kato Katz. Sebanyak 636 anak yang terinfeksi A.lumbricoides dibagi secara acak menjadi 2 kelompok masing-masing terdiri dari 318 anak, kelompok I diobati albendazol dan kelompok II diobati pirantel pamoat. Tinja anak yang tidak sembuh setelah pengobatan diblak dalam larutan kalium bikromat 2%, untuk melihat pertumbuhan telur menjadi bentuk Infektif. Prevalensi askarlasis ditemukan di Sekolah Dasar ini adalah 66,36%-78,74%, dengan Intensitas Infeksi sangat ringan (RTPG 4495 sampai 5959). Setelah pengobatan prevalensi askariasis pada kelompok I menjadi 3,59% dan pada kelompok II menjadi 6,02%. Terdapat penurunan jumlah telur dibuahi dan tidak dibuahi sesudah pengobatan albendazol maupun pirantel pamoat. Perbandingan jumlah telur dibuahi dan tidak dibuahi sesudah pengobatan dengan albendazol menjadi besar sedangkan dengan pirantel pamoat menjadi kecil. Pada pengamatan biakan telur ternyata pada kelompok yang diobati albendazol belum ditemukan telur yang berubah menjadi bentuk infektif sampai hari ke 26. Sedangkan pada kelompok pirantel pamoat, bentuk infektif telah ditemukan pada hari ke 19 (15,25%). Kesimpulan kontribusi anak yang belum sembuh dengan pirantel pamoat adalah 15,25% dari jumlah telur yang dikeluarkan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tusy Triwahyuni
Abstrak :
Pengobatan Albendazol dengan dosis tunggal maupun dosis maksimal menunjukkan hasil yang memuaskan dalam memberikan kesembuhan (Cure rate) dan menurunkan jumlah telur (ERR) pada infeksi A.lumbricoides, namun terdapat fakta penelitian bahwa setelah 4 bulan pengobatan kejadian reinfeksi terjadi paling cepat ditemukan pada cacing A.lumbricoides. Penelitian lain menunjukan bahwa albendazol dosis tunggal ternyata belum mampu menghambat perkembangan telur A.lumbricoides secara menyeluruh dengan adanya telur yang masih menjadi infektif. Menjadi pertanyaan apakah pemberian albendazol dengan dosis maksimal mampu menghambat perkembangan telur secara menyeluruh. Penelitian ini ingin menilai bagaimana pengaruh pemberian Albendazol dengan dosis yang maksimal yaitu 400 mg albendazol diberikan selama 3 hari berturut turut pada anak usia sekolah dasar terhadap perkembangan telur cacing A.lumbricoides. Rancangan penelitian adalah uji Eksperimental dengan one grup pre dan post test design. Untuk melihat pengaruh albendazol terhadap perkembangan telur dilakukan kultur sebelum dan sesudah pengobatan dari sampel tinja individu yang sama. Sampel tinja dikumpulkan dari anak SD pada hari ke-1 dan ke-7 sesudah pengobatan yang dikultur selama satu bulan. Analisis data menggunakan uji T berpasangan (T test paired) namun data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji non parametrik yaitu Uji Wilxocon Signed Ranks. Taraf kesalahan yang digunakan adalah 5%. Hasil penelitian ini menunjukan Albendazol 3 hari berturut turut mampu menurunkan persentase telur dibuahi (fertilized) pada anak yang terinfeksi A.lumbricoides. Terdapat peningkatan jumlah telur yang tidak dibuahi (unfertilized) setelah pengobatan. Pemberian Albendazole dosis tunggal selama 3 hari berturut turut juga mampu menurunkan persentase telur infektif dan berpengaruh pada perubahan perkembangan telur A.lumbricoides. ......Albendazol treatment with triple doses showed satisfactory results in Cure rate (CR) and eggs reduction rate ( ERR ) on A.lumbricoides infection , but there was a study showing the prevalence of Ascaris lumbricoides increased after 4 months post treatment due to reinfection. Another study showed that a single dose albendazole was not able to inhibit the development of A.lumbricoides eggs because there was infective stage of eggs in stool sample. The question whether the administration of albendazole with a maximum dose capable of inhibiting the development of eggs thoroughly . Therefore this aim purpose of this study is to determine the effectivity of triple dose albendazole (3x 400 mg) in inhibiting the development of A.lumbricoides eggs. In this study a total of 33 school children were recruited. They were treated with triple dose of albendazole. Stool sample were collected on days 1 and 7 after treatment followed by cultured for one month . The data were not normally distributed so that the non- parametric test was used Wilxocon Signed Ranks Test. These results indicate Albendazol given in 3 days in a row is able to reduce the percentage of fertilized eggs in children infected with A.lumbricoides, and followed by the increase percentage of unfertilized eggs after treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahir Shah Nekmal
Abstrak :
ABSTRACT
Title: This study was aimed to assess the house hold mothers sanitation ( source of drinking water) and hygiene factors (Time of hand washing with soap) and it?s association to ascariasis of their under five years old children in the district of Sikka Nusa Tenggara West Timor (NTT) province. Stool samples were collected from 640 children from Sikka district. The prevalence of Intestinal ascaris infection was 12.50 % in this study. According to the education mother?s only 2.3% of mothers have high education,while in a huge percentage 66.56% of mothers have low level of education. 32.20% of mother have some kind of activities to earn the money. Highet percentage of children are related in the age group between 1-3 years, but only 0.13% of children have relationship to the group of under one years . According to the nutritional status of children almost half percent of children were under nutrition. By source of drinking water the highest percentage 76.56% of house hold mothers use safe drinking water. According to the activities of hand washing with soap most of house hold mother do not have this habit. While hand washing with soap after cleaning the child defecation is a donminent variable in this study (Protective) with (OR 0.40 CI 95% 0,24 ? 0,65). While in this study we do not find any significant difference of the independent variables to dependent variabe of ascariasis.
2010
T28444
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leonita Ariesti Putri
Abstrak :
Pengetahuan mengenai A. lumbricoides berperan penting dalam menanggulangi askariasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penyuluhan dalam peningkatan pengetahuan responden mengenai morfologi dan siklus hidupA. lumbricoides. Penelitian dilaksanakan di Jakarta dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2011 dengan cara pengisian kuesioner. Sampel penelitian merupakan Guru SD di Jakarta yang diambil dengan metode total populasi. Kuesioner yang dibagikan sebelum dan sesudah penyuluhan berisi pertanyaan tentang morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides. Jumlah total responden 67 orang dengan responden laki-laki 21 orang (31,3%) dan responden perempuan 46 orang (68,7%). Pada pengambilan data yang diperoleh sebelum penyuluhan, terlihat responden dengan tingkat pengetahuan yang tergolong baik berjumlah 4 orang (6%), cukup 7 orang (10,4%), dan kurang 56 orang (83,6%). Sesudah penyuluhan diperoleh data responden dengan pengetahuan yang tergolong baik berjumlah 39 orang (58,2%), cukup 10 orang (14,9%), dan kurang 18 orang (26,9%). Pada uji marginal homogeneity didapatkan nilai p<0,001 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil uji sebelum dan setelah penyuluhan. Dapat disimpulkan bahwa penyuluhan efektif dalam peningkatan pengetahuan guru SD di Jakarta mengenai morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides. ......The acknowledgement of A. lumbricoides plays important role inpreventing ascariasis. The main objective of this research is to know the effectiveness of health promotion towards the improvement of elementary school teachers’ knowledge in Jakarta about morphology and life cycle of A. lumbricoides. This research was held in Jakarta. The data was collected on October 12th 2011 by handing out questionnaires to the respondents. Total population sampling method was applied to pick out the samples. The questionnaires given consisted of questions about the morphology and life cycle of A. lumbricoides. There are 67 respondents in total with 21 male respondents (31,3%) and 46 female respondents (68,7%). Before the health promotion was given, there were 4 good-knowledge respondents (6%), 7 fair-knowledge respondents (10,4%), and 56 poor-knowledge respondents (83,6%). After the health promotion was given there were 39 good-knowledge respodents (58,2%), 10 fair-knowledge respondents (14,9%), and 18 poor-knowledge respondents (26,9%). By using marginal homogeneity test, there was a significant difference (p<0,001) between the elementary school teachers’ knowledge before and after the health promotion was given. In conclusion, the health promotion is effective to improve knowledge about morphology and life cycle of A. Lumbricoides on elementary school teachers in Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Celestina Apsari H.
Abstrak :
Askariasis memiliki angka prevalensi yang masih tinggi di Indonesia terutama pada anak yang tinggal di daerah padat penghuni. Pengetahuan akan A. lumbricoides merupakan kunci pencegahan askariasis. Tujuan penelitian ini mengetahui efektifitas penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan anak panti asuhan mengenai A. lumbricoides. Penelitian experimental (pre-post study)dilakukan di panti asuhan X di Kelurahan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Data diambil pada tanggal 10 Juni 2012dengan mengisi kuesioner sebelum dan setelah penyuluhan.Semua anak yang hadir saat penyuluhan dijadikan subyek penelitian (total population). Kuesioner berisi pertanyaan tentang siklus hidup A.lumbricoides.Data diolah dengan program SPSS versi 11,5 dan diuji dengan marginal homogeneity. Hasil penelitian menunjukkan 59 (41.5%) responden adalah laki-laki dan 83 responden (58.5%) perempuan; terdiri dari 78 murid(54.9%) SD, 55 murid (38.7%) SMP, dan 9murid (6.4%) SMA. Sebelum penyuluhan, tingkat pengetahuan baik, sedang, dan kurang adalah 1 responden (0.7%), 11 responden (7.7%), dan 130 responden (91.6%). Setelah penyuluhan, jumlah responden dengan pengetahuan baik dan sedang meningkat menjadi 8 responden (5.6%) dan 50 responden (35.2%) sedangkan responden dengan pengetahuan kurang menurun menjadi 84 responden (59.2%). Uji marginal homogeneitymemberikan p<0.001, berarti ada perbedaan bermakna dalam hasil sebelum dan sesudah penyuluhan. Disimpulkan penyuluhan efektif meningkatkan pengetahun responden mengenai A. lumbricoides. ......The prevalence of ascariasis in Indonesia remains high, especially in children who live in crowded area. Knowledge on A. lumbricoides is the key in preventing ascariasis. The purpose of this research is to know the effectiveness of health education in increasing the knowledge on the life cycle of A. lumbricoides among the orphans. This experimental study (pre-post study) was conducted at orphanage in Lubang Buaya Village, East Jakarta. The data was taken on June, 12th 2012 by handing out questionnaires about the life cycle of A.lumbricoides to the subjects before and after health education. All orphans who gathered were becoming the research subjects. Data was processed using SPSS 11.5 and tested with marginal homogeneity. The results show the numbers male subjects and female subjects are 59 (41.5%) and 83 (58.5%), 78 primary school (54.9%), 55 junior highschool (38.7%), and 9 senior highschool students(6.4%). Before health education, the numbers of respondents with good, fair, and poor knowledge level of A. lumbricoides were 1 (0.7%), 11 (7.7%), 130 subjects (91.6%). After education, the number of subjects with good and fair knowledge increased to 8 (5.6%) and 50 subjects (35.2%), while poor knowledge decreased to 84 (59.2%). Marginal homogeneity test showed a significant difference (p<0.001) between the orphans? knowledge before and after health education. In conclusion, health education is effective to increase knowledge of A. lumbricoides in orphans.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vionnie Violetta T.
Abstrak :
Askariasis adalah infeksi cacing yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Pengetahuan masyarakat mengenai gejala askariasis penting untuk diketahui agar masyarakat dapat mengenalinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan guru Sekolah Dasar (SD) yang banyak berinteraksi dengan anak-anak. Penelitian dilakukan di Jakarta dengan desain eksperimental jenis pre-post study. Pengambilan data dilakukan pada 12 Oktober 2011. Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner berisi pertanyaan mengenai gejala askariasis sebelum dan sesudah penyuluhan. Semua guru SD yang hadir dijadikan subyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan jumlah guru yang hadir adalah 21 orang laki-laki (31,3%) dan 46 orang perempuan (68,7%). Sebelum penyuluhan, 7 orang (10,4%) memiliki skor baik, 9 orang (13,4%) memiliki skor cukup, dan 51 orang (76,1%) memiliki skor kurang. Pertanyaan yang paling tidak dimengerti responden sebelum penyuluhan adalah tentang pengaruh jumlah cacing yang banyak pada usus (hanya 3% responden yang memperoleh nilai sempurna). Setelah penyuluhan, responden dengan pengetahuan baik berjumlah 19 orang (28,4%), pengetahuan cukup berjumlah 26 orang (38,8%), dan pengetahuan kurang berjumlah 22 orang (32,8%). Terdapat perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan (p < 0,01; uji marginal homogeneity). Disimpulkan penyuluhan kesehatan efektif dalam meningkatkan pengetahuan guru SD mengenai gejala askariasis. ......Ascariasis is a popular infection found in children. Knowledge of its infection symptoms becomes important to detect this case. This research analyzes the effect of health education towards elementary school teachers’ knowledge about symptoms of ascariasis as they often interact with children. Research is conducted at Jakarta with experimental design (pre-post study) on October 12th, 2011. Data is collected by using questionnaires about symptoms of ascariasis before and after education. All elementary school teachers who attended the education is the sample of this research. From 21 male (31.3%) and 46 female (68.7%) respondents, before education 7 (10.4%) have good scores, 9 (13.4%) have average scores, and 51 (76.1%) have poor scores. Question with lowest score before education is about the effect of large amount of A. lumbricoides in intestines (only 3% respondents answer correctly). After education, there are 19 (28.4%) with good scores, 26 (38.8%) with average scores, and 22 with poor scores (32.8%). There is a significant difference in elementary school teachers’ knowledge before and after education (p < 0,01; marginal homogeneity test). It is concluded that health education is an effective media to increase elementary school teachers’ knowledge of symptoms of ascariasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Farida Rachmat
Abstrak :
ABSTRAK
Desa Kalena Rongo merupakan daerah dengan keadaan sanitasi yang buruk dan kurangnya ketersediaan air bersih. Penelitian ini ditujukan untuk dapat mengetahui prevalensi cacingan dan hubungannya dengan usia dan jenis kelamin pada warga desa Kalena Rongo, Sumba Barat Daya. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dan dilakukan di salah satu dusun (dusun 1) yang dipilih secara acak. Sebanyak 424 warga desa Kalena Rongo menjadi subjek penelitian dan diminta untuk mengumpulkan feses pada bulan Juni 2014. Sampel feses yang telah terkumpul diperiksa secara mikroskopis di laboratorium Parasitologi, hasil yang diperoleh diolah dengan program SPSS 20.0 for windows, dan dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan dari 424 warga desa Kalena Rongo yang mengumpulkan pot feses didapatkan 391 (92,2%) warga positif mengalami cacingan, dengan rincian A. lumbricoides 279 (65,8%), T. trichiura 257 (60,6%), cacing tambang 227 (53,8%), dan warga yang mengalami infeksi campuran sebanyak 264 (67,5%). Seluruh warga desa Kalena Rongo kemudian diberikan pengobatan massal antihemintik. Pada prevalensi cacingan dengan kelompok usia didapatkan adanya perbedaan bermakna (chi square p=0,002), sedangkan pada prevalensi cacingan dengan jenis kelamin tidak didapatkan adanya perbedaan bermakna (chi square p=0,164). Dapat disimpulkan bahwa prevalensi cacingan pada warga desa Kalena Rongo berhubungan dengan usia, dan tidak berhubungan dengan jenis kelamin
ABSTRACT
Kalena Rongo village is an area with the state of poor sanitation and lack of clean water availability. This research aimed to determine the prevalence of worm disease and its relation to age and gender of villagers in Kalena Rongo Village, Southwest Sumba. We use cross-sectional design and performed in one village (hamlet 1) randomly selected with 424 people as the subject. Subjects are asked to collect their feces in June 2014. The collected feces was then microscopicly examined in the Parasitology laboratory. The final result is processed with a computer programme SPSS 20.0 for windows and analyzed with chi-square techniques. The result of this research show that among 424 people in the Kalena Rongo village who has collected their feces container, 391 (92.2%) shows positive result on worm disease. With 279 (65.8%) people among them are infected by A. Lumbricoides, 257 (60.6%) people are infected by T. trichiura, 227 (53.8%) people are infected by hookworm, and 264 (67.5%) have mix infection. The whole population is then treated with antihelminth medication. On the prevalence of worm disease with specific age groups, there is a significant difference (chi square p= 0.002), whereas on the prevalence of worm disease with gender, there is no significant difference (chi square p=0.164). It can be concluded that the prevalence of worm disease in the population of Kalena Rongo village is related to age, and have no relation with gender
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Wahyu Wardhana
Abstrak :
Latar Belakang: Warga Desa Panimbangjaya sulit mendapat air bersih dan memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan yang merupakan faktor risiko transmisi soil-transmitted helminth (STH). STH dapat menyebabkan anemia, namun hubungan STH dan anemia belum diketahui di Desa Panimbangjaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan intensitas infeksi STH serta hubungannya dengan anemia pada anak SD. Metode: Penelitian cross-sectional dilakukan di SDN 01 dan SDN 03 Panimbangjaya, Pandeglang pada bulan Juli–Agustus 2018. Sampel feses dikumpulkan menggunakan pot feses yang dibagikan dan diperiksa dengan metode Kato-Katz. Sampel darah diambil dari darah vena 0,5–3 mL, kemudian diproses dengan hematology analyzer Sysmex untuk mendapatkan nilai Hb. Subyek positif STH diberi albendazol 400 mg tiga hari berturut-turut. Hasil: Subyek penelitian berjumlah 150 anak, terdiri atas 68 laki-laki dan 82 perempuan yang berasal dari kelas 1–2 (28 anak), 3–4 (54 anak), dan 5–6 (68 anak). Prevalensi infeksi STH adalah 81,3%: A. lumbricoides 58,7%, T. trichiura 48%, dan infeksi campur 25,3%. Intensitas infeksi A. lumbricoides umumnya ringan dan T. trichiura seluruhnya ringan. Prevalensi anemia adalah 16,7%. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara anemia dan intensitas infeksi STH (uji chi-square, p>0,05). Perlu dilakukan pemberian obat pencegahan massal setiap enam bulan karena prevalensi STH > 50% serta suplementasi tablet tambah darah untuk anak yang anemia. ...... Introduction: The inhabitants of Panimbangjaya Village have difficulty getting clean water and still practices open defecation, which is a risk factor for the transmission of soil-transmitted helminth (STH). STH can cause anemia, however, in Panimbangjaya Village, the relation between STH and anemia were unknown. This study aimed to determine the prevalence and infection intensity of STH and its relation with anemia in elementary school children. Methods: This cross-sectional study was conducted at SDN 01 and SDN 03 Panimbangjaya, Pandeglang in July–August 2018. Stool samples were collected using feces pots and examined using the Kato-Katz method. Blood samples were taken from 0.5–3 mL venous blood and then processed with a Sysmex hematology analyzer to obtain Hb values. STH positive subjects were given albendazole 400mg for three consecutive days. Results: Subjects were 150 children, consisted of 68 boys and 82 girls from grades 1–2 (28 children), 3–4 (54 children), and 5–6 (68 children). The prevalence of STH infection was 81.3%: A. lumbricoides 58,7%, T. trichiura 48%, and mixed infections 25.3%. The infection intensity of A. lumbricoides was generally mild and T. trichiura was entirely mild. The prevalence of anemia was 16.7%. Conclusion: There was no relationship (chi-square test, p> 0.05) between STH infection intensity and anemia. Mass drug administration needs to be done biannually because the prevalence of STH is > 50%. Iron and folic acid supplementation need to be given to anemic children.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>