Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardiansyah
"Pendahuluan: Masih sedikit penelitian mengenai fraktur acetabulum dengan keterlibatan quadrilateral plate. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui luaran fungsional, radiologis, dan kualitas hidup pasien fraktur acetabulum dengan dan tanpa keterlibatan quadrilateral plate pasca operasi sehingga dapat memberikan data dasar sebagai pertimbangan dalam penatalaksanaan fraktur acetabulum. 
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo  dengan menganalisis rekam medis tahun 2010-2020 terhadap pasien fraktur asetabulum dengan atau tanpa keterlibatan quadrilateral plate. Penelitian ini mengevaluasi luaran fungsional (Harris Hip Score, Merle D’Aubigne, dan Oxford Hip Score), luaran radiologis (Matta Outcome Score), dan luaran fungsional (SF-36). 
Hasil: Terdapat perbedaan 53 subjek yang terlibat dalam penelitian ini. Sebanyak 28 (52,8%) mengalami fraktur asetabulum dengan keterlibatan quadrilateral plate sedangkan 23 (47,2%) lainnya mengalami fraktur asetabulum tanpa keterlibatan quadrilateral plate. Terdapat perbedaan luaran fungsional, radiologis, dan kualits hidup yang bermakna antara kelompok fraktur asetabulum dengan dan tanpa keterlibatan quadrilateral plate pada 1 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan berdasarkan Harris Hip Score, Merle D’Aubigne, Oxford Hip Score, Matta Outcome Grading, dan SF-36.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan luaran fungsional, radiologis, dan kualits hidup yang bermakna antara kelompok fraktur asetabulum dengan dan tanpa keterlibatan quadrilateral plate pada 1 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan postoperatif.

Background. Studies on acetabular fracture with quadrilateral plate involvement are lacking. This study aims to determine the postoperative functional, radiological, and quality of life outcomes of acetabular fracture patients with and without quadrilateral plate involvement so it can becomes data of management of acetabular fractures.
Method. This retrospective cohort study was conducted at Cipto Mangunkusumo acquiring medical records of acetabular fracture patients from 2010-2020, with or without quadrilateral plate involvemen. This study analyzed functional outcomes (Harris Hip Score, Merle D'Aubigne, and Oxford Hip Score), radiological outcomes and quality of life of both study groups.
Results. There were 53 subjects; 28 (52.8%) had fractures of the acetabulum with involvement of the quadrilateral plate while 23 (47.2%) without involvement of the quadrilateral plate. There were significant differences in functional, radiological, and quality of life outcomes between the acetabular fracture groups with and without quadrilateral plate involvement at 1 month, 6 months, and 12 months based on Harris Hip Score, Merle D'Aubigne, Oxford Hip Score, Matta Outcome Grading, and SF-36. 
Conclusion. There were significant differences in functional, radiological, and quality of life outcomes between the acetabulum fracture groups with and without quadrilateral plate involvement at 1 month, 6 months, and 12 months postoperatively. 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pendahuluan: Congenital Talipes Equinovarus(CTEV) dan Developmental Dysplasia of the Hip (DDH) merupakan salah satu kelainan kongenital tersering dalam sistem muskuloskeletal. Pada patogenesis CTEV dan DDH, terdapat persamaan kemungkinan etiologi yaitu pada gaya mekanik intra-uterin panggul dan kaki yang menimbulkan gangguan perkembangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi pasien CTEV yang menderita DDH, serta hubungan antara CTEV dengan timbulnya DDH.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain studi potong lintang. Dari data registrasi CTEV di Poliklinik Orthopaedi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011-2012 ditemukan 91 orang anak dengan CTEV primer. Dilakukan skrining dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengeksklusi pasien di luar rentang usia 6 bulan hingga 5 tahun, pasien dengan gangguan neuromuskular, dan kelainan kongenital. Terdapat 22 orang pasien yang memenuhi kriteria tersebut dan dilakukan pemeriksaan foto polos panggul untuk mengukur Indeks Acetabular (IA). IA<25° dinyatakan normal, 25-30° dinyatakan borderline DDH, dan >30° dinyatakan displasia berat.
Temuan dan Diskusi Penelitian: Terdapat distribusi pasien yang homogen secara jenis kelamin (50% laki-laki, 50% perempuan), dan lokasi CTEV (50% bilateral, 50% unilateral). Didapatkan 19 subyek dengan IA di bawah 250 dan 1 subyek dengan IA antara 25-300. Didapatkan 2 subyek (9%) yang memiliki dysplastic hip dengan IA di atas nilai normal 300, kedua subyek tersebut memiliki bilateral CTEV dan menjalani serial casting ≥ 8 kali. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara prevalensi DDH dengan rentang usia (p = 1), dengan jenis kelamin (p = 0.89), dengan lokasi CTEV (p = 0.89), dan dengan frekuensi casting (p = 0.05). Walaupun begitu, prevalensi hip dysplasia pada CTEV cenderung terjadi pada anak dengan CTEV bilateral dan menjalani serial casting ≥ 10 kali sehingga temuan ini dapat menjadi makna yang penting secara klinis.
Simpulan: Prevalensi displasia panggul pada anak CTEV berusia 6 bulan hingga 5 tahun pada penelitian ini adalah 9% dan cenderung dialami oleh anak dengan CTEV bilateral dan menjalani serial casting 8 kali atau lebih.
, Introduction: Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) and Developmental Dysplasia of the Hip (DDH) are one of the most common pediatric orthopaedic problems ini musculoskeletal system. There is similar pathogenesis between CTEV and DDH in mechanical force that causes developmental disorders. The goals of this research are to determine the prevalence of CTEV that will suffer DDH in later time, and the relationship between CTEV and DDH.
Methods: This is a descriptive analytic study with cross sectional design. Ninety one patients with primary CTEV were registered in Orthopaedic Clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital between 2011 and 2012. To exclude patients with neuromuscular disorders and congenital problems; screening is performed by conducting historical and physical examination. Patients between age 6 months and 5 years were included in this study. Twenty two patients met the criteria and pelvic x-ray was performed to measure the Acetabular Index (AI). AI<250 was considered normal; AI 25-300 was borderline DDH; and AI >300 was considered severe dysplasia.
Result and Discussion: Patient distribution was homogenous in gender (50% are boys, 50% are girls), and the location of CTEV (50% bilateral and 50%). There were 19 subjects with AI lower than 250 and 1 subject with AI between 250-300. Both subjects underwent ≥ 8 times serial casting. There was no significant difference between DDH prevalence with age range (p = 1), with gender (p = 0.89), with CTEV location (p = 0.89), and with casting frequency (p = 0.05). However, dysplastic hip prevalence in CTEV tend to occur in bilateral CTEV with serial casting ≥ 10 times which could be important on clinical setting.
Conclusion: Hip dysplasia prevalence on children with CTEV aged 6 months to 5 years was 9% and tend to occur in children with bilateral CTEV underwent ≥ 10 times serial casting.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Traya Niti Nalendra
"Penanganan Developmental Dysplasia of the Hip di Indonesia mayoritas tidak dilakukan secara dini sehingga membutuhkan operasi bedah. Operasi bedah yang sering dilkakukan adalah Total Hip Arthroplasty dimana sendi pinggul diganti secara menyeluruh menggunakan implan prostetik. Pada pelaksanaannya, cup dari prostetik dipasangkan menggunakan sekrup medis. Oleh karenanya penelitian mengenai tekanan yang diperoleh oleh sekrup perlu diteliti untuk menjamin keamanan dari pasien. Sebuah model CAD dari tulang pinggul yang memiliki defek containment sekitar 40% dibuat dipasangkan dengan suatu model implan prostetik diamankan oleh sebuah block graft dan dipasangkan sekrup berdiameter 2,7mm dan 3,5mm. Modeling dilakukan dengan menggunakan spline pada fitur 3D sketch sebagai batasan untuk pembuatan surface. Surface kemudian di-stitch untuk menutup celah dan memungkinkan penebalan surface menjadi solid dan pembuatan model solid dari batasan surface. Model kemudian disimulasikan menggunakan perangkat lunak SOLIDWORKS dengan pembebanan sebesar 400 N dengan arah vertikal kebawah pada spinal column. Pengaturan mesh pada mesh quality diatur dengan pengaturan ukuran maksimum mesh 29,6014mm dan minimal 1,48007mm, minimum jumlah elemen dalam sebuah lingkaran sebanyak 8, dan rasio pertumbuhan ukuran elemen sebesar 1,4. Mesh refinement juga dilakukan pada block graft dengan mengatur ukuran mesh maksimal sebesar 8,63177mm. Penulis mendapatkan bahwa konfigurasi pemasangan paling optimal dalam kasus ini adalah sekrup 3,5mm dengan konfigurasi horizontal dikarenakan lebih kecilnya perpindahan dan tegangan von mises yang dialami block graft dibandingkan dengan konfigurasi lainnya.

The majority of Developmental Dysplasia of the Hip treatments in Indonesia are not performed early enough to require surgery. The most common surgical operation is Total Hip Arthroplasty where the hip joint is completely replaced using a prosthetic implant. In practice, the cup of the prosthetic is attached using medical screws. Therefore, research on the stress obtained by the screw needs to be investigated to ensure the safety of the patient. A CAD model of a hip bone with a containment defect of approximately 40% was created paired with a prosthetic implant model secured by a block graft and attached with 2.7mm and 3.5mm diameter screws. Modeling was performed using the spline in the 3D sketch feature as a boundary for surface creation. The surface was then stitched to close the gap and allow thickening of the surface into a solid and creation of a solid model from the surface boundaries. The model was then simulated using SOLIDWORKS software with a loading of 400 N in a vertical downward direction on the spinal column. Mesh settings on mesh quality are set with a maximum mesh size of 29.6014mm and a minimum of 1.48007mm, a minimum number of elements in a circle of 8, and an element size growth ratio of 1.4. Mesh refinement was also performed on the block graft by setting a maximum mesh size of 8.63177mm. The authors found that the most optimal configuration in this case was a 3.5mm screw with a horizontal configuration due to the smaller displacement and von mises stress experienced by the block graft compared to other configurations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library