Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Rahman
"Absentiisme merupakan problem khronik perusahaan maupun industri di Dunia. Tak terkecuali Indonesia. Sulit untuk menyatakan sebab-sebab absentiisme, karena banyak faktor berperan di dalamnya. Laporan ini merupakan telaah atau review masalah absentiisme, baik dari aspek teoretik maupun kasus sebuah penelitan.
Pengertian Absentiisme : Absentiisme (ketidak hadiran) adalah keadaan dimana karyawan tidak dapat bekerja oleh karena sakit (dengan surat keterangan dokter), izin (dengan keterangan bukan dari dokter), mangkir (tanpa keterangan apapun). Dengan pembatasan arti absentiisme tersebut diatas maka cuti (tahunan, besar, hamil), skorsing tidak termasuk di dalamnya.
Sebab-sebab Absentiisme : Sesungguhnya sebab-sebab dari absentiisme adalah sangat banyak, yaitu dari faktor kesehatan hingga masalah kejiwaan pekerja, masalah sosial, ekonomi dan budaya.
Romas (1972) membagi sebab-sebab absentiisme dengan 2 alasan, yaitu :
1. Absentiisme yang tidak bisa dihindarkan atau ketidakmampuan (in capacity), misalnya oleh karena sakit ataupun karena kecelakaan (dengan surat keterangan dokter).
2. Absentiisme yang bisa dihindarkan, misalnya oleh karena kurangnya motivasi kerja, kepuasan kerja, hilangnya gairah kerja, kericuhan rumah tangga, hubungan antar teman ataupun dengan atasan kurang baik, karena kelelahan dan lain-lain?."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Verni Yuliaty Ismah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ami Nuari
"Tren absen pekerja sangat mempengaruhi produktivitas disutau perusahaan, absen dalam bekerja dianggap wajar oleh perusahaan. Data Office of National Statistic (ONS) menyatakan tingkat ketidakhadiran karena sakit meningkat menjadi 2,6% pada tahun 2022, angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2004. Berdasarkan data pegawai pekerja di PT XYZ kejadian ketidakhadiran pekerja terus meningkat dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, data ketidakhadiran tersebut merupakan data terkait dengan pekerja yang mengalami ketidakhadiran karena sakit. Tercatat pada tahun 2022 terdapat 43% dan tahun 2023 sampai bulan September sebanyak 47% pekerja yang mengalami ketidakhadiran karena sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ketidakhadiran pada pekerja di PT XYZ Tahun 2023. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan pendekatan desain cross sectional melalui data sekunder dan data primer, dengan pengambilan sampel total sampling sebanyak sampel 51 responden dan dianalisis dengan uji chi-square. Penelitian dilakukan pada bulan Juni – Desember 2023. Hasil penelitian deksriptif yaitu proporsi tertinggi pada pekerja yang mengalami ketidakhadrian (54,9%), umur pekerja < 40 tahun (88,2%.), masa kerja lama (51,0%), merokok (60,8%.), status gizi gemuk (45,1%), pekerja status kesehatan unfit (54,9%), pekerja kelelahan sedang (45,1%), dan pekerja stres sedang (39,2%) dan pekerja dengan beban kerja ringan (45,1%). Terdapat hubungan antara status merokok (p=0,045), status kesehatan (p=0,001), status gizi (p=0,045), kelelahan kerja (p=0,002), dan stres kerja (p=0,023). Tidak terdapat hubungan antara umur, masa kerja dan beban kerja.

The trend of worker absenteeism greatly influences productivity in a company, absence from work is considered normal by the company. Data from the Office of National Statistics (ONS) states that the rate of absence due to illness will increase to 2.6% in 2022, this figure is the highest since 2004. Based on employee data at PT XYZ, the incidence of worker absence has continued to increase over the last 2 years. , the absence data is data related to workers who experience absence due to illness. It was recorded that in 2022 there would be 43% and in 2023 until September as many as 47% of workers would experience absence due to illness. This research aims to analyze the relationship between risk factors related to the incidence of absenteeism among workers at PT analyzed with the chi-square test. The research was conducted in June – December 2023. The descriptive research results were the highest proportion of workers experiencing absenteeism (54.9%), worker age < 40 years (88.2%), long working period (51.0%), smoking (60.8%), obese nutritional status (45.1%), unfit health status workers (54.9%), moderate fatigue workers (45.1%), and moderate stress workers (39.2%) and workers with light workloads (45.1%). There was a relationship between smoking status (p=0.045), health status (p=0.001), nutritional status (p=0.045), work fatigue (p=0.002), and work stress (p=0.023). There is no relationship between age, years of service and workload."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiah Ariani
"Pekerja harian lepas merupakan pekerja yang melakukan pekerjaan dengan menerima upah harian. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan pekerja di Indonesia sebagian besar berfokus pada pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Hal ini menyebabkan kurangnya ketentuan yang tegas mengenai hak-hak pekerja harian lepas ketika mengalami pemutusan hubungan kerja. Penelitian ini dilakukan dengan metode doktrinal atau yang biasa disebut dengan metode penelitian hukum kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Berupa bahan hukum primer yakni, peraturan perundang-undangan dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 392 K/Pdt.Sus-PHI/2023. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan kerja bagi pekerja lepas dengan alasan mangkir harus dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan kriteria yang jelas, dengan bukti ketidakhadiran yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, status pekerja harian lepas dalam kontrak kerja juga perlu dinyatakan secara eksplisit guna menghindari sengketa, utamanya dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pekerja yang bekerja lebih dari 21 (dua puluh satu hari) hari dalam 1 (satu) bulan dapat dianggap sebagai Pekerja Waktu Tidak Tertentu, sehingga pengusaha harus mematuhi ketentuan yang berlaku untuk melindungi hak-hak pekerja dengan menghindari potensi sengketa hukum.

Casual daily workers are workers who do work and receive daily wages. The laws and regulations governing worker protection in Indonesia mostly focus on workers with fixed-term work agreements. This causes a lack of strict provisions regarding the rights of casual daily workers when their employment is terminated. This research was conducted using a doctrinal method or what is usually called a library legal research method to obtain secondary data. In the form of primary legal materials, namely, statutory regulations and the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 392 K/Pdt.Sus-PHI/2023. The research results concluded that termination of employment for freelance workers for reasons of absenteeism must be carried out carefully and based on clear criteria, with valid proof of absence in accordance with applicable regulations. Apart from that, the status of casual daily workers in work contracts also needs to be stated explicitly to avoid disputes, especially with the Supreme Court decision which states that workers who work more than 21 (twenty one) days in 1 (one) month can be considered as Indefinite Time Workers, so employers must comply with applicable regulations to protect workers' rights by avoiding potential legal disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Rozaini
Medan: Universitas Sumatra Utara, 1988
331.118 TIN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Sylvania Oswari
"Gangguan perkembangan dan koordinasi (GPK) adalah suatu kondisi di mana anak memiliki kelemahan dalam mengatur gerakan motorik sehingga anak tampak perilaku ceroboh. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa bahwa jenis kelamin dan berat badan lahir anak merupakan faktor risiko terjadinya GPK pada anak bahwa. Di Indonesia, masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dampak GPK terhadap prestasi akademik dan angka absensi siswa, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor risiko, epidemiologi, dan dampak GPK terhadap prestasi akademik dan jumlah absensi siswa. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa sekolah-sekolah dasar di salah satu sekolah negeri di Jakarta. Penelitian ini menggunakan studi desain potong Garis Lintang. Kuesioner Bahasa Indonesia DCDQ'07 dibagikan dan orang tua diminta untuk melengkapi. Subjek kemudian dipisahkan menjadi 2 kelompok yaitu subjek yang diduga mengalami GPK dan subjek tidak diduga GPK. Dari 221 subjek yang termasuk dalam penelitian ini (127 laki-laki) dan 94 perempuan), 22 subjek diduga mengalami GPK. Usia (median = 10,64) dan berat badan kelahiran (median = 3000 gram) merupakan variabel yang signifikan terhadap kejadian GPK. Tipe jenis kelamin, latar belakang pendidikan orang tua dan tingkat pendidikan anak di sekolah tidak signifikan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara GPK dengan prestasi akademik dan kehadiran siswa. Namun, anak-anak dengan GPK ditemukan memiliki skor dan ketidakhadiran yang lebih rendah lebih tinggi dari anak yang tidak terduga dengan GPK. Kesimpulan: Faktor yang signifikan untuk GPK menurut penelitian ini adalah usia dan berat badan lahir. Prevalensi GPK dalam penelitian ini adalah 10%. Tidak ada signifikansi yang ditemukan antara GPK dengan prestasi akademik dan absensi siswa.

Developmental coordination disorder (DCD) is a condition where children have poor ability in motor planning hence, clumsy behavior. Studies done previously have proven that several risk factors such as gender and birth weight play role towards the occurrence of DCD. As studies about the impact of DCD towards average academic score and absenteeism is very limited in Indonesia, this study aims to explore the risk factors, epidemiology, and impact of DCD towards average academic score and absenteeism. Subjects include primary school students in a public school in Jakarta. This study uses cross-sectional design. Questionnaires (DCDQ’07, Indonesian version) were distributed and parents were asked to fill in the questions completely. Subjects will then be grouped into subjects suspected with DCD and subjects not suspected with DCD. From 221 subjects (127 males and 94 females), 22 subjects are suspected with DCD. Age (median = 10,64) and birth weight (median = 3000 grams) were significant towards the occurrence of DCD. Gender, parental education, and grades were not found to be significant. DCD are not found to be significantly correlated with academic achievement and total absence. However, children with DCD has slightly lower academic achievement and higher absence.
Conclusions: Factors significantly associated to DCD were age and birth weight. The prevalence of DCD in this study is 10% which is similar to other studies. Average academic achievement and absenteeism were not found to be significantly associated with DCD.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library