Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Chichester: John Wiley & Sons, 1988
616.8 COG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Andini
"Dalam menghadapi persaingan bisnis yang ada, bank XYZ perlu meningkatkan kinerja organisasinya saat ini yang salah satunya dipengaruhi oleh pengelolaan SDM. Penelitian ini dilakukan pada Direktorat A Bank XYZ dan terdiri dari dua studi, yaitu studi korelasi dan studi intervensi. Studi korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komitmen afektif dan perilaku kewargaan antarpribadi. Penelitian dilakukan kepada 40 karyawan direktorat A dengan menggunakan TCM Employee Commitment Survey oleh Mayer dan Allen (2004) dan Interpersonal Citizenship Scale oleh Settoon & Mossholder (2002).
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen afektif dan perilaku kewargaan antarpribadi (r= 0,38, r2= 0,14, p< 0,05). Berdasarkan hasil tersebut dilakukan studi kedua, yaitu studi intervensi berupa pelatihan untuk meningkatkan komitmen afektif kepada 5 orang karyawan Direktorat A Bank XYZ. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan (Z= -2,03, p< 0,05) pada karyawan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil evaluasi level tiga yang dilakukan setelah 2 bulan pelatihan belum menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada komitmen afektif (Z = -0,85, p > 0,05) dan perilaku kewargaan antarpribadi yang dimiliki karyawan (Z= -1,34, p> 0,05), meskipun penilaian perilaku dari rekan dan atasan langsung menunjukkan bahwa karyawan memenuhi lebih dari 90 persen perilaku yang ditentukan.

To deal with existing business competition, Bank XYZ need to improve the performance of their organizations today, one of which is influenced by HR management. This research was conducted at Directorate A of Bank XYZ and consisted of two studies, namely correlation studies and intervention studies. The correlation study aims to determine the relationship between affective commitment and interpersonal citizenship behavior. The first study conducted on 40 employees of directorate A using the TCM Employee Commitment Survey by Mayer and Allen (2004) and the Interpersonal Citizenship Scale by Settoon & Mossholder (2002).
The results of this study indicated that there was a significant relationship between affective commitment and interpersonal citizenship behavior (r = 0.38, r2 = 0.14, p <0.05). Based on these results, an intervention study was conducted in the form of a training program to increase affective commitment to 5 employees of Directorate A, Bank XYZ. The evaluation results showed a significant increase in employees' knowledge (Z = -2.03, p <0.05) before and after training. The results of level three evaluation, which was conducted after two months of training have not shown a significant increase in affective commitment (Z = -0.85, p> 0.05) nor interpersonal citizenship behavior owned by employees (Z = -1.34, p> 0,05), although behavioral assessments from colleagues and direct supervisors indicate that employees fulfill more than 90 percent of the specified behavior.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuni Aziza
"ABSTRACT
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat peran sikap karier boundaryless dan organization-based self-esteem pada komitmen afektif. Partisipan penelitian adalah 290 karyawan di Indonesia. Komitmen afektif diukur menggunakan Affective Commitment Scale, kedua dimensi sikap karier boundaryless, yaitu boundaryless mindset dan organizational mobility preference, diukur dengan Boundaryless Career Attitude Scale, serta organization-based self-esteem diukur menggunakan The Organization-Based Self-Esteem Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa boundaryless mindset, organizational mobility preference, dan organization-based self-esteem secara gabungan memiliki peran pada komitmen afektif sebesar 27,4. Hasil juga mengindikasikan bahwa boundaryless mindset tidak memiliki peran pada komitmen afektif ? = -0,09, p > 0,05, organizational mobility preference memiliki peran yang negatif pada komitmen afektif ? = -0,34, p < 0,01, serta organization-based self-esteem memiliki peran yang positif pada komitmen afektif ? = 0,36, p < 0,01. Pembahasan dan saran untuk penelitian selanjutnya didiskusikan.

ABSTRACT
The aim of this study was to examine the role of boundaryless career attitude and organization based self esteem towards affective commitment. Participants of this research were 290 employees in Indonesia. Affective commitment was measured using Affective Commitment Scale, both dimensions of boundaryless career attitude, which are boundaryless mindset and organizational mobility preference, were measured by Boundaryless Career Attitude Scale, and organization based self esteem was measured using The Organization Based Self Esteem Scale. The result of this study showed that boundaryless mindset, organizational mobility preference, and organization based self esteem combined had a role towards affective commitment of 27.4 . The results also indicated that boundaryless mindset did not have a role towards affective commitment .09, p .05, organizational mobility preference had a negative role towards affective commitment .34, p .01, and organization based self esteem had a positive role towards affective commitment .36, p .01. Discussion and suggestion for further research are discussed."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Kartika
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komitmen afektif sebagai mediator pada hubungan antara kepuasan kerja dan intensi mengundurkan diri pada guru. Populasi dalam penelitian ini adalah guru di sekolah internasional XYZ yang berjumlah 80 orang dengan sampel seluruh populasi. Metode pengambilan data dengan metode survei menggunakan instrumen penelitian job description index, affective commitment organization questionaire, dan turnover intention scale.
Hasil analisis menunjukkan bahwa komitmen afektif berperan sebagai mediasi penuh pada hubungan antara kepuasan kerja dan intensi mengundurkan diri guru. Bentuk intervensi dalam penelitian ini menggunakan individual coaching pada lini atasan dengan model GROW, untuk meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen afektif yang akan menurunkan intensi mengundurkan diri pada guru. Intervensi coaching signifikan meningkatkan kepuasan kerja pada guru, dengan hasil uji signifikansi peningkatan nilai mean post test (t = -10,702 dengan p<0,001). Dapat disimpulkan bahwa dukungan atasan sebagai aspek kepuasan kerja dapat meningkatkan kepuasan kerja yang akan berdampak pada peningkatan komitmen afektif pada guru.

This study aims to investigate the mediating effect of affective commitment on the relationship between job satisfaction and turnover intention in international school teachers. Data was collected through questionnaire from 80 teachers in XYZ international school. In this study used job description index scale, affective commitment organization questionaire, and turnover intention scale.
Analysis result indicated that affective commitment fully mediates the relationship between job satisfaction and turnover intention. Intervention in this study has used individual of coaching supervisor support with GROW model for improving job satisfaction; this will apparently reducing turnover intention of the teachers and engender affective commitment. Coaching intervention found increased job satisfaction of teachers, with significance test in mean post test (t = -10.702, p <0.001). It can be concluded that supervisor support as a aspect of job satisfaction will increase job satisfaction which will impact on affective commitment to teachers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh work engagement dan resistensi perubahan (resistance to change) dengan komitmen afektif untuk perubahan (affective commitment to change) dan intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan komitmen afektif untuk perubahan. Penelitian dilakukan pada perusahaan yang bergerak di layanan kebandaraan dengan partisipan dikhususkan pada karyawan operasional yang melibatkan sebanyak 260 karyawan. Pengambilan data partisipan dilakukan melalui kuesioner daring dengan kuesioner yang terdiri atas komitmen afektif untuk perubahan, resistensi perubahan dan work engagement. hasil analisis data menunjukkan bahwa resistensi perubahan memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan komitmen afektif untuk perubahan. Work engagement juga memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan komitmen afektif terhadap perubahan. Dari hasil regresi didapatkan bahwa pada penelitian ini, pengaruh resistensi perubahan dengan komitmen afektif untuk perubahan lebih besar dibandingkan dengan pengaruh work engagement. Pada penelitian ini, intervensi pelatihan komunikasi perubahan telah dilakukan pada karyawan operasional (22 orang) dengan hasil menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan perubahan organisasi secara signifikan melalui evaluasi level 2.

This study was aimed to determine the influence of work engagement and resistance to change on affective commitment to change and training intervention design to enhance affective commitment to change. The research was conducted at airport services company with participants of operational employees as 260 employees. The data was collected by online questionnaire with a questionnaire consisting of affective commitment to change, resistance to change and work engagement. The results showed resistance to change has a significant negative relationship with affective commitment to change. Work engagement also has a significant positive relationship with affective commitment to change. In this study, the result using regression show that resistance to change was better effect on affective commitment to change than work engagement. Following this study the intervention was done for operational employees (22 peoples) on change communication, and the results showed that change communication intervention increased knowledge of organizational change significantly through evaluation level 2."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London : Williams & Wilkins, 1983
616.852 7 NEU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Maudy Putri
"Untuk dapat merasa bahagia, kemampuan individu dalam melakukan inhibitory control terhadap informasi negatif yang tidak relevan sangatlah penting. Namun, kondisi emosional yang bersifat sementara seperti mood dan perubahan afek positif dikenal dapat memengaruhi performa fungsi kognitif ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara inhibitory control dan tingkat kebahagiaan dengan mood dan perubahan afek positif sebagai moderator. Sebanyak 119 partisipan yang sehat mental berusia 18 - 35 tahun (M = 21,5 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini. Sejumlah 59 partisipan menerima induksi mood positif dan 60 orang menerima induksi mood netral. Tingkat kebahagiaan diukur menggunakan Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1999), mood diukur menggunakan The Positive and Negative Affect Schedule (Watson et al., 1988), sedangkan perubahan afek positif diukur dari selisih penilaian afek positif sebelum (Pre PA) dan setelah (Post PA) induksi mood dilakukan. Performa inhibitory control untuk informasi negatif diukur menggunakan tugas Negative Affective Priming. Hasil analisis moderasi dengan PROCESS model 2 menunjukkan bahwa performa inhibitory control untuk informasi negatif adalah prediktor positif dan signifikan untuk tingkat kebahagiaan. Mood memoderasi secara signifikan hubungan antara performa inhibitory control terhadap informasi negatif dan tingkat kebahagiaan, tetapi perubahan afek positif tidak memoderasi hubungan ini. Selain itu, berdasarkan analisis moderasi PROCESS model 1, pada kondisi mood netral, terdapat korelasi positif antara inhibitory control untuk informasi negatif dan tingkat kebahagiaan. Sebaliknya, pada kondisi mood positif, terdapat korelasi negatif antara inhibitory control untuk informasi negatif dan tingkat kebahagiaan. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika hubungan antara performa inhibitory control dalam menghambat informasi negatif dan tingkat kebahagiaan dipengaruhi oleh mood partisipan.

Largely influenced by moodIn order to be happy, it is important to hone the ability to inhibit irrelevant negative information. However, temporary emotional states such as mood and changes in positive affect are known to affect the performance of inhibitory control. The current study aimed to examine the moderating roles of mood and changes in positive affect on the relationship between inhibitory control and happiness. A total of 119 mentally healthy participants aged 18-35 years (M = 21.5 years) participated in this study. Fifty-nine participants received positive mood induction and 60 participants received neutral mood induction. Happiness was measured using the Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1999), mood was measured using The Positive and Negative Affect Schedule (Watson et al., 1988), while changes in positive affect was measured by calculating the difference between the levels of positive affect before (Pre PA) and after (Post PA) the mood induction procedure. Inhibitory control performance for irrelevant negative information was measured using Negative Affective Priming Task. The results of the moderation analysis using PROCESS model 2 showed that inhibitory control performance for negative information was a significant and positive predictor for happiness. Interestingly, mood significantly moderated the relationship between inhibitory control for negative information and happiness, but changes in positive affect did not moderate this relationship. Based on analysis using PROCESS model 1, in neutral mood condition, there was a positive correlation between inhibitory control for negative information and happiness. Conversely, in positive mood condition, there was a negative correlation between inhibitory control for negative information and happiness. Thus, the findings of this study suggest that the relationship between inhibitory control for irrelevant negative information and happiness is largely influenced by mood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baltimore: The Williams & Willkins, 1971
616.898 2 BIO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Wahyuni
"Dalam menjalani kehidupan di masyarakat, sikap memahami perasaan orang lain atau empati sangat diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan nyaman. Hal ini dipengaruhi hakekat manusia sebagai makhluk sosial yang akan selalu bergantung pada orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Anak-anak di Jepang sejak usia dini sudah dikenalkan mengenai hakekat manusia sebagai makhluk sosial, maka dari itu pendidikan empati pada anak-anak di Jepang juga dimulai sejak dini. Empati atau yang dalam bahasa Jepang disebut omoiyari adalah sikap yang wajib dimiliki setiap individu dan wajib untuk dipelajari selayaknya budaya. Pendidikan empati terjadi disegala lingkup sosial yang dimulai dari keluarga lalu mengarah ke lingkup yang lebih besar seperti sekolah, komunitas dan masyarakat. Pada masa sekarang ini, dalam upaya mendidik empati pada anak-anak usia sekolah dasar di Jepang, orang tua di rumah memiliki cara tersendiri untuk mendidik anaknya berempati. Selain di rumah, anak-anak sekolah dasar di Jepang juga mendapatkan pendidikan empati di sekolah. Dengan diberikannya pendidikan empati sejak dini, diharapkan anak-anak mampu berempati dalam kehidupan bermasyarakat dan turut serta dalam upaya menciptakan masyarakat yang harmonis.

Living in society, the attitude of understanding other people's feelings or empathy is needed to create a comfortable and harmonious society. It is influenced by the nature of human as a social being who will always be dependent on others and can not live alone. Children in Japan from an early age has been introduced concerning the nature of human as a social being, and therefore empathy education on children in Japan also started early. Empathy or which in Japanese is called omoiyari is an attitude that must be possessed by each individual and mandatory for culture that should be studied. Empathy education occurs in all social sphere that starts from the family and leads to a larger scope such as schools, community and society. At the present time, in an effort to educate empathy in children of primary school age in Japan, the parents in the house has its own way to educate their children empathy. In addition to the home, elementary school children in Japan also gain empathy education in schools. With empathy education given since childhood, children are expected to be able to empathize in society and participate in the efforts to create a harmonious society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>