Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatima Vanessa
"Nyeri neuropatik dapat diatasi dengan menggunakan obat farmasi, namun penggunaannya mengandung efek samping yang merugikan tubuh. Terdapat alternatif obat berupa jamu berbahan dasar jahe merah (Zingiber officinale var rubrum), pala (Myristica fragrans), dan cengkeh (Syzygium aromaticum), yang jika digabungkan dapat berfungsi sebagai jamu penurun ketegangan saraf. Beberapa zat aktif yang dimiliki bahan baku jamu penurun ketegangan saraf adalah gingerol, miristisin, dan eugenol, yang terbukti memiliki aktivitas analgesik. Pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas analgesik pada zat aktif dari jamu penurun ketegangan saraf secara in silicoyang mana hasilnya memperlihatkan adanya interaksi inhibisi zat aktif dari jamu penurun ketegangan saraf dan obat standar terhadap reseptor TRPV-1, dan dari perbandingan koefisien inhibisi didapatkan bahwa zat aktif miristisin aktivitas analgesiknya paling mendekati obat standar terhadap ID/3J9J, dan pada ID/3SUI didapati koefisien inhibisi zat aktif gingerol lebih baik dari obat atandar. Berdasarkan hasil analisis nilai ekonomi simulasi pabrik dengan kapasitas 43,27 kg/hari atau 72.072 kapsul/hari, didapatkan NPV sebesar IDR 27.160.061.376, IRR sebesar 65,05%, serta PBP dalam waktu 1,44 tahun dengan harga produk Rp 200.000/botol berisi 120 kapsul dan massa kapsul 0,6 gram.

Neuropathic pain can be overcome by using pharmaceutical drugs or surgical therapy, however, some use of pharmaceutical drugs to reduce neuropathic pain can have side effects for the body. There is an alternative in the form of herbal drink consists of nutmeg (Myristica fragrans), cloves (Syzygium aromaticum), and red ginger (Zingiber officinale var rubrum) which, when combined, can be functioned as a medicine to reduce nerve tension or neuropathic pain. In this research conducted an in silico analysis of analgesic activity on the active substances of herbal drink where the results showed inhibition interaction of active substances from herbal drink and standard medicine against the TRPV-1 receptor, and the inhibitioncoefficient showed that myristicin has analgesic activity closest to the analgesic activity from standard medicine on ID/3J9J, meanwhile on ID/3SUI the result is the inhibition coefficient of the gingerol were better than the standard medicine. Based on the results of economic analysis of the preliminary plant design simulation with a capacity of 43.27 kg/day or 72,072 capsules/day; the NPV is IDR 27.160.061.376, the IRR is 65,05%, and the PBP is on 1.44 years with the price of the product Rp 200.000/ bottle with 120 capsules, and each capsule weighted 0,6 gram."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawira Winata
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dimana konsumen Indonesia membeli obat anti nyeri dan anti demam yang dijual bebas dan mengapa mereka membeli di tempat tersebut. Untuk memiliki bisnis yang berkelanjutan, maka sangat penting untuk memahami dimana konsumen Indonesia membeli obat anti nyeri dan anti demam yang dijual bebas. Kombinasi dari metode kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap masalah. Kualitatif menggunakan wawancara dengan responden diatas 18 tahun dan sudah pernah membeli dan menggunakan obat anti nyeri dan anti demam yang dijual bebas. Metode kuantitatif menggunakan survei kros seksional.
Dari penelitian ditemukan bahwa konsumen Indonesia masih memilih membeli di tempat khusus menjual obat dibandingkan dengan tempat yang secara umum menjual semua produk untuk obat anti nyeri dan anti demam yang dijual bebas. Tempat khusus menjual obat meliputi apotik, rumah sakit dan toko obat sedangkan tempat yang secara umum menjual semua obat termasuk obat meliputi warung dan mini/supermarket. Konsumen melihat tempat membeli tidak hanya sebagai tempat membeli namun juga berkontribusi pada pemberian informasi dan pengetahuan kepada masyarakat. Ada beberapa aspek terkait tempat yang menjadi alasan konsumen memilih tempat tertentu. Enam aspek meliputi jaminan keaslian obat, bantuan untuk memilih obat yang benar, bantuan untuk informasi yang terpercaya, kebebasan untuk melihat dan memegang obat sebelum membeli, kebebasan untuk memilih obat sendiri dan harga obat yang murah.
Urutan untuk preferensi tempat membeli obat anti nyeri dan anti demam yang dijual bebas meliputi apotik, rumah sakit, toko obat, warung dan mini/supermarket. Pemilihan tempat ini didorong oleh enam aspek terkait tempat tersebut. Tempat khusus menjual obat memiliki kekuatan pada aspek jaminan keaslian obat, bantuan membeli obat yang benar dan informasi yang terpercaya. Sedangkan tempat yang menjual semua produk memiliki kekuatan pada aspek kebebasan untuk melihat dan memegang obat sebelum membeli, kebebasan untuk memilih obat sendiri dan harga obat yang murah. Ada faktor-faktor yang tidak diteliti pada penelitian ini seperti lokasi tempat, kemudahan akses ke tempat dan batasan waktu yang dimiliki konsumen. Penelitian disarankan untuk diperluas hingga ke luar Jakarta agar dapat menjangkau ke tempat menjual yang lebih tradisional dibandingkan tempat menjual yang modern di Jakarta.

The purpose of this research is to examine where do Indonesia consumers buy their analgesic antipyretics OTC drug and why do they choose that place. To have a sustainable business in Indonesia, it is important to understand the channel preferred by the consumer to buy analgesic antipyretics OTC. Combination of both qualitative and quantitative method is used to have holistic understanding of the problem. Qualitative is using multiple interviews with respondent above 18 years old and has experience with buying and using analgesic antipyretics OTC drug. The quantitative method uses cross sectional survey.
The research discovered that Indonesia consumers still prefer to buy in specialized channel compare to mass channels for analgesic antipyretics OTC drug. Specialized channel consists of pharmacy, hospital and drug store while mass channels consist of retails and mini/supermarket. Consumers see the channel not only as a place to buy but also contribute to support on the information and knowledge. There are attributes relate to place that is search by the consumers. The six attributes are assurance of authentic drug, assisting for getting the right drug, assisting for giving trusted information, freedom to see and touch the drug before buying, freedom to choose own drug and cheap drug price.
The channel preference for analgesic antipyretics OTC drug is as follow : pharmacy, hospital, drug store, retail and super/mini market. The preference of the channel is driven by six attributes relate to channel that is search by the consumer. Specialized channel has strength for attributes such as assurance of authentic drug, assisting for getting the right drug and for giving trusted information while mass channels has strength for attributes such as freedom to see and touch the drug before buying, freedom to choose own drug and cheap drug price. Some limitations are, more extrinsic, factors such as channel location, the ease with which a channel that can be accessed, and time constraints are not included in the study. Another limitation due to scope in Jakarta. It is encourage to expand the research outside Jakarta to reach more traditional outlet compare to modern outlet in Jakarta.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Melati
"Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di puskesmas tidak terlepas dari peran apoteker dalam menjalankan pelayanan kefarmasian. Dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, obat merupakan hal terpenting dan menjadi komponen tak tergantikan. Dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, diperlukan adanya formularium puskesmas. Formularium Puskesmas selalu dilakukan pemberharuan mengikuti formularium nasional. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perubahan daftar obat pada kelas terapi analgesik, antipiretik, antiinflamasi non steroid, antipirai dalam formularium puskesmas kecamatan Palmerah dari periode sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan data primer dari Formularium Puskesmas Kecamatan Palmerah periode tahun 2020 dan formularium nasional 2022. Berdasarkan hasil penelitian terdapat obat yang dimasukkan dalam formularium puskesmas tahun 2022 dan ada yang dikrluarkan dari formularium puskesmas sebelumnya. Obat yang dimasukkan yaitu seperti paracetamol suppositoria 125 mg pada kelas terapi analgetic, antipiretik, antiinflamasi, dan antipirai, amiodaron 50mg/mL, Klonidin 150 mg pada kelas terapi kardiovaskular. Dan obat yang dikeluarkan dari formularium sebelumnya yaitu seperti digoksin tablet 0,25 mg, propanolol 10 mg, telmisartan tablet 40 mg dan 80 mg, spironolakton tablet 25 mg, dan simvastatin tablet 10 mg (pada kelas terapi kardiovaskular).

The delivery of health services at the Public health center is inseparable from the role of pharmacists in carrying out pharmaceutical services. In the implementation of pharmaceutical services, drugs are the most important thing and become an irreplaceable component. In order to realize the availability of quality and affordable medicines for all levels of society, it is necessary to have a Public health center formulary. The Public health center formulary is always updated to follow the national formulary. The purpose of this study was to determine changes in the list of drugs in the analgesic, antipyretic, non-steroidal anti-inflammatory, antipyretic therapy class in the formulary of the Palmerah Health Center from the previous period. This study used a descriptive method using primary data from the 2020 Palmerah Subdistrict Health Center Formulary and the 2022 National Formulary. Based on the results of the study, there were drugs included in the 2022 Public health center formulary and some were excluded from the previous Public health center formulary. The drugs included were paracetamol suppository 125 mg in the class of analgesic, antipyretic, anti-inflammatory and antipyretic therapy, amiodarone 50 mg/mL, clonidine 150 mg in the class of cardiovascular therapy. And the drugs removed from the previous formulary were digoxin tablets 0.25 mg, propranolol 10 mg, telmisartan tablets 40 mg and 80 mg, spironolactone tablets 25 mg, and simvastatin tablets 10 mg (in the cardiovascular therapy class)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jauda Hanoon
"Latar Belakang Operasi sesar meningkat di Indonesia dan dikaitkan dengan nyeri sedang-berat, sehingga memerlukan manajemen nyeri yang efektif untuk mencegah dampak negatif. Mengidentifikasi regimen analgesik, durasi operasi, dan anestesi yang optimal dapat meningkatkan hasil, tetapi studi tentang nyeri pascaoperasi akut dan faktor terkait di Indonesia masih terbatas. Metode Desain kohort observasional retrospektif digunakan, dengan sampel pasien yang menjalani operasi sesar di RSCM pada tahun 2021. Data mengenai kejadian nyeri akut sedang-berat (VAS ≥ 4), regimen analgesik, anestesi, dan durasi operasi diolah dari rekam medis dan kemudian dianalisis. Hasil 55 pasien diikutsertakan dalam analisis. 5 (9%) mengalami nyeri pascaoperasi akut sedang-berat. Analisis uji Fisher terhadap hubungan antara skor VAS ≥ 4 dengan regimen analgesik (p=0,053), anestesi (p=1,000), dan durasi operasi (p=1,000) tidak ditemukan signifikan. Kesimpulan Penelitian prospektif lebih lanjut dengan ukuran sampel yang besar diperlukan untuk memberikan kesimpulan mengenai pengaruh regimen analgesik, anestesi, dan durasi operasi terhadap nyeri pascaoperasi akut pada pasien operasi caesar.

Introduction Cesarean deliveries are rising in Indonesia and are associated with moderate-severe pain, requiring effective pain management to prevent negative impacts. Identifying optimal analgesic and anaesthesia regimens, and surgery duration could improve outcomes, but studies on acute postoperative pain and related factors in Indonesia remain limited. Method A retrospective observational cohort design was utilised, with a sample of patients who underwent caesarean sections in RSCM in the year 2021. Data regarding the incidence of moderate-severe acute pain (VAS ≥ 4), analgesic regimen, anaesthesia, and surgery duration was extracted from medical records and subsequently analysed. Results 55 patients were included in the analysis. 5 (9%) experienced moderate-severe acute postoperative pain. Fisher test analysis of the association between VAS ≥ 4 score and analgesic regimen (p=0.053), anaesthesia (p=1.000), and surgery duration (p=1.000) was not found to be statistically significant. Conclusion Further prospective studies with large sample sizes are needed to provide conclusions regarding the effect of analgesic regimen, anaesthesia, and surgery duration on acute postoperative pain in caesarean section patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library