Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amanda Kenika Aulia
"Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah mengalami dua kali perubahan sejak pertama kali disahkan pada tahun 2008. Perubahan pertama melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 hanya menambahkan penjelasan substansi, sedangkan perubahan kedua melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 menggantikan Pasal 27 Ayat (3) menjadi Pasal 27A UU ITE dan mengubah rumusan pasalnya. Meskipun mengalami perubahan yang signifikan, Pasal 27A masih mengandung ambiguitas makna. Penelitian ini mengkaji ambiguitas polisemi dalam Pasal 27A UU ITE untuk memberikan kejelasan dalam penerapan hukum terkait pencemaran nama baik dan kebebasan berekspresi di ruang digital. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, serta fokus pada analisis linguistik forensik untuk mengidentifikasi ambiguitas polisemi dalam Pasal 27A UU ITE. Hasil analisis menujukan bahwa Pasal 27A UU ITE telah dirancang dengan baik secara linguistik, namun penjelasan dalam undang-undang perlu dilengkapi untuk memberikan batasan yang lebih tegas dan terperinci. Upaya ini diharapkan mampu mendukung konsistensi penerapan hukum, meminimalkan potensi penyalahgunaan, dan menjaga kebebasan berekspresi, terutama dalam ruang digital yang terus berkembang.

The 27 Paragraph (3) of the Law on Electronic Information and Transactions (ITE Law) has undergone two amendments since its initial enactment in 2008. The first amendment, through Law Number 19 of 2016, introduced additional substantive explanations. The second amendment, through Law Number 1 of 2024, replaced Paragraph 27 (3) with Paragraph 27A of the ITE Law, revising its formulation. Despite these significant changes, Paragraph 27A still contains semantic ambiguities. This study examines the polysemous ambiguities in Paragraph 27A of the ITE Law to clarify its application in legal practice, particularly concerning defamation and freedom of expression in digital spaces. Using a qualitative method with a descriptive approach, this research focuses on forensic linguistic analysis to identify polysemous ambiguities in Paragraph 27A of the ITE Law. The findings indicate that Paragraph 27A of the ITE Law is linguistically well-constructed; however, the explanatory section of the law requires further elaboration to provide clearer and more detailed boundaries. This effort is expected to support consistent legal application, minimize potential misuse, and safeguard freedom of expression, particularly in the evolving digital landscape."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library