Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rama Garditya,author
"Anestesia umum dengan intubasi endotrakeal menggunakan pipa endotrakeal sering digunakan untuk memberikan ventilasi tekanan positif dan mencegah aspirasi. Namun, penggunaan alat ini dapat menimbulkan komplikasi atau keluhan pasca bedah seperti nyeri tenggorok. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan keefektifan profilaksis deksametason intravena dengan triamsinolon asetonid topikal dalam mengurangi nyeri tenggorok pasca bedah.
Metode: Penelitian ini adalah uji klinis prospektif yang diacak dan tersamar ganda. Sebanyak 121 pasien yang dijadwalkan menjalani pembedahan dalam anestesia umum menggunakan pipa endotrakeal dimasukkan ke dalam dua kelompok secara acak; Grup A 61 orang dan grup B 60 orang. Sebelum induksi, pasien dalam grup A diberikan 10 mg deksametason intravena dan pasta plasebo dioleskan pada kaf pipa endotrakeal. Pasien dalam grup B diberikan 2 mL NaCl 0,9% dan pasta triamsinolon asetonid dioleskan pada kaf pipa endotrakeal. Skor nyeri tenggorok pasca bedah dievaluasi 3 kali; sesaat setelah pembedahan berakhir, 2 jam pasca bedah dan 24 jam pasca bedah. Insidens dan derajat nyeri tenggorok pasca bedah dicatat.
Hasil: Tidak didapatkan perbedaan bermakna di kedua kelompok pada insidens nyeri tenggorok pasca bedah sesaat setelah pembedahan berakhir (27,9% pada kelompok A dan 18,3% pada kelompok B, p = 0,214). Derajat nyeri tenggorok pasca bedah tidak berbeda bermakna di antara kedua kelompok.
Simpulan: Triamsinolon asetonid topikal memiliki keefektifan yang sama dengan profilaksis deksametason intravena dalam mengurangi insidens nyeri tenggorok pasca bedah.

Tracheal intubation for general anesthesia is often used to give positive-pressure ventilation and prevent aspiration during anesthesia. However, the use of this airway device can cause complications and complains about postoperative sore throat (POST). This study was undertaken to compare the effectiveness of prophylactic intravenous dexamethasone to triamcinolone acetonide paste in reducing POST.
Methods : This was a prospective, randomized, double-blind clinical trial. A total of 121 patients scheduled for surgery under general anesthesia using endotracheal tube were randomly allocated into two groups; 61 (group A) and 60 (group B). Before induction, group A receives 10 mg of intravenous dexamethasone and placebo paste applied over the endotracheal tube cuff. Group B receives 2mL of intravenous normal saline and triamcinolone acetonide paste applied over the endotracheal tube cuff. POST scores were evaluated 3 times; immediately after the operation, 2-hours, and 24-hours after the operation. The incidence and severity of POST were recorded.
Results: There were no significant differences in the incidence of POST immediately after the operation between the two groups (27,9 % in group A vs 18,3% in group B, p = 0,214).The severity scores of POST were not significantly different between the two groups.
Conclusion: Topical triamcinolone acetonide was equally effective compared to prophylactic intravenous dexamethasone in reducing the incidence of POST."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Evelin Margaretha
"Latar belakang : Blok perifer yang digunakan saat pasien teranestesi akan mengurangi kebutuhan anestesia dan analgesia selama pembedahan, dan mengurangi kebutuhan opioid sebagai analgetik pasca operatif. Berkurangnya pemakaian opioid intraoperatif akan mengurangi morbiditas pasca operatif yang berkaitan dengan opioid. Penelitian dilakukan untuk mengetahui peran BPSS menggunakan bupivakain 0,5% dalam mengurangi konsumsi fentanil intraoperatif, stabilitas hemodinamik intraoperatif, dan kecepatan waktu pulih pada timpanomastoidektomi dalam anestesia umum.
Metode : Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal pada 32 pasien usia 19-65 tahun, ASA I-III dengan berat badan 35-80 kg, yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok BPSS dan kelompok kontrol. Pada kelompok BPSS dilakukan BPSS sebelum induksi menggunakan bupivakain 0,5%. Pada kelompok kontrol dilakukan anestesia umum tanpa BPSS. Anestesia dipertahankan dengan FGF 0,8-1,6 lpm, compress air:O2 (konsentrasi O2 40%); isofluran ± 1 MAC dan atrakurium 0,25 mg/kgBB setiap 30 menit untuk menjaga nilai BIS 45-60. Fentanil diberikan setiap ada peningkatan tekanan darah sistolik atau frekuensi nadi ≥ 20% dari nilai 5 menit sebelumnya. 30 menit sebelum operasi selesai diberikan parasetamol 1 gram iv dan ondansetron 4 mg iv.
Hasil : Dari hasil penelitian didapatkan median konsumsi fentanil intraoperatif kelompok BPSS lebih rendah bermakna secara statistik dibandingkan kelompok kontrol {(150 mcg vs 262,5 mcg), p<0,001)}. Perbedaan median TDS antara kelompok BPSS dan kelompok kontrol bermakna secara statistik psaat insisi { 104 (90-112) vs 120 (110-130), p<0,001}, dan median frekuensi nadi kelompok BPSS lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol {68 (62-86) vs 80 (68-100); p<0,001}.
Simpulan : BPSS menggunakan bupivakain 0,5% sebelum induksi mengurangi konsumsi fentanil intraoperatif, menekan respon hemodinamik terhadap insisi kulit, dan mempercepat waktu pulih.

Background : The peripheral nerve block which is used in combination with general anesthesia will reduce anesthesia and analgesia requirement intraoperatively. The reduction in opioid consumption will reduce pasca operative morbidity which is related to opioid. The aim of this study was to assess the role of superficial cervical plexus block (SCPB) using bupivakain 0,5% before induction in reducing fentanyl consumption, stabilized intraoperative hemodynamic, and reach early emergence in tympanomastoidectomy under general anesthesia.
Methods : The design of this study is single blind randomized clinical trial. The study was done to 32 consenting ASA I-III patients, 13-65 years old, with body weight 35-85 kg which were randomized to be SCPB group and control group. SCPB was done in block SCPB before induction using bupivacaine 0,5%. General anesthesia without SCPB was done in control group. Anesthesia was maintained with FGF 0,8-1,6 lpm, compress air:O2 with O2 consentration 40%, isoflurane ± 1 MAC, and atracurium 0,5 mg/kgBW every 30 minutes to keep BIS level 45-60. Fentanyl intermittent was given intraoperative due to 20% increased in SBP or heart rate from the data 5 minutes earlier. Paracetamol 1 g iv and ondansetron 4 mg iv were given 30 minutes before the end of the surgery.
Results : During surgery the median fentanyl consumption were significantly reduced in SCPB group compared with control group {(150 mcg vs 262,5 mcg), p<0,001)}, and during skin incision, the median SBP and the median heart rate were significantly reduced in SCPB group compared with control group { 104 (90-112) vs 120 (110-130), p<0,001} and {68 (62-86) vs 80 (68-100); p<0,001}. The median emergence time were also significantly reduced in SCPB group compared with control group {(10 minutes vs 20 minutes), p<0,001)}.
Conclusion : SCBP using bupivacaine 0,5% before induction reduced the fentanyl consumption intraoperative, more stabilized hemodynamic in response to skin incision and provided more rapid awakening.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library