Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najmi Maulidaningrat
Abstrak :
Latar Belakang: Hasil cetakan alginat yang dikeluarkan dari rongga mulut pasien mengandung banyak mikroorganisme, sehingga beresiko terjadinya infeksi silang. Oleh karena itu, diperlukan prosedur disinfeksi dan terdapat teknik baru, yaitu swa-disinfeksi. Indonesia telah memproduksi material cetak alginat sendiri, yaitu Hexalgin. Belum ada penelitian mengenai pengaruh penggunaan obat kumur antiseptik sebagai agen swa-disinfeksi terhadap sifat pada material cetak alginat Hexalgin. Tujuan: Mengetahui waktu pengerasan dan pemulihan elastis material cetak alginat Hexalgin menggunakan obat kumur antiseptik sebagai agen swa-disinfeksi. Metode: Spesimen dibuat sebanyak 36 dan dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan obat kumur antiseptik yang berbeda. Dilakukan pengujian waktu pengerasan dan pemulihan elastis mengikuti standar ISO 21563 tahun 2013. Analisis data secara statistik pada pengujian waktu pengerasan menggunakan uji One Way Anova dan uji Post-Hoc Bonferroni, sedangkan pada pengujian pemulihan elastis menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji Post-Hoc Mann-Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p<0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan terhadap nilai waktu pengerasan dan pemulihan elastis. Kesimpulan: Material cetak alginat dengan obat kumur antiseptik memiliki waktu pengerasan lebih lama dibandingkan dengan material cetak alginat dengan akuades. Material cetak Hexalgin dengan obat kumur antiseptik memiliki pemulihan elastis lebih tinggi dibandingkan dengan material cetak alginat Hexalgin dengan akuades, kecuali obat kumur listerine. ......Background: Alginate impressions that have been removed from the patient's oral cavity contain many microorganisms, so there is a risk of cross-infection. Therefore, a disinfection procedure is needed and there is a new technique, called self-disinfecting. Indonesian has produced its own alginate impression material, namely Hexalgin. There has been no research on the effect of using antiseptic mouthwash as a self-disinfecting agent on the properties of Hexalgin. Objective: Determine the setting time and elastic recovery of Hexalgin using antiseptic mouthwash as a self-disinfecting agent. Methods: There were 36 specimens made and divided into 6 different antiseptic mouthwash treatment groups. The setting time test and elastic recovery test were carried out according to ISO 21563 2013 standards. Statistical analysis of the data on the setting time test used the One Way Anova test and the Bonferroni Post-Hoc test, while the elastic recovery test used the Kruskal Wallis test and the Post-Hoc Mann-Whitney test. Results: There was a statistically significant difference (p<0.05) between the control group and the treatment groups to the setting time and the elastic recovery value. Conclusion: Alginate impression material with antiseptic mouthwash has a longer setting time compared to alginate impression material with distilled water. Hexalgin with antiseptic mouthwash has higher elastic recovery compared to Hexalgin with distilled water, except Listerine mouthwash.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Yasmin
Abstrak :
Latar Belakang: Alginat merupakan salah satu bahan cetak kedokteran gigi yang dapat menjadi sumber potensial kontaminasi silang, sehingga harus dilakukan desinfeksi tanpa menyebabkan distorsi pada sifat fisik alginat seperti perubahan dimensi, reproduksi detail, dan kompatibilitas dengan gipsum. Saat ini beredar alginat buatan Indonesia dan belum ada penelitian mengenai sifat fisik alginat buatan Indonesia setelah dilakukan desinfeksi perendaman. Tujuan: Mengetahui pengaruh desinfeksi perendaman dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 0,5%, glutaraldehid 2%, dan klorheksidin 0,2% pada bahan cetak alginat buatan Indonesia (Hexalgin) dan luar negeri (GC Aroma Fine Plus Normal Set) terhadap perubahan dimensi, reproduksi detail, dan kompatibilitas dengan gipsum. Metode: Masing-masing 20 spesimen alginat buatan Indonesia dan luar negeri dibuat sesuai dengan standar ISO 1563 dan dibagi menjadi kelompok desinfeksi perendaman dalam larutan NaOCl 0,5%, glutaraldehid 2%, klorheksidin 0,2%, dan kontrol lalu dilakukan pengecoran dengan gipsum tipe III. Pengujian dilakukan sesuai standar ISO 1563 dan ISO 21563, diukur dengan kaliper digital dan dinilai dengan kamera digital dengan perbesaran 6,3X. Analisis data dengan uji statistik One Way ANOVA dan uji Pearson Chi-Square. Hasil: Rerata perubahan dimensi antara kelompok perlakuan perendaman dalam larutan disinfektan berbeda pada alginat buatan Indonesia dan luar negeri menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05). Rerata perubahan dimensi antara alginat buatan Indonesia dengan buatan luar negeri setelah desinfeksi perendaman dalam berbagai larutan tidak berbeda bermakna (p≥0,05), kecuali pada kelompok klorheksidin 0,2%. Secara berurutan, nilai rerata perubahan dimensi pada hasil cetakan alginat buatan Indonesia dan alginat buatan luar negeri setelah desinfeksi perendaman dalam NaOCl 0,5% adalah 0,126±0,035% dan 0,089±0,015%, glutaraldehid 2% adalah 0,162±0,036% dan 0,128±0,026%, klorheksidin 0,2% adalah 0,204±0,029% dan 0,131±0,023% dan kontrol adalah -0,025±0,011% dan -0,014± 0,009%. Proporsi reproduksi detail menunjukkan hasil yang sama pada seluruh spesimen, yaitu dapat mereproduksi detail. Skor kompatibilitas dengan gipsum menunjukkan skor 1, 2, dan 3. Proporsi skor kompatibilitas dengan gipsum antar kelompok perlakuan serta antara alginat buatan Indonesia dan luar negeri tidak berbeda bermakna (p≥0,05). Kesimpulan: Alginat buatan Indonesia setelah desinfeksi perendaman dalam larutan NaOCl 0,5%, glutaraldehid 2%, dan klorheksidin 0,2% mengalami perubahan dimensi yang dapat diterima secara klinis, dapat mereproduksi detail dengan baik, dan kompatibel dengan gipsum tipe III. ......Background: Alginate is one of dental impression materials that can be a potential source of cross-contamination, so disinfection must be carried out without causing distortion on the physical properties of alginate such as dimensional changes, detail reproduction, and compatibility with gypsum. Currently, Indonesian-made alginate has been circulating in Indonesia and there has been no research on the physical properties of Indonesian-made alginate after immersion disinfection. Objective: To determine the effect of immersion disinfection in 0.5% sodium hypochlorite (NaOCl), 2% glutaraldehyde, and 0.2% chlorhexidine between Indonesian-made (Hexalgin) and foreign-made (GC Aroma Fine Plus Normal) alginate impression on dimensional changes, detail reproduction and compatibility with gypsum. Methods: 20 Indonesian-made and foreign-made alginate specimens were made according to the ISO 1563 standard and grouped into disinfection by immersion in 0.5% NaOCl, 2% glutaraldehyde, 0.2% chlorhexidine solution, and control and then cast with type III gypsum. Tests were carried out according to ISO 1563 and ISO 21563 standards, measured with digital calipers and assessed with a digital camera with 6.3X magnification. Data analysis with One Way ANOVA test and Pearson Chi-Square test. Results: The mean dimensional changes between treatment groups (immersion in different disinfectant solutions) on Indonesian-made and foreign-made alginates showed a significant difference (p<0.05). The mean dimensional change between Indonesian-made and foreign-made alginate after disinfection by immersion in different solutions was not significantly different (p≥0.05), except for the 0.2% chlorhexidine group. The mean value of dimensional changes in the Indonesian-made and foreign-made alginate impressions after disinfection by immersion in NaOCl 0.5% are 0.126±0.035% and 0.089±0.015%, glutaraldehyde 2% are 0.162±0.036% and 0.128±0.026%, chlorhexidine 0.2% are 0.204±0.029% and 0.131±0.023%, and control are -0,025±0,011 % and -0,014±0,009 %. The proportion of detail reproduction of all specimens showed same results, details were reproduced. The compatibility with gypsum scores showed a score of 1,2, and 3. Proportion of compatibility with gypsum scores between treatment groups and between Indonesian-made and foreign-made alginates were not significantly different (p≥0.05). Conclusion: Indonesian-made alginate after disinfection by immersion in 0.5% NaOCl, 2% glutaraldehyde, and 0.2% chlorhexidine solutions undergo dimensional changes that were clinically acceptable, could reproduce details well, and were compatible with gypsum type III.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ertika Festya Amangkoe
Abstrak :
Alginat dan karboksimetil selulosa merupakan dua biopolimer anionik bergantung pH yang dapat digunakan untuk mengembangkan sistem penghantaran obat secara oral. Beads alginat-karboksimetil selulosa dimungkinkan dapat secara efektif melindungi obat selama berada di saluran gastrointestinal dan dapat menghantarkan obat ke kolon dengan pengaruh pH kolon. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan beads tetrandrine menggunakan metode gelasi ionik tanpa disalut kombinasi polimer sebagai sediaan kolon tertarget. Kombinasi polimer yang digunakan adalah alginat dan karboksimetil selulosa dengan variasi konsentrasi 2:0,5, 2:1, dan 2:1,5. Beads yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi dan dilakukan uji pelepasan secara in vitro. Beads Formula 3 dengan konsentrasi alginat dan karboksimetil selulosa 2:1,5 merupakan formula terbaik dengan efisiensi penjerapan sebesar 39,83 dan diameter rata-rata sebesar 1002,14 ?m. Uji pelepasan obat secara in vitro dilakukan dalam medium HCl pH 1,2, dapar fosfat pH 7,4 Tween 80 2 , dan dapar fosfat pH 6,8 Tween 80 2 . Beads Formula 1, 2, dan 3 melepaskan obat dalam medium HCl pH 1,2 berturut-turut sebesar 85,59 , 78,26 , dan 69,56 . Semua jenis beads menunjukkan pelepasan obat yang tinggi dalam medium HCl pH 1,2 sehingga belum mampu dijadikan sebagai sediaan kolon tertarget yang ideal. ...... Alginate and carboxymethyl cellulose are two pH dependent anionic biopolymers that can be used for developing oral drug delivery systems. Alginate carboxymethyl cellulose beads may be able to protect the drug effectively while in gastrointestinal tract and may deliver the drug at colon under influence of colonic pH. The aim of this research was to formulate tetrandrine beads by ionic gelation method without coating combination of polymers as colon targeted dosage form. The combination of polymers used were alginate and carboxymethyl cellulose with variations of alginate and carboxymethyl cellulose concentrations 2 0.5, 2 1, and 2 1.5. Beads were characterized and evaluated for in vitro release. Beads Formula 3 with concentration of alginate and carboxymethyl cellulose 2 1.5 was the best formula with entrapment efficiency 39.83 and average size of beads 1002.14 m. The drug release test was performed in HCl pH 1.2, phosphate buffer pH 7.4 Tween 80 2 , and phosphate buffer pH 6.8 Tween 80 2 . The results of drug release in HCl pH 1.2 were 85.59 , 78.26 , and 69.56 for Formula 1, 2, and 3 respectively. All type of beads showed high release of tetrandrine in HCl pH 1.2, hence it is not ideal yet as colon targeted dosage form.
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Aprilia
Abstrak :
Stomatitis aphthous rekuren (SAR) adalah lesi yang umum terjadi pada mukosa mulut yang ditandai dengan gejala inflamasi dan ulkus berwarna putih kekuningan dengan bentuk bulat atau oval. Banyak obat antiseptik, anestesi lokal, dan kortikosteroid telah digunakan sebagai terapi SAR. Namun, penggunaan yang berulang dapat menyebabkan efek samping dan resistensi obat. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kurkumin dan brazilin memiliki efek sebagai antiinflamasi dan antioksidan, tetapi belum ada penelitian terkait kombinasi keduanya sebagai terapi SAR. Film hidrogel dirancang sebagai pembalut untuk memisahkan lesi mukosa dari lingkungan mulut, sehingga dapat meningkatkan efektivitas terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan film hidrogel berbasis alginate-kitosan dengan zat aktif kurkumin dan ekstrak kayu secang untuk SAR. Film hidrogel dibuat menjadi 3 formulasi, dengan perbedaan konsentrasi CaCl2 0,3%(F1); 0,4%(F2); dan 0,5%(F3). Film yang dihasilkan dievaluasi pH permukaan, ketahanan pelipatan, kekuatan tarik, indeks mengembang, profil pelepasan obat, kekuatan dan durasi mukoadhesif. Film memiliki ketebalan 0,01 mm, dengan pH permukaan berada pada rentang 6,9. Indeks mengembang film F1 merupakan yang tertinggi. Kekuatan mukoadhesif film berada pada rentang 4,72 N/cm2 (F3) hingga 4,88 N/cm2 (F1) serta memiliki waktu mukoadhesif tertinggi 11 menit (F1). Pelepasan kurkumin dari film antara 67-70% dan brazilin mencapai 100% selama 2 jam. Film F1 dengan konsentrasi CaCl2 0,3% menunjukkan karakteristik fisik yang paling baik ......Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is a common lesion of the oral mucosa characterized by inflammatory symptoms and yellowish-white ulcers with a round or oval shape. Many antiseptic drugs, local anaesthetics, and corticosteroids have been used as RAS therapies. However, repeated use can cause side effects and drug resistance. In previous studies, curcumin and brazilin exhibit anti-inflammatory and antioxidant action, but there have been no study regarding the combination of them as RAS therapies. The hydrogel film is designed as a dressing to separate the mucosal lesions from the oral environment, thereby increasing the effectiveness of therapy. The purpose of this study is to develop an alginate-chitosan-based hydrogel film with the active substances curcumin and sampan wood extract for RAS. The hydrogel film was made into 3 formulations, with different concentrations of CaCl2 0.3%(F1); 0.4%(F2); and 0.5%(F3). The resulting film was evaluated for folding resistance, tensile strength, swelling index, drug release profile, mucoadhesive strength and duration. The film had a thickness of 0.01 mm, with a surface pH in the range of 6.9. The F1 film swelling index was the highest. The mucoadhesive strength of the film was in the range of 4.72 N/cm2 (F3) to 4.88 N/cm2 (F1) and had the highest mucoadhesive time of 11 minutes (F1). The release of curcumin from the film was between 67-70% and brazilin reached 100% for 2 hours. F1 film with 0,3% CaCl2 concentration exhibited the best physical characteristics
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Chalisya Ilyas
Abstrak :
Latar belakang: Iron overload adalah kondisi dimana terjadi penumpukan besi berlebih dalam tubuh dan sering terjadi pada pasien yang menjalani transfusi berulang seperti pasien talasemia beta mayor. Iron overload ini merusak banyak organ dan salah satunya yang terberat adalah kerusakan organ jantung berupa kardiomiopati yang merupakan penyebab utama kematian pasien talasemia beta mayor. Tatalaksana yang diberikan untuk mencegah iron overload adalah obat pengkelat besi yang saat ini harganya mahal dan banyak efek samping. Mangiferin adalah senyawa polifenol yang dapat dijadikan kandidat potensial obat pengkelat besi. Sayangnya bioavailabilitasnya rendah, sehingga dipikirkan pembuatan formulasi mangiferin dalam nanopartikel kitosan alginate akan dapat meningkatkan bioavailabilitas dan distribusinya ke organ. Pada penelitian ini mangiferin akan diukur kadarnya dalam organ jantung tikus Sprague- Dawley yang diberi besi berlebih. Metode: Data penelitian ini diperoleh dari homogenat organ jantung tersimpan tikus Sprague- Dawley yang diperoleh dari penelitian sebelumnya sebanyak 17 sampel dan diukur kadar Mangiferin dalam jantung menggunakan alat HPLC. Tikus dibagi ke dalam tiga kelompok dan diinduksi besi berlebih sambil diberikan Mangiferin yang berbeda setiap harinya yaitu Mangiferin konvensional 50 mg/ kgBB (MK50), Mangiferin kitosan alginat 50 mg/ kgBB (MN50), dan Mangiferin kitosan alginat 25 mg/ kgBB (MN25). Hasil: Nilai rerata kadar MK50, MN50 dan MN25 yang diukur dalam organ jantung tikus dalam satuan (ng/g) berturut-turut sebesar 4365,80, 4453,65 dan 4171,97 dengan nilai p = 0, 974. Simpulan: Kadar mangiferin di jantung tikus Sprague-Dawley yang diinduksi besi berlebih setelah pemberian mangiferin kitosan alginate nanopartikel tidak berbeda dengan pemberian mangiferin konvensional. ......Background : Iron overload is an accumulation of excess iron in the body and often occurs in repeated transfusion patients such as beta thalassemia major. Iron overload damages multi-organs and the worst impact is cardiomyopathy which is the main cause of death in beta thalassemia major patients. The preventive treatment for iron overload is iron chelating drugs, which are expensive and have many adverse effects. Mangiferin is a polyphenol that have potential to be a candidate for iron chelator. Unfortunately, its bioavailability is low. Therefore, new formulation is considered to increase the bioavailability of Mangiferin with chitosan alginate nanoparticles technology which was measured in the heart organ of iron overload Sprague-Dawley rats. Method : The data of this study were obtained from the stored heart organ homogenate of Sprague-Dawley rats which were obtained from a previous study of 17 samples and the levels of mangiferin in the heart were measured using an HPLC device. Rats were divided into three groups and induced by excess iron while given different Mangiferin every day, namely conventional Mangiferin 50 mg/kgBW (MK50), Mangiferin chitosan alginate 50 mg/kgBW (MN50), and Mangiferin chitosan alginate 25 mg/kgBW (MN25). Results: The mean values of MK50, MN50 and MN25 levels measured in the rat heart in units (ng/g) were 4365.80, 4453.65 and 4171.97 with p = 0.974, respectively. Conclusion: There was no significant difference between Conventional Mangiferin and Mangiferin Nanoparticles in the heart of Sprague-Dawley rats induced by excess iron.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farahia Khairina Widyaningrum
Abstrak :
Sediaan kolon tertarget digunakan untuk penghantaran spesifik terapi penyakit yang berada di kolon, diharapkan obat tidak terlepas di dalam gastrointestinal bagian atas. Beberapa sediaan dapat digunakan sebagai sediaan kolon tertarget, salah satunya adalah Beads. Tujuan dari penelitian ini adalah optimasi dari formulasi beads tetrandrine, sebagai antifibrosis dengan aktifitas lokal pada kolon, dengan alginat dan hidroksi propil metil selulosa dalam berbagai konsentrasi sebagai polimer. Beads dikarakterisasi dengan SEM, DSC, XRD, kadar air, indeks daya mengembang, dan uji in vitro. Beads yang terbuat dari alginat 2 ,b/v dan konsentrasi Hidroksi propil metil selulosa HPMC yang tertinggi 2 , b/v menghasilkan beads dengan efisiensi penjerapan yang tinggi sebesar 49,83 0,46 dan ukuran partikel yang paling besar dalam kisaran ukuran 888 ndash; 914. Beads dengan konsentrasi HPMC tertinggi dapat mengembang dengan indeks mengembang hingga 1116,53 . Pengujian in-vitro menunjukan ketidak mampuan beads dalam menahan pelepasan tetrandrine di dalam medium HCl pH 1,2, tetrandrine yang terlepas sebesar 51,86 0,007 . Bertambahnya konsentrasi HPMC menyebabkan peningkatan di dalam distribusi ukuran, index daya mengembang dan efisiensi penjerapan. HPMC dapat dibuktikan menahan pelepasan tetrandrine. ...... Colon targeted drug delivery system is addressing specific needs in the therapy of colon based diseases, with this drug delivery system less drug expected to be released in the upper gastrointestinal. One of pharmaceutical dosage can be used for colon targeted drug delivery system is beads. The objective of the current study was to optimize the formulation of antifibrotic tetrandrine beads with alginate and various concentrations of HPMC as polymers. Beads were characterized by SEM, DSC, XRD, moisture content, swelling measurements, and in vitro release studies. Alginate 2 , w v and highest HPMC concentration 2 , w v produced beads with higher entrapment efficiency of 49.83 0.46 , and had a particle size in the range of 888 ndash 914. Beads with highest HPMC concentration reached 1116.53 of its swelling index. In vitro release studies showed that beads inadequate to retain tetrandrine in stomach condition, it release 51.86 0.007 . Increase in the concentration of HPMC lead to increases in size distribution, swelling index, and entrapment efficiency. Formulation with highest concentration of HPMC perform a slower drug release than the rest formula.
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Marsya Naziha
Abstrak :
Anemia gizi besi ADB merupakan permasalahan umum terutama untuk ibu hamil, menyusui, dan perempuan usia subur. Fortifikasi pangan dianggap merupakan cara yang paling sesuai untuk mengurangi ADB. Namun, fortifikasi besi secara langsung dapat menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan karena besi mudah mengalami oksidasi pada kondisi pH tertentu. Metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode yang tepat untuk melindungi besi pada kondisi fluida tubuh, seperti lambung dan usus halus. Untuk mendapatkan mikropartikel yang efektif dalam mengkapsulasi besi II, perlu adanya modifikasi pada polimer yang digunakan. Pada penelitian ini akan digunakan kitosan tersalut alginat sebagai polimer dan besi II fumarat sebagai inti mikropartikel. Pembuatan mikropartikel dilakukan dengan menggunakan metode taut silang antara kitosan - sodium tripolipospat STPP 1 - besi II dengan perbandingan antara besi II dengan kitosan adalah 1:10. Kemudian mikropartikel disalut kembali dengan alginat. Metode yang digunakan adalah gelasi ionotropik antara alginat-CaCl2 sebagai penyalut kitosan, dengan variasi konsentrasi alginat adalah 0 ; 1 ; 1,5 ; dan 2. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi enkapsulasi terbesar terdapat pada mikropartikel tanpa alginat yaitu 75,6 dan pemuatan obat terbesar pada mikropartikel dengan alginat 1 sebesar 3,1. Penyalutan oleh alginat pada mikropartikel menyebabkan pelepasan besi lebih sedikit dibandingkan dengan mikropartikel tanpa alginat. Mikropartikel tanpa alginat menghasilkan pelepasan kumulatif yang tinggi yaitu 100 dengan pola pelepasan cepat di media pH 1,2. Seluruh mikropartikel dengan alginat menghasilkan pola pelepasan cepat dengan pelepasan kumulatif terendah pada konsentrasi alginat 1 yaitu 47,5. Hasil pengamatan pada uji pelepasan in vitro senyawa besi menunjukkan potensi formula ini digunakan sebagai obat atau suplemen dengan target sistem pencernaan. ...... Iron Deficiency Anemia IDA is a common problem, especially for people in groups of pregnant women, nursing woman, and women at their productive age. Food fortification is considered the most suitable way to reduce IDA. However, iron fortification can directly decrease organoleptic quality and shorten the shelf life because iron is susceptible to oxidation under certain pH conditions. The microencapsulation method is seen as an appropriate method for protecting iron in the fluid conditions of the body, such as the stomach and small intestine. To obtain an effective microparticle in encapsulating iron II, modification of polymer used is needed. In this research chitosan coated alginate will be used as polymer and iron II fumarate as microparticle core. Microparticle preparation was performed using crosslink method between chitosan sodium tripolipospat STPP 1 iron II with ratio between iron II and chitosan was 1 10. Then the microparticles are re coated with alginate. The method used is ionotropic gelation between alginate CaCl2 as chitosan coating, with variation of alginate concentration is 0 1 1.5 and 2. The results showed that the largest encapsulation efficiency was found in microparticles without alginate of 75.6 and the largest drug loading on microparticles with 1 alginate of 3.1. Coating microparticle with alginate causes less iron release than microparticles without alginate. Microparticle without alginate produces a high cumulative release of 100 with a rapid release pattern in pH 1.2 media. All microparticles with alginate produced a rapid release pattern with the lowest cumulative release at a 1 alginate concentration of 47.5. Observations on in vitro release test of iron compounds indicate the potential of this formula used as a drug or supplement with a target digestive system.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Dwi Haryanto
Abstrak :
Latar belakang: Kondisi penumpukan zat besi di tubuh sering terjadi pada pasien talasemia yang bergantung pada transfusi darah. Kelebihan zat besi dapat memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) sehingga terjadi disfungsi organ. Limpa adalah salah satu organ yang terdampak dan dapat terjadi splenomegali yang dapat berujung pada splenektomi. Terapi kelasi besi diperlukan untuk mengurangi akumulasi zat besi. Mangiferin memiliki properti antioksidan sehingga dianggap dapat menjadi obat alternatif terapi kelasi. Namun, rendahnya bioavailibilitas mangiferin menghambat pengembangan dan aplikasi klinisnya. Penghantaran obat menggunakan nano-carrier menjadi salah satu pilihan untuk memperbaiki bioavailibilitas mangiferin. Penelitian ini menganalisis kadar mangiferin biasa dibandingkan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat pada limpa tikus Sprague-Dawley. Metode: Penelitian menggunakan data dari tiga kelompok homogenat organ limpa tikus Sprague-Dawley tersimpan yang diinduksi kelebihan besi. Kelompok dibagi menjadi limpa yang diberi mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB, mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB, serta mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB. Kadar mangiferin pada limpa diukur menggunakan HPLC. Hasil: Kadar rata-rata mangiferin pada organ limpa tikus Sprague-Dawley (ng/g jaringan) pada kelompok M50K (686,1±168,55), kelompok M50NP (924,6±253,63), dan kelompok M25NP (683,75±240,52). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga kelomok tersebut. Kesimpulan: Pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak meningkatkan kadar mangiferin pada limpa tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dan tidak ada perbedaan bermakna antara kadar mangiferin pada pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB dibanding dosis 25 mg/kgBB. ......Introduction: Iron overload in the body often occur in transfusion-dependent thalassemia patients. This condition can trigger the formation of reactive oxygen species (ROS) resulting in organ dysfunction. Spleen is one of the organs affected and it can lead to splenomegaly which leads to splenectomy. Iron chelation therapy is required to reduce iron accumulation. Mangiferin has antioxidant properties, therefore, it is considered as an alternative medicine for iron chelation therapy. However, the low bioavailability restricts the development and clinical application of mangiferin. Drug delivery using nano-carriers is an option to increase the bioavailability of mangiferin. This study analyzed the levels of conventional mangiferin compared to mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles in the spleen of Sprague-Dawley rats. Method: This study used data from three groups of spleen organ homogenate storage of Sprague-Dawley rats induced by iron overload. The groups were divided into spleens which were given conventional mangiferin 50 mg/kgBW, mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 50 mg/kgBW, and mangifeirn in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kgBW. Spleen mangiferin levels were measured using HPLC. Result: The mean level of mangiferin in the spleen organs of Sprague-Dawley rats (ng/g tissue) in the M50K group (686,1±168,55), M50NP group (924,6±253,63), and M25NP group (683,75±240,52). There was no significant difference in the three groups. Conclusion: Administration of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles did not increase the spleen mangiferin levels in Sprague-Dawley rats compared to conventional mangiferin and there was no significant difference between mangiferin levels in spleen after the administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticles between doses of 50 mg/kgBW and 25 mg/kgBW.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metah Putri Mutia
Abstrak :
Sistem penghantaran ke kolon banyak digunakan untuk pengobatan penyakit yang terdapat pada kolon secara lokal. Sehingga, diperlukan suatu sistem penghantaran obat yang mampu mempertahankan kondisi obat hingga mencapai kolon dan melindungi obat dari berbagai macam kondisi pada saluran gastrointestinal. Salah satu obat yang memerlukan sistem penghantaran ini adalah tetrandrine. Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan beads dengan menggunakan campuran polimer natrium alginat dan kitosan. Beads dibuat dalam tiga perbandingan alginat:kitosan, yaitu 2:0,25; 2:0,5 dan 2:0,75. Masing-masing formulasi akan dilakukan karakterisasi meliputi bentuk dan morfologi beads, ukuran partikel, efisiensi proses, kadar air, efisiensi penjerapan dan kandungan obat, uji termal, analisis difraksi sinar x, uji indeks mengembang, spektroskopi FTIR dan uji pelepasan obat secara in vitro. Hasil karakterisasi menunjukkan beads dengan perbandingan alginat:kitosan 2:0,75 menghasilkan karakterisasi beads yang paling baik. Hal ini dilihat dari hasil uji efisiensi penjerapan yang dilakukan beads perbandingan alginat:kitosan 2:0,75 menghasilkan nilai sebesar 50,71 0,31 dengan nilai kandungan obat 16,90 0,10 , kemudian pada hasil uji pelepasan secara in-vitro memiliki kemampuan menahan pelepasan obat paling baik dengan nilai pelepasan kumulatif pada medium HCl pH 1,2 41,63 0,87 , medium dapar fosfat pH 7,4 Tween 80 2 52,54 1,22 dan medium dapar fosfat pH 6,8 Tween 80 2 66,68 4,33. ...... Colon drug delivery widely used for the treatment local colonic diseases. Therefore, a drug delivery system must be able to maintain the condition of the drug active substance to reach the colon and protect the drug from various conditions in the gastrointestinal tract. The aim of this research was to prepare beads using a mixture of sodium alginate and chitosan polymers. One of the drugs that required this delivery system is tetrandrine. Beads were made in three different formulations with ratio alginat chitosan are 2 0.25 2 0.5 and 2 0.75. Each Formulation would be characterized including morphology of beads, particle size, process efficiency, moisture content, entrapment efficiency and drug loading, thermal analysis, x ray diffraction analysis, swelling analysis, spectroscopy FTIR and in vitro drug release. Ratio alginate chitosan 2 0.75 produced the best characterization of beads. The result of entrapment efficiency from alginate chitosan 2 0.75 50.71 0.31 with the percentage of drug loading 16.90 0.10 , then the result in vitro drug release of alginate chitosan 2 0.75 had the best ability to withstand drug with cumulative release value on HCl medium pH 1,2 41.63 0.87 , phosphate buffer saline pH 7,4 Tween 80 2 52.54 1.22 and phosphate buffer saline pH 6,8 Tween 80 2 66.68 4.33.
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runia Aisyah Isnaini
Abstrak :
Sistem penghantaran obat ke kolon harus mampu menunda pelepasan obat hingga sistem mencapai tempat targetnya, yaitu kolon. Pada penelitian ini dipilih bentuk sediaan beads menggunakan gabungan dua polimer alginat dan Polivinil Alkohol PVA sebagai sistem pembawa Tetrandrine menuju kolon. Beads diformulasikan ke dalam tiga formula dengan perbandingan konsentrasi alginat:PVA yang berbeda-beda yaitu 2:0,5, 2:0,75 dan 2:1. Kemudian dilakukan karakterisasi meliputi morfologi, distribusi ukuran partikel, efisiensi proses, efisiensi penjerapan, penentuan kadar air, uji termal DSC, Difraksi Sinar X XRD , Spektroskopi FTIR, index mengembang, dan uji pelepasan obat secara in vitro. Formula 3 dengan perbandingan alginat dan PVA 2:1 merupakan formula terbaik dengan diameter rata-rata beads 790,87 75,64 ?m dan efisiensi penjerapan 32,12 0,84 . Uji pelepasan obat dilakukan dalam medium HCl pH 1,2 2jam , dapar fosfat pH 7,4 Tween80 2 3 jam dan dapar fosfat pH 6,8 Tween80 2 3 jam. Profil pelepasan obat in vitro dalam medium HCl pH 1,2 Formula 1, Formula 2, dan Formula 3 secara berurutan adalah 84,13 0,60, 73,12 1,64 , dan 66,57 1,56. Hasil ini menunjukan semua formula belum mampu menghasilkan sediaan kolon tertarget yang ideal. ...... Colon drug delivery system should be able to maintain drug release until the system reaches its target. In this research, beads was selected as drug carrier system to deliver tetrandrine to colon using combination of two polymers, alginate and Polyvinyl Alcohol PVA . Beads were formulated into three formulas with different alginate PVA concentration 2 0.5, 2 0.75, and 2 1. Each formula were characterized based on morphology beads, particle size distribution, process efficiency, entrapment efficiency, drug loading percentage, moisture content, thermal test DSC , X ray Diffraction XRD , FTIR, swelling analysis and in vitro drug release test. Formula 3 with concentration alginate PVA 2 1 was the best formula with size of beads 790,87 75.64 m and an entrapment efficiency 32.12 0.84 . Drug release test was perform in HCl pH 1,2 2 hours , phosphate buffer pH 7,4 Tween80 2 3 hours , and phosphate buffer pH 6,8 Tween80 2 3 hours . Cumulative drug release of three formulas beads in hydrochloric acid medium was 84.13 0,60 , 73.12 1,64 , and 66.57 1,56 , respectively. Based on those result, all formulas beads are not ideal to be colon targeted dosage form, yet.
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>