Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laurentius Setyarahardja
Abstrak :
PENDAHULUAN Kuman anaerob adalah kuman yang peka terhadap O2, karena 02 merupakan bahan toksik terhadap kuman ini; makin lama kontak dengan 02, kondisi dan jumlah kuman yang hidup makin menurun (1-3). Dalam 10 tahun terakhir ini penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman anaerob tampak meningkat. Sebagian besar kuman anaerob penyebab infeksi adalah anggota flora normal kuman anaerob, yang karena sesuatu hal masuk ke dalam bagian tubuh yang bukan tempatnya (1). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa perneriksaan terhadap kuman anaerob perlu dilaksanakan secara rutin di laboratorium mikrobiologi. Salah satu syarat dalam usaha mengisolasi dan mengidentifikasi kuman anaerob dari bahan-bahan pemeriksaan adalah suasana lingkungan pertumbuhan yang babas 02. Untuk memperoleh suasana tersebut telah dikenal beberapa cara, diantaranya (1, 3-7): 1. Silinder anaerob (anaerobic jar) 2. Roll tube technique 3. Anaerobic glove box Kedua cara tersebut terakhir di atas adalah cara-cara yang lebih canggih dibandingkan cara yang percama, akan tetapi kedua cara ini dalam penggunaannya memerlukan biaya yang besar, tempat yang lebih luas, dan tenaga laboratorium yang berpengetahuan cukup mengenai teknik anaerob serta perawatan alat-alatnya. Oleh sebab itu kedua cara ini tidak dianjurkan untuk dipergunakan dalam laboratorium rutin. Untuk suatu laboratorium mikrobiologi yang sederhana dengan tenaga, ruangan dan dana yang terbatas, maka cara dengan mempergunakan silinder anaerob merupakan cara yang lebih dianjurkan (1,7). Suasana optimal untuk pertumbuhan kuman anaerob dapat diperoleh melalui 2 cara, yaitu dengan evacuation replacement system dan Gaspak/ Gaskit anaerobic system (1, 3-5, 7). Evacuation replacement system merupakan cara standar yang telah mengalami beberapa kali modifikasi dan penyempurnaan sejak ditemukannya oleh McIntosh dan Fildes. Cara tersebut sampai kini masih tetap dipergunakan. Untuk mempergunakan cara ini disamping silinder anaerob diperlukan pampa isap, manometer, silinder-silinder gas yang masing-masing berisi gas H2, CO2 dan N2 serta alai pengisi gas untuk memindahkan gas dari silinder gas ke dalam silinder anaerob. Proses anaerob-iosis dilaksanakan dengan mengeluarkan udara dart dalam silinder dan memasukkan gas N2 atau H2 yang diulangi 5 sampai 7 kali. Pada penggantian terakhir dimasukkan gas H2 dan CO2 atau gas N2, H2 dan CO2 (1). Proses pengeluaran dan penggantian tersebut di atas, di seksi anaerob laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) hanya dilakukan satu kali. Gas yang dipergunakan adalah gas H2 dan CO2.1 Gaspak anaerobic system pertama kali diperkenalkan oleh Brewer dan Allgeier (8), cara ini mempergunakan 'generator H2 dan C02' sebagai penghasil gas H2 dan C02. Gaspak generator merupakan suatu kit untuk sekali pakai (disposable) yang diproduksi dan dipasarkan oleh Becton, Dickinson UK Ltd.; dengan memasukkan air ke dalamnya, maka generator H2 dan C02 akan menghasilkan gas H2 dan CO2 (1, 7-9).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Widjajanti
Abstrak :
ABSTRAK
Pengisian saluran akar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan endodontik Untuk maksud tersebut pengisian saluran akar dilakukan dengan bahan padat dan semen saluran akar. Mengingat dalam saluran akar yang terinfeksi banyak ditemukan mikroorganisme dan tidak mudah dihilangkan dengan tindakan sterilisaasi maka pemberian antimikroba dalam semen saluran akar dianjurkan Akan tetapi sampai sejauh mana daya antimikroba semen saluran akar terhadap tumbuh kembang biaknya kuman penyebab infeksi pulpa perlu diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya antimikroba dari empat macam semen saluran akar yang banyak dipakai di Indonesia terhadap kuman anaerob. Kuman anaerob yang digunakan diperoleh dengan cara isolasi haggling dari pasien dengan infeksi pulpa pada klinik pasca FKG UL Sebelas koloni kuman kokus gram positif dan 12 koloni laiman batang gram negatif yang diperoleh dari 23 pasien diuji kepekaannya terhadap semen saluran akar Proco-Sol, Endomethasone, AH26 dan Sealapex dengan menggunakan metode cakram. Jarak zona hambat diukur dan dibandingkan. Hasilnya AH26 mempunyai daya antimikroba terbesar diikuti oleh Proco-Sol, Endomethasone dan Sealapeks, serta daya antimikroba ke empat semen saluran akar tersebut terhadap kuman kokus gram positif dan kuman batang gram negatif tidak berbeda bermakna pada batas kemaknaan p= 0,05.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olav Kevin Sudja
Abstrak :
[Pada akhir tahun 2012 diperkirakan bahwa 3.3 juta pengungsi di dunia tinggal di kamp penampungan sementara. Persediaan bahan bakar masak kepada kamp-kamp sering kali mengalami kekurangan, sehingga penggungsi terpaksa untuk mendapatkan bahan bakar melalui penebangan liar pohon disekitar kamp. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men-design system digestasi anaerobik sebagai alternatif sumber bahan bakar. Digestasi anaerobic pada temperatur tinggi (>50°C) mempunyai kecepatan reaksi lebih tinggi dengan memerlukan energi agitasi lebih kecil. Design yang di ajukan oleh penelitian ini adalah sistem digestasi anaerobik semi-batch yang dioperasikan pada temperature 55°C. Design yang diajukan di modelkan menggunakan model IWA Anaerobic Digestion Model No.1 (ADM1) pada temperatur operasi normal 35°C dan 55°C. Analisa Monte-Carlo juga dilakukan untuk menetukan kestabilan model terhadap perubahan feed masuk ke reaktor. Hasil model menunjukan bahwa digester yang dioperasikan pada temperature tinggi (55°C) menghasilkan produksi biogas lebih tinggi dengan volume reactor lebih kecil. Penelitian ini jika diterapkan dengan benar dapat menyediakan alternatif sumber bahan bakar bagi pengungsi di berbagai belahan dunia.;It is estimated by year?s end of 2012 that 3.3 million refugees across the world is living in planed/managed camp. Supply of cooking fuel by aid agencies to these camps has not always meet demands and has resulted in refugees resorting to dangerous practice of deforestation. The aim of the project is to design an alternative method of producing cooking fuel to these camps by using anaerobic digestion, anaerobic digestionconducted at elevated temperatures of (>50°C) has been observed to have faster rate of fermentation while requiring less agitation. The design proposed by the project is a semi-batch anaerobic digester operated at a temperature of 55°C. The IWA Anaerobic Digestion Model No.1 (ADM1) was used to model the behaviour of the digesters operating at both 35°C and 55°C. While using a Monte-Carlo analysis approach, to observe the digester sensitivity to varying feed inputs. The proposed design was analysed to be cost appropriate while still producing a higher yield of biogas compared to digesters operated at lower temperatures of 35°C. If applied this design could be used to provide a healthier and more sustainable source of cooking fuel for refugee camps across the world., It is estimated by year’s end of 2012 that 3.3 million refugees across the world is living in planed/managed camp. Supply of cooking fuel by aid agencies to these camps has not always meet demands and has resulted in refugees resorting to dangerous practice of deforestation. The aim of the project is to design an alternative method of producing cooking fuel to these camps by using anaerobic digestion, anaerobic digestionconducted at elevated temperatures of (>50°C) has been observed to have faster rate of fermentation while requiring less agitation. The design proposed by the project is a semi-batch anaerobic digester operated at a temperature of 55°C. The IWA Anaerobic Digestion Model No.1 (ADM1) was used to model the behaviour of the digesters operating at both 35°C and 55°C. While using a Monte-Carlo analysis approach, to observe the digester sensitivity to varying feed inputs. The proposed design was analysed to be cost appropriate while still producing a higher yield of biogas compared to digesters operated at lower temperatures of 35°C. If applied this design could be used to provide a healthier and more sustainable source of cooking fuel for refugee camps across the world.]
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Alfa
Abstrak :
ABSTRAK
Anaemb-Aemb Fixed Bed Reaclor merupakan unit pengolahan biologis aengan kombinasi proses anaerobik aerobik untuk mendapatkan hasil penyisihan yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dari anaerob-aemb Hxed bed reactor dalam pengolahan Iimbah tahu tempe terutama dalam penyisihan COD dan kandungan N delam Iimbah tahu dan mengidemitikasi kelemahan dan perbaikan yang dlbutuhkan untuk memudahkan penerapan di lapangan.

Reaktor anaerob dan aerob ini terbuat dari bahan FRP (Hbenglass Reinforced Plastic). Bahan ini dipilih karena sifamya yang ringan dan tidak mudah retak. Hal ini membenkan kemudahan dalam pemasangan dan pemindahan Iokasi.

Media pengisi (lempat menempelnya mikroorganisme) terbuat dari bahan PVC dengan ukuran % inch dan panjang potongan 2 inch yang ditempatkan dalam keranjang berlubang dari FRP.

Limbah yang digunakan adalah limbah tempe dan Iimbah dari tahap penggumpalan bubur tahu dari pabrik tahu milik PRtMKOPT| di Jalan Gang Seratus Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Variasi beban pada penelitian ini seperti dilihat pada tabel dibawah :

Parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah COD, pH, temperatur NH4-N. NO2~N, NO3-N, suspended solid dan alkalinitas pada Laboratorium Analisa PT SUCOFINDO.

Dari hasil peneliiian ini diperoleh hasil konsentrasi effluent reaktor sebagai berikul :
1996
S34576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Sigit Prasetya
Abstrak :
Indonesia memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap bahan bakar fosil dalam pemenuhan kebutuhan energi. Akan tetapi, penurunan ketersediaan bahan bakar fosil membuat perlunya pengembangan energi terbarukan, salah satunya adalah biobutanol. Biobutanol adalah sumber energi alternatif yang sangat potensial karena tidak menyebabkan korosi, tidak menyerap air, dan mempunyai angka oktan yang hampir sama dengan bensin. Biobutanol dihasilkan dari fermentasi sederhana secara anaerob oleh bakteri Clostridium beijerinckii yang dapat merubah berbagai macam monosoakarida menjadi aseton, butanol, dan etanol (ABE). Pada penelitian ini, sumber glukosa diperoleh dari kertas. Kertas dihidrolisis dengan menggunakan dua metode, yaitu menggunakan H2SO4 1% dan kombinasi enzim (selulase, selobiase, silanase). Hasil hidrolisis difermentasi secara anaerob selama 72 jam pada suhu 370C. Butanol yang dihasilkan adalah sebanyak 0,0000295 ml/gram kertas. ......Indonesia is highly dependent on fossil fuels to fulfill energy needs. However, availability of fossil fuel resources is decreasing. This has stimulated the development of alternative renewable resources to substitute fossil fuels, for example biobutanol. Biobutanol is an alternative energy source with huge potential because it does not cause corrosion, non-hygroscopic, and has similiar octane number as gasoline. Biobutanol is produced from anaerobic fermentation using Clostridium beijerinckii bacteria that can change various monosoakarida into acetone, butanol, and ethanol (ABE). In this sudy, the source of glucose obtained from paper. Paper hydrolized by using two methods, using 1% H2SO4 and combinations of enzymes (cellulase, cellobiase, xylanase). Hydrolysis results is fermented in anaerobic chamber for 72 hours at temperature 370C. The result of butanol production is 0.0000295 ml/gram paper.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Kurnianingsih
Abstrak :
Pengadukan dalam Anaerobic Digestion AD dapat dikontrol untuk meningkatkan kinerja proses AD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas pengadukan terhadap kinerja proses AD, transfer panas di dalam digester dan untuk menganalisis kesetimbangan energi. Penelitian dilakukan menggunakan Continuous Stirred Tank Reactor CSTR dengan volume terisi 400 L yang beroperasi pada suhu rata-rata 27,8 1,07oC. Penelitian operasi skenario pertama dilakukan dengan input substrat sampah makanan dengan Organic Loading Rate OLR 10 kg VS/m3 selama 43 hari dan diaduk menggunakan variasi intensitas pengadukan 30 rpm dan 60 rpm selama 4 jam/hari untuk melihat kinerja proses AD. Operasi skenario kedua dilakukan menggunakan substrat sampah makanan dan kotoran sapi banding limbah Fat Oil and Grease FOG sebesar 10:1 dengan OLR 10 kg VS/m?3 dan dilakukan variasi pengadukan berkala 30 rpm, 15 menit/1,5 jam dan kontinu 30 rpm, 4 jam/hari untuk melihat tansfer panas dalam digester. Hasil penelitian operasi skenario pertama menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua intensitas pengadukan.
Mixing in Anaerobic Digestion AD can be controlled to improve the performance of the AD process. This study aims to determine the effect of mixing intensity on the performance of the AD process, heat transfer in the digester and to analyze the energy balance. The study was conducted using a Continuous Stirred Tank Reactor CSTR with 400 L working volume which operates at an average temperature of 27,8 1,07 C. In the first scenario operation study, reactor was fed with food waste with Organic Loading Rate OLR 10 kg VS m3 for 43 days and mixed using variation of mixing intensity 30 rpm and 60 rpm for 4 hours day to see AD process performance. The second operation was carried out using food and cow dung with Fat Oil and Grease FOG waste ratio 10 1 and mixed intermittent 30 rpm, 15 min 1.5 hour and continuous 30 rpm, 4 hour day to see heat transfer in the digester. The results of the first scenario operation study showed that there was a significant difference in both mixing intensity p.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paraginta Basaria
Abstrak :
The performance of anaerobic digestion (AD) to process organic fraction of municipal solid waste (OFMSW) can be improved with various pre-treatments. Mechanical pre-treatments, mainly chopping, have shown to be the most economical and relatively effective method to increase contact between the substrate and microorganisms. The purpose of this research was to analyze the effect of OFMSW particle size on CH4 gas formation in a laboratory-scale Biochemical Methane Potential (BMP) assay. The research was conducted for 35 days at a temperature of 35°C with three sizes of OFMSW co-digested with cow manure. OFMSW with particle sizes of 10-13 mm, 4.76-10 mm, and 2-4.76 mm produce CH4 gas with an average of 114.7+14.7 ml, 101.7+0.5 ml, and 110.9+10.8 ml, respectively, while methane yield was 0.277 L CH4/g VS, 0.208 L CH4/g VS, and 0.229 L CH4/g VS, respectively. Particle size is more likely to have an influence on the hydrolysis and acidogenesis processes, as demonstrated by the significant difference of VFA value, but not on the biogas potential. Particle sizes of 13-15 mm produce 19.25 mg VFA/L, while the size range of 2-4.76 mm produces 118.1 mg VFA/L.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2016
UI-IJTECH 7:8 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Supriyati
Abstrak :
Activated sludge originated from anaerobic-aerobic process waste water treatment plan was acclimated with glucose and acetate. The experiment was conducted in 1 L working volume of sequential batch reactor (SBR) that was adjusted to 0, 25 kg m3 day –1 . Glucose was effectively utilized by microbial community in anaerobic condition, and glycogen synthesis was occurred in aerobic condition. Suppression of polyphosphate accumulating organism was caused by the domination of glycogen accumulating organism and the high of nitrate production. In order to accelerate the community polyphosphate accumulating organisms then to the competitor of these communities must be pressured.
Bogor: Pusat Penelitian Biologi, 2007
BBIO 8:5 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maulida Fitri
Abstrak :
Inokulum merupakan suatu media pertumbuhan bagi mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme dan kinerja reaktor Anaerobic Digestion (AD). Kinerja inokulum dapat dioptimalkan dengan beberapa cara, salah satunya adalah aditif asetat yang dapat mendorong pertumbuhan archaea metanogen agar fermentasi anaerob berjalan lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh penambahan asetat dalam inokulum pada populasi mikroorganisme penghasil metana dan pengaruhnya pada populasi mikroorganisme, pembentukan biogas, penyisihan Volatile Solids (VS) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Terdapat 2 jenis inokulum yang digunakan pada penelitian ini, inokulum alami yang terbuat dari kotoran sapi dan inokulum buatan yang terbuat dari terasi, gula pasir, batang pohon pisang busuk, susu, dan dedak, ekstrak ragi, Lactobacillus MRS Broth, cairan rumen, dan penambahan asetat sebagai sumber karbon. Percobaan dilakukan pada reaktor AD berbahan fiber dan tanpa pengaduk yang memiliki volume keseluruhan 1 m3 dan volume isi 0,8 m3 selama 71 hari kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asetat tidak terbukti memperkaya populasi archaea metanogen dan produksi biogas. Metana dihasilkan dari genus Methanosaeta yang jumlahnya sangat sedikit yaitu hanya 0,004% dan genus Prevotella dalam jumlah cukup banyak yaitu 26,6% pada akhir operasional. Prevotella membentuk metana melalui penggunaan asam laktat yang dihasilkan genus Lactobacillus. Namun, inokulum buatan dengan aditif asetat terbukti meningkatkan konsentrasi metana hingga 41,7%, VSD hingga 91%, dan CODr hingga 99,5%. Hal ini menunjukkan inokulum buatan memiliki potensi yang sangat baik sebagai media pertumbuhan untuk menunjang pengolahan sampah makanan pada Anaerobic Digestion (AD) dengan bantuan pengontrolan pH yang sesuai dengan rentang pH optimum untuk tahap metanogenesis.
The inoculum is a growth medium for microorganisms to decompose organic matter that can optimize the growth of microorganisms and the performance of the Anaerobic Digestion (AD) reactor. The performance of the inoculum can be optimized in several ways, one of which is acetate additives which can encourage the growth of archaea methanogens so that anaerobic fermentation runs better. The purpose of this study was to analyze the effect of the addition of acetate in the inoculum on the population of methane-producing microorganisms and their effect on microorganism populations, biogas formation, removal of Volatile Solids (VS) and Chemical Oxygen Demand (COD). There are 2 types of inoculums used in this study, natural inoculum made from cow dung and modified inoculum made from shrimp paste, granulated sugar, rotten banana tree trunks, milk, and bran, yeast extract, Lactobacillus MRS Broth, rumen liquid, and additions acetate as a carbon source. The experiments were carried out on an AD reactor made from fiber and without stirrer which had an overall volume of 1 m3 and a volume of contents of 0.8 m3 for 71 working days. The results showed that the addition of acetate was not proven to enrich the archaea methanogen population and biogas production. Methane is produced from the genus Methanosaeta, which is very small, only 0.004% and the genus Prevotella in considerable numbers, which is 26.6% at the end of operation. Prevotella forms methane through the use of lactic acid produced by the genus Lactobacillus. However, the modified inoculum with acetate additives was proven to increase the concentration of methane to 41.7%, VSD to 91%, and CODr to 99.5%. This shows that the modified inoculum has very good potential as a growth medium to support food waste processing in Anaerobic Digestion (AD) with the help of pH control that is in accordance with the optimum pH range for the methanogenesis stage.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stivan Junan Navidad
Abstrak :
Latar Belakang. Daun kelor (M. oleifera) memiliki kandungan kimia yang berguna sebagai antibakteri pada bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Kandungan ini dapat merusak DNA dan membran sel yang nantinya senyawa pada daun kelor akan menembus dinding sel bakteri sehingga zat metabolisme bakteri terbuang hingga mengalami kematian. Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah Cutibacterium acnes, bakteri anaerobic aerotolerant, bersifat Gram positif. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antiseptik terhadap C. acnes. Metode: Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Uji Percentage Kill ekstrak daun kelor dengan etanol sebagai pelarut terhadap bakteri C. acnes. Pada kontrol dimasukkan akuades steril dengan bakteri terstandar Mc Farland 0,5 sedangkan pada perlakuan mengandung ekstrak M. oleifera dengan bakteri yang sama. Kontrol dan perlakuan dilakukan dalam waktu bersamaan dengan waktu kontak selama 1, 2, dan 5 menit. Selanjutnya diinokulasi pada medium agar darah. Setelah diinkubasi secara anaerob, pertumbuhan koloni bakteri dihitung dan persentase kematian dibandingkan antara kontrol dan perlakuan. Hasil Uji Percentage Kill dikatakan memenuhi kriteria apabila hasil yang didapatkan dalam setiap waktu kontak sebesar ≥90%. Hasil: Hasil Uji Percentage Kill dalam waktu kontak 1, 2, dan 5 menit pada bakteri C. acnes masing-masing adalah 59,7%, 72%, dan 91,8%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada menit ke-5 ekstrak daun kelor mampu mengeradikasi bakteri C. acnes secara efektif. Kesimpulan: Eksperimen ini menunjukkan hasil Uji Percentage Kill belum efektif pada menit pertama dan kedua namun efektif pada menit kelima. ......Introduction. Moringa leaves (M. oleifera) contain chemicals beneficial as antibacterials for Gram-positive and Gram-negative bacteria. This content can damage DNA and cell membranes so that the compounds in Moringa leaves will penetrate the bacterial cell walls, and the bacteria's metabolic substances are wasted until they die. The bacteria used in this study were Cutibacterium acnes, an aerotolerant, anaerobic, Gram-positive bacteria. This research was conducted to test the activity of Moringa oleifera leaf extract as an antiseptic against C. acnes. Method: The method employed in this research is the Percentage Kill test of moringa leaf extract with ethanol as the solvent against C. acnes bacteria. In the control group, sterile distilled water with McFarland 0.5 standardized bacteria is used, while the treatment group contains M. oleifera extract with the same bacteria. Both control and treatment are conducted simultaneously with contact times of 1, 2, and 5 minutes. Subsequently, they are inoculated on a blood agar medium. After anaerobic incubation, bacterial colony growth is counted, and the percentage of death is compared between the control and treatment. The Percentage Kill test results meet the criteria if the obtained results at each contact time are ≥90%. Results: The Percentage Kill test results at 1, 2, and 5 minutes of contact with C. acnes bacteria are 59.7%, 72%, and 91.8%, respectively. These results indicate that at the 5th minute, moringa leaf extract can eradicate C. acnes bacteria effectively. Conclusion: This experiment demonstrates that the Percentage Kill test was ineffective in the first and second minutes but became effective in the fifth minute.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>