Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
The Handbook of the Psychology of Aging has become the definitive reference source for information on the psychology of adult development and aging. It provides comprehensive reviews of research on biological and social influences on behavior and age-related changes in psychological function. The seventh edition of the Handbook will contain all new material and include an entirely new section devoted to what neuroscience has discovered on cognitive aging. Contains all the main areas of psychological gerontological research in one volume Entire section on neuroscience and aging Begins with a section on theory and methods Edited by one of the father of gerontology (Schaie) and contributors represent top scholars in gerontology
Amsterdam: Elsevier, 2011
155.67 HAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
San Diego: Academic Press, 1990
R 155.67 HAN
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Lazarus, Richard S.
New York: Oxford University Press, 2006
305.26 LAZ c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.V.S Lestari Sandjoyo
Abstrak :
ABSTRAK
Masa lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) adalah tahap akhir perkembangan kehidupan seseorang dan merupakan masa yang paling dekat dengan kematian. Pada masa ini terjadi proses menua {aging) yang ditandai dengan terjadinya penurunan kemampuan fisik yang tidak bisa dihindari dan antara lain bisa meningkatkan terjadinya. kecelakaan dan timbulnya penyakit. Semakin bertambah tua seseorang dengan segala kemunduran yang dialaminya, pikiran-pikiran mengenai kematian mulai timbul. Teori Levinson (1978) yang menekankan pada adanya masa transisFpada setiap taliap kehidupan manusia pun menganggap bahwa pada saat itu kehidupan tidak lagi dipandang sebagai waktu yang kita miliki sejak kita dilahirkan, tapi lebih sebagai waktu yang tersisa sampai pada akliir kehidupan. Erikson (1963) menambahkan pentingnya merencanakan kehidupan dalam sisa waktu tersebui mengisinya dengan hal-hal yang berguna dan pada akhirnya mampu menghadapi kematian tanpa rasa takut yang berlebihan. Jika mereka percaya akan adanya kehidupan setelah kematian, maka penting adanya persiapan-persiapan untuk memasuki suatu babak kehidupan baru. Dalam kehidupan sehari-hari, profesi yang paling sering menghadapi kematian adalah dokter. Sebagai ahli dalam bidang kesehatan, sebagian besar waktu dan hidupnya dihabiskan untuk mengobati orang sakit, bahkan untuk dokter spesialis tertentu seringkali harus berhadapan dengan pasien-pasien yang menderita terminal diseases. Menurut Kasper (dalam Feifel, 1959) seorang dokter mempunyai pekerjaan tambahan untuk melawan takdir manusia : kematian. Dalam ha! ini kematian dilihat sebagai kenyataan obyektif yang terjadi pada orang lain; padahal kematian terjadi pada semua orang, tak terkecuali dirinya. Kematian sebagai kenyataan obyektif tentu berbeda dengan dekatnya kematian sebagai penghayatan subyektif. Di balik semua usalianya untuk mengobati pasien dan menghindarkan mereka dari kematian, dokter tahu bahwa dia akan menghadapi kematian juga seperti pasien-pasiennya selama ini (Wheelis, 1958; dalam Feifel, 1959), Maka bagaimana para dokter menghayati keadaan dirinya sebagai manusia yang tidak terlepas dari kematian -apalagi saat mereka memasuki masa lansia- serta bagaimana persiapan-persiapan yang mereka lakukan, merupakan permasalahan yang menarik. Penghayatan terhadap keadaan yang dialami seseorang sehubungan dengan kematian merupakan masalah yang sensitif dan seringkali bersifat subyektif, baik itu menyangkut sikap, emosi maupun proses-proses internal lainnya (Bern; dalam Deaux & Wrightsman, 1984); maka penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan mengambil 6 orang pensiunan dokter yang berusia antara 60-79 tahun sebagai subyek, yaitu meliputi 2 kategori penggolongan menurut Burnside (1979; dalam Craig, 1986) yaitu The Young-Old (60-69 tahun) dan The Middle-Aged Old (70-79 tahun). Penelitian ini mengambil pensiunan dokter sebagai subyek karena kehilangan pekerjaan yang disebabkan karena faktor usia menyadarkan seseorang bahwa dirinya sudah memasuki tahap akliir dalam kehidupan. Dengan berkurangnya aktivitas dan tuntutan masyarakat, lansia pun mulal menyadari kondisi fisiknya yang menurun serta merasakan keluhan-keluhan kesehatan; saat inilah lansia mulai berpikir akan akhir kehidupannya. Profesi dokter yang dibutulikan dalam penelitian ini adalah spesialisasi yang memungkinkan dokter tersebut dalam masa kerjanya berhadapan dengan banyak kematian pasien, sehingga wawasan pengetahuan dan pengalaman yang 'lebih' akan membantu mengungkapkan penghayatannya akan kematian.Usia subyek tidak melebihi 80 tahun, karena menurut Burnside umumnya orang yang telah memasuki usia 80 tahun keatas akan mengalami penurunan kondisi kesehatan, penurunan kemanipuan adaptasi, serta peningkatan kesulitan dalam berhubungan dengan sekelilingnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dan dalam peiaksanaannya pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam {depth interview) karena menyangkut perasaan dan pengalaman, serta penghayatan subyek tentang hal yang sangat sensitif. Wawancara ini dibantu dengan pedoman wawancara berupa kuesioner yang bersifat open-ended. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa subyek penelitian menyadari adanya penurunan kondisi fisik dan mental sebagai akibat dari proses menua. Menghadapi hal itu subyek memilih untuk tetap beraktivitas, tetap praktek walaupun dalam frekwensi yang terbatas, bersibuk diri dengan hobi yang sebeiumnya tidak sempat dilakukan, atau memilih untuk lebih banyak berkumpul dengan keluarga. Mengenai kegiatan praktek, hal ini tampaknya berkaitan dengan usaha mereka untuk menghayati eksistensi mereka sebagai keberadaan yang bermakna. Dengan melanjutkan prakteknya mereka merasa tetap bisa berguna sekaligus terhindar dari kesadaran akan kemunduran flsik dan mental serta rasa ketidakberdayaan yang sering dialami iansia, Penyakit yang didcrita pun tidak menghalangi mereka untuk tetapoptimis, dilihat dari usaha mereka untuk melawan penyakit itu. Mengenai kematian yang selama masa kerjanya dilihat sebagai sesuatu yang terjadi diluar diri, subyek menyadari bahwa hal itu pun akan terjadi pada diri mereka. Subyek mempunyai pandangan religius mengenai kematian; mereka berpendapat bahwa kematian merupakan takdir yang berlaku bagi manusia, dan cepat atau lambat pasti akan tiba saatnya tanpa mungkin menghindarinya. Bagi subyek, kematian adalah saal peralihan menuju kehidupan lain yang lebih kekal. Karena pandangan ini diperoleh dan ajaran agama masing-masing, maka subyek pada sisa hidupnya umumnya berusaha untuk meiaksanakan perintah agamanya masing-masing, berbuat baik kepada sesama agar mendapat pahala dalam kehidupan sesudah kematian. Bahkan ada diantaranya subyek yang lebih optimistik menghadapi kematian, karena percaya bahwa kehidupan sesudah kematian lebih banyak menjanjikan kenikmatan. Subyek juga menyatakan harapan agar kematiannya tidak didahului oleh rasa sakit dan beban penderitaan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebagai realisasi dari kesadaran akan datangnya kematian, subyek mulai melakukan persiapan-persiapan. Persiapan itu meliputi hal-hal yang bersifat material seperti menyediakan rumah yang layak bagi keluarganya, tabungan dan deposito untuk menghindari kesulitan ekonomi keluarga, dan mempersiapkan pembagian warisan agar sepeninggalnya nanti tidak terjadi sengketa antara sesama anggota keluarga. Persiapan material ini lebih ditujukan pada keluarga yang ditinggalkan seperti anak, istri, dan cucu. Dalam hal ini tampaknya kedua subyek wanita dalam penelitian tidak terlalu terbebani. Mungkin karena kedua subyek ada dalam situasi sedemikian rupa sehingga beban pikiran mengenai persiapan material tidak seberat pada subyek pria; satu subyek sudah bercerai dan subyek lain tidak menikah. Selain itu subyek penelitian tidak menyinggung urusan pemakaman sebagai salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan. Hasil lain yang menarik adalah kepasrahan salah satu subyek yang luar biasa sehingga tidak membuat persiapan apapun yang bersifat material. Untuk ketenangan diri subyek dalam menghadapi kematian sebagai sesuatu yang tidak diketahui secara pasti, subyek meningkatkan sikap religius; antara lain dengan menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing, banyak mawas diri, meiaksanakan shalat lima waktu, menunaikan ibadah haji, rajin pergi ke gereja, rajin mengikuti pengajian dan ceramah keagamaan, membaca bukubuku keagamaan, dan kegiatan lainnya yang dapat mempertebal keyakinan agama masing-masing. Subyek umumnya sudah merasa cukup puas dengan kehidupannya selama ini dan tidak merasa perlu meminta apa-apa lagi kecuali hanya bersyukur kepada Tuhan atas segala karunianya. Selain keyakinan agama yang kuat, hal yang juga mendukung ketenangan subyek ialah keberadaan mereka dalam lingkungan keluarga yang akrab satu sama lain. Diharapkan hasil penelitian ini -walaupun hasilnya belum dapat digeneralisasikan- dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam hal kematian yang masih sangat langka di Indonesia; kliususnya dari tinjauan ilmu psikologi, terutama bagaimana lansia mengatasi rasa takutnya terhadap kematian dan memberikan gambaran mengenai apa saja yang perlu dipersiapkan untuk dapat menghadapi kematian dengan tenang, sehingga mereka dapat mempergunakan sisa hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
1997
S2572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smolak, Kenyon
Engliwood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1993
155.6 SMO a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cavanaugh, John C.
Abstrak :
Summary: Written within a bio-psychosocial framework, this book covers the specific ages-stages of adult development and aging. It focuses on "positive aging" and the gains and losses people experience across adulthood.
Stamford (CT) : Cengage Learning, cop, 2015
155.6 CAV a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Florence N. Kandau
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Ariani
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi diri terhadap penuaan dan kualitas hidup lansia pada domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, danlingkungan.Persepsi diri terhadap penuaan adalah persepsi subjektif atau sikap individu lansia mengenai penuaan yang terjadi pada diri. Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisi kehidupannya dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka tinggal, dan kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan hal lainnya yang menjadi perhatian individu tersebut. Alat ukur ATOA (Attitude Toward Own Aging) untuk mengukur persepsi diri terhadap penuaan diberikan pada 94 partisipan yang berusia 60 tahun ke atas. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif antara persepsi diri terhadap penuaan dengan dua domain dari kualitashidup; psikologis dan lingkungan. Tidak terdapat korelasi antara persepsi diri terhadap penuaan dengan dua domain lainnya dalam kualitas hidup; yaitu kesehatan fisik dan hubungan sosial. ......This study was conducted in order to see whether there is a correlation between self perception of aging and the quality of life in elderly in the domain of physical health, psychological, social relationships, and environment. Self perception of aging is an subjective perceptions or attitude about aging that happen in elderly individuals. The quality of life is an individual perception towards life position in cultural context, value system, and it association with purposes, expectations, standards and other matter which the individual concerned of. The Attitude Toward Own Aging (ATOA) for measuring self perception of aging was given to 94 participants aged 60 years and older. The results showed there was a positive significant correlation between self perception of aging and two out of four domains in the quality of life; psychological and the environment. There was no correlation between: self perception of aging and the other two domains in the quality of life; physical health and social relationship.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60773
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annies Sekar Firdausi
Abstrak :
Data statistik menunjukkan sebagian besar lansia di Indonesia masih berperan sebagai kepala rumah tangga, dimana tanggung jawab yang berat sebagai kepala keluarga dapat menurunkan psychological well-being. Literatur-literatur sebelumnya menemukan dampak positif maupun negatif dari tinggal bersama coresidence anak dengan psychological well-being lansia, namun literatur yang meneliti mengenai faktor dalam hubungan lansia dan anak yang tinggal bersama masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan persepsi kedekatan dan tingkat psychological well-being pada lansia yang tinggal bersama anak. Alat ukur Relationship Closeness Inventory RCI dan Ryff's Scale of Psychological Well-Being RSPWB diadministrasikan pada 102 orang partisipan lansia yang tinggal bersama anak. Ditemukan bahwa semakin tinggi persepsi kedekatan dengan anak akan menurunkan psychological well-being lansia yang tinggal bersama r = -.114, p > .05. Selain itu, juga ditemukan bahwa tipe living arrangements akan memengaruhi persepsi kedekatan dan psychological well-being lansia. ...... National statistics showed majority of older people in Indonesia still took the role as a head of family, which was burdening and could give detrimental effects for older people's psychological well being. Although previous studies had found both beneficial and detrimental effects of coresidence with adult children for older parents psychological well being, there were still limited findings on factors that could affect relationship between parents and their adult children in coresidence living. Purpose of this study was to seek whether perceived closeness with their adult children would be correlated with older parents psychological well being. Relationship Closeness Inventory RCI and Ryff's Scale of Psychological Well Being RSPWB were administered to 102 older parents who had coresidence living with their adult children. Findings of this study was the increasing of perceived closeness with adult children was followed by the decreasing of older parents'psychological well being, but not significant r .114, p .05 . Furthermore, types of living arrangements were found as a factor which contributed to older people's perceived closeness and psychological well being.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kausler, Donald H.
New York: Springer , 1991
155.67 KAU e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>