Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Fauzan Haryadi
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang upaya hukum peninjauan kembali oleh korban dan penuntut umum. Praktik peradilan terkait upaya hukum peninjauan kembali telah dilakukan oleh korban baik dalam kualitasnya sebagai saksi korban, pihak ketiga yang berkepentingan maupun Penuntut Umum yang mewakili korban dan negara. Perbedaan dalam penafsiran ekstensif dari pemberian hak peninjauan kembali oleh MA khususnya terhadap upaya hukum peninjauan kembali oleh korban dalam kualitasnya sebagai saksi korban yang dinyatakan tidak dapat diterima mendorong penulis untuk melakukan penelitian terkait permasalahan kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, alasan apa yang mendasari Mahkamah Agung menyatakan permohonan upaya hukum peninjauan kembali oleh saksi korban tidak dapat diterima serta bagaimana peluangnya di masa mendatang. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa secara teoritis dan praktik kedudukan korban masih sangat terasing dan diasingkan dalam sistem peradilan yang kita anut sekarang. Terhadap upaya hukum oleh korban dalam kualitasnya sebagai saksi korban Mahkamah Agung belum menerima secara formal atas dasar korban tidak mempunyai legal standing dalam perkara pidana. Berdasarkan atas pertimbangan rasa keadilan dan asas keseimbangan dengan menggunakan landasan perspektif posisi sentral korban dan pergeseran sistem peradilan pidana seharusnya selain Penuntut Umum dalam kapasitasnya mewakili korban, masyarakat umum, bangsa dan negara, serta korban dalam kualitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, maka korban dalam kualitasnya sebagai saksi korban juga beralasan untuk diberikan hak mengajukan peninjauan kembali. Guna memberi landasan yang kuat bagi korban agar dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali dikemudian hari, ketentuan Pasal 263 KUHAP sebagai dasar pengajuan permintaan peninjauan kembali perkara pidana perlu direvisi dan dilenturkan sedemikian rupa sehingga juga bisa memberikan hak kepada korban kejahatan maupun keluarganya untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
This thesis discusses review appeals by victims and prosecutors. The practice of judicial review appeals have been made by the victim both in quality as witnesses, interested third parties and the public prosecutor representing the victims and the state. Differences in interpretation of the extensive granting review appeals by the Supreme Court in particular to effective judicial review appeals of the victim in the victim's quality as a witness cannot be accepted encourage writers to do some research problems related to the position of the victim in the criminal justice system in Indonesia, what is the underlying reason for the Supreme Court request review appeals of legal action by the victims cannot be accepted and how the chances in the future. The results concluded that the theoretical and practical position of the victim is very isolated and ostracized in the justice system that we embrace today. Against legal action by the victim in the victim's quality as a witness Supreme Court has not received a formal on the basis of the victim haven't a legal standing. According to the sense of justice and the principle of balance by using runway perspective of the central position of victims and the criminal justice system should shift other than prosecution General in his capacity representing the victims, the general public, state and nation, as well as victims in quality as an interested third parties, the victim in the victim's quality as a witness was also given the right reasons to submit a review. In order to provide a strong foundation for victims to apply for review appeals in the future, the provision of Article 263 of the Criminal Procedure Code as the basis for reconsideration filing criminal cases need to be revised and bent in such a way that it can also give rights to victims of crime or their families to apply for review appeals.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Maulana
Abstrak :
Skripsi ini menjelaskan mengenai pengertian, dasar hukum, alasan, tujuan, pihak-pihak, tata cara mengajukan, tenggang waktu mengajukan, dan penyampaian putusan kasasi demi kepentingan hukum. Skripsi ini juga menjelaskan tentang teori-teori pemidanaan yaitu teori absolut, teori relatif dan teori gabungan yang digunakan sebagai sudut pandang dalam menganilisis. Skripsi ini berusaha menganalisis upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum dari sudut pandang teori pemidanaan gabungan yang selama 10 (sepuluh) tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan 2004 tidak pernah ada pengajuan, adanya kecenderungan Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum peninjauan kembali yang selama 10 (sepuluh) tahun terakhir tersebut telah dilakukan 2 (dua) kali. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif, dari penelitian tersebut Penulis menyimpulkan bahwa upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum secara sudut pandang teori pemidanaan gabungan tidak dapat mewujudkan tuntutan keadilan, tidak mempunyai efek dalam pencegahan terhadap kejahatan agar dikemudian hari kejahatan yang telah dilakukan itu tidak terulang lagi baik oleh penjahat sendiri maupun masyarakat pada umumnya, dan tidak dapat mewujudkan tujuan-tujuan yang bermanfaat lainnya. Adanya kecenderungan Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum peninjauan kembali karena upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum secara substansi tidak berpengaruh terhadap mantan terdakwa, dimana dalam putusannya tidak dapat menjatuhkan pemidanaan sekalipun mantan terdakwa terbukti bersalah, disamping itu secara kualitas putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak sama dengan putusan peninjauan kembali, oleh karena jika putusan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan peninjauan kembali namun tidak sebaliknya putusan peninjauan kembali dapat diajukan kasasi demi kepentingan hukum. Dalam rangka menegakkan keadilan dan keseimbangan hak, Jaksa Penuntut Umum berusaha mencari koridor hukum yang dapat ditempuh yaitu dengan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Ketentuan Undang-undang melalui Pasal 67 dan 244 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menyatakan melarang dilakukannya upaya hukum baik banding maupun kasasi terhadap putusan bebas yang dijatuhkan Hakim pada pemeriksaan tingkat pertama. Namun dalam prakteknya ketentuan Undang-undang tersebut dinilai terlaku riskan untuk diterapkan di Indonesia pada saat ini. Oleh karena itu dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Kehakiman yang memerintahkan untuk mengeluarkan Yurisprudensi untuk membuka pintu upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas. Berselang beberapa hari kemudian keluarlah putusan Mahkamah Agung pertama pasca berlakunya KUHAP yang mengabulkan permohonan kasasi atas putusan bebas dengan terdakwa Raden Sonson Natalegawa. Putusan tersebut kemudian dalam prakteknya diikuti dan dijadikan Yurisprudensi tetap oleh Mahkamah Agung. Dengah demikian Yurisprudensi telah dijadikan dasar bagi Hakim untuk melakukan praktek yang sebenarnya bertentangan dengan ketentuan Undang-undang. Dalam skripsi ini dibahas dua pokok permasalahan terkait dengan hal tersebut, yaitu: pertama menjawab apakah menurut sistem hukum indonesia Yurisprudensi dapat dijadikan dasar oleh hakim dalam memutus suatu perkara, hal ini akan terkait dengan peran dan kedudukan Yurisprudensi dalam sistem peradilan Indonesia. Kedua, menjawab pertanyaan apakah yurisprudensi dapat dijadikan dasar untuk melakukan praktek yang bertentangan dengan ketentuan Undang-undang seperti dalam praktek pelaksanaan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas tersebut.
[Universitas Indonesia, ], 2006
S22461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veegens, D. J.
Zwolle: Tjeenk Willink, 1971
BLD 347.09 VEE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Veegens, D. J.
Zwolle: Tjeenk Willink, 1959
BLD 347.09 VEE c (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Tri Wahyuni
Abstrak :
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan KUHAP menentukan bahwa upaya hukum Peninjauan Kembali dapat diajukan atas dasar ditemukannya keadaan baru (novum), pertentangan putusan pengadilan dan kekhilafan atau kekeliruan hakim. Permohonan Peninjauan Kembali sebagian besar diajukan atas dasar novum, bahkan timbul opini publik yang mempersepsikan novum sebagai syarat Peninjauan Kembali. Kualifikasi novum yang menjadi dasar Peninjauan Kembali belum diatur secara jelas di dalam KUHAP. Hal tersebut menimbulkan interpretasi tentang kualifikasi novum yang beragam di dalam masyarakat. Kualifikasi novum yang belum dipertegas merupakan penyebab terjadinya penumpukan perkara Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP dinilai belum cukup memuaskan untuk menjawab persepsi publik mengenai batasan novum. Dasar yang dapat digunakan dalam menilai novum adalah penafsiran para Hakim Mahkamah Agung yang tercantum di dalam putusan-putusan Peninjauan Kembali. Hakim Mahkamah Agung bebas memutuskan untuk menerima novum yang diajukan sebagai dasar Peninjauan Kembali atau tidak. Penjelasan atas novum sebagai dasar Peninjauan Kembali diperlukan untuk menjawab ketidaktegasan perihal keterangan waktu serta kualitas novum sebagai dasar Peninjauan Kembali, agar tercipta kepastian hukum dan penumpukan perkara di Mahkamah Agung berkurang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualifikasi novum sebagai dasar pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali yang sebagian besar didasarkan atas pendapat dan pemikiran para ahli maupun praktisi hukum.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22425
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arfarina Nur Sitinikri
Abstrak :
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum dalam perkara TUN. Pada dasarnya semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Akan tetapi sejak berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA, maka tidak semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Pembatasan kasasi yang diatur dalam Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah pembatasan pengajuan kasasi terhadap perkara TUN yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. Dalam ketentuan tersebut tidak termasuk keputusan pejabat TUN yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembatasan tersebut dilakukan melalui penetapan Ketua PTUN dan permohonan kasasi tersebut tidak dikirimkan ke MA. Ketentuan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tersebut dalam prakteknya masih menjadi perdebatan. Oleh karenanya di beberapa kasus masih terjadi perbedaan penerapan pasal tersebut, seperti dalam kasus gugatan atas Surat Perintah Bongkar Walikota Jakarta Timur dengan kasus CV Sungai Bendera Jaya. Melalui metode penelitian hukum normatif, skripsi ini akan mencoba menjawab permasalahan mengenai pembatasan terhadap perkara TUN yang dikecualikan untuk diajukan kasasi, serta prosedur penolakan terhadap perkara tersebut. Dengan adanya pembatasan perkara tersebut diharapkan dapat mengurangi penumpukan perkara di MA serta meningkatkan kualitas putusan PTUN dan PTTUN.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22382
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Herbudi Arifianto
Abstrak :
Salah satu fungsi hukum adalah menegakkan dan menemukan kebenaran. Dalam menegakkan dan menemukan kebenaran tersebut di bentuklah apa yang dinamakan hukum. Hukum adalah aturan ciptaan manusia untuk menjaga agar masyarakat dapat hidup tertib dan nyaman. Hukum dalam perkembangannya ada yang tertulis dan tidak tertulis. Dalam mewujudkan kepastian hukum, hukum oleh manusia dimanifestasikan dalam bentuk tertulis berupa peraturan perundang-undangan. Manusia adalah mahluk yang tidak sempurna dan dapat saja khilaf. Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum dapat saja berbuat kesalahan atau kekhilafan saat menerapkan hukum yang berakibat kepada dirugikannya para pihak yang bersengketa. Selain itu, dimungkinkan pula hal yang sama terjadi pada tidak sempurnanya produk yang dibuat oleh manusia dalam hal ini suatu produk perundang-undangan. Dalam meminimalisasi efek kekhilafan hakim tersebut dan untuk menemukan kebenaran dan keadilan seadil-adilnya maka dalam kitab hukum acara pidana diatur tentang upaya hukum. Upaya hukum menurut KUHAP terdiri atas upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa dilakukan pada saat kekuatan hukum atas suatu putusan belum berkekuatan hukum tetap, sedangkan upaya hukum luar biasa dilakukan bila suatu putusan telah berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa terdiri atas banding dan kasasi, sedang upaya hukum luar biasa terdiri atas Kasasi demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa pollycarpus, ia diputus bebas oleh majelis hakim pada tingkat kasasi, sebelumnya pada tingkat I ia diputus bersalah atas tuduhan pembunuhan Munir dan divonis 14 tahun penjara demikian pula ketika mengajukan banding di Pengadilan Tinggi, hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat I dengan memberikan hukuman yang sama yaitu 14 tahun penajara. Atas putusan bebas tersebut, jaksa penuntut umum yang mewakili kepentingan korban mengajukan upaya hukum Peninjauan kembali karena menganggap telah terjadi kesalahan penerapan hukum (kekhilafan hakim) serta ditemukannya bukti baru (novum) yang mana bila saja hal tersebut diketahui sebelum putusan dibacakan maka akan mempengaruhi hasil putusan hakim tersebut. Pengajuan upaya hukum peninjauan kembali oleh jaksa penuntut umum hingga kini masih mengundang pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21817
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pangaribuan, Evasari M.
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai permasalahan diperkenankannya upaya hukum kasasi yang diajukan terhadap putusan bebas. Meskipun dalam undang-undang dilarang namun pada praktiknya tetap diperkenankan dengan terpenuhinya kualifikasi putusan bebas tersebut sebagai putusan bebas murni. Hal ini disebabkan karena terdapat keterkaitan antara kualifikasi putusan bebas dan alasan-alasan permohonan kasasi yang ditentukan undang-undang sehingga dengan terpenuhinya kualifikasi putusan bebas tersebut dapat terpenuhi pula alasan-alasan permohonan kasasi. Mengingat banyaknya pemikiran yang berbeda mengenai hal ini maka Penulis melakukan kajian terhadap beberapa kasus. Pada akhirnya diharapkan akan dapat diperoleh suatu garis batas yang jelas mengenai diperkenankannya permohonan kasasi terhadap putusan bebas.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22572
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>