Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desmawati
"Sekitar 60-70% hipertensi pada orang dewasa berhubungan dengan kelebihan lemak tubuh yang berhubungan peningkatan kadar angiotensinogen (AGT) yang berperan dalam peningkatan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi persentase lemak tubuh, indeks massa tubuh (IMT), dan lingkar pinggang (LP) dengan kadar AGT plasma pada penderita hipertensi etnik Minangkabau. Sebanyak 63 orang penderita hipertensi, berusia 35–54 tahun, di Padang diambil secara konsekutif. Pada seluruh subyek dilakukan wawancara untuk mengetahui karakteristik dan aktivitas fisik. Penilaian asupan makanan, pengukuran persentase lemak tubuh, antropometri dan pemeriksaan kadar AGT plasma juga dilakukan. Data dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji korelasi. Rerata asupan lemak lebih besar dibading yang dianjurkan untuk orang Indonesia. Rerata persentase lemak tubuh subyek penelitian adalah 37,45 ± 5,95% (pada subyek laki-laki 27,70 ± 2,58 dan pada subyek perempuan 38,29 ± 5,38) dan rerata IMT 26,83 ±3,59 kg/m2. Sebanyak 92,1% subyek mepunyai LP yang lebih besar dari nilai normal. Rerata kadar AGT plasma 40.113 ± 8,033 ng/mL. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan usia dengan kadar AGT plasma. Persentase lemak tubuh mempunyai korelasi yang sedang dengan kadar AGT plasma (r=0,426; p<0,001), begitu juga korelasi IMT dengan kadar AGT plasma (r=0,418; p=0,001), sedangkan korelasi LP dengan kadar AGT lemah (r=0,378; p=0,002). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi derajat sedang antara persentase lemak tubuh dan IMT dengan kadar AGT plasma penderita hipertensi etnik Minangkabau, sedangkan korelasi LP dengan kadar AGT plasma lemah.

Approximately 60-70% of hypertension in adults associated with obesity that related with increased of pasma angiotensinogen (AGT) levels. This study aimed to determine the correlation of percentage body fat, body mass index (BMI) and wrist circumference (WC) with plasma AGT levels in hypertensive Minangkabau ethnic. Sixty three hypertensive patients, 35–54 years old, in Padang were enrolled consecutively. All subjects were interviewed to determine the characteristics and physical activity. Food intake assessment, body fat percentage measurement, anthropometric and plasma AGT levels examination were done. Data were analyzed using unpaired t-test and correlation test. The mean fat intake is greater than suggested for Indonesian. The mean body fat percentage of subjects is 27.70 ± 2.58 in male subjects and 38.29 ± 5.38 in female subjects, and the mean BMI is 26.83 ± 3.59 kg/m2. A total of 92.1% of subjects have WC larger than normal value. The mean plasma levels of AGT 40.113 ± 8.033 ng/mL. There was no significant relationship between gender and age with plasma AGT levels. Percentage of body fat has moderate correlation with plasma AGT levels (r = 0.426, p <0.001), as well as correlation of IMT with plasma AGT levels (r=0.418, p=0.001), and correlation of WC with plasma AGT level is weak (r=0.378, p=0.002). These result show a moderate correlation between body fat percentage and BMI with plasma AGT levels in hypertensive Minangkabau ethnic group. There is also a weak correlation between WC with plasma AGT levels."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonita Melia
"ABSTRAK
Penyakit ginjal diabetes merupakan komplikasi mikrovaskuler yang menyerang pasien diabetes melitus tipe 2. Dalam perkembangan penyakit ginjal diabetes, sistem renin-angiotensin intrarenal merupakan faktor yang berperan penting.. Hal ini menjadikan angiotensinogen sebagai salah satu komponen sistem renin-angiotensin yang berpotensi menjadi penanda kerusakan ginjal. Article review ini bertujuan untuk menelusur dan menelaah penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengukuran kadar angiotensinogen dalam urin sebagai penanda klinis penyakit ginjal diabetes pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penyusunan article review dilakukan dengan mengumpulkan jurnal-jurnal penelitian pada pangkalan data daring, yaitu ScienceDirect, Pubmed, dan Scopus. Penelusuran menghasilkan tujuh jurnal penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Studi artikel menunjukkan bahwa angiotensinogen memiliki korelasi positif yang signifikan dengan ekspresi mRNA angiotensinogen, kreatinin urin, dan faktor terkait spesi oksigen reaktif. Angiotensinogen juga menunjukkan korelasi negatif yang signifikan terhadap estimasi laju filtrasi glomerulus. Hasil telaah beberapa artikel menunjukkan bahwa angiotensinogen memiliki performa yang baik dalam menggambarkan kondisi ginjal subjek penelitian. Hal ini dibuktikan dengan adanya korelasi yang signifikan antara angiotensinogen dengan parameter-parameter lain yang terlibat dalam patofisiologi penyakit ginjal diabetes melitus yang terdiri dari estimasi laju filtrasi glomerulus, ekspresi mRNA angiotensinogen, kadar faktor spesi oksigen reaktif, dan kadar albumin kreatinin urin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhita Ainnur Rahmania
"Disfungsi ginjal adalah salah satu komplikasi kronik pada pasien diabetes melitus tipe 2 DM tipe 2 yang diketahui sebagai nefropati diabetik. Salah satu penanda yang digunakan sebagai pendeteksi kerusakan ginjal adalah rasio albumin kreatinin UACR. Selain UACR, kolagen tipe IV banyak diteliti terkait fungsinya sebagai pendeteksi awal nefropati diabetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai perbedaan UACR, kadar kolagen tipe IV urin, serta mengetahui hubungan keduanya pada pasien yang menerima terapi angiotensin-converting enzyme inhibitors ACEI dan angiotensin receptor blockers ARB sebagai kelas yang menghambat perkembangan nefropati diabetik pada pasien DM tipe 2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi cross sectional dan teknik pengambilan consecutive sampling. Terdapat dua kelompok dalam penelitian ini, pasien dengan terapi ACEI n = 14 dan ARB n = 26. Kolagen tipe IV urin dianalisis dengan menggunakan ELISA kit. Albumin dan kreatinin urin diukur dengan menggunakan metode imunoturbidimetri dan kolorimetri. Kadar kolagen tipe IV urin dihitung dengan normalisasi pengukuran kolagen tipe IV urin dengan kadar kreatinin urin. Pada nilai UACR, rerata kedua kelompok ACEI = 276,61 65,119 g/mg kreatinin urin; ARB = 87,25 24,743 g/mg kreatinin urin menunjukkan perbedaan bermakna p = 0,019, kedua kelompok ACEI = 117,14 37,36 ng/mg kreatinin urin; ARB = 14,19 1,46 ng/mg kreatinin urin juga menunjukkan perbedaan bermakna pada kadar kolagen tipe IV urin p < 0,001. Uji korelasi antara nilai UACR dan kadar kolagen tipe IV urin menunjukkan hubungan moderat pada kedua kelompok penelitian r = 0,489; p = 0,001. Hasil menunjukkan bahwa kelompok ARB memiliki tingkat kolagen tipe IV urin yang lebih rendah dibandingkan dengan ACEI, sehingga terapi dengan ARB kemungkinan dapat menghambat perkembangan nefropati diabetik.

Renal dysfunction is one of chronic complications in type 2 diabetes mellitus patients T2DM known as diabetic nephropathy DN. Urine albumin creatinine ratio UACR is a widely used test for detection of DN. Beside of UACR, type IV collagen has been studied to its function as an early detection of DN. The aim of this study was to compare differences in UACR, urinary type IV collagen, and their correlation in patients with angiotensin converting enzyme inhibitors ACEI versus angiotensin receptor blockers ARB treatment as classes with respect to delay the development of DN in patients with type 2 diabetes by using cross sectional study and consecutive sampling method. There were 2 groups in this study, patients with ACEI n 14 and ARB therapy n 26. Urinary type IV collagen were analyzed using ELISA kit. Urine albumine and urine creatinine was measured by using immunoturbidimetry and colorimetric method. Urinary type IV collagen levels were calculated by normalizing type iv collagen with urine creatinine levels. Results showed that UACR ACEI 276,61 65,119 g mg urine creatinine ARB 87,25 24,743 g mg urine creatinine showed significant differences p 0.019, urinary type IV collagen ACEI 117,14 37,36 ng mg urine creatinine ARB 14,19 1,46 ng mg urine creatinine showed significant differences p 0.001. Correlation between UACR and urinary type IV collagen presented a moderate correlation in both studied groups r 0.489 p 0.001. The results showed that group with ARB treatment have lower level of urinary type IV collagen compared to groups with ACEI treatment, conclude that ARB more likely to inhibit the development of DN."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Farah Adibah
"Latar belakang: Prevalensi penyakit ginjal kronis (PGK) adalah sebesar 13,4% dari seluruh populasi global. Sindrom kardiorenal (SK) tipe 4 menyebabkan 40% mortalitas pada pasien PGK. Salah satu mediator dalam patogenesis SK adalah stres oksidatif yang dapat mengakibatkan disfungsi endotel, fibrosis miokardial dan penebalan dinding ventrikel. Terapi obat golongan penghambat reseptor angiotensin (ARB) dan statin mempunyai efek antiinfalamasi dan antioksidan terhadap jantung. Hal ini menjadi pertimbangan penggunaannya untuk memperbaiki kondisi stres oksidatif pada SK. Hingga saat ini belum banyak diketahui pengaruh pemberian ARB dan statin pada jantung dengan SK.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi ARB + statin terhadap fibrosis miokardial dan tebal dinding ventrikel jantung pada tikus PGK dengan metode 5/6 nefrektomi.
Metode: Penelitian ini menggunakan organ jantung tersimpan dari tikus jantan Sprague-Dawley yang terdiri atas 5 kelompok perlakuan dan masing-masing terdiri atas 4 sampel: kelompok kontrol (sham), 5/6 nefrektomi (Nx), 5/6 nefrektomi dengan terapi irbersatan 20mg/kgBB/hari selama 4 minggu (Nx + Ir), 5/6 nefrektomi dengan terapi simvastatin 10mg/kgBB/hari selama 4 minggu (Nx + S), dan 5/6 nefrektomi dengan terapi irbersatan 20mg/kgBB/hari dan simvastatin 10mg/kgBB/hari selama 4 minggu (Nx + Ir-S). Sampel organ jantung tersimpan dipotong secara cross-sectional dan diamati gambaran histopatologinya (HE dan Masson’s trichrome) menggunakan aplikasi ImageJ. Data kemudian dianalisis secara statistik menggunakan One-Way Anova.
Hasil: Pemberian terapi baik irbersatan, simvastatin, maupun kombinasi keduanya selama 4 minggu menunjukkan persentase luas area fibrosis miokardial dan tebal dinding ventrikel jantung yang cenderung lebih kecil dibanding kontrol namun tidak bermakna secara statistik. Terapi irbesartan, kombinasi irbesartan dan simvastatin, dan simvastatin menunjukkan persentase luas area fibrosis dan tebal dinding ventrikel jantung yang paling kecil secara berurutan.
Kesimpulan: Pemberian kombinasi ARB dan statin selama 4 minggu belum dapat memperbaiki fibrosis miokardial dan hipertropi dinding ventrikel jantung pada tikus model PGK. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis yang lebih besar, dengan perlakuan lebih lama serta jumlah sampel yang lebih banyak agar efek kombinasi lebih nyata terlihat

Background: The prevalence of chronic kidney disease (CKD) is 13.4% of the entire global population. Cardiorenal syndrome (SK) type 4 causes 40% mortality in CKD patients. One of the mediators in the pathogenesis of SK is oxidative stress which can lead to endothelial dysfunction, myocardial fibrosis and ventricular wall thickening. Angiotensin receptor blocker (ARB) and statin inhibitor class drugs have anti-inflammatory and antioxidant effects on the heart. This is a consideration for its use to improve oxidative stress conditions in SK. Until now, it has not been widely known the effect of ARB and statin administration on the heart with SC.
Objective: This study aims to determine the effect of ARB + statin combination on myocardial fibrosis and ventricular wall thickness in CKD rats using the 5/6 nephrectomy method.
Methods: This study used stored heart organs from male Sprague-Dawley rats consisting of 5 treatment groups and each consisting of 4 samples: control group (sham), 5/6 nephrectomy (Nx), 5/6 nephrectomy with radiation therapy. 20mg / kgBW / day for 4 weeks (Nx + Ir), 5/6 nephrectomy with simvastatin therapy 10mg / kgBW / day for 4 weeks (Nx + S), and 5/6 nephrectomy with 20mg / kgBW / day irresistible therapy and simvastatin 10mg / kgBB / day for 4 weeks (Nx + Ir-S). Stored cardiac samples were cut cross-sectional and observed histopathologically (HE and Masson's trichrome) using ImageJ application. Data were then analyzed statistically using One-Way Anova.
Results: The treatment of both irbers, simvastatin, and a combination of both for 4 weeks showed that the percentage of myocardial fibrosis area and the thickness of the heart ventricles tended to be smaller than the control but not statistically significant. Irbesartan therapy, a combination of irbesartan and simvastatin, and simvastatin showed the smallest percentage of fibrosis area and ventricular wall thickness, respectively.
Conclusion: The combination of ARB and statin for 4 weeks has not been able to improve myocardial fibrosis and ventricular wall hypertrophy in CKD mice. Further research is needed using a larger dose, with a longer treatment and a larger number of samples so that the combined effect is more visible
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library