Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 363 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Yatmani
"Suatu senyawa antioksidan telah diisolasi dari minyak kulit biji jambu mete (CNSL) An acardium occidentale, yang kemudian diteliti aktivitas antioksidannya dan dibandingkan dengan aktivitas antioksidan lain yang telah dikenal yaitu BHT ; BHA ; tokoferol dan asam askorbat.
Isolasi dilakukan dengan mengekstrak kulit biji jambu mete yang telah dihaluskan menggunakan pelarut karbon tetra klorida, hasil ekstrak difraksinasi dengan kolom khromatografi dengan pelarut campuran Khloroform : Etil Asetat : Metanol ( 95:5:2 v/v/v), fraksi pertama yaitu fraksi A yang diperoleh diuji aktivitas antioksidannya menggunakan metoda tiosinat dan TBA.
Penentuan struktur molekul fraksi A ditentukan dengan spektroskopi Infra Red ; Massa ; 1H NMR dan 13C NMR. Dari data menunjukkan bahwa fraksi A adalah suatu senyawa asam anakardat dengan nama asam , 6-[ 8 (z),11 (z) -pentadekadienil | salisilat.
Hasil pengujian aktivitas antioksidan ternyata asam anakardat mempunyai kemampuan aktivitas antioksidan yang baik."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Arsianti
"Antioksidan diperlukan untuk melindungi lemak dan minyak dari kerusakan akibat proses oksidasi. Penelitian dan pengembangan antioksidan yang berasal dari alam kini sedang giat-giatnya digalakkan, dikarenakan penggunaan antioksidan sintetik saat ini perlu ditinjau kembali sebab ada yang bersifat merugikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan senyawa yang terdapat dalam kulit buah kandis (Garcinia parvifolia). Fraksi etil asetat G. parvifolia yang diperoleh dari proses maserasi dan fraksionasi dengan celite, dipekatkan, ekstrak hasil pemekatan diuji aktivitas antioksidannya dengan menggunakan metode penimbangan dan metode Lea. Aktivitas antioksidan ekstrak fraksi etil asetat ini dibandingkan dengan hasil uji aktivitas antioksidan sintetik BHA dan BHT.
Hasil uji aktivitas antioksidan baik dengan metode penimbangan maupun dengan metode Lea menunjukkan bahwa fraksi etil asetat G. parvifolia memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar daripada BHA dan BHT, dengan urutan aktivitas antioksidan : ekstrak fraksi etil asetat G. parvifolia > BHA > BHT. Sedangkan hasil analisis kualitatif ekstrak kasar etil asetat G. parvifolia dengan Kromatografi Lapis Tipis, menunjukkan bahwa ekstrak kasar etil asetat terdiri dari tiga komponen senyawa kimia dengan Rr masing-masing adalah 0,556, 0,288 dan 0,067."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abdur Rahman
"Lemak dan minyak mudah mengalami kerusakan akibat proses oksidasi. Untuk memperlambat proses oksidasi tersebut, diperlukan penambahan anti-oksidan. Namun, penggunaan anti-oksidan sintetik dewasa ini mulai mendapat perhatian serius karena ada yang bersifat merugikan. Oleh karena itu pengembangan anti-oksidan yang berasal dari alam, yang relatif lebih mudah didapat dan aman, tengah digalakkan saat ini.
Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) yang telah dipekatkan dari hasil maserasi dalam metanol, kemudian difraksionasi menghasilkan fraksi etil asetat dan butanol. Sebanyak 20 mg dari masing-masing sampel diuji aktivitasnya dengan menggunakan minyak kedelai. sebagai (500 mg) sebagai substrat dan FeC13.6H20 (0,02 mg) sebagai katalis. Metodenya yaitu dengan proses inkubasi pada suhu konstan 60 °C selama 30 hari. Ukuran aktivitasnya dinyatakan sebagai waktu inkubasi yang diperlukan sampel untuk mencapai penambahan berat 2% (10 mg). Uji aktivitas awal ini menunjukkan bahwa hanya fraksi butanol yang tidak mempunyai kemampuan aktivitas anti-oksidan.
Pemisahan lebih lanjut terhadap fraksi etil asetat, diperoleh fraksi asam kuat, fraksi asam lemah, dan fraksi netral. Urutan aktivitas dari ketiga fraksi tersebut, pada penambahan 20 mg, yaitu : Fraksi asam kuat > fraksi asam lemah jika dibandingkan terhadap BHA, BHT, dan Tokoferol. Sedangkan fraksi netral tidak menunjukkan aktivitas anti-oksidasi. Pemurnian fraksi asam lemah dengan kolom kromatografi, dihasilkan Zat A (7,6% ), Zat B (3,8% ), dan Zat C (3% ). Aktivitas Zat B lebih baik dibandingkan dengan Zat A dan Zat C, jika dibandingkan terhadap BHA dan Tokoferol.
Uji kualitatif awal terhadap zat A, zat B, dan zat C dengan metode Spray menunjukkan adanya senyawa fenol, sedangkan untuk uji golongan alkaloid dan flavanoid memberikan hasil yang negatif, ini berarti bahwa anti-oksidan yang terdapat dalam ekstrak kulit buah manggis adalah golongan fenolik."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Dhevita Leswara
"Analysis of various mistletoe grown on different host plants showed that the amount or value of mistletoe antioxidant activity, which were based on its ability to reduce K3Fe(CN)6 and Cerium (IV) Sulphate, were 0.092 - 2.403 mequiv and 0.103 - 3.309 mequiv for each gram of mistletoe.
The ability of mistletoe samples to scavenge H202 were (1322 - 12.567 mmol for each gram of mistletoe. In general those three antioxidant methods showed the same order of activity, Dendrophthoe pentandra (L) Miq on tea as host plant gave the highest value, where Scurrula lepidota (G) Don on tea as host plant gave the smallest value. In general thin layer chromatogram profile with Rf 0.68; (180 and 0.91 are specific for all mistletoe genus examined. Dendrophthoe pentandra grown on tea has a big spot at Rf 0.80 when compared to other genus. Lepeostegeres gemmiflorus grown on tea has a big spot at Rf 0.51 but no spot at Rf 0.68. Scurrula lepidota grown on tea has the smallest spots at all Rf values when compared to other genus. Macroscopically mistletoe genus can be distinguished by its shape and size of stern, flowers and leaves. Microscopically Dendrophthoe and Lepeostegeres are specific for having astrosclereid while Scurrula and Macrosolen has stellate trichomes."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Irawati Soeria Santoso
"Angiogenesis dalam keadaan normal mempunyai peranan antara lain dalam pertumbuhan dan penyembuhan jaringan. Beberapa zat dapat mempengaruhi proses angiogenesis. Zat yang dapat merangsang keaktifan angiogenesis dapat dipakai untuk merangsang pertumbuhan atau penyembuhan jaringan. Sebaliknya, zat yang dapat menekan proses angiogenesis dapat dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel tumor. Zat antioksidan dapat menghambat kerusakan jaringan dengan menghambat pembentukan gugus radikal bebas yang berlebihan. Beberapa vitamin seperti vitamin A (beta karoten), vitamin C (asam askorbat) dan vitamin E (alfa tokoferol) mempunyai sifat sebagai antioksidan. Yang menjadi permasalahan ialah apakah vitamin A, vitamin E dan vitamin C mempunyai efek terhadap keaktifan angiogenik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin A, vitamin C dan vitamin E yang mempunyai sifat antioksidan terhadap keaktifan angiogenik. Pada penelitian ini dipergunakan jaringan endometrium dari tikus putih (W Ct star) pada kehamilan hari ke 5. Saringan endometrium dari setiap tikus dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok 1 direndam dalam RPMI 1640 + vitamin A, kelompok 2 direndam dalam RPMI 1540+ vitamin C dan kelompok 3 dengan RPMI 1640 + vitamin E. Kelompok 4 sebagai kontrol, jaringan direndam dalam RPMI 1640. Semua jaringan diinkubasi pada suhu 37 derajat C , 5 % C02 selama 60 menit. Pemeriksaan angiogenesis dilakukan dengan metoda Folkman. Eksplan jaringan endometrium yang dipotong-potong dengan ukuran kurang lebih 500 um , ditempatkan dalam matriks gel kolagen 3 dimensi yang berisi sel endotel (HUVEC) dalam media NCTC dan FCS. Eksplan tersebut dikultur selama 96 jam. Potensi angiogenik endometrium diukur dengan derajat migrasi sel endotel menuju jaringan yang ditanam ( skor 0 - 4 ). Skor aktifitas angiogenik adalah Mode dari skor angiogenik eksplan yang ditanam pada setiap cawan kultur. Untuk mengetahui perbedaan skor angiogenik setiap kelompok digunakan analisa dengan Chi-squared test dengan p t 0.05 dan derajat kebebasan (k-1)(b-1). Telah diperiksa aktivitas angiogenik 17 tikus. Dibandingkan dengan kontrol, maka pemberian vitamin A, vitamin C dan vitamin E memberikan skor aktivitas angiogenik yang lebih baik. Namun perbedaan ini tidak bermakna. Skor aktivitas angiogenik pada pemberian vitamin A dan C adalah 1 sedangkan vitamin E mendekati 1 dan pada kontrol lebih rendah sedikit dari pemberian vitamin E. Semula diduga bahwa vitamin A akan menekan proses angiogenesis namun dalam penelitian ini pemberian vitamin A memberikan hasil meningkatkan skor aktivitas angiogenesis. Mungkin hal ini disebabkan oleh dosis vitamin yang diberikan dan sifat vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan sel endotel (retinol babas) dan merangsang pertumbuhan sel (beta karoten dan retinol yang berikatan dengan protein -karier). Sebagai kesimpulan dalam penelitian ini ialah vitamin yang mempunyai sifat sebagai antioksidan walaupun tidak bermakna namun dapat memperbaiki skor angiogenesis dan mungkin dapat dikembangkan sebagai terapi tambahan disamping terapi konvensional pada beberapa penyakit di klinik.

Angiogenesis is an important physiologic process, which plays an essential role in normal tissue growth or repair. Several substances have been known to modulate angiogenic activity and can therefore be used either to stimulate or inhibit angiogenesis. Antioxydants are known to check tissue injury by inhibiting the formation of free radicals. vitamins A (beta carotene), C (ascorbic acid.), and E (alpha tacopherol) have antioxydant properties. The problem is to determine if these vitamins can also affect angiogei is activity. The purpose of this study is to investigate whether the antioxydant properties of vitamins A, C, and E can affect angiogenesis. Endometrial tissue samples were obtained from white rats (Wistar) on the fifth day of pregnancy. Samples from each rat were divided into 4 portions. The first portion was put into a solution of RPMI 1640 and vitamin A, the second into RPMI 1640 and vitamin C, and the third into RPMI 1640 and vitamin E. The last portion, as control, was put into a solution containing only RPMI 1640. All portions.were incubated at 37°C with 5% C02 for 60 minutes. Angiogenic assay followed the Folkman method. Explants from endometrial tissue were finely chopped into pieces smaller than 500 um and placed in a 3 dimensional collagen gel matrix containing endothelial cells (HUVEC) in NCTC and FCS media. the explants were cultured for 96 hours. Endometrial angiogenic potential were quantified by the degree of endothelial cell migration towards the explants, with a possible score of 0 - 4. The angiogenic activity score is the mode of the explant angiogenic score in each culture dish. Statistical analysis by using the chi-squared test with p<0.OOF. and a degree of freedom of (k-l) (b-1) was used to determine the difference in angiogenic score of each portion. The angiogenic activity of samples from 17'female white rats was evaluated. Vitamins A, C, and E was found to produce a higher score when compared to control. The difference was however not statistically significant. In samples given vitamins A and C the score was 1, while in samples with vitamin E the score was slightly less than 1. The score in the control batch was a little bit less than the vitamin E score. It was thought that vitamin A will inhibit angiogenesis, but this study showed that vitamin A enhanced angiogenic activity. This is probably caused by incorrect dosage, or the characteristics of vitamin A itself. Free retinal has been known to inhibit endothelial cell growth, while beta carotene and retinal bound to protein carriers may stimulate cell growth. From this study it can be concluded that vitamins with antioxydant properties can slightly increase angiogenic scores, and may be developed into an adjuvant tc conventional clinical therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Dorlina
"Ruang lingkup dan metode penelitian : Pesatnya perubahan gaya hidup di abad ini, terutama di negara berkembang, sangat berperan pada timbulnya penyakit degeneratif yang berhubungan dengan kerusakan sel akibat ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan endogen. Akhir-akhir ini banyak penelitian yang ditujukan untuk melihat aktivitas antioksidan yang bersumber dari bahan alam sebagai hepatoprotektor, seperti, Ginkgo biloba, Bauhinia rasemosa, Glycyrrhiza glabra dan Morine. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Puslit Kimia, LIPI, bahwa residu ekstrak Aspergillus terreus mempunyai aktivitas antioksidan (DPPH Scavenging effect) in vitro, dengan iCso sebesar 44 ppm. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah residu ekstrak Aspergillus terreus tersebut juga mempunyai aktivitas antioksidan in vivo seperti halnya in vitro. Untuk menilai aktivitas antioksidan in vivo tersebut, dilakukan pengukuran kadar MDA plasma dan jaringan hati, GPT plasma serta pemeriksaan histopatologis jaringan hati.
Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih galur Wistar, yang dibagi secara acak menjadi 4 .kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor. Kelompok 1 (kontrol), diberikan akuades 600 µUl00 g berat badan, kelompok 2, 3, dan 4, masing-masing diberikan Tween-80, residu ekstrak Aspergillus terreus 100 mgi kg berat badan dan 300 mg/kg berat badan, selama 3 hari berturut-turut. Karbon tetraklorida 2 mL (3,2 mg) / kg berat badan diberikan pada hari ke 3, kecuali pada kelompok I. Seluruh hewan coba diterminasi dengan cara dekapitasi pada hari ke 4, yaitu 24 jam setelah pemerian CCIL4, sebelum diterminasi tikus dipuasakan selama 17 jam. Darah diambil untuk pengukuran kadar GPT, MDA plasma. Hati diambil untuk pengukuran kadar MDA dan pemeriksaan histopatologis. Data rerata (SB) kadar GPT dan MDA dianalisis dengan uji Anova satu arah dan dilanjutkan dengan multiple comparison metode Bonferroni dengan menggunakan komputer. Data histopatologis diuji dengan Kruskal-Wallis secara manual dan dilanjutkan dengan perbandingan prosedur Dunn. Hasil : Hasil uji statistik kadar MDA dan GPT plasma pada kelompok kontrol dan E-300 berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok CC14 dan E-100.
Hasil uji statistik untuk menilai tingkat kerusakan hati secara histopatologis, kelompok kontrol dan E-300 lebih rendah secara bermakna (p<0,001) dibandingkan dengan CC14 dan E-100. Hasil uji statistik kadar MDA jaringan hati tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Bahkan kelihatannya kadar MDA jaringan hati pada kelompok kontrol dan E-300 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CCL4 dan E-100. Hai ini tidak sesuai dengan laporan penelitian yang sudah ada. Kesimpulan : Residu ekstrak Aspergillus ferreus 300 mg/kgBB sekali sehari, selama 3 hari menunjukkan aktivitas antioksidan in vivo secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok CCI4. Kadar MDA pada jaringan hati pada kelompok kontrol dan E-300 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CCL4 dan tidak sesuai dengan laporan penelitian lain, yang mengemukakan kadar MDA jaringan hati kelompok CCL4 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang diproteksi oleh antioksidan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zastya Marisa Arifin
"ABSTRAK Pembentukan senyawa dimer dari senyawa fenolik melalui mekanisme kopling oksidatif dengan bantuan enzim telah banyak dikembangkan. Produk dimer yang terbentuk diketahui mempunyai berbagai aktivitas biologis yang berguna dalam kehidupan manusia, seperti antioksidan, antikanker, dan antimikroba. Oleh karena itu, sekarang ini dikembangkan berbagai metode untuk meningkatkan produk dimer yang didapat. Pada penelitian ini digunakan eugenol sebagai senyawa fenolik, enzim lakase sebagai biokatalis, dan hidroquinon sebagai mediator dalam reaksi. Enzim lakase yang digunakan merupakan hasil isolasi dari jamur tiram putih dan mempunyai aktivitas spesifik sebesar 0,5046 U/mg. Reaksi kopling oksidatif dilakukan dalam medium bifasa (etil asetat : buffer fosfat = 4:1) dan penggunaan mediator bertujuan untuk mendapatkan produk dimer yang lebih optimal. Hasil reaksi kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan diuapkan pelarutnya, sehingga diperoleh cairan kental berwarna coklat kekuningan dan mempunyai spot dengan Rf 0,28. Pada tahap pemurnian digunakan KLT preparatif, diperoleh endapan kekuningan sebesar 0,3160 g dengan rendemen 3,05%. Identifikasi produk dilakukan dengan GC-MS dan spektrofotometer UV-Vis. Pengujian dengan spektrofotometer UV-Vis diperoleh ë maksimum 291 nm. Hasil GC-MS menunjukkan bahwa terdapat senyawa yang diduga dimer eugenol dengan nilai m/z = 326 dalam produk Pembentukan dimer eugenol..., Zastya Marisa Arifin, FMIPA UI, 2008 reaksi pada waktu retensi 21,72 menit (luas area 54,38%). Produk reaksi selanjutnya diuji aktivitas biologisnya sebagai senyawa antioksidan menggunakan senyawa DPPH. Didapatkan bahwa aktivitas antioksidan dimer eugenol yang terkandung dalam produk reaksi, lebih tinggi dibandingkan monomernya (eugenol). Nilai IC50 eugenol sebesar 72,20 ìg/mL dan produk sebesar 63,77 ìg/mL.
Kata kunci : kopling oksidatif, eugenol, dimer, lakase, antioksidan
xi + 56 hlm ; gmbr, tbl, lamp
Bibliografi : 27 (1996-2007)"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S30410
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Sari Wulaningsih
"Senyawa kurkumin merupakan salah satu sumber antioksidan potensial yang dapat diperoleh dari tanaman kunyit kunyit (Curcuma longa Linn) atau temulawak (Curcuma Xanthoriza). Pada penelitian ini gugus karbonil (C=O) kurkumin akan direduksi menjadi gugus hidroksi (OH) degan menggunakan reduktor LiAlH4. Setelah itu, kurkumin hasil reduksi dicampur dengan antioksidan lain yaitu katekin. Katekin merupakan senyawa polifenol utama yang terdapat pada teh hijau. Katekin dapat diisolasi dari daun teh dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut dan partisi. Katekin yang diperoleh dari hasil isolasi dicampurkan dengan kurkumin tereduksi dengan perbandingan mol 1:1, 1:10, dan 10:1. Variasi perbandingan mol ini digunakan untuk melihat sejauh mana peranan antioksidan kurkumin tereduksi dan katekin dalam campuran. Campuran katekin dan kurkumin hasil reduksi dengan perbandingan 1:1 ternyata memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan kurkumin hasil reduksi, katekin, maupun campuran kurkumin tereduksi dan katekin dengan perbandingan 1:10 dan 10:1. Hal ini ditandai dengan semakin kecilnya nilai IC50, yaitu sebesar 8,55 µg/mL atau 10 kali lipat dibandingkan dengan nilai IC50 dari katekin sebesar 85,44 µg/mL dan 12 kali lipat dibandingkan dengan nilai IC50 kurkumin reduksi sebesar 102,63 µg/mL. Penambahan mol baik bagi kurkumin tereduksi maupun katekin dalam campuran tidak berpengaruh besar bagi aktivitas antioksidan campuran, dimana untuk campuran kurkumin dan katekin 1:10 diperoleh IC50 sebesar 35,26 µg/mL dan untuk campuran kurkumin dan katekin 10:1 diperoleh IC50 sebesar 49,37 µg/mL. Aktivitas antioksidan campuran dengan perbandingan 1:10 dan 10: 1 masih kurang bagus dibandingkan dengan campuran kurkumin dan katekin 1:1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30477
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yemirta
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hastini
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;;, ], 2006
T39899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>