Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anadyas Ratna Nurina
Abstrak :
Pembatalan perkawinan merupakan suatu tindakan Pengadilan berupa pengeluaran keputusan yang di dalamnya menyatakan bahwa suatu perkawinan batal atau tidak sah. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah memberikan pengaturan secara limitatif mengenai para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke Pengadilan, tepatnya pada Pasal 23. Skripsi ini membahas mengenai suatu kasus pembatalan perkawinan yang diajukan oleh anak dari perkawinan pertama atas perkawinan kedua dari ayah yang pada analisisnya berfokus kepada apakah anak tersebut merupakan pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian studi kepustakaan dan wawancara. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Penulis dapat menyimpulkan bahwa Majelis Hakim dalam Putusan No. 5/Pdt.G/2016/PT.PBR telah memutus perkara ini telah tepat dalam menafsirkan Pasal 23 UU Perkawinan yang mengatur mengenai para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ......Annulment of marriage is an act of the Court in the form of issuance of a verdict in which it states that a marriage is null or void. Law No. 1 of 1974 on Marriage as amended by Law No. 16 of 2019 on Amendments to Law No. 1 of 1974 on Marriage has given a limitative arrangement regarding the parties that can propose a request for marriage annulment to the Court, precisely in Article 23. This thesis discusses a case of annulment of marriage proposed by a child from the first marriage to the second marriage of the father. In the analysis section, this thesis focuses on whether the child is included in the party entitled to propose marriage annulment request. The writing of this thesis uses literature-based research method and interview with legal practitioner. Based on research that has been done, the author can conclude that the Panel of Judges in Verdict Number: 5/PDT.G/2016/PT.PBR has decided on this case right by interpreting Article 23 of the Marriage Law which regulates the parties who can submit request for marriage annulment.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyanti Puspita Sari
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas mengenai bagaimana akibat hukum dari pembatalan suatu perjanjian kawin dalam perkawinan antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang menyebabkan munculnya harta bersama diantara mereka. Bentuk penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan tipe penelitian adalah eksplanatoris. Hasil penelitian menyatakan bahwa pembatalan perjanjian perkawinan dalam perkawinan antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing mengakibatkan munculnya harta bersama dalam perkawinan tersebut dan mengingat adanya batasan kepemilikan tanah oleh warga negara asing maka harta bersama yang berupa tanah harus dilepas dengan jangka waktu satu tahun dan pembatalan perjanjian kawin harus diumumkan agar pihak-pihak yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terutama mengenai harta dalam perkawinan, mengetahuinya.
ABSTRACT This thesis describes how the legal consequences of pre-nuptial agreement?s annulment on marriage between Indonesian and foreigner which leads to the emergence of joint property between them. The form of this research is a normative juridical research and the type this research is explanatory. This thesis states that the legal consequences of pre-nuptial agreement?s annulment on marriage between Indonesian and foreigner have result in the emergence of joint property in the marriage. Given the limitation of land?s ownership by foreigner in the regulation of Indonesian land law, the joint property which is land must be hand over with a period of one year and the pre-nuptial agreement?s annulment should be announced to the parties that concerned directly or indirectly regarding marital property.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Rizal Paripurnawan
Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Verawati
Abstrak :
Suatu perkawinan sah apabila memenuhi syarat-syarat perkawinaan baik syarat materiil maupun formil, namun ternyata ada suatu perkawinan yang dilangsungkan tidak memenuhi syarat syarat yang diwajibkan oleh undang-undang. Pembahasan dalam penelitian ini mencakup dua masalah penting, yaitu: (1) bagaimana status perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perkawinan, (2) bagaimana akibat hukum yang timbul dari perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan terhadap harta bersana yang diperoleh selama perkawinan dan anak yang dilahirkan; Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (yuridis normatif), dan pengolahan datanya menggunakan metode kualitatif. Perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan adalah perkawinan yang tidak sah. Namun perkawinan tersebut harus di anggap perkawinan yang sah sepanjang belum dibuktikan sebaliknya, yaitu sampai adanya pembatalan oleh pengadilan. Baik perkawinan yang dianggap sah sepanjang belum dibuktikan sebaliknya (belum ada pembatalan oleh pengadilan) maupun perkawinan yang telah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan (telah dibatalkan oleh pengadilan) membawa akibat hukum bahwa harta bersama adalah harta perkawinan yang pelaksanaan pemecahan pembagiannya dipedomani oleh ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut adalah anak yang sah yang penguasaan dan pemeliharaannya harus dilakukan oleh kedua orang tua dan apabila ada perselisihan mengenai penguasaan anak maka harus diputuskan oleh pengadilan. Karena suatu perkawinan tidak hanya mengikat pribadi orang-orang yang terikat dalam perkawinan tersebut, melainkan juga mengikat kepentingan umum maka bagi petugas pencatat perkawinan sebaiknya memeriksa dengan teliti syarat-syarat perkawinan baik syarat formil maupun syarat materiil perkawinan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadiani Kireina
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk dapat melangsungkan perkawinan terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. Apabila terdapat syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka perkawinan tersebut dapat diajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan. Namun pada kenyataannya alasan untuk pembatalan perkawinan tidak hanya karena syaratsyarat perkawinan yang tidak terpenuhi, tapi juga karena alasan salah sangka atau penipuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Bentuk penulisan ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat di peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pembatalan perkawinan. Pada penulisan ini, Penulis melakukan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam putusan nomor 678/Pdt.G/2015/PA.Mdn apakah sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pembatalan perkawinan. Alasan pembatalan perkawinan dalam kasus ini adalah karena salah sangka atau penipuan yang diajukan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Namun pada putusan dinyatakan bahwa hanya suami atau isteri saja yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan karena salah sangka atau penipuan ini. Sehingga dalam penulisan ini Penulis melakukan analisis apakah seorang Pegawai Pencatat Nikah dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan alasan salah sangka atau tidak. Ternyata dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Penulis, ditemukan bahwa Pegawai Pencatat Nikah dapat pula mengajukan pembatalan perkawinan dengan alasan salah sangka atau penipuan. Penulis menyarankan kepada setiap pasangan sebelum melangsungkan perkawinan untuk mengenal pasangannya, untuk Pegawai Pencatat Nikah diharap untuk lebih cermat dalam melakukan penelitian berkas persyaratan perkawinan dan untuk hakim diharapkan dalam memutuskan suatu perkara tidak hanya mengacu pada rumusan pasal tertentu, tapi juga berani melakukan penemuan hukum.
ABSTRACT
In order to perform marriage there are requirement that must be fulfilled, in the case where those requirement are not fulfilled then the marriage could be submitted to the court for annulment. However, the reason for annulment of a marriage does not only happen because the marriage requirements are not fulfilled, but can also happen because of false presumptions as stated in article 27 (2) Regulation Number 1 Year 1974 and Article 72 (2) Compilation of Islamic Law. The writing of this research juridical normative means this the research is based on the norm that is written on the marriage regulation which states about the annulment of marriage. In this research the writer made an analysis on the court judgment Number 678/Pdt.G/2015/PA.Mdn, in which the write finds out if the judgement goes according to the marriage regulation. The reason for marriage annulment in this case is because of false presumptions and deceit, which was submitted by the marriage registrar. However, the court judgment states that only husband or wife are eligible to submit a request for a marriage annulment on the ground of deceit or false presumptions. In this research, the writer made an analysis on the ability of the marriage registrat to submit a marriage annulment. This Research shows that marriage registrar is authorized to submit a cancelation request of marriage on the basis of deceit and false presumptions. The writer here suggest that every couple must know each other well before performing marriage, while for the marriage registrar I hope that they are more attentive and meticulous on the file for the marriage requirement, while for judge the writer hopes that the judgement does not only base on a particular article of regulation but being also bold enough to do legal discovery.
2017
S66339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Yustisiani Riaji
Abstrak :
Pembatalan perkawinan yang telah dilangsungkan masih banyak terjadi dalam masyarakat, hal itu disebabkan karena perkawinan yang dilangsungkan tersebut cacat hukum. Pembatalan perkawinan tersebut didasarkan karena adanya syarat-syarat perkawinan yang tidak dipenuhi sehingga menyebabkan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum yang berlaku. Salah satu contohnya yaitu dalam putusan Pengadilan Agama Banda Aceh Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna yang latar belakang pengajuan pembatalan perkawinannya disebabkan karena perkawinan dilangsungkan dengan berwalikan calon mempelai perempuan sendiri dan adanya pemalsuan identitas. Dari uraian tersebut timbulah pertanyaan apakah putusan Pengadilan Agama Banda Aceh Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna bertentangan dengan Peraturan dalam Undang?Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, kemudian bagaimana status terhadap suami isteri, harta bersama dan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah dibatalkan. Untuk dapat mencari jawaban masalah ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan dan didukung dengan wawancara kepada nara sumber. Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna perkawinan dibatalkan karena adanya wali nikah yang tidak sah dan pemalsuan identitas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap dasar pertimbangan Hakim Majelis pada putusan tersebut telah tepat sesuai dengan hukum Islam dan peraturan perundang?undangan yang berlaku khususnya mengenai perkawinan, hanya saja hakim kurang menambahkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang?Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan untuk merujuk pada Pasal 71 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan yaitu segala hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi tidak ada, dan keputusan pembatalan tersebut tidak berlaku surut terhadap anak?anak yang dilahirkan dari perkawinan dan anak tetap menjadi anak yang sah serta terkait harta bersama pembagiannya diserahkan kepada masing?masing pihak sesuai dengan kesepakatan. ...... Most of the marriage in the community is annulled due to invalidity. The annulment of marriage is resulting from the failure to the terms of marriage thereby making the marriage invalid according to the applicable regulation. One of the examples is judgment of Banda Aceh Religious Court Number Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna that annulled a marriage because the guardian is the bride herself and because of falsification of identify. From the description, there is a question, does the judgment of Banda Aceh Religious Court Number 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna contravene the Law Number 1 Of 1974 and the Compilation of Islamic Law?, and then what is the status of the married couple, mutual property and children born from the marriage so annulled?. To answer the question, the writer uses juridical and normative research method by using secondary data from the literature supported with the interview with the resources persons. In the Judgment of the Religious Court Number 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna, the marriage is annulled due to invalid status of the guardian and falsification of identity. The research to the consideration basis of the Council of Judges indicates that the Judgment is not in contravention of the applicable legislation, particularly that on marriage, but the judges lacks the Article 2 paragraph (1) of Law Number 1 Of 1974 on Marriage to refer to Article 71 point (e) Compilation of Islamic Law. Legal consequences of the annulment of marriage are all rights and obligations of the married couple become non-existing, and the judgment of annulment is not retroactive to the children born from the marriage and the children remain being legitimate children and the division of mutual property is submitted to the respective parties in accordance with the agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Maisarah
Abstrak :
Di Indonesia, murtadnya salah satu pihak sepanjang perkawinan sering kali menimbulkan permasalahan hukum. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini, yang menelaah secara mendalam seperangkat peraturan yang mengatur tentang akibat murtad terhadap perkawinan, yaitu berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian yuridis normatif ini juga menganalisis akibat murtad terhadap perkawinan pada putusan Pengadilan Agama Nomor 2390/Pdt.G/2013/PA.Dpk dan Nomor 695/Pdt.G/2012/PA.JP berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam norma hukum yang dimaksud. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diatur secara eksplisit akibat murtadnya salah satu pihak dalam perkawinan. Namun, Pasal 27 (2) undang-undang ini dapat disimpulkan bahwa orang yang telah menjadi muallaf ternyata mengakui tidak pernah muallaf, itu artinya secara Islam dikatakan murtad. Inilah yang menjadi dasar bahwa murtad berakibat pembatalan perkawinan jika peralihan agama itu adalah sebuah kebohongan. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam, akibat murtad terhadap perkawinan yaitu pembatalan perkawinan dan perceraian. Akibat murtad dalam pembatalan perkawinan dan perceraian ini adalah status dan pemeliharaan anak, harta bersama, masa tunggu dan nafkah keluarga. Oleh karena kedua pasangan dalam putusan tersebut belum memiliki anak, maka akibat hukum yang timbul bagi para pihak yaitu mengenai pembagian harta bersama dan masa idah. Pembagian harta bersama dibagi masing-masing seperdua atau berdasarkan pada hukum lain yang ditentukan atau diperjanjikan lain. Masa tunggu yang berlaku terhadap istri adalah 90 (sembilan puluh) hari setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap jika keduanya telah berhubungan dan tidak ada masa idah jika keduanya belum pernah berhubungan badan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chyka Yustika Anggraini
Abstrak :

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) telah mengatur mengenai Pembatalan Perkawinan dalam ketentuan Pasal 22 sampai dengan Pasal 28. Hal-hal yang diatur mengenai Pembatalan Perkawinan di dalam UU Perkawinan sendiri adalah mengenai alasan-alasan apa saja yang dapat menjadi penyebab dibatalkannya suatu perkawinan. Bahwa secara keseluruhan dibatalkannya suatu perkawinan adalah karena tidak dipenuhinya syarat-syarat bagi suami dan/atau isteri untuk melangsungkan perkawinan. Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa salah satu alasan suatu perkawinan dapat dimohonkan pembatalannya adalah karena terdapat salah sangka atas diri suami atau isteri. Ketentuan inilah yang menjadi dasar adanya permohonan perkawinan yang diajukan Pemohon dalam perkara Nomor 1360 K/Pdt/2012, dimana Pemohon yang berkedudukan sebagai Isteri mendalilkan telah adanya salah sangka terhadap keadaan orientasi seksual Termohon—suami yang dinikahinya. Hakim pada Pengadilan Negeri maupun sampai dengan Mahkamah Agung, menolak adanya permohonan ini dengan alasan bahwa keadaan salah sangka tidak mencakup keadaan orientasi seksual dan perkawinan yang terjadi tidak menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, setelah dikaji lebih lanjut dapat dipahami bahwa perkawinan yang demikian sebenarnya telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan yang mengamanatkan kehidupan perkawinan yang langgeng. Lebih lanjut, dikaitkan dengan kajian psikologis mengenai kelainan orientasi seksual, dapat dipahami bahwa orientasi seksual merupakan bagian dari identitas diri seorang individu, sehingga merupakan bagian dari diri seseorang sebagaimana rumusan dari Pasal 27 ayat 2 UU Perkawinan. Untuk itu perkawinan yang demikian sepatutnya dibatalkan.


Marriage Regulation Number 1 Year 1994  as amended with The First Amendment of Marriage Regulation Number 16 Year 2019 (later on mentioned as “UU Perkawinan”) has regulated the annulment of marriage in the provisions of Article 22 through Article 28. UU Perkawinan regulates regarding what are the reasons that can be the cause of marriage being annulled. In general, the annulment of marriage can happen because of the conditions that already been established in UU Perkawinan is not fulfilled by the husband and/or the wife. In the provision of Article 27 verse (2) mentioned that one of the reason why marriage can be annulled is because there has been such misinterpretation towards the husband and/or the wife. This provision later became the main reason of marriage annulment petition that requested by the applicant in the case number 1360 K/Pdt/2012 in which the applicant has a legal standing as the wife that postulates that there had been some sort of misinterpretation towards her husband’s sexual orientation. Judges in Pengadilan Negeri and Mahkamah Agung rejected this petition with consideration that misinterpretation as mentioned in the provision of Article 27 verse 2 can not be applied for sexual orientation and there was no one in that marriage violates marriage law, thus, the petition can not be granted. However, after further study it can be understood that this kind of marriage is not comply with the provision of Article 1 UU Perkawinan which mandates that any marriage should expected to be last for a lifetime. Furthermore, related with physicology perspective regarding sexual orientation, it can be understood that sexual orientation is a part of the identity of an individual, therefore it is part of oneself as is mentioned in the Article of 27 verse (2) UU Perkawinan. For this reason such marriages should be cancelled. 

 

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andira Permata Sari
Abstrak :
Di Indonesia perkawinan dianggap sebagai sesuatu hal yang bersifat suci dan sakral sehingga dalam pelaksanaanya terikat oleh Undang-Undang Perkawinan, dan khusus bagi umat Islam pelaksanaan perkawinan juga diatur lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum Islam. Namun keberadaan kedua peraturan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa pelanggaran terhadap syarat sah perkawinan tetap terjadi.  Perkawinan yang diketahui kemudian tidak memenuhi persyaratan dalam kedua peraturan tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan. Penulis menemukan 2 (dua) kasus dimana terdapat pihak yang dengan sengaja memalsukan identitasnya untuk dapat melakukan perkawinan sejenis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini Penulis akan membahas permasalahan khususnya terkait bagaimana pengaturan mengenai pembatalan perkawinan yang disebabkan oleh pemalsuan identitas. Pada kasus pertama pemalsuan identitas dilakukan secara sengaja oleh kedua belah pihak sehingga yang mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah pihak diluar perkawinan tersebut yaitu Jaksa, yang mana berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan memiliki wewenang dalam bidang keperdataan khususnya dalam hal ini mengenai pembatalan perkawinan. Sedangkan pada kasus kedua pemalsuan identitas dilakukan tanpa sepengetahuan pasangannya, sehingga yang mengajukan gugatan ke Pengadilan adalah pihak yang tertipu. Selain itu Penulis juga membahas bagaimana kesesuaian pertimbangan Hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam memutus perkara ini. Setelah menyelesaikan penelitian ini, Penulis menyimpulkan bahwa walaupun pemalsuan identitas tidak disebutkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai salah satu alasan untuk dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, namun dalam kedua perkara ini pemalsuan identitas tetap dapat digunakan sebagai dasar pengajuan permohonan pembatalan perkawinan karena selain sebagai perbuatan pidana, pemalsuan tersebut menimbulkan akibat hukum lain yaitu terjadinya perkawinan sejenis yang dianggap ilegal di Indonesia.
In Indonesia, marriages are considered as something holy and sacred, so its implementation regulated by the Marriage Act (Undang-Undang Perkawinan), and for Muslims also regulated by the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam). However, the existence of those regulations does not rule out the possibility that lawlessness of marriage requirements still happens. For marriages that do not comply with the requirements in those two regulations can be canceled by the Court. Author found 2 (two) cases where there were parties who falsified their identities so they will be able to have a same-sex marriage, which prohibited in Indonesia. This research uses normative juridical research methods. This research will discuss issues related to marriage annulment regulation based on falsification of identity. In the first case, the falsification of identity was carried out intentionally by both parties, so those who submitted the request to annul the marriage were party outside that marriage which has the authority in the field of civil law -specifically about marriage- according to Prosecution Service Act (Undang-Undang Kejaksaan), is the Prosecutor. While on the second case, the falsification of identity is carried out by one party without any acknowledgment of their spouse, so the deceived party filed for divorce to the Court. This research also discussed the suitability of the judge's considerations with related regulations while deciding this case. This research concludes that even though the falsification of identity is not mentioned as one of the reasons for submitting a marriage annulment request, it still could be used for submitting the marriage annulment request to the Court because aside from the fact that the falsification is categorized as a criminal act by the law, the falsification in these two cases lead to other consequences, it caused same-sex-marriage which considered illegal in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anadyas Ratna Nurina
Abstrak :
Pembatalan perkawinan merupakan suatu tindakan Pengadilan berupa pengeluaran keputusan yang di dalamnya menyatakan bahwa suatu perkawinan batal atau tidak sah. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah memberikan pengaturan secara limitatif mengenai para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke Pengadilan, tepatnya pada Pasal 23. Skripsi ini membahas mengenai suatu kasus pembatalan perkawinan yang diajukan oleh anak dari perkawinan pertama atas perkawinan kedua dari ayah yang pada analisisnya berfokus kepada apakah anak tersebut merupakan pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian studi kepustakaan dan wawancara. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Penulis dapat menyimpulkan bahwa Majelis Hakim dalam Putusan No. 5/Pdt.G/2016/PT.PBR telah memutus perkara ini telah tepat dalam menafsirkan Pasal 23 UU Perkawinan yang mengatur mengenai para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. ......Annulment of marriage is an act of the Court in the form of issuance of a verdict in which it states that a marriage is null or void. Law No. 1 of 1974 on Marriage as amended by Law No. 16 of 2019 on Amendments to Law No. 1 of 1974 on Marriage has given a limitative arrangement regarding the parties that can propose a request for marriage annulment to the Court, precisely in Article 23. This thesis discusses a case of annulment of marriage proposed by a child from the first marriage to the second marriage of the father. In the analysis section, this thesis focuses on whether the child is included in the party entitled to propose marriage annulment request. The writing of this thesis uses literature-based research method and interview with legal practitioner. Based on research that has been done, the author can conclude that the Panel of Judges in Verdict Number: 5/PDT.G/2016/PT.PBR has decided on this case right by interpreting Article 23 of the Marriage Law which regulates the parties who can submit request for marriage annulment.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library