Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winie Karunia Rahmani
Abstrak :
Penggunaan vaksin DNA untuk kasus HIV merupakan suatu usaha untuk menghasilkan respons imun humoral dan selular dalam tubuh. Membraneproximal external region (MPER) gp41 merupakan salah satu target utama untuk menginduksi antibodi netralisasi. Tetapi, MPER merupakan imunogenik lemah. Oleh karena itu, pada penelitian sebelumnya, epitop MPER disisipkan dalam situs antigenik 1 gen HA dari virus Influenza H5N1. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai respons antibodi spesifik MPER-gp41 pada mencit BALB/c yang diimunisasi vaksin DNA HA-MPER-1. Plasmid DNA diproduksi skala besar untuk diformulasikan dengan DMRIE-c. Perbandingan molaritas DMRIE-c dan DNA yaitu 2:1. Mencit BALB/c betina diimunisasi vaksin pcDNA3.1 HA-MPER-1 dengan dosis tunggal 50 Dg secara intramuskular. Jadwal imunisasi dilakukan pada minggu ke 2, 4 dan 6 dan sampel serum diambil sebelum masing-masing penyuntikan. Sampel serum dianalisis dengan menggunakan teknik ELISA peptida. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok vaksin pcDNA3.1 wildtype, vaksin pcDNA3.1 HA-MPER-1 (p=0,014) dalam kelompok serum mencit BALB/c ke IV. Walaupun demikian, pada penelitian ini tidak ada respon antibodi spesifik MPER-gp41 pada serum mencit BALB/c yang diimunisasi vaksin DNA HAMPER-1.
The utilizing of DNA vaccine for HIV?s case is an effort to elicit humoral and cellular immune responses in the body. Membrane-Proximal External Region (MPER) of gp41 is one of prime target for the induction neutralizing antibodies. But MPER is weak immunogenicity. Therefore, the previous research, epitope MPER was inserted at antigenic site 1 of gene HA from virus influenza H5N1. The purpose of this research is to assess specific antibody response MPER-gp41 in BALB/c mice immunized DNA vaccine HA-MPER-1. DNA plasmid was produced in scale up to be formulated with DMRIE-c. The molar ratio of DMRIE-c and DNA is 2:1. Female BALB/c mice was immunized intramuscularly DNA vaccine pcDNA3.1 HAMPER-1 with single dose 50 Dg. The immunization schedule was carried out at week 2, 4 and 6 and serum samples were collected at before each inoculation. Serum samples were analyzed by peptide ELISA technique. The result of statistic test with ANOVA test showed that there are difference significant level between pcDNA3.1 wildtype and pcDNA3.1 HA-MPER-1 (p=0,014) in fourth serum of BALB/c mice. Although, in this research there was no specific antibody response MPER-gp41 in BALB/c mice immunized DNA vaccine HA-MPER-1.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42313
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Siswanti E
Abstrak :
Aterosklerosis bersama trombosis merupakan dua faktor penting terjadinya infark miokard. Beberapa faktor resiko konvensional seperti hipertensi diabetes mellitus, obesitas dislipidemia, merokok serta riwayat keluarga berperan untuk terjadinya infark miokard, tetapi ternyata 25% - 50% kejadian infark miokard tak bisa diterangkan dengan faktor resiko tersebut, Faktor resiko kejadian iskemik akut lainnya telah ditemukan berdasarkan studi epidemiologis yaitu: fibrinogen, penghambat aktivator trombosit I, lipoprotein a, antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus, lekosit dan viskositas darah Antibodi antifosfolipid yang antara lain terdiri dari antibodi antikardiolipin (ACA) dan antikoagulan lupus (LA), mempunyai hubungan erat dengan trombosis. Antibodi antikardiolipin yang terdiri dari isotype IgG, IgM, dan IgA, merangsang terjadinya trombosis dengan menghambat aktivasi protein C, mengikat fosfolipid membran trombosit serta menghambat produksi prostasiklin oleh sel endotel, sehingga timbul peningkatan agregasi trombosit, vasospasme, peningkatan aktivasi koagulasi dan akhirnya menimbulkan trombus. prospektif terhadap 46 penderita infark Telah dilakukan penelitian miokard usia muda ( laki laki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun) di Rmah Sakit Jantung Harapan Kita, untuk melihat kadar ACA. Didapatkan peninggian ACA pada 13 penderita (28,3% ), dimana pada 8 penderita isotype IgG yang tinggi, 5 penderita isotype IgM yang meninggi dan tidak ada satupun yang meninggi keduanya. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok ACA tinggi dan ACA normal dalam usia, faktor resiko, kadar HDL, LDL dan trigliserid, sedang nilai kolesterol total dan IgG ACA serta IgM ACA berbeda bermakna (p<0,05) Dalam pemantauan kejadian reinfark miokard, angina pektoris tak stabil atau meninggal yang dilakukan selama 10 16 bulan, didapatkan pada kelompok ACA normal 3 orang ( 9,7% ) dan pada kelompok ACA tinggi 3 orang (28,3%) Hasil ini menunjukkan kadar ACA yang lebih tinggi pada penderita infark menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk terjadinya reinfark dan kematian, dan dapat menunjukkan prognosis pasca infark (RR = 2,54, p>0,05). Selanjutnya, untuk mendapat informasi lebih baik perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan pemeriksaan titer ACA dilakukan secara serial.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library