Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayuni Rahmadina
"Masih banyak pengguna alginat yang tidak memerhatikan kondisi penyimpanan yang bisa memengaruhi shelf life alginat sehingga kualitasnya perlu dipertanyakan. Oleh karena itu, digunakan alginat dengan tanggal kedaluwarsa berbeda untuk dilihat perbedaan waktu pengerasannya. Adonan alginat dituang ke cincin metal (d= 3 cm, t= 16 mm) dan diuji waktu pengerasannya dengan dengan batang uji (d=6 mm, h=10 cm). Dari hasil analisa statistik, terdapat perbedaan waktu pengerasan yang bermakna (p<0,05) antara alginat yang belum melewati tanggal kedaluwarsa (157 ± 3 detik) dan alginat yang sudah melewati tanggal kedaluwarsa (144 ± 2 detik). Dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi waktu pengerasan alginat.

There are still many issues regarding consumer carelessness in controlling factors that affect alginate shelf life. Two groups of alginate are tested; one group of alginate that hadn’t passed the expired date, and one that had passed the expired date. The mixed alginate is poured into a mould (d= 3 cm, h= 16 mm) and tested with a test rod (d= 6 mm, h= 10 cm). Statistic analysis showed a significant difference in the setting times of alginates before the expired date (157±3 seconds) and after the expired date (144 ± 2seconds). It has been concluded that shelf life can affect alginate setting time.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cika Radezky
"Latar Belakang: Alginat adalah salah satu bahan cetak kedokteran gigi yang paling sering digunakan. Sifat fisik alginat, seperti reproduksi detail, kompatibilitasnya dengan gipsum, dan perubahan dimensi, dapat dipengaruhi waktu penundaan pengecoran. Belum ada studi yang menguji sifat fisik alginat buatan Indonesia jika dibandingkan dengan alginat yang diproduksi di luar negeri. Tujuan: Mengetahui perbedaan reproduksi detail dan kompatibilitas dengan gipsum serta perubahan dimensi antara bahan cetak alginat buatan Indonesia (Hexalgin) dengan bahan cetak alginat buatan luar negeri (GC Aroma Fine Plus Normal Set) jika pengecorannya dengan dental stone ditunda selama 10 menit, 20 menit, dan 30 menit setelah penyemprotan disinfektan. Metode: 20 spesimen Hexalgin dan 20 spesimen GC Aroma Fine Plus Normal Set dibuat berdasarkan standar ISO 1563. Spesimen didesinfeksi dengan natrium hipoklorit 5,25% dan dibungkus paper towel lembap dalam plastik klip tertutup selama 10 menit, 20 menit, 30 menit, atau segera dibilas. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan dental stone tipe III. Perubahan dimensi, reproduksi detail, dan kompatibilitas dengan gipsum diuji sesuai standar ISO 1563 dan ISO 21563, diukur menggunakan kaliper digital serta diamati dengan kamera digital dengan perbesaran 6,3x. Data dianalisis dengan uji One Way Anova dan uji Pearson Chi Square.
Hasil: Rerata perubahan dimensi (%) pada Hexalgin untuk penundaan 10 menit 0,144±0,048, penundaan 20 menit 0,228±0,021, penundaan 30 menit 0,553± 0,042, dan pengecoran segera -0,151±0,031, dan pada GC Aroma Fine Plus Normal Set untuk penundaan 10 menit 0,041±0,018, penundaan 20 menit 0,141±0,021, penundaan 30 menit 0,311±0,026, dan pengecoran segera -0,039±0,034. Rerata perubahan dimensi antara kelompok perlakuan dan antara Hexalgin dengan GC Aroma Fine Plus Normal Set berbeda bermakna (p<0,05). Proporsi reproduksi detail menunjukkan hasil sama yaitu dapat mereproduksi detail. Baik pada alginat Hexalgin maupun GC Aroma Fine Plus Normal Set terdapat skor kompatibilitas dengan gipsum 1, 2, dan 3. Tidak ada spesimen dengan skor 4. Proporsi skor kompatibilitas dengan gipsum Hexalgin dan GC Aroma Fine Plus Normal Set tidak berbeda bermakna (p≥0,05). Proporsi skor kompatibilitas dengan gipsum antara kelompok perlakuan berbeda bermakna (p<0,05). Kesimpulan:Penundaan pengecoran pada bahan cetak alginat buatan Indonesia (Hexalgin) selama 10 menit, 20 menit, dan 30 menit menghasikan perubahan dimensi yang dapat diterima secara klinis, dapat mereproduksi detail dengan baik, dan kompatibel dengan dental stone tipe III.

Background: Alginate is one of the most frequently used dental impression materials. Physical properties of alginate, such as reproduction detail, compatibility with gypsum, and dimensional stability, can be affected by the pouring delay duration. There has been no study about the physical properties of Indonesian-made alginate compared to foreginmade alginate. Objective: To determine the differences in detail reproduction, compatibility with gypsum, and dimensional changes between Indonesian-made alginate impression material (Hexalgin) and foreign-made alginate impression material (GC Aroma Fine Plus Normal Set) if the pouring with dental stone is delayed for 10 minutes, 20 minutes, and 30 minutes after spraying the disinfectant. Materials and Method: 20 specimens of Hexalgin and 20 specimens of GC Aroma Fine Plus Normal Set were made based on ISO 1563 standard. Specimens were disinfected with 5.25% sodium hypochlorite and wrapped in damp paper towels in plastic clips for 10 minutes, 20 minutes, or 30 minutes, or immediately rinsed. Pouring was done using type III dental stone. Dimensional changes, detail reproduction, and compatibility with gypsum were assessed according to ISO 1563 and ISO 21563 standard, measured using digital calipers and a digital camera at 6.3x magnification. Data were analyzed using One Way Anova test and Pearson Chi Square test. Result: The mean dimensional changes (%) on Hexalgin was 0.144±0.048 for 10 minutes delay, 0.228±0.021 for 20 minutes delay, 0.553±0.042 for 30 minutes delay, and -0.151±0.031 for immediate pouring, and for GC Aroma Fine Plus Normal Set it was 0.041±0.018 for 10 minutes delay, 0.141±0.021 for 20 minutes delay, 0.311±0.026 for 30 minutes delay, and -0.039±0.034 for immediate pouring. Mean of dimensional changes between treatment groups and between Hexalgin and GC Aroma Fine Plus Normal Set was significantly different (p<0.05). Proportion of detail reproduction showed constant results, details were reproduced. Both alginates had compatibility with gypsum scores of "
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Aiginat digunakan di bidang bio medis, antara lain sebagai bahan baku pembalut luka primer (kontak langsung dengan luka) karena bersifat nontoksik, biodegradable, biocompatible dan dapat mempereepat pertumbuhan jaringan baru. Produk tersebut mulai diteliti sebagai biomaterial dengan teknologi elektrospining. Serat - serat hasil elektrospining berukuran diameter <100 nm - 500 nm, umumnya digolongkan sebagai serat nano. Polimer alginat tidak dapat membentuk serat nano, sehingga harus dieampur dengan polimer lain, misalnya PVA (polivinil alkohol). Dari penelitian terdahulu diperoleh membran alginat yang dapat digunakan sebagai pembalut luka, tetapi dengan metoda elektrospining, maka akan diperoleh membran berkualitas lebih tinggi karena mempunyai luas permukaan yang sangat besar dan berpori. Untuk itu dilakukan penelitian pembuatan webs (Iembaran tipis) atau membran dari serat alginaUPVA melalui teknologi elektrospining, karena metodanya mudah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pembalut luka berskala mikro hingga nano. Pereobaan dilakukan dengan mengunakan variasi komposisi larutan pintal Aiginat 3%/PVA 10% ( 7/3, 6/4, 5/5,4/6, 3/7), jarak (10 em, 15 em, 20 em, 25 em) dan tegangan (12 KVA, 15 KVA, 18 KVA, 23 KVA). Pengujian terhadap produk akhir meliputi analisa gugus fungsi, analisa struktur mikro, uji resistensi terhadap mikroba dan uji pre klinis. Hasil penelitian menunjukkan proses elektrospining menggunakan larutan Aiginat 3%/PVA 10% 4/6, pad a tegangan 15 KVA dengan jarak 15 em, akan menghasilkan webs serat dengan ukuran diameter mayoritas antara 100 nm - 300 nm. Selain itu, produk tersebut bersifat anti bakteri dan lolos uji pre klinis, karena tidak menyebabkan iritasi serta dapat berfungsi sebagai pembalut luka dengan kualitas yang lebih baik dibanding pembalut luka alginat konvensional, yaitu mampu mempereepat penyembuhan luka dari 24 jam menjadi 1 jam."
620 JSI 6:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Anuar Kamaruddin
"The preparation and characterization of macro alginate beads are always associated with appropriate techniques involving precise measurement of shape, size, volume and density of the products. Depending on the type of application, encapsulation of macro alginate beads can be accomplished by various techniques including chemical, ionotropic, physical and mechanical methods. This work describes a method for preparing macro alginate beads through drop weight. The macro beads (2.85–3.85 mm) were prepared via different concentrations of alginate (0.5, 1.0, 1.5 and 2.0 g/L), dripping tip size (0.04–0.14 cm) and immersion into a predetermined concentration of calcium chloride (CaCl2) bath. A custom made dripping vessel fabricated from acrylic plastic, connected to an adjustable dripping clamp was used to simulate the dripping process of the molten alginate at different tip sizes. It was observed that at different dripping tips, the correction factor for the alginate slurry was found in the range of 0.73–0.83. Meanwhile, the lost factor, KLF was observed at 0.93–2.3 and the shrinkage factors were limited to 2.00% from the overall distributed data. It was concluded that liquid properties had no effect on the liquid lost factor. The bead size prediction for different concentrations of alginate solution was compared to the experimental data. Subsequently, it was concluded that increasing the tip size caused the bead size to deviate almost 20% when compared to the experimental and predicted values, respectively."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2014
UI-IJTECH 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Singarimbun, Amenita Cesanina
"ABSTRAK
Usus besar merupakan organ yang berperan penting dalam proses pencernaan. Namun, ada banyak penyakit yang dapat mengganggu kinerja kolon. Selain itu, proses pelepasan obat dalam usus besar merupakan salah satu metode pelepasan obat yang paling berkembang saat ini karena fungsi kolon mampu menyerap sari makanan dan mengedarkannya ke aliran darah serta memiliki banyak keunggulan dalam distribusi obat. Tantangan pelepasan obat di usus besar adalah kondisi lingkungan yang dilalui obat sebelum mencapai usus besar sangat bervariasi, sehingga obat harus dilapisi dengan benar sehingga bisa sampai pada jumlah yang sesuai di usus besar. Dalam penelitian ini, xanthone dipilih sebagai obat yang dilepaskan. Xanthone dibentuk menjadi mikropartikel setelah proses enkapsulasi dengan kitosan dan alginat. Proses enkapsulasi bertujuan untuk melindunginya sebelum mencapai usus besar dengan metode ionasi gelasi. Uji pelepasan obat dilakukan secara in vitro pada 3 cairan uji yang mewakili organ pencernaan manusia. Penelitian ini menggunakan 3 variabel dengan 3 variasi masing-masing digunakan untuk proses optimasi pelepasan obat di usus besar yaitu ukuran mikropartikel F002-kitosan dengan rentang ukuran <100μm; 100-199μm; dan 200-299 μm, perbandingan kitosan dan alginat dengan perbandingan kuantitas 1: 0,1; 1: 0,25; dan 1: 0,5, serta konsentrasi CaCl2 sebagai pengikat silang berada pada kisaran 4%, 6%, dan 8%. Proses optimasi dilakukan dengan menggunakan Metodologi Permukaan Respon terhadap 15 sampel dengan persentase respon pelepasan kumulatif pada jam ke-2 dan ke-10. Dari proses ini, formulasi optimumnya adalah 98,67% untuk ukuran mikropartikel 100-199μm F002-kitosan, rasio kitosan dan alginat 1: 0,5, dan konsentrasi CaCl2 4% (b / v) yang digunakan.

ABSTRACT
The large intestine is an organ that plays an important role in the digestive process. However, there are many diseases that can interfere with colonic performance. In addition, the process of releasing drugs in the large intestine is one of the most developed methods of drug release today because the function of the colon is to absorb food juices and circulate it into the bloodstream and has many advantages in drug distribution. The challenge of releasing drugs in the large intestine is that the environmental conditions that the drug goes through before it reaches the large intestine vary widely, so the drug must be properly coated so that it can arrive at the appropriate amount in the large intestine. In this study, xanthones were selected as the drug to be released. Xanthones were formed into microparticles after the encapsulation process with chitosan and alginate. The encapsulation process aims to protect it before it reaches the large intestine by the gelation ionation method. The drug release test was carried out in vitro on 3 test fluids representing the human digestive organs. This study used 3 variables with 3 variations, each of which was used for the optimization process of drug release in the large intestine, namely the size of the microparticle F002-chitosan with a size range <100μm; 100-199μm; and 200-299 μm, the ratio of chitosan and alginate with a quantity ratio of 1: 0.1; 1: 0.25; and 1: 0.5, and the concentration of CaCl2 as a crosslinker was in the range of 4%, 6%, and 8%. The optimization process was carried out using the Response Surface Methodology for 15 samples with the cumulative release response percentage at the 2nd and 10th hours. From this process, the optimum formulation is 98.67% for the 100-199μm F002-chitosan microparticle size, the chitosan and alginate ratio of 1: 0.5, and the concentration of CaCl2 4% (w / v) used."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caroline Apriliany
"Pengujian bahan kosmetik pada hewan terutama untuk memeriksa apakah produk tersebut aman dan hipoalergenik. Untuk membuat produk kosmetik aman untuk digunakan masyarakat, perusahaan wajib melakukan tes ini. Namun, setelah lahirnya gerakan keadilan sosial global, dan penerapan sertifikat bebas dari kekejaman oleh industri perawatan pribadi, konsep penggunaan hewan dalam uji klinis sudah mengalami penurunan. Sejak itu, perancah untuk kultur sel kulit telah berkembang untuk mendapatkan biomaterial yang lebih memiliki biokompabilitas yang sesuai dan memungkinkan untuk meniru properti dan memprediksi perilaku kulit. Peninjauan formulasi optimal perancah nantinya dilihat dari empat aspek, yaitu sifat antibakteri, viabilitas sel, efisiensi perlekatan sel, dan kekuatan tekan. Pada penelitian ini, MWCNTs meningkatkan sifat mekanik perancah yaitu perlekatan sel (70±0.021%-90±0%), dan kekuatan tekan (0.202±0.015-0.230±0.034), serta dapat membuat sel lebih berpori. Perlakuan perancah yang di-coating meningkatkan biokompabilitas dengan menjaga viabilitas sel (72±0.054%-85.4±0.134%), perlekatan sel (75±0.354%-100±0.00%), dan nilai kekuatan tekan (0.079±0.026-0.083±0.016) yang menyerupai nilai modulus young kulit. Maka dari itu kombinasi MWCNTs dengan PRP dapat meningkatkan biokompatibilitas perancah sebagai kulit artifisial.

Testing cosmetic ingredients on animals is mainly to check whether the product is safe and hypoallergenic. To make cosmetic products safe for public use, companies are required to conduct this test. However, following the birth of the global social justice movement, and the adoption of cruelty-free certification by the personal care industry, the concept of using animals in clinical trials has gone into decline. Since then, scaffolds for skin cell culture have been developed to obtain biomaterials that have more suitable biocompatibility and make it possible to mimic the properties and predict the behaviour of skin. The review of the optimal scaffold formulation will be seen from four aspects, namely antibacterial properties, cell viability, cell attachment efficiency, and compressive strength. In this study, MWCNTs improved the mechanical properties of the scaffold, namely cell attachment (70±0.021%-90±0%), and compressive strength (0.202±0.015-0.230±0.034) and could make the cells more porous. Coated scaffold treatment increased biocompatibility by maintaining cell viability (72±0.054%-85.4±0.134%), cell attachment (75±0.354%-100±0.00%), and compressive strength values ​​(0.079±0.026-0.083±0.016) which resembles the value of Young's modulus of skin. Therefore, the combination of MWCNTs with PRP can increase the biocompatibility of the scaffold as artificial skin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noke Devina
"Salah satu bahan dasar dari material cetak alginat adalah natrium alginat. Natrium alginat eksperimen dibuat dari ekstraksi rumput laut coklat Sargassum sp. menggunakan perendaman dalam kondisi asam. Hasil natrium alginat diuji kemurnian dan viskositasnya. Natrium Alginat eksperimen dalam penelitian ini memiliki sifat kemurnian yang sesuai dengan bubuk natrium alginat standar dari SIGMA A2158 setelah dilakukan pengujian menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC). Dengan uji viskositas Brookefield, natrium alginat ini memiliki viskositas yang rendah sebesar 45,3 mPas sehingga belum sesuai sebagai bahan dasar material cetak alginat.

Sodium alginate is one of the basic ingredient of the alginate impression material. Experimental sodium alginate was made by extracting Sargassum brown seaweed species using an immersion method in acid. The sodium alginate powder was then tested for its purity and viscosity. Using the High Performance Liquid Chromatography (HPLC) test, the experimental sodium alginate had purity corresponding to the standard sodium alginate powder of SIGMA A2158. Through the Brookefield viscosity test, the experimental sodium alginate had too low viscosity of 45.3 mPas which is not suitable yet for Dental Alginate Impression Material basic ingredient."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Foliatini
"Alginat merupakan polisakarida alam sehingga bersifat biokompatibel dan non toksik. Berdasarkan karakteristiknya, alginat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pemodifikasi dalam sintesis nanopartikel Au dan Ag. Karena nanopartikel Au dan Ag memiliki ukuran partikel dan wettability yang dapat diatur, maka komposit Au/alginat dan Ag/alginat diharapkan dapat diaplikasikan sebagai penstabil emulsi. Metode sintesis yang digunakan adalah metode bottom-up dengan bantuan energi gelombang mikro. Karakterisasi nanopartikel dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, Particle Size Analyzer, Transmission Electron Microscopy, dan spektrofotometer FTIR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alginat berperan sebagai pereduksi dan penstabil dalam sintesis nanopartikel Au dan Ag menggunakan bantuan energi gelombang mikro. Pada kondisi optimum, nanopartikel Au dan Ag yang dihasilkan memiliki ukuran < 10 nm dan berbentuk bulat. Karakteristik morfologi nanopartikel hasil sintesis tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rasio konsentrasi alginat/prekursor logam, pH, daya iradiasi, dan konsentrasi NaCl. Kondisi optimum dalam sintesis nanopartikel Au dan Ag berturut-turut adalah pada konsentrasi prekursor logam 0.20-0.40 mM (Au) dan 0,50 mM (Ag), pH 6- 10 (Au) dan 10-12 (Ag), konsentrasi alginat 0,25-0.375%b/v (Au) dan 0,075%b/v (Ag), daya iradiasi 50-100% dari daya total 800 W, waktu iradiasi 2-3 menit (Au) dan 1-2 menit (Ag), dan tanpa ditambahkan dengan NaCl.
Mekanisme reduksi dan stabilisasi nanopartikel melibatkan pembentukan kompleks antara gugus karboksil dengan logam, reaksi pembentukan radikal alginat, reaksi reduksi prekursor logam oleh radikal alginat, dan penataan lapisan alginat di sekeliling permukaan partikel. Stabilisasi sterik dari polimer dan stabilisasi elektrostatik dari anion karboksilat berperan dalam menghambat agregasi nanopartikel. Perhitungan energi int eraksi antar nanopartikel menunjukkan bahwa stabilisasi sterik memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan stabilisasi elektrostatik dalam menghambat interaksi tarik-menarik van der Waals.
Sebagaimana umumnya material nanopartikulat lainnya yang dapat menstabilkan emulsi, nanopartikel Au(Ag)/alginat dapat diaplikasikan sebagai penstabil emulsi minyak dalam air (minyak : kloroform, solar, minyak zaitun) setelah dihidrofobisasi dengan campuran asam merkaptoundekanoat (mercaptoundecanoic acid, MUA) dan dodekanatiol. Kemampuan emulsifikasi nanokomposit Au(Ag)/alginat/MUA/dodekanatiol dan karakteristik morfologi emulsi dipengaruhi oleh konsentrasi MUA dan dodekanatiol, rasio Au(Ag)/alginat : pemodifikasi, rasio fasa minyak : air, dan pH. Emulsifikasi yang efektif dapat berjalan pada kondisi berikut : [dodekanatiol] = 5%, [MUA] = 0,001 g/25mL, rasio fasa minyak : fasa air = 1:90, pH = 4-10, rasio nanopartikel : MUA : dodekanatiol = 6:2:2 (Au) dan 10:2:2 (Ag). Kestabilan emulsi yang menggunakan penstabil Au(Ag)/alginat/MUA/dodekanatiol dipengaruhi oleh pH, volume nanokomposit dan konsentrasi NaCl. Lebih jauh lagi, nanopartikel Au(Ag)/alginat yang telah dimodifikasi dengan tiol memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan dalam bidang biomedis, misalnya dalam sistem penghantaran obat dan terapi fototermal.

Alginate is natural polysaccharide therefore it is biocompatible and non toxic. Due to these properties, alginate is potential to be applied as modifier in the Au and Ag nanoparticle synthesis. Au and Ag nanoparticles have adjustable particle size and wettability, thus Au/alginate and Ag/alginate-based nanocomposites are promising material for emulsion stabilizer. Bottom-up method was used in the synthesis of Au and Ag nanoparticle, and the reaction was aided by microwave irradiation. The as-prepared nanoparticles was characterized by UV-Vis spectrophotometry, Particle Size Analyzer, Transmission Electron Microscopy and FTIR spectrophotometry.
The results showed that alginate played a role as both reducing agent and stabilizer in the microwave-assisted Au and Ag nanoparticle synthesis. At optimum condition, the resulting Au and Ag nanoparticles have particle size < 10 nm and spherical in shape. Morphology of nanoparticles was greatly influenced by concentration ratio of alginate/metal precursor, pH, irradiation power, and NaCl concentration. Optimum condition in the Au and Ag nanoparticle synthesis achieved at metal precursor concentration of 0.20-0.40 mM (Au) and 0,50 mM (Ag), pH 6-10 (Au) and 10-12 (Ag), alginate concentration of 0.25-0.375%w/v (Au) and 0.075%w/v (Ag), irradiation power of 50-100% of 800 W, irradiation time of 2-3 minutes (Au) and 1-2 minutes (Ag), without the presence of NaCl.
The mechanism of reduction and stabilization of nanoparticles involved the formation of complex between carboxyl groups and metal, formation of alginate radicals, reduction of metal precursor by alginate radicals, and arrangement of alginate layers surrounding the nanoparticle surface. Steric stabilization from bulky polymer structure and electrostatic stabilization from carboxylate anion play a role in inhibiting nanoparticle aggregation. The calculation of interaction energies between nanoparticles showed that steric stabilization have larger contribution than that of electrostatic stabilization.
Like other nanomaterials which are generally able to stabilize emulsion, Au(Ag)/alginate nanoparticles were able to be applied as stabilizer of oil in water emulsion (oil : chloroform, diesel oil, olive oil) after hydrophobization with the mixture of mercaptoundecanoic acid (MUA) and dodecanethiol. Emulsification capacity of Au(Ag)/alginate/MUA/dodecanethiol nanocomposite and the morphology of the emulsion were influenced by MUA and dodecanethiol concentration, ratio of Au(Ag)/alginate : modifier, ratio of oil : water phase, and pH. The effective emulsification was achieved at : [dodecanethiol] = 5%, [MUA] = 0.001 g/25mL, rasio of oil : water phase = 1:90, pH = 4-10, ratio of nanoparticle : MUA : dodecanethiol = 6:2:2 (Au) and 10:2:2 (Ag). The stability of emulsion stabilized by Au(Ag)/alginate/MUA/dodecanathiol was affected by pH, nanocomposite volume and NaCl concentration. Furthermore, thiol-modified Au(Ag)/alginate nanoparticles have potency to be applied in biomedical field, for example in drug delivery system and photothermal therapy.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
D2052
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Jumlah dokter gigi selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut akan sebanding dengan penggunaan alginat. Polisakarda pada pati garut memiliki karakteristik yang sama dengan sodium alginat, hal tersebut menandakan bahwa kedua bahan tersebut dapat icampur. Karaktersitik amilosa dan amilopektin dalam pati garut dapat mengikat air sehingga dimensi hasil cetakan dapat stabil dari pengkerutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pati garut pada alginat terhadap dimensi hasil cetakan alginat. Penelitian ini menggunakan 60 sampel yang dibagi menjadi 4 kelompok (alginat 100% sebagai kontrol, kelompok perlakuan, yaitu alginat yang ditambahkan patigarut 45%, 50%, 55%). Sampel dan kontrol dimanipulasi dengan 17,5 ml akuades. Setelah sampel mengalami setting, hasil cetakan diukur dengan menggunakan sliding caliper elektrik dengan ketelitian 0,01mm pada menit ke 0, 30, dan 60 yang ditutup dengan kapas basah dan dimasukkan ke dalam inkubator Memmert 20 derajat C dan kelembaban 96%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pati garut berpengaruh terhadap stabiltas diameter hasil cetakan (p=0.000), akan tetapi tidak berpengaruh terhadap stabilitas tinggi hasil cetakan (p=0,251). Kelompok sampel dengan penambahan pati garut sebesar 50% merupakan kelompok yang memiliki stabilitas dimensi yang paling baik karena tidak banyak terjadi perubahan dimensi, baik karena pengkerutan maupun imbibisi (p=0.000)."
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Asyila Vianda
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan scaffold HA/Alginat dan HA/Alginat/Kitosan. Setiap sediaan scaffold HA/Alginat 30/70 dan HA/Alginat/Kitosan 30/50/20 di uji kuat tekan dengan beban maksimum 100 N, hingga deformasi 50 menggunakan Universal Testing Machine, dan nilai kuat tekan dihitung dengan persamaan S = Fmax/A. Hasil menunjukkan bahwa kuat tekan scaffold HA/Alginat 30/70 dan HA/Alginat/Kitosan 30/50/20 , secara berurutan, yaitu 0,15 0,053 dan 0,05 0,031 MPa, yang keduanya berbeda bermakna p < 0,05 . Disimpulkan bahwa scaffold HA/Alginat/Kitosan 30/50/20 memiliki kuat tekan lebih rendah dibandingkan scaffold HA/Alginat 30/70 .

ABSTRACT
The aim of this study was to identify the compressive strength of HA Alginate and HA Alginate Chitosan scaffolds. All HA Alginate 30 70 and HA Alginate Chitosan 30 50 20 scaffolds were compressed with 100 N load maximum up to 50 deformation using the universal testing machine and the value of compressive strength was calculated by S Fmax A. Compressive strength values of HA Alginate 30 70 and HA Alginate Chitosan 30 50 20 scaffolds are 0,15 0,053 and 0,05 0,031 MPa, respectively, which is significantly different p 0,05 . It was concluded that HA Alginate Chitosan 30 50 20 scaffold had lower compressive strength than HA Alginate 30 70 scaffold. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>