Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nouran Ali Alfashtakie
Abstrak :
Studi yang dilakukan adalah tentang sikap bahasa di komunitas Suriah. Hal ini dirancang untuk mengeksplorasi sikap yang dimiliki orang Suriah terhadap dialek mereka dan dialek lainnya terkait bahasa yang digunakan dalam memengaruhi penilaian orang lain. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dialek apa yang dianggap orang Suriah paling bergengsi di antara tujuh dialek yang termasuk dalam penelitian ini. Hal ini didasarkan pada Lambert’s matched guise technique (1960) untuk menguji sikap yang dimiliki oleh orang Suriah terhadap penutur berbagai dialek di negara tersebut. Data dalam penelitian ini diambil dari kuesioner dan skor yang dikumpulkan dari tujuh (7) rekaman dialek di Suriah (Damaskus, Aleppian, Homsi, Hourani, Diriyah, Saheliah/Pesisir, dan As-Suwayda) untuk mengetahui sikap orang Suriah terhadap dialek tersebut. Pembicara yang terekam dalam cerita “Little Red Riding Hood” adalah 3 laki-laki dengan dua puluh delapan (28) pendengar yang terdiri dari perempuan dan laki-laki dalam jumlah sama. Temuan ini mengungkapkan bahwa Suriah didorong oleh stereotip dan ide-ide yang dibangun secara sosial dalam reaksi mereka terhadap dialek Suriah lainnya dan terbukti bahwa dialek yang dianggap prestise (bergengsi) berbeda dari setiap pendengar. ......The study at hand is about language attitudes in the Syrian community. It is designed to explore the attitudes Syrians have to their dialect and other Syrian dialects and whether the language we use affects the judgment people make about us. The study as well aims to know what dialect Syrians consider the prestige one among the seven dialects included in this study. It is based on Lambert’s matched guise technique (1960) to test the attitudes held by Syrians towards speakers of various dialects there. The data in this research are taken from a questionnaire and are scores collected from recordings of seven dialects in Syria (Damascene, Aleppian, Homsi, Hourani, Diriyah, Saheliah/ Coastal, and As-Suwayda) to know the Syrians’ attitudes towards these dialects. Speakers who recorded the text of “Little Red Riding Hood” are 3 males and listeners were 28; both females and males equally. Findings revealed that Syrians are driven by the stereotyped and socially-constructed ideas in their reactions to other Syrian dialects and that the prestige dialect differs according to listeners.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhammad Isnaeni
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan bahasa Sunda yang hidup dan berkembang di luar wilayah asalnya. Dengan menggunakan metode pupuan lapangan di 60 titik pengamatan, penelitian ini menjaring data dengan daftar tanyaan 200 kosakata dasar Swadesh, 52 medan makna bagian tubuh, 25 medan makna sistem kekerabatan, dan 98 medan makna gerak dan kata kerja. Dari perhitungan dialektometri dapat disimpulkan bahwa ada 6 bahasa yang ada di Lampung, yaitu bahasa Lampung-Komering, bahasa Jawa-Jaseng, bahasa Bugis, bahasa Bali, bahasa Semendo-Ogan-Basemah dan bahasa Sunda. Berdasarkan perhitungan dialektometri, bahasa Lampung dapat dikelompokkan ke dalam dua dialek yaitu dialek A dan dialek O. Status bahasa Komering pada penelitian ini juga menunjukkan hubungan masih dalam tataran beda dialek jika dibandingkan dengan bahasa Lampung dan termasuk ke dalam kerabat dialek A dalam bahasa Lampung. Sementara itu, bahasa Ogan, bahasa Semendo, dan bahasa Basemah menunjukkan pada status perbedaaan (sub)dialek sehingga ketiganya dikelompokkan ke dalam bahasa yang sama. Begitu juga dengan bahasa Jaseng (Jawa Serang), isolek tersebut juga masih menunjukkan bukan bahasa yang berbeda dengan bahasa Jawa. Distribusi variasi dan status bahasa Sunda di Lampung dapat diketahui melalui berkas isoglos dan perhitungan dialektometri. Dari empat berkas isoglos yang dibuat sesuai dengan medan maknanya, keempatnya menunjukkan pola yang identik dengan penebalan berkas di daerah selatan, utara, dan barat Lampung. Sedangkan status bahasa Sunda di Lampung tidak menunjukkan perbedaan ketika dihitung dengan menggunakan dialektometri dari keseluruhan kosakata. Perbedaan mulai terlihat signifikan ketika dihitung dengan menggunakan kosakata sesuai dengan medan maknanya, bahkan ketika dihitung dengan menggunakan medan makna gerak dan kerja, perbedaan mencapai 63% yang artinya terdapat perbedaan dialek dari 2 TP yang dibandingkan. Perkembangan bahasa Sunda di Lampung memperlihatkan adanya gejala inovasi, baik itu internal maupun eksternal, dan juga adanya kosakata relik yang sejalan dengan teori kontak bahasa dan peminjaman (lexical borrowing). Selain itu, ditemukan juga kosakata arkais yang sejalan dengan teori gelombang. Dalam hal inovasi, bahasa Sunda di Lampung mengalami inovasi internal, yaitu inovasi yang dipicu dari dalam bahasa sendiri, yang terdiri atas penghilangan suatu fonem, penambahan suatu fonem, dan penggantian suatu fonem. Selain inovasi internal, bahasa Sunda di Lampung juga menunjukkan adanya inovasi eksternal yang disebabkan adanya kontak bahasa dengan bahasa daerah di sekitarnya atau karena peminjaman dari bahasa Indonesia. Melalui proses retensi, bahasa Sunda di Lampung juga memperlihatkan unsur-unsur relik yang masih bertahan hingga saat ini, termasuk ditemukan adanya kosakata arkais yang sudah jarang dipakai di pusat penyebarannya. ......This study aims to examine the development of the Sundanese language that lives and develops outside its homeland. Using the field survey method at 60 observation points, this study collected data with a question list of 200 basic Swadesh vocabulary, 52 cultural words for parts of the body, 25 kinship system, and 98 action verbs. From the dialectometric calculations, it can be concluded that there are 6 languages ​​in Lampung, namely Lampung-Komering, Javanese-Jaseng, Bugis, Balinese, Semendo-Ogan-Basemah and Sundanese. Based on dialectometric calculations, the Lampung language can be grouped into two dialects, namely dialect A and dialect O. The status of the Komering language in this study also shows that the relationship is still at a different dialect level when compared to Lampung language and is included in the relatives of dialect A in the Lampung language. Meanwhile, Ogan language, Semendo language, and Basemah language show a different status (sub)dialect so that all three are grouped into the same languages. Likewise, Javanese and Jaseng are identified as different dialects, not laguages. The distribution of variations and status of Sundanese in Lampung can be recognized through the bundles of isoglosses and dialectometric calculations. Of the four isoglosses, all show an identical pattern to the thickening of the beam in the southern, northern, and western regions of Lampung. Meanwhile, the status of Sundanese in Lampung did not show any difference when calculated using dialectometric of the entire vocabulary. The difference starts to look significant when calculated using cultural vocabularies, the difference reaches 63% which means that there are differences in dialects of the 2 observation points being compared. The development of the Sundanese language in Lampung shows symptoms of innovation, both internal and external, as well as the existence of a relic vocabulary that is in line with the theory of language contact and language borrowing (lexical borrowing). In addition, archaic vocabulary is also found that is in line with the wave theory. In terms of innovation, the Sundanese language in Lampung experienced internal innovation which consisted of removing a phoneme, adding a phoneme, and replacing a phoneme. In addition to internal innovations, the Sundanese language in Lampung also shows external innovations caused by language contact with the surrounding regional languages ​​or because of borrowing from Indonesian. Through the retention process, the Sundanese language in Lampung also shows some relics that still survive today.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin: Walter de Gruyter, 1982
R 437.9 DIA I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin: Walter de Gruyter, 1983
R 437.9 DIA II
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Yulfi Zawarnis
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faizah
Abstrak :
Luas Pemakaian dialek Jakarta, secara geografis, melebihi daerah administratif Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Walaupun hubungan kebahasaan antarpenduduk di daerah ini berlangsung lancar, namun sebenarnya dialek itu secara garis besar terbagi ke dalam dua subdialek geografis, yaitu subdialek Dalam Kota atau Tengahan dan subdialek Pinggiran (Muhadjir, 1984: 1 - 6). Secara singkat dapat dijelaskan di sini bahwa yang memisahkan kedua jenis subdialek tersebut antara lainadalah perbedaan ciri fonologisnya, yaitu sebagian besar vokal akhir yang dalam bahasa Indonesia diucapkan _a_ dalam subdialek Dalam Kota Diucapkan ? seperti pa_da kata man?. 'mana', ap? 'apa', dan dalam subdialek Pinggiran vokal yang sama itu diucapkan ah atau d? seperti mana, apa, kaga? 'tidak'. (Kahler, 196: 8). Namun, ada sebagian kampung yang terdapat di daerah Kebon Jeruk ini memiliki ciri fonetis yang berbeda, baik dengan subdialek Dalam Kota maupun subdialek Pinggiran seperti tersebut di atas. Misalnya, vokal a akhir dalam bahasa Indonesia itu, diucapkan dengan ?? seperti du?, _dua' , kaga? 'tidak', raw? 'rawa'. Karena itulah, maka daerah Kebon Jeruk ini menarik untuk diteliti dari segi penampilan lafalnya. Di lain pihak, seperti sudah dijelaskan pada 1.1.1, daerah ini berbatasan langsung dengan daerah Tangerang yang merupakan daerah penutur dialek Jakarta Pinggiran, dan juga berbatasan dengan Slipi, yang menggunakan dialek Jakarta Tengahan serta dari segi geografis dikatakan sebagai daerah suburban. 'Selain itu, di daerah ini juga telah terjadi pembangunan secara besar-besaran, seperti dengan berdirinya perumahan-perumahan mewah, misalnya perumahan Tomang City Garden, Green Ville, Taman Ratu, Putri Indah dan perumahan Taman Kebon Jeruk. Juga dengan dibangunnya jalan tol yang menghubungkan Jakarta dengan Merak yang akhirnya memisahkan kecamatan ini menjadi dua bagian. Dalam situasi yang demikian, akan memungkinkan adanya anggapan bahwa dialek yang digunakan oleh para penduduk setempat akan cepat berbaur dengan dialek pendatang, bahkan mungkin akan hilang keasliannya sama sekali. Dan, karena letak geografisnya itu, juga menimbulkan pertanyaan, subdialek Jakarta apakah yang dipakai disini
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairitha Rahmasani
Abstrak :
ABSTRAK
Kaur sebagai salah satu kabupaten di Bengkulu memiliki variasi bahasa yang tinggi karena terdapat banyak variasi dialek. Untuk memperjelas gambaran mengenai batas dan persebaran variasi yang dimaksud, dilakukan penarikan garis isogloss berdasarkan perhitungan dialektometris yang kemudian di generalisasi dengan batas fisik berupa sungai, jurang, gunung atau bukit, dan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan penyebutan kata dalam budaya pertanian, Bahasa Pasemah di Kabupaten Kaur memiliki empat variasi, yaitu Dialek Besemah, Semende, Kaur, dan Nasal. Batas fisik yang memiliki pengaruh paling dominan membentuk isogloss dialek Bahasa Pasemah dalam budaya pertanian di Kabupaten Kaur adalah sungai.
ABSTRACT
Kaur as one of the districts in Bengkulu has a high variation of the language because there are many variations of dialect. To clarify the idea of the boundary and the distribution of variation in question, the line of withdrawal isogloss based on dialectometric calculations than generalize it with physical limits of the area, that is river, slope, mountains or hills and forest. The results of this study indicate that in the naming based of agricultural, Pasemah Language at Kaur Regency has four variations, that is Besemah, Semende, Kaur, and Nasal Dialect. Physical boundary that has the most dominant influence of the isogloss dialect in Pasemah Language forms based of agricultural naming is river.
2014
S53883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Peppina Po-lun
Abstrak :
This book significantly augments the academic literature on Cantonese verbal particles and their semantics, focusing on three affixal quantifiers, -saai, -hoi and -maai, and showing how these verbal suffixes display a unique interplay of syntax and semantics.
London: Springer, 2012
495.179 5 LEE c (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Peppina Po-lun
Abstrak :
[Cantonese, the lingua franca of Hong Kong and its neighboring province, has an unusually rich repertoire of verbal particles. This volume significantly augments the academic literature on their semantics, focusing on three affixal quantifiers, -saai, -hoi and -maai. The author shows how these verbal suffixes display a unique interplay of syntax and semantics: used in a sentence with no focus, they quantify items flexibly, according to an accessibility hierarchy; with focus, focus comes into effect after syntactic selection. This fresh and compelling perspective in the study of particles and quantification is the first in-depth analysis of Cantonese verbal suffixes. It compares the language’s affixal quantification to the alternative determiner and adverbial quantifiers., Cantonese, the lingua franca of Hong Kong and its neighboring province, has an unusually rich repertoire of verbal particles. This volume significantly augments the academic literature on their semantics, focusing on three affixal quantifiers, -saai, -hoi and -maai. The author shows how these verbal suffixes display a unique interplay of syntax and semantics: used in a sentence with no focus, they quantify items flexibly, according to an accessibility hierarchy; with focus, focus comes into effect after syntactic selection. This fresh and compelling perspective in the study of particles and quantification is the first in-depth analysis of Cantonese verbal suffixes. It compares the language’s affixal quantification to the alternative determiner and adverbial quantifiers.]
Dordrecht, Netherlands: [Springer, ], 2012
e20399641
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Naskah ini merupakan jilid kedua dalam tiga set buku yang bersama-sama memuat kumpulan salinan ketikan dari seluruh tulisan lomba dialek KBG; pada naskah ini terdapat no. 11 s.d. 24. Lihat BA.128 untuk keterangan selanjutnya.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BA.129-G 45
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>