Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Roki Fernando
"Pengenalan teknologi 5G telah memicu peningkatan kebutuhan akan kecepatan internet yang lebih tinggi dan koneksi yang lebih andal. Dalam rangka meningkatkan kualitas layanan 5G, teknologi Distributed Antenna System (DAS) telah menjadi fokus utama dalam industri telekomunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan penggunaan DAS dalam memperbaiki kinerja jaringan 5G dan memperkuat aspek ekonomi dari teknologi tersebut. Teknologi DAS yang akan diteliti adalah teknologi DAS aktif dan pasif dengan tiga skenario pelanggan serta dua jenis layanan. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis tekno ekonomi. Data yang digunakan terdiri dari data sekunder tentang 5G dan DAS aktif maupun pasif, termasuk hasil uji coba serta pengalaman praktis dalam penerapan teknologi tersebut di industri telekomunikasi. Analisis dilakukan melalui pengukuran kinerja jaringan, biaya implementasi dan operasional, serta dampak ekonomi dari penerapan teknologi DAS dalam jaringan 5G disalah satu apartemen yang berlokasi di daerah Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan DAS aktif dan pasif dalam jaringan 5G akan dapat meningkatkan kinerja jaringan dan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Secara umum, investasi jaringan dinilai melalui metode Net Present Value (NPV) dan dari hasil penelitian ini, NPV untuk tiap skenario bernilai positif, maka artinya infrastruktur tersebut menghasilkan investasi yang menguntungkan. Dengan nilai ENPV DAS aktif untuk pelanggan yang menggunakan pemakaian layanan bandwith 100 GB adalah sebesar IDR 28.669.004.118, untuk pelanggan yang menggunakan pemakaian layanan paket bulananan adalah sebesar IDR 12.701.931.570, serta ENPV DAS pasif juga bernilai positif untuk pelanggan yang menggunakan pemakaian layanan bandwith 100 GB adalah sebesar IDR 30.055.126.567, untuk pelanggan yang menggunakan pemakaian layanan paket bulananan adalah sebesar IDR 14.088.054.019. Namun NPV mungkin tidak akan seperti yang diharapkan karena ketidakpastian di masa depan, salah satunya adalah jumlah pelanggan. Jika dilihat dari sisi modal, penggunaan DAS aktif akan memakan biaya yang lebih besar dari DAS pasif, walaupun DAS aktif akan memberikan kecepatan dan jangkuan yang lebih besar dari DAS pasif, namun hal ini tentu akan disesuaikan dengan kondisi dimana implementasi DAS tersebut akan dibangun.
The introduction of 5G technology has fueled a growing need for higher internet speeds and more reliable connections. In order to improve the quality of 5G services, Distributed Antenna System (DAS) technology has become a major focus in the telecommunications industry. This study aims to analyze and compare the use of DAS in improving 5G network performance and strengthening the economic aspects of the technology. The DAS technologies that will be studied are active and passive DAS technologies with three customer scenarios and two types of services. The research method used is techno-economic analysis. The data used consists of secondary data on active and passive 5G and DAS, including test results and practical experience in implementing these technologies in the telecommunications industry. The analysis was carried out by measuring network performance, implementation and operational costs, and the economic impact of implementing DAS technology in the 5G network in an apartment located in the Jakarta area. The results show that the use of active and passive DAS in 5G networks will improve network performance and provide significant economic benefits. In general, network investment is assessed using the Net Present Value (NPV) method, and from the results of this study, the NPV for each scenario is positive, meaning that the infrastructure generates profitable investments. With an active DAS ENPV value for customers using 100 GB of bandwidth service usage of IDR 28.669.004.118, for customers using monthly package service usage it is IDR 12.701.931.570, and passive ENPV DAS is also positive for customers using bandwidth service usage of 100 GB of IDR 30.055.126.567, and for customers who use monthly package service usage it is IDR 14.088.054.019. However, the NPV may not be as expected due to uncertainties in the future, one of which is the number of subscribers. When viewed from the capital side, the use of active DAS will cost more than passive DAS, even though active DAS will provide greater speed and reach than passive DAS. This will of course be adjusted to the conditions in which the implementation of the DAS will be built."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Alfin Hikmaturokhman
"Biaya penggunaan spektrum Indonesia, yang disebut dengan Biaya Hak Pengguna Frekuensi Izin Pita Frekuensi Radio (BHP-IPFR), saat ini dihitung berdasarkan formula yang ditentukan oleh tiga parameter utama, yaitu pita frekuensi, parameter ekonomi negara, dan jumlah penduduk secara nasional. Karena biaya penggunaan spektrum sebanding dengan besar bandwidth, maka formula yang berlaku saat ini akan menghasilkan harga yang ekstrim jika diterapkan pada 5G-mmWave private network dan membawa konsekuensi langsung berupa beban biaya bagi operator seluler. Namun, ada potensi keuntungan dari 5G-mmWave private network di kawasan industri. 5G-mmWave private network (26/28 GHz), dengan bandwidth 100 MHz menyediakan cakupan yang lebih kecil kemudian dapat menjadi platform teknologi yang sempurna untuk operasi dan lini produksi di pabrik. Dalam penelitian ini, penulis mengusulkan formulasi biaya penggunaan spektrum baru untuk implementasi 5G-mmWave private network di kawasan industri Indonesia. Metodenya adalah dengan mengevaluasi formula yang ada, mengadopsi framework ITU-R SM.2012-5 (06/2016), dan menggunakan indeks referensi industri, yang disebut skor Indonesia Industry Readiness Index 4.0 (INDI 4.0). Usulan tersebut penulis uji dengan menerapkan formula baru untuk menghitung biaya penggelaran 5G-mmWave private network di kawasan industri Jakarta sebagai studi kasus. Hasilnya menunjukkan bahwa formula baru akan selalu memberikan biaya penggunaan spektrum yang lebih rendah daripada formula saat ini untuk memberikan manfaat bagi setiap operator seluler 5G. Penghematan tersebut dapat dikatakan sebagai subsidi pemerintah bagi operator seluler untuk menerapkan berbagai use case di industri kemudian memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar. Menggunakan model Input-Output nasional dan regional Provinsi DKI Jakarta, penulis membuktikan bahwa meskipun formula baru yang diusulkan membawa biaya penggunaan spektrum yang lebih rendah, yang berarti berkurangnya pendapatan negara, namun akan mendapatkan kontribusi terhadap dampak ekonomi yang jauh lebih besar pada output perekonomian nasional Indonesia dan regional Provinsi DKI Jakarta. Peningkatan prosentase output perekonomian nasional sebesar 0.244% untuk Pulogadung dan 0.336% untuk KBN, sedangkan prosentase output perekonomian regional Provinsi DKI Jakarta sebesar 23.65 % untuk Pulogadung dan sebesar 32.59 % untuk KBN. Dengan menerapkan formula baru tersebut akan memberikan multiplier effect di berbagai sektor dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan transformasi digital nasional, khususnya bagi industri vertikal di Indonesia. Kontribusi penelitian ini tidak hanya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan awal bagi pembuat kebijakan dan operator seluler di Indonesia untuk menerapkan formula baru BHP-IPFR untuk implementasi 5G-mmWave private network pada kawasan industri dan memperkirakan multiplier ekonomi untuk penyebaran 5G di kawasan industri tetapi juga dapat digunakan sebagai kasus benchmark bagi negara lain untuk menerapkan biaya hal penggunaan frekuensi pada 5G-mmWave private network di kawasan industri.
The Indonesian spectrum usage fees, so called Biaya Hak Pengguna Izin Pita Frekuensi Radio (BHP IPFR), are currently calculated based on formula, determined by three main parameters, i.e. the frequency band, the country’s economic parameter and the nationwide population. As the spectrum usage fees is proportional with the large of bandwidth, then the current formula would result an extreme price when it applies to 5G-mmWave and bring a direct consequence of cost burden for the service operator. However, there is potential advantage of 5G-mmWave private network is to be structured as the private network at the industrial area. The private network relies on the mmWave (26/28 GHz), at around 100 MHz bandwidth providing a smaller coverage then can be a perfect technological platform for the operation and production line in a factory. In this paper, we propose a formulation of new spectrum usage fee for 5G-mmWave implementation in Indonesia industrial area. The method is to evaluate the current formula, to adopt the framework by the ITU-R SM.2012-5 (06/2016), and to use the industrial reference index, so called Indonesia Industry Readiness Index 4.0 (INDI 4.0) score. We test the proposal by applying the new formula to calculate 5G-mmWave spectrum usage fee for the private network in the Jakarta industrial area. The result shows that the new formula would always give a lower spectrum usage fee than the current formula to bring benefit for any 5G service operators. Such a saving can be regarded as a government subsidy for the operators to apply various used case in the industry then provides greater economic benefits. Using the national Input-Output model and the regional Input-Output model of DKI Jakarta Province, the authors prove that although the proposed new formula brings lower spectrum usage costs, which means reduced state revenue potential, it will contribute to a much more significant economic impact on the output of the Indonesian national economy and the regional DKI Jakarta Province. The increase in the percentage of national economic output was 0.244% for Pulogadung and 0.336% for KBN. In comparison, the percentage of regional economic output for DKI Jakarta was 23.65% for Pulogadung and 32.59% for KBN. By applying the new formula will eventually have a multiplier effect on various sectors and encourage digital economic growth and national digital transformation, especially for vertical industries in Indonesia. The contribution of this study can not only be used as a guideline or initial reference for Indonesian policymakers and service operators to apply the cost of using new spectrum for 5G-mmWave private network implementation and estimate the economic multiplier for 5G- mmWave private network deployment in industrial areas but also can be used as a benchmark case for other countries to apply spectrum usage fee on private networks in industrial estates. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library