Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amirah Nisrina
"Malaria merupakan penyakit endemik yang disebabkan oleh Plasmodium sp melalui nyamuk Anopheles. Pemberian terapi klorokuin merupakan terapi lini pertama sebagai antimalaria, terutama pada Plasmodium falciparum. Penggunaan klorokuin menjadi tidak terkontrol dan resisten pada beberapa wilayah disebabkan penggunaan dosis obat yang tidak adekuat. Penelitian ini bertujuan dalam menemukan terapi herbal yang dapat bekerja sebagai efek antimalaria. Pemberian herbal yang digunakan pada penelitian ini adalah Spirulina crude yang dalam bentuk bubuk. Spirulina merupakan tanaman yang bekerja dengan menghambat pertumbuhan parasit dengan memodulasi sistem imun. Selain itu, Spirulina juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Zat aktif yang terkandung dalam Spirulina adalah fikosianin.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian dari efek pemberian Spirulina baik secara tunggal maupun kombinasi dengan klorokuin secara oral kepada mencit Swiss yang terinfeksi Plasmodium berghei. Dosis Spirulina yang diujikan adalah 250 mg/kgBB mencit dan 500 mg/kgBB mencit. Perbandingan densitas parasitemia dengan metode the 4 days suppression test pada semua kelompok perlakuan, mendapati nilai signifikan (p<0.01) dengan uji Kruskal-Wallis.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kombinasi Spirulina dengan klorokuin dapat menghambat pertumbuhan parasitemia lebih tinggi dibandingkan pemberian tunggal klorokuin maupun Spirulina. Hal ini dapat disimpulkan pemberian Spirulina menunjukkan sinergisme dengan klorokuin sebagai terapi antimalaria. 

Malaria is an endemic disease caused by Plasmodium sp. through Anopheles mosquitoes. Chloroquine therapy is the first line therapy as antimalarial, especially in Plasmodium falciparum. The use of chloroquine as antimalarial becomes uncontrolled and resistant in some areas due to inadequate use of drug doses. This study aims to find an herbal therapy that can act as an antimalarial agent. Herbal therapy that used in this study is crude spirulina powder. Spirulina is a plant that works by inhibiting the growth of the parasite by modulating the immune system. In addition, Spirulina also has the ability as an antioxidant and antiinflammatory. The active substances contained in Spirulina are flavonoids.
This study examined the herbal therapy of Spirulina either single or in combination with chloroquine to Swiss mice infected with Plasmodium berghei orally. The dose of Spirulina used was 250 mg / kgBW mice and 500 mg / kgBW. The ratio of parasite density to the 4 days suppression test method in all treatment groups found significant value (p <0.01) with Kruskal-Wallis test.
The results prove that the combination of Spirulina with chloroquine has stronger the growth inhibitory activity of parasitemia than single-chloroquine and Spirulina therapy. It can be concluded that Spirulina therapy shows synergism with chloroquine as antimalaria therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Heidi Surjadidjaja
"Tafenokuin adalah obat antimalaria golongan 8-aminoquinoline yang disetujui oleh the United States Food and Drug Administration (US FDA) pada tahun 2018 untuk radical cure dan profilaksis malaria. Metode analisis tafenokuin yang ada umumnya menggunakan baku dalam berupa stable isotope-labeled (SIL)-tafenokuin, yang mahal, sehingga diperlukan pengembangan metode analisis yang lebih ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis tafenokuin dalam plasma yang optimal, valid, dan lebih terjangkau dengan menggunakan primakuin, obat antimalaria sejenis, sebagai baku dalam. Metode ini menggunakan sistem Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi-Tandem Spektrometri Massa (KCKUT-SM/SM). Preparasi sampel dilakukan melalui presipitasi protein dengan asetonitril sebagai pelarut organiknya. Pemisahan dilakukan dengan kolom Shim-pack XR-ODS III (2,0 x 50 mm; 1,6 μm) dengan laju alir 0,5 mL/menit dan fase gerak asetonitril serta asam format 0,1% secara elusi gradien. Deteksi analit menggunakan spektrometri massa triple quadrupole dalam mode electrospray ionization (ESI) positif dan multiple reaction monitoring (MRM) dengan m/z 464,3>447,2 untuk tafenokuin dan 260,25>243,1 untuk primakuin. Metode ini mencapai batas kuantifikasi terendah 1 ng/mL untuk tafenokuin dan terbukti valid, sensitif, serta selektif untuk analisis tafenokuin dalam plasma sebagai alternatif yang lebih ekonomis dibandingkan metode berbasis SIL-tafenokuin.

Tafenoquine, an 8-aminoquinoline antimalarial drug, was approved by the United States Food and Drug Administration (US FDA) in 2018 for radical cure and malaria prophylaxis. Traditional methods for analyzing tafenoquine rely on stable isotope-labeled (SIL) tafenoquine as internal standards, which are costly, prompting the need for a more economical alternative. This study developed a cost-effective and validated method to analyze tafenoquine in plasma using primaquine, another antimalarial drug in the same class, as the internal standard. The method utilizes Ultra-High-Performance Liquid Chromatography-Tandem Mass Spectrometry (UHPLC-MS/MS) with protein precipitation using acetonitrile for sample preparation. Separation is achieved with a Shim-pack XR-ODS III column (2.0 x 50 mm; 1.6 μm) at a 0.5 mL/min flow rate, employing gradient elution with acetonitrile and 0.1% formic acid. Detection uses triple quadrupole mass spectrometry in positive electrospray ionization (ESI) mode with multiple reaction monitoring (MRM) at m/z 464.3>447.2 for tafenoquine and 260.25>243.1 for primaquine. This method achieves a lower limit of quantification of 1 ng/mL for tafenoquine and is validated as sensitive, selective, and accurate for plasma analysis, offering a more accessible alternative to SIL-tafenoquine-based methods."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najma
"Artemisinin Combination Therapy ACT merupakan pengobatan lini pertama rekomendasi WHO untuk pengobatan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, namun resistensi pengobatan tersebut telah ditemukan di beberapa negara. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan terapi alternatif menggunakan tanaman herbal yaitu Spirulina dalam bentuk crude. Spirulina merupakan tanaman yang berpotensi sebagai antiplasmodium karena kemampuan antioksidan, antiinflamasi, dan imunomodulator yang dimilikinya. Kemampuan tersebut didapatkan terutama dari kandungan Fikosianin dan beta karoten yang dimilikinya. Penelitian ini menguji Spirulina secara tunggal dan kombinasi dengan Dihidroartemisinin Piperakuin DHP yang merupakan salah satu jenis Terapi Kombinasi Artemisin per oral pada mecit yang telah terinfeksi Plasmodium berghei. Dosis Spirulina yang digunakan adalah 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB. Perbandingan densitas parasitemia hari ke-4 dan hari ke-0 pada semua kelompok memilki nilai signifikan p.

Artemisinin Combination Therapy is the first line medication recommended by WHO to cure malaria caused by Plasmodium falciparum , but the issue of drug resistance has been discovered in some countries. This research is aimed to find alternative therapy by using the herbal plant, namely Spirulina in crude form. Spirulina is a potential plant to be antiplasmodium since it has antioxidant, anti inflammatory, and immunomodulatory capabilities. The capabilities are obtained from its Phycocyanin and beta carotene. In research single extract of Spirulina and it combination with Dihydroartemisinin Piperaquine DHP as a type of Artemisinin Combination Therapy orally were tested on mice infected by Plasmodium berghei. The doses of Spirulina were 200 mg kgWB and 400 mg kgWB. The comparison of parasitemia on 4th day and 0 day on all groups has a significant value p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Staines, Henry M., editor
"This milestones in drug therapy volume describes the history, chemistry, mechanisms of action and resistance, preclinical and clinical use, pharmacokinetics and safety and tolerability of the current range of antimalarial drugs. There is particular emphasis on artemisinins and related peroxides, as these drugs have now become the frontline treatment for malaria. Next generation antimalarials, molecular markers for detecting resistance, the importance of diagnostics and disease prevention are also covered in detail."
Basel: Springer, 2012
e20401846
eBooks  Universitas Indonesia Library