Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Windry Ramadhina
"Pada pertengahan 1960-an, Soekarno, presiden pertama Indonesia, memutuskan untuk membangun sebuah masjid nasional dengan gaya arsitektur modem yang monumental di pusat Kota Jakarta. Impiannya adalah untuk menjadikan ibukota tersebut sebagai mercu-suar dari negara-negara yang timbul. Yang kemudian menjadi penting bagi presiden ini bukanlah arsitek yang harus mendesain bangunan landmark ini, melainkan bentuk bangunan tersebut harus meninggalkan ekspresi arsitektural dari masjid lokal tradisional.
Soekarno menolak untuk membangun masjid tradisional seperti masjid Demak atau masjid Banten, la dan komunitas islam di Indonesia saat itu ingin mendirikan sebuah masjid yang lebih besar dan lebih indah dari masjid Muhammmad Ali di Cairo dengan alasan Indonesia adalah negara islam yang besar. Maka kemudian masjid tersebut terealisasi dan dikenal sebagai masjid lstiqlal.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Suharto membudayakan arsitektur yang merefleksikan Indonesia. Pada masa inilah ide dan bentuk arsitektur Indonesia lahir kembali. Pada awal 1980-an, dikeluarkan suatu program nasional mengenai bangunan masjid. Ratusan masjid terstandardisasi yang mengadopsi citra masjid Demak dibangun di banyak daerah di Indonesia. Pengadopsian citra ini mungkin merupakan suatu usaha pemerintah baru untuk membangun otoritasnya.
Wacana “hubungan antara arsitektur dan politik" sudah sejak lama muncul. Banyak teorisi-teorisi arsitektur yang mengemukakan hal ini dalam esai-esai dan teori- teori mereka. Yang akan dibahas oleh karya tulis ini adalah arsitektur dan politik pada masa Orde Baru, sebagai masa pemerintahan yang paling lama di Indonesia, berdasarkan esai-esai teori-teori tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S48518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Diba
"ABSTRAK
Kota Tua merupakan salah satu peninggalan Kolonial Belanda yang ada di Jakarta, dengan susunan orisinilnya yang terinspirasi dari negeri Belanda dan dipadukan dengan konsep kota ideal yang dicetuskan oleh Simon Stevin. Dengan nilai sejarah yang dimilikinya, pemerintah menobatkan Kota Tua sebagai kawasan warisan budaya. Pada tahun 2014, Indonesia mengajukan Kota Tua sebagai warisan budaya dunia UNESCO. Lalu pada tahun 2016 dilakukan revitalisasi Kali Besar sebagai bentuk pembenahan wilayah Kota Tua menuju warisan budaya dunia. Namun sayang, pada tahun 2018, ICOMOS (International Council and Monuments) selaku sub-divisi UNESCO mengeluarkan pernyataan bahwa kawasan Kota Tua, tidak layak untuk dijadikan warisan budaya dunia dengan beberapa catatan. Diduga salah satu faktor ditolaknya Kota Tua sebagai warisan budaya dunia adalah adanya politik arsitektur yang terjadi dalam proses revitalisasi Kali Besar, tulisan ini mencoba menganalisa lebih lanjut sejauh mana politik arsitektur dapat menggeser nilai warisan sehingga tidak layak menjadi warisan budaya dunia dengan pendekatan deskriptif.

ABSTRACT
Kota Tua is a Dutch Colonial City in Indonesia, with its historical value, the government acclaimed the Kota Tua as a cultural heritage area. In 2014, Indonesia proposed Kota Tua as a UNESCO world cultural heritage. Then, in 2016 revitalization of Kali Besar was carried out as a form of revamping the Old City area towards the world cultural heritage. But unfortunately, in 2018, ICOMOS (International Council and Monuments) as a UNESCO sub-division stated a statement that the Old City area, is not feasible to be claim as a world cultural heritage with some notes. It is suspected that one of the factors why Kota Tua rejected as a world cultural heritage is the existence of architectural politics that occurred in the revitalization process of Kali Besar, this paper tries to analyze how architectural politics can shift heritage asset value so that not worthy for being world cultural heritage with a descriptive approach."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vale, Lawrence J.
London: Routledge, 2008
725.11 VAL a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Christianti Setiadi
"ABSTRAK
Penulisan laporan ini adalah bagian dari penyelesaian Program Internasional Sarjana. Laporan ini didasarkan pada proyek pengembangan desain skematik yang menanggapi arahan klien yang diberikan oleh universitas terkait. Proyek ini berkaitan dengan mendefinisikan kembali konsep demokrasi, melambangkan makna dan menerjemahkan ke dalam karya arsitektur. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan fasilitas yang mengundang publik untuk merasa nyaman berada di tengah masyarakat yang demokratis. Pemberian proyek ini juga ditugaskan untuk merancang desain kaca yang memperkuat konsep transparansi, sebagaimana identitas demokrasi ideal. Tantangan proyek ini adalah menciptakan penggunaan kaca yang sangat dominan di area subtropis di Brisbane, Australia. Pertimbangan kontekstual lainnya juga melibatkan mengintegrasikan ke dalam pengembangan besar yang sedang berlangsung di situs. Metode dalam pengembangan adalah melalui studi situs dan konteks, analisis klien singkat, mendefinisikan kembali demokrasi yang ideal, dan studi sebelumnya diperoleh melalui jurnal, artikel, dan sumber-sumber terpercaya lainnya. Hasilnya mewakili bagaimana arsitektur dapat digunakan untuk mewujudkan ambisi politik melalui pemahaman mendalam mengenai latar belakang sejarah, budaya dan sosial.

ABSTRACT
The writing of this report is a part of the completion of the Bachelor Degrees International Program. The report is based on a project of developing a schematic design responding a client brief given by the corresponding university. The project deals with redefining the concept of democracy, symbolising the meaning and translating into an architectural entity. This project dreams to create an inviting thoroughfare for the public to be comfortable in being within a democratic society. The brief also commissioned to design a glazing system that amplifies the very concept of transparency, an identity of ideal democracy. The challenge of the project is to create a very dominant use of glass into a subtropical area in Brisbane, Australia. Other contextual considerations also involve integrating into the ongoing mega development in the site. The method in the development was through site and context studies, client brief analysis, redefining the ideal democracy, and precedent studies obtained through journals, articles, and other credible sources. The result represents how architecture can be used to embody a political ambition through an extensive study of historical, cultural and social backgrounds."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library