Ditemukan 355 dokumen yang sesuai dengan query
Frisca Cristi
Abstrak :
Tesis ini khusus membahas pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 dan akibatnya terhadap PSC. Dengan menggunakan metode interpretasi gramatikal, historis, antisipatif dan komparatif maka kita dapat memahami makna dari pasal 31 ini. Penelitian ini adalah penelitian perskriptif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa ketentuan dalam pasal ini sudah jelas bahwa perjanjian wajib dalam bahasa Indonesia dengan batasan khusus terhadap perjanjian dengan tujuan tertentu di Indonesia. Pasal 31 ini sebagai alasan yuridis terhadap PSC yang dilaksanakan di Indonesia diwajibkan dibuat juga dalam bahasa Indonesia.
This thesis specifically discusses article 31 of Law Number 24 of 2009 and its implication on the PSC. To understand the meaning of Article 31 the author uses the method of gramatikal, historis, antisipatif and komparatif interpretation. This study uses a prescriptive-descriptive design. The results stated that the meaning of the article is clear that the agreement shall be made in the Indonesian language which is only for the agreement with certain purposes in Indonesia. Article 31 is the juridical reason why a PSC in Indonesia must be made in the Indonesian language.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27892
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Siti Azizah
Abstrak :
Tesis ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang menganalisa klausula arbitrase dalam judul tesis ini berfokus untuk menjawab apakah klausula arbitrase yang terdapat dalam judul (Indonesia) sudah cukup mengakomodir dalam penggunaan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa dan memudahkan proses penyelesaian sengketa asuransi kebakaran di Indonesia. Kajian pustaka dijadikan dasar dalam penelitian guna penulisan tesis ini. Dari hasil yang diperoleh dengan menganalisis data serta norma, diperoleh gambaran mengenai kelebihan-kelebihan dari arbitrase dibandingkan dengan pengadilan umum dalam menyelesaikan sengketa bisnis.
Dari penelitian ini dapat dilihat bagaimana klausula arbitrase yang terdapat dalam tidak atau belum mengakomodir kemudahan untuk proses penyelesaian sengketa asuransi. Ketidakjelasan atau ambiguitas kurang terperincinya klausula arbitrase dalam polisnya telah menimbulkan perbedaan penafsiran yang justru menyebabkan terjadinya sengketa (kesulitan) dalam menentukan cara/forum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa, yang ternyata menyebabkan berlarut-larutnya proses penyelesaian sengketa (perdagangan). Sengketa yang timbul dari pelaksanaan putusan No:46/pdt.6/1999/Jakarta Selatan yang mencantumkan klausula arbitrase di dalamnya, sebagaimana telah ditentukan oleh Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 (UU Arbitrase) bahwa para pihak dalam perjanjian kehilangan haknya untuk membawa sengketanya ke pengadilan umum dan pengadilan umum yang bersangkutan dilarang menerima dan wajib menolak permohonan sengketanya, ternyata masih saja kasus arbitrase yang bersangkutan diterima oleh pengadilan umum.
Dari hasil anallisis kasus yang ada penulis menyarankan bagaimana dapat dilakukan pembenahan dalam penyusunan klausula-klausula arbitrase yang ada di dalam perjanjian, Indonesia dengan memperhatikan elemen-elemen esensial yang harus ada dalam suatu klausula arbitrase. Memperhatikan sikap hakim (pengadilan) yang masih menerima kasus sengketa perjanjian dagang yang telah mencantumkan klausula arbitrase, perlu diadakan sosialisasi UU no. 30 Tahun 1999 tersebut terhadap masyarakat umumnya dan kepada para hakim khususnya dalam menyikapi kasus sengketa yang timbul dari perjanjian yang telah memiliki klausula arbitrase supaya kelebihan-kelebihan arbitrase benar-benar efektif.
......This thesis is written based on the research that analyzes the arbitration clauses in the court. This thesis is focused on answering whether the arbitration clause contained in the court is sufficient to accommodate the use of arbitration as a way of disputes resolution and facilitate the process dispute reolution in Indonesia or not. Literature review of the research is the basis in this research in order to write this thesis.
From this research we can see how the arbitration clauses the court contained is not (yet) able to accommodate the effectiveness of dispute settlement process. Vagueness or ambiguity and the lacking of the details in the arbitration clauses the ineffectiveness on the dispute settlement process. The disputes arising from the implementation of that includes the arbitration clauses in it, as determined by Law No:46/pdt.6/1999/Jakarta Selatan (Arbitration Law) that the parties in the contractlose their right to take the disputes to the general court and relevant court is barred from receiving and shall dispute settlement reguest, apparently there still disputes case is accepted by the general court.
From the results of the analysis of the case, the author suggest the improvements can be made in darfting the arbitration clauses in the agreements, especially in the court view of the elements that essential to exist in an arbitration clause. Noting the attitude of the judge (general court) that is still receiving the contract disputes cases which its includes the arbitration clauses, it is necessary to socializw the Law No. 30/1999 (Arbitration Law) to the public generally and especially to the judges in dealing with the disputes arising from agreements which have arbitration clauses so that the advantages of the arbitration van be really effective.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28373
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Maya Hasanah
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai beberapa klausul spesifik dalam Perjanjian Kemitraan Inti-Plasma dengan menggunakan asas proporsionalitas sebagai landasan utama untuk menilai apakah perjanjian tersebut telah mengakomodir kepentingan para pihak secara fair. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dengan menggunakan metode yuridis-normatif, dimana dari data sekunder yang ada dilakukan analisa secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam hubungan kemitraan inti-plasma ini para pihak berada dalam 'posisi tawar' yang tidak seimbang, sehingga pada tahap pra kontrak asas proporsional tidak terpenuhi, sedangkan pada tahap pembentukan kontrak terdapat klausul yang memenuhi asas proporsionalitas, namun ada pula yang tidak memenuhi asas proporsionalitas. Pada akhirnya penulis menyarankan bahwa, diperlukan intervensi pemerintah untuk mengefektifkan program kemitraan inti-plasma ini, selain itu perlu adanya pembekalan wawasan akan aspek-aspek hukum kontrak serta konsekueansinya bagi para peternak/petani plasma, serta perlu dibentuk suatu organisasi peternak/petani plasma sebagai wadah advokasi/pendampingan para anggotanya.
......This thesis discusses about some specific clause in the 'Inti-Plasma' Partnership Agreement using 'the proportionality principle in commercial contract' as the primary basis for asessing whether the agreement has accommadate the interests of the parties fairly. This research is an explanatory research which use 'juridical-normative' format were collected the data from the seccondary data which analysed by qualitative methods. The conclusion from this study is, in the 'inti-plasma' relationship the parties are in a unbalance bargaining position,so that in the stage of 'pre-contract' , that principle are not met, while at the stage of 'formation of contracts' there are some clauses that met and does not met with that principle. In the end, the researcher suggest that government intervention is needed to streamline the 'inti-plasma partnership program' eficienly, in addition to the need for debriefing the ranchers/farmers about any aspects of contract law and its consequences for their bussiness relation, beside that it's need to set up an organization of ranchers/farmers as a forum to accommodate the inspirations and the interests of its member, so that through these forum can provide safeguards provisions for a fair contract although the contract was made in the standard agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29636;T29636
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Kevin Ricardo Putra
Abstrak :
Tiap jenis perjanjian mempunyai persyaratan yang berbeda yang dapat melahirkan perjanjian tersebut. Perjanjian yang dicapai dengan kata sepakat yang disampaikan dengan sikap diam dapat menimbulkan akibat hukum pada masing-masing pihak. Akibat-akibat yang ditimbulkan ini beragam tergantung jenis perjanjian apa yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Skripsi ini membahas tentang putusan hukum di tingkat Kasasi Mahkamah Agung antara PT. Dwi Damai dengan PT. Philips Indonesia yang melakukan Perjanjian Distributor secara diam-diam. Penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui kedudukan perjanjian secara diam-diam dalam hukum Indonesia. Metode penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian distributor merupakan perjanjian konsensual yang dapat dilahirkan melalui perjanjian diam-diam. Dengan demikian PT. Dwi Damai dan PT. Philips Indonesia telah terikat oleh perjanjian distributor yang dilakukan secara diam-diam.
......Each type of agreement has its requirements that create the agreement itself. The agreement that based on silent agreement could have many legal consequences toward the parties. This legal consequences appear based on the type of agreement the parties perform. This study discusses Indonesian High Court Decision between PT. Dwi Damai and PT. Philips Indonesia that perform Distributor Agreement by silent agreement. The purpose of this study is to discover silent agreement legal standing based on Indonesian law system. The study will employ normative-juridical method. The result of this study show that distributor agreement is a consensual agreement which can created by silent agreement. Therefore PT. Dwi Damai and PT. Philips Indonesia have been attached by distributor agreement made by silent agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S60624
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Mutia Rahmah
Abstrak :
Penafsiran suatu perjanjian atau kontrak yang didalam KUHPerdata diatur melalui Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 masih diperlukan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, mengingat perbedaan penafsiran dalam menjalankan isi perjanjian atau kontrak dapat berakibat pemenuhan prestasi sebagaimana telah dirumuskan dalam perjanjian atau kontrak tersebut menjadi berjalan tidak lancar atau terhambat. Dengan adanya penafsiran perjanjian atau kontrak diharapkan maksud para pihak yang terlibat dalam perjanjian atau kontrak tersebut dapat dipertemukan, sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam pemenuhan isi perjanjian. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Hasil penelitian menyarankan agar dalam merumuskan perjanjian atau kontrak hendaknya para pihak yang terlibat harus memperhatikan kata-kata dan maksud yang tersirat didalam perjanjian atau kontrak tersebut sehingga perjanjian atau kontrak yang dibuat isinya jelas, mudah dipahami serta tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. Akan tetapi, apabila masih terdapat perbedaan penafsiran diantara para pihak yang terlibat didalam perjanjian atau kontrak hendaknya penafsiran terhadap isi perjanjian atau kontrak tersebut tetap dilakukan secara adil dan berpedoman pada peraturan yang ada sehingga pelaksaan isi perjanjian atau kontrak tersebut dapat terlaksana dengan baik.
......
The interpretation of agreement or contract in Civil Code which have been set in Article 1342 until Article 1351 still be needed for parties involved. In view of the differences in interpretation of the contents in the contract or agreement this can cause misunderstandings and obstructing the fulfillment of achievements which have been formulated in that agreement or contract. The agreement or contract interpretation can give a good meaning for the parties in that agreement or contract so there will be a clear understanding to fulfill the agreement. This research is using literature study of juridical-normative.
The result of this research needs to be that the parties has to know carefully the meaning of the words or content of the agreement or contract in order to be clearly or easily understood and could not have any different interpretation. But, if there still are different interpretations between parties involved in that agreement or contract, it should be fair and guided by the existing rules in the interpretation of the agreement or contract content so the implementation of the agreement or contract content can be concluded properly.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014;2014
T42704
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ajeng Willa Andini
Abstrak :
Peranan telekomunikasi sangat diperlukan dalam era globalisasi. Telekomunikasi dapat dilakukan oleh suatu badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta sebagai penyelenggara. Kerja sama dituangkan dalam suatu perjanjian kerja sama. Perjanjian kerja sama dalam bidang telekomunikasi sangat diperlukan bagi para pihak yang akan rnelakukan kegiatan usaha di bidang telekomunikasi. Perjanjian kerja sama dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi banyak dituangkan dalam bentuk perjanjian baku oleh salah satu pihak. Perjanjian baku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dipastikan mempunyai kekurangan dan dapat menimbulkan masalah hukum, sampai dengan penafsiran yang dapat mengurangi keabsahannya.
Dengan menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan analistis maka Perjanjian kerja sama penyelenggaraan jasa telekomunikasi setelah ditelaah terdapat kekurangan definisi dan pengertianpengertian. Masalah hukum yang dapat timbul dart perjanjian kerja sama penyelenggaraan jasa telekomunikasi yaitu tercetak dalam bentuk formulir tertulis dengan hanya mengisi data informatif tanpa ada kesempatan negosiasi dan dipastikan klausulanya berat sebelah sehingga sikap para pihak adalah take it or leave it. Adapun penafsiran yang dapat mengakibatkan wanprestasi dikarenakan penggunaan istilah yang tidak jelas, tidak lengkap, rancu, dan ambiguitas. Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sah yang ditetapkan undang-undang. Kecakapan para pihak, adanya kata sepakat mengenai objek yang halal, dan karena sebab tertentu merupakan syarat sah dari suatu perjanjian. Perjanjian haruslah jelas, tegas, tidak menyesatkan serta mengatur hal sampai dengan sekecil-kecilnya agar menguntungkan kedua belah pihak dan tidak menimbulkan wanprestasi di kemudian hari.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15547
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Unita Christina Winata
Abstrak :
ABSTRAK
Perjanjian Baku adalah perjanjian yang hampir seluruh
klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan
pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. Salah satu contoh dari
perjanjian baku yang saya kemukakan adalah perjanjian jualbeli
rumah, di mana pada umumnya pihak pengembang atau
developer sudah mempersiapkan penjanjian baku yang mau
tidak mau disetujui oleh konsumen. Sampai saat ini
perjanjian jual-beli yang dibuat antara pengembang dengan
konsumen pada prinsipnya telah dibuat dengan berlandaskan
semata-mata hanya kepada asas kebebasan berkontrak.
Sehubungan dengan adanya kedudukan yang tidak seimbang,
maka akan timbul pokok permasalahan sebagai berikut sampai
sejau mana keabsahan klausul baku dalam perjanjian jual
beli satuan rumah susun (apartemen) dan bagaimana
penyelesaian perselisihan apabila salah satu pihak
melakukan wanprestasi? Dalam penelitian ini digunakan
metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu metode
penelitian dengan menggunakan pendekatan berdasarkan normanorma
atau kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku. Dalam
pembahasan diuraikan konsep dan teori tentang penerapan
klausul baku dalam perjanjian jual beli. Selanjutnya
dilakukan analisis hukum, di mana akan diketengahkan contoh
klausul baku dalam perjanjian pengikatan jual beli hak
milik satuan rumah susun (apartemen) yang dikeluarkan oleh
pihak pengembang. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan,
bahwa perjanjian pada prinsipnya harus mengacu pada
ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
mengenai adanya itikad baik, sehingga salah satu pihak
tidak dirugikan.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T27120
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jeannette Lesmana
Abstrak :
ABSTRAK
Pasal 29 (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 mewajibkan penyampaian laporan adanya perjanjian perkawinan kepada Pegawai Pencatat Perkawinan sebagai syarat mengikat dan berlakunya perjanjian perkawinan bagi pihak ketiga, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, namun dalam kenyataannya ditemukan akta Perjanjian Perkawinan yang terlambat disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Disamping itu ditemukan pula Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang menyatakan terdapat pengoperan hak-hak atas saham suami dan isteri dalam keadaan Akta Perjanjian Perkawinan mereka belum disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Dengan adanya penyimpangan tersebut, maka terdapat ancaman kebatalan atas akta Perjanjian Perkawinan dan pengoperan hak-hak atas saham tersebut.
ABSTRACT
Article 29 (1), Law of Republic of Indonesia No 1 of 1974, obliges the delivery report to the Officer of the Civil Registry Office as binding conditions and the occurrence of Prenuptial Agreement for the third parties, at the time of or before the marriage take place, but in fact there is a Prenuptial Agreement that late to be reported and verified by the Officer of the Civil Registry Office. Beside that, there is a Deed of Resolutions of Extraordinary General Meeting of Shareholders which stated there was transfer of rights of the shares between husband and wife in the condition that their Prenuptial Agreement has not been verified by the Officer of the Civil Registry Office. With deviation described above mention, then there is threat of nullification on the Prenuptial Agreement and transfer the rights of the shares.
2013
T32999
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Unita Christina Winata
Abstrak :
ABSTRAK
Perjanjian Baku adalah perjanjian yang hampir seluruh
klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan
pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. Salah satu contoh dari
perjanjian baku yang saya kemukakan adalah perjanjian jualbeli
rumah, di mana pada umumnya pihak pengembang atau
developer sudah mempersiapkan penjanjian baku yang mau
tidak mau disetujui oleh konsumen. Sampai saat ini
perjanjian jual-beli yang dibuat antara pengembang dengan
konsumen pada prinsipnya telah dibuat dengan berlandaskan
semata-mata hanya kepada asas kebebasan berkontrak.
Sehubungan dengan adanya kedudukan yang tidak seimbang,
maka akan timbul pokok permasalahan sebagai berikut sampai
sejau mana keabsahan klausul baku dalam perjanjian jual
beli satuan rumah susun (apartemen) dan bagaimana
penyelesaian perselisihan apabila salah satu pihak
melakukan wanprestasi? Dalam penelitian ini digunakan
metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu metode
penelitian dengan menggunakan pendekatan berdasarkan normanorma
atau kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku. Dalam
pembahasan diuraikan konsep dan teori tentang penerapan
klausul baku dalam perjanjian jual beli. Selanjutnya
dilakukan analisis hukum, di mana akan diketengahkan contoh
klausul baku dalam perjanjian pengikatan jual beli hak
milik satuan rumah susun (apartemen) yang dikeluarkan oleh
pihak pengembang. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan,
bahwa perjanjian pada prinsipnya harus mengacu pada
ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
mengenai adanya itikad baik, sehingga salah satu pihak
tidak dirugikan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37667
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Aditya Rahardiyan
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kedudukan Perjanjian Kerja Sama Operasi Pertambangan Batubara antara PT Y dan CV X yang mana kerja sama pertambangan batubara tersebut dilakukan di wilayah izin usaha pertambangan yang menjadi hak PT X (dahulu dikenal dengan CV X). Penelitian ini dilakukan karena keberadaan Perjanjian Kerja Sama Operasi Pertambangan Batubara tidak memenuhi dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu, dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerja Sama Operasi Pertambangan Batubara oleh salah satu pemegang saham PT X, salah satu pemegang saham PT X yang mewakili CV X (i) telah tidak beritikad baik dalam pelaksanaan Share Sale and Purchase Agreement; dan (ii) telah melakukan tindakan wanprestasi terhadap salah satu pernyataan dan jaminan pemegang saham PT X (penjual saham) di dalam Share Sale and Purchase Agreement. Share Sale and Purchase Agreement merupakan salah satu perjanjian terkait dengan jual beli atau pengambilaihan saham pada PT X oleh BHS Ltd. selaku investor asing. Sehingga, di dalam penelitian ini juga dilakukan kajian terhadap perjanjian yang terkait dengan jual beli saham PT X dalam memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan tesis ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu dalam hal ini penelitian terhadap asas-asas hukum dan taraf sinkronisasi hukum. Sedangkan, analisa dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan memilih pasal-pasal yang terdapat dalam Perjanjian Kerja Sama Operasi dan Share Sale and Purchase Agreement dan peraturan perundang-undangan terkait sesuai dengan ruang lingkup permasalahan penelitian ini kemudian melakukan penelusuran terhadap teori dan asas-asas hukum sehubungan dengan hal tersebut.
......
This thesis focuses on the state of Cooperation Agreement of Coal Mining between PT Y and CV X on which the cooperation of coal mining is conducted on mining permit area possessed by PT X (formerly known as CV X). This research is conducted due to the existence of Cooperation Agreement of Coal Mining does not fulfill and is in conflict with prevailing laws. In addition, by signing the Cooperation Agreement of Coal Mining by a shareholder of PT X representing CV X, the shareholder of PT X (i) has not been in a good faith in implementing the Share Sale and Purchase Agreement; and has been in default over one of representations and warranties of shareholders of PT X (shares seller) under the Share Sale and Purchase Agreement. The Share Sale and Purchase Agreement represents an agreement in relation to the purchase or acquisition of shares on PT X by BHS Ltd. as foreign investor. Accordingly, in this study, it is also conducted study on agreements relating to purchase of shares on PT X whether it fulfils the prevailing laws. This research is normative juridicial research which is the research conducted on legal principles and legal synchronization. Whereas, analysis in this research is conducted in a qualitative by selecting articles in Cooperation Agreement of Coal Mining, Share Sale and Purchase Agreement, and prevailing laws, subsequently conducting research over legal theory and legal principle in relation to those matters.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library