Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Rustanto
Abstrak :
ASBTRAK
Masalah utama dalam penelitian ini, adalah: penelantaran bayi yang dilakukan oleh wanita remaja sebagai pekerja industri, yang ditinggal pasangannya.

Huang lingkup penelitian ini, meliputi: Pertama: pola hidup, yaitu pola hidup sebagai pekerja, pribadi dan anggota masyarakat di Kawasan industri. Kedua: pola rumah tangga, yaitu rumah tangga untuk pembiayaan hidup antara wanita dengan pasangannya melalui rumah tangga 'hidup bersama?, yang melahirkan kehamilan tak direncanakan. Ketiga. Penelantaran bayi, yaitu larinya pasangannya untuk bertanggungjawab, menyebabkan wanita mencari dukungan kekeluargaan, bekerja dalam kondisi hamil yang menciptakan kelabilan psikologis, dan memicu terjadinya penelantaran bayi. Keempat Perlakuan dalam sistem peradilan pidana. yaitu perlakukan para pelaksana dari tahap pelaporan, penyidikan, penyidangan, pemidanaan dan pelepasan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah kualitatif dalam studi kasus dengan oral history ialah metode pengambil data dari pengalaman hidup informan berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu perspektif wanita dalam anti penelitian dimaksudkan untuk menggali pengalaman wanita dan digunakan untuk membantu memecahkan masalahnya. Subjek penelitian adalah 6 wanita pekerja industri yang berstatus sebagai narapidana di LP Wanita Tangerang. Penyajian data dilakukan secara deskriptif, yaitu hasil temuan dan pembahasan dipaparkan dengan kalimat.

Hasil penelitian : Pertama, Pola hidup, informan bekerja sebagai operator rangkaian perakitan (assembly line) di industri dan mendapatkan upah rendah. Lingkungan kota di mana mereka tinggal mempengaruhi gaya hidup dalam memenuhi kebutuhan seharihari yang biayanya relatif tinggi. Tuntutan keluarga di desa melalui pengiriman uang dan barang turut mendukung pengeluaran yang tinggi, kebiaasan hidup tersebut menyebabkan mereka sering kekurangan uang dan untuk mengatasinya meminjam pada rentenir, meskipnn dengan bunga. Kondisi ini, diperburuk dengan sikap masyarakat setempat yang mengisolir mereka dengan cara rnenempatkan di rumah kontrakan yang jauh dari pemukiman setempat. Kondisi tersebut, menyebabkan mereka mengalami kemiskinari secara ekonomi dalam arti kekurangan uang dan secara sosial dalam arti terasing dari pergaulan masyarakat. Kedua: Kemiskinan secara ekonomi dan sosial, di atasi dengan menjalin hubungan dengan pekerja laki-laki, yang lambat laun berkembang menjadi rumah tangga 'hidup bersama". Melalui wahana rumah tangga 'hidup bersama' terjadilah perilaku seks ringan sampai menjadi hubungan seks heteroseksual. Gaya hidup tersebut, menimbulkan kehamilan tak direncanakan. Karena rumah tangga tersebut tidak resmi, maka rentan terhadap perpecahan dalam bentuk penghindaran tanggung jawab dari pasangannya dan menuntut wanita menanggung kehamilannya. Ketiga: Wanita berusaha mencari pasangannya tetapi tidak berhasil. Mereka kemudian mencari dukungan dari keluarga, teman, pihak pabrik dan masyarakat. namun semua menolaknya. Untuk mengatasi kebutuhan diri sebagai calon ibu, informan bekerja lagi di pabrik. Kelabilan psikologis bertambah dengan adanya beban kerja, menyebabkannya bayinya lahir lebih dini. Menghadapi kelahiran secara tiba-tiba, wanita yang bersangkutan menjadi ' panik' dan menelantarkan bayi. Keempat tindakan penelantaran bayi, menyebabkan mereka terpidana. Dalam proses peradilan pidana mulai tahap pelaporan, penyidikan, penyidangan, pemidaan sampai pelepasan. mereka memperoleh ketidakadilan dalam bentuk perlakuan yang diskriminatif.

Kesimpulan : Selama hidup di Tangerang, wanita pekerja industri mengalami kemiskinan secara ekonomi dan sosial. Untuk mengatasi kemiskirian, wanita pekerja industri memilih mencari pasangan hidup bersama, gaya hidup tersebut mengakibatkan kehamilan tak direncanakan yang berlanjut dengan terjadinya penelantaran bayi.Ada tiga faktor saling berkait yang mendukung terjadinya penelantaran bayi, yaitu: Pertama kehilangan jaringan kekeluargaan karena kekasih, keluarga, pihak pabrik, teman dan masyarakat sekitarnya tidak mau memberi pertolongan. Kedua: konflik beban kerja karena harus kerja dan menjadi calon ibu. Ketiga; reaksi terhadap sikap sinis masyarakat karena masyarakat memandang wanita sebagai orang yang menyimpang dari nilai lingkungan. Disarankan untuk memberi pelayanan sosial, pelayanan kesehatan reproduksi dan pelayanan hukum kepada wanita pekerja industri.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Afditami
Abstrak :
ABSTRACT
Skripsi ini mengulas problematika proses dalam pengangkatan anak terlantar yang agamanya harus disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat dengan studi kasus atas Penetapan Nomor 15/Pdt.P/2014/Pn.Kd.Mn yang dikaji dengan pengaturan pengangkatan anak yang ada dalam peraturan perundang-undangan serta sumber hukum lainnya yang berlaku di Indonesia. Pembahasan dilakukan melalui studi kepustakaan dan pendekatan deskriptif yang bersifat yuridis-normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketentuan mengenai prinsip bahwa agama anak terlantar harus disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat fundamental untuk dijadikan salah satu prinsip dalam pengangkatan anak. Hal ini dilatarbelakangi dari masifnya jumlah anak terlantar yang merupakan korban bencana, yang hendak diadopsi oleh Warga Negara Asing dengan segala problematika dan potensi kejahatan terhadapnya. Pengaturan mengenai apabila agama anak yang tidak diketahui asal usulnya, maka harus disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat serta ketentuan agama yang harus sama antara Calon Orang Tua Angkat dengan Calon Anak Angkat ditujukan agar Warga Negara Indonesia serta masyarakat setempat menjadi pihak yang diprioritaskan untuk mengangkat anak tersebut. Selain itu, pengangkatan anak sejatinya tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya, sehingga pengaturan agama yang sama antara Calon Orang Tua Angkat dengan Calon Anak Angkat untuk menghindari sengketa hukum dengan orang tua kandung di kemudian hari terutama dalam hal keperdataan yakni waris. Berdasarkan hasil analisis terhadap Penetapan Nomor 15/Pdt.P/2014/Pn.Kd.Mn, penulis berpendapat bahwa penetapan hakim tersebut tidak tepat karena tidak memperhatikan prinsip, syarat, serta prosedur pengangkatan anak. Dengan demikian diharapkan para hakim harus berhati-hati dalam melakukan pertimbangan hukum dengan melihat segala aturan yang menyangkut dengan pengangkatan anak yang berlaku di Indonesia. Untuk pemerintah diharapkan dapat membentuk regulasi tambahan dalam hal pengaturan pengawasan pasca pengangkatan anak agar kepentingan terbaik bagi anak benar-benar dapat terwujud.
ABSTRACT
This thesis reviews the problematic process in the adoption of abandoned children whose religion must be adapted to the religion of the majority of the local people with a case study of Court Decree Number 15/ Pdt.P/2014/ Pn.Kd.Mn which is reviewed by the regulation of adoption in the legislation and others legal instruments that are applied in Indonesia. The discussion was conducted through literature studies and juridical-normative descriptive approaches. The results of the study concluded that the provisions regarding the principle that the religion of an abandoned child must be adapted to the religion of the majority of the local people is hugely fundamental to become one of the principles in adopting children. This is motivated by the massive number of abandoned children who were victims of disasters, which foreign citizens crave to adopt them with all the potential problems, crimes, and risks await. Regulations that stipulate the conformation of children with unknown religious backgrounds to the religious majority of their communities as well as the rule that obligates Prospective Adoptive Parents to have the same religion as a Prospective Adoptive Child aims to prioritize Indonesian citizens within the adoption process. In addition, the action of adopting the children does not sever the relationship between children raised with their biological parents, so that the same religious arrangement between prospective adoptive parents and adopted children is made to avoid legal disputes with biological parents in the future, especially in civil matters, such as inheritance. Based on the result of the analysis of Court Decree No. 15/Pdt.P/2014/Pn.Kd.Mn, the writer deduced that the decree in question did not pay much attention to the principle, requirements, and also the procedure of the children adoption. As such, it is expected that in the future, the judges will be more thorough in carrying out legal considerations by examining all of the regulations and the rules regarding child adoption. The government is expected to form additional regulations in terms of post child adoption supervision in order to protect the childrens best interest.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Maharani Kartika
Abstrak :
Pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan merupakan kewajiban yang diselenggarakan oleh negara. Dalam praktiknya, peluang aksesibilitas hak atas pendidikan mengharuskan adanya pengakuan negara melalui identitas hukum. Keduanya bersinggungan tatkala identitas hukum menjadi prasyarat untuk mengakses pendidikan. Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UUD NRI 1945, eksistensi anak terlantar disebutkan secara jelas dan tegas. Problematika timbul ketika anak terlantar tidak memiliki identitas hukum, sehingga tidak dapat mengakses pendidikan. Maka, penelitian skripsi ini mengangkat permasalahan utama tentang upaya pemerintah dalam memberikan pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan melalui identitas hukum bagi anak terlantar yang ditinjau dari keberlakuan Pasal 4 ayat (1) UU No.20/2003, serta praktiknya di dalam masyarakat. Penelitian ini digunakan metode socio-legal melalui pendekatan kualitatif. Data berupa bahan-bahan hukum dikumpulkan melalui studi kepustakaan didukung dengan hasil observasi di Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, serta wawancara terhadap beberapa pihak, seperti KPAI, LPAI, PUSKAPA, dan Yayasan Gemilang Indonesia. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa upaya pemerintah dalam memberikan pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan melalui identitas hukum bagi anak terlantar dapat dilihat melalui implementasi Program Wajib Belajar hingga Pendataan Penduduk Rentan Adminduk. Analisis keberlakuan Pasal 4 ayat (1) UU No.20/2003 yang dikaitkan dengan indikator “tidak diskriminatif” sebagaimana pendapat Katarina Tomasevski, dimaknai bahwa aksesibilitas pendidikan dilakukan melalui penghapusan hambatan terhadap hukum dan administratif. Ketiadaan identitas hukum bagi anak terlantar menjadi aspek krusial yang memberi batasan dan/atau hambatan terhadap pemenuhan dan perlindungan kepentingan anak. Melalui kondisi masyarakat di Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ditemukan terdapat berbagai faktor internal maupun eksternal yang menjadi celah pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan bagi anak belum terpenuhi secara optimal. Bahwa seyogyanya pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan melalui identitas hukum bagi anak terlantar tidak serta merta dikatakan diskriminatif, tetapi memiliki potensi diskriminatif. ......The fulfilment of the accessibility of the right to education is an obligation held by the State. In practice, opportunities for accessibility of the right to education requires state recognition through legal identity. For two by that intersect are in conflict when legal identity becomes a prerequisite for access to education. According to the Article 34 paragraph (1) UUD NRI 1945, the existence of the abandoned children was mentioned so explicitly also clearly. The problem arises when the child displaced doesn’t have a legal identity, so they can not access to education. Thus, this thesis reseacrh raises the main issues about how the government's providing the fulfilment accessibility of the right to education through legal identity for the abandoned children by the terms of Article 4 paragraph (1) of the Act Number 20/2003, as well as its practice in society. This research use a socio-legal methods and through with qualitative approach. Data on legal material were collected through literature studies supported by observations at Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, South Jakarta, also interviews with several parties, such as KPAI, LPAI, PUSKAPA, and Gemilang Foundation Indonesia. The results of the analysis it can be stated that the efforts of the government in providing the fulfilment of the accessibility of the right to education through the legal identity of the abandoned children can be seen through the implementation of the Compulsory Learning Programme, the City Decent Children Policy, and the Data Collection of Vulnerable Population Administration. Analysis the implementation of the Article 4 paragraph (1) of the Act Number 20/2003, which is associated with the indicator of “non-discrimination” as argued by Katarina Tomasevski, means that accessibility of education is carried out through the removal of obstacles to law and administrative barriers. The absence of legal identity for the abandoned children’s be a crucial aspect that constrains and/or obstacles to the fulfilment and protection of the children's interests. Through the conditions of the community at Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, South Jakarta, was found that there are various internal and external factors has a constitute gaps in the fulfillment accessibility of the right to education for abandoned children had not been fulfilled for optimally. That the implementation of the accessibility of the right to education through legal identity for abandoned children is not immediately said to be discriminatory, but has a potential for discrimination.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nailul Muna
Abstrak :
Cerita pendek Membuang Bayi karya Mo Yan adalah salah satu cerpen yang masuk ke dalam buku antologi yang sudah dikumpulkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Howard Goldblatt, sehingga cerpen Membuang Bayi menjadi salah satu karya Mo Yan yang dapat dinikmati pembaca mancanegara. Cerpen ini mengambil latar waktu diterapkannya Kebijakan Satu Anak dan secara spesifik membahas penelantaran anak. Cerpen ini mengisahkan tentang tokoh “Aku” yang menemukan bayi terlantar yang ditemukan di ladang bunga matahari. Tidak bisa meninggalkannya begitu saja membuat tokoh “Aku” mengambil keputusan untuk membawanya pulang. Akan tetapi keputusannya mendapat tentangan dari keluarga. Oleh sebab itu, tokoh “Aku” pun mengadu kepada tokoh lainnya agar dapat menemukan keluarga yang dapat mengadopsi. Sepanjang perjalanan bertemu dengan tokoh-tokoh lain, tokoh “Aku” melihat realita penelantaran anak yang dianggap sebagai hal biasa oleh penduduk desa dan tokoh “Aku” menentang pandangan yang menganggap wajar penelantaran anak. Penelitian ini membahas pemaknaan pandangan tokoh “Aku” terkait penelantaran anak. Peneliti mengumpulkan informasi dan penelitian terdahulu, serta melakukan analisis makna pandangan tokoh. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa setelah melalui interaksi dengan tokoh-tokoh lain dan pengamatan batin, pandangan tokoh “Aku” tetap tidak berubah hingga akhir cerita dan berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya terkait bayi terlantar, yaitu penelantaran anak adalah hal yang fatal dilakukan dan pandangan yang menganggap wajar penelantaran anak harus dihilangkan. ......The Abandoned Child short story by Mo Yan is one of the short stories that is published in an anthology book that have been collected and translated to English by Howard Goldblatt, so that the story can be read and enjoyed by international readers. Abandoned Child short story is set in the time when the One Child Policy is being implemented and specifically speaks about child abandonment. This short story tells the story of the character “I” who found an abandoned baby in a sunflower field. He is unable to leave the baby alone and makes the decision to bring the baby home. But the decision is opposed by his family. Because of that, he talks to other characters to find a family that can adopt the baby. Along the way to meet the other characters, “I” sees the reality of child abandonment that it’s viewed as normal by the other village folks and he opposed the baby abandonment is perceived as an usual thing. This research examines the meaning of the views of the character “I” regarding child abandonment. The researcher collects information and prior research and analyses the meaning of the views of the character. The research finds that after going through interactions with other characters and inner observation, the views of the character “I” still cannot be changed until the end of the story and are still opposed to the views of other characters regarding child abandonment, that is that child abandonment is fatal and cannot be taken for granted.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nolan, Han
Jakarta : Serambi, 2001
813 NOL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover