Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Armiwati
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandika Mandiri
Abstrak :
Tesis ini membahas permasalahan representasi budaya Timur dan Barat. Dengan menggunakan konsep Orientalisme Edward W. Said, analisis menunjukkan bahwa melalui narasi yang disampaikan oleh tokoh Timur, Timur dan Barat direpresentasikan secara kompleks dalam oposisi biner positif/negatif. Tokoh-tokoh Timur memaknai Barat sebagai subjek ideal. Barat merepresentasikan Timur dengan sangat stereotipik. Tokoh-tokoh Timur direpresentasikan sebagai pihak yang berusaha mengingkari identitasnya sebagai Timur dan memiliki pola pikir Barat. Akan tetapi akar budaya Timur yang kokohlah yang menjadi solusi self-denial itu. Hasil analisis menunjukkan bahwa Shanghai Baby menawarkan suatu kritik yang berkaitan dengan pemaknaan dan representasi budaya Timur dan Barat yang stereotipik.
The thesis discusses the problems related to Eastern and Western culture representation. The analysis which is based on Orientalism concept of Edward W. Said, shows that the narration given by a character from Eastern world represents the Eastern and Western world in a positive/negative binary opposition. Characters from the Eastern World see the Western world as an ideal subject; whereas the Western counterparts represent the Eastern world in a very stereotypical manner. Characters from Eastern world are represented people who try to deny their identity as being from the Eastern world, however the robust root of Eastern culture has become solution for the self-denial problems. The result of the analysis shows that Shanghai Baby offers a critic pertaining to stereotypical understanding and representation of Eastern and Western world.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T26176
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sistha Widyaresmi
Abstrak :
Kolonialisme pada mulanya adalah penguasaan rempah rempah dan hasil bumi untuk memperkaya negeri penjajah dalam meluaskan kekuasaannya. Pada fase selanjutnya, kolonialisme tidak hanya berpusat pada rempah, beras, dan sagu, melainkan juga penguasaan masyarakat atau hegemoni. Kaum penjajah tidak hanya mengambil sumber daya alam yang ada, tetapi juga membentuk pola pikir sumber daya manusianya sehingga mereka dapat menerima diri sebagai kaum inferior. Penjajah membalikkan masa lalu bangsa terjajah, dan mendistorsi, menodai, dan menulis ulang masa lalu bangsa tersebut. Skripsi ini membahas orientalisme dan pengaruh poskolonialisme pada masyarakat bekas jajahan, khususnya Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelusuran literatur kepustakaan dari tema tersebut. Hasil penelitian memperlihatkan pengetahuan dan kekuasaan tidaklah terpisahkan. Siapa yang berpengetahuan dialah yang berkuasa, dan penguasa menciptakan kebenaran atas sebuah pengetahuan. Kami dan mereka adalah sebuah kata yang diwacanakan sang penguasa. Bahasa tidak lagi sebagai alat berkomunikasi tetapi sebagai alat menghegemoni. ......At the beginning colonialism was the mastery of spices and agricultural products to enrich the invading country in expanding his power. In the next phase, colonialism is not only centered on the spices, rice, and sago, but also the mastery of society, or hegemony. The invaders did not just take the existing natural resources, but also establish the mindset of its human resources so that they can accept themselves as the inferior. Reversing past invaders colonized people, and distort, stain, and rewriting the history of the nation. This thesis discusses orientalism and post colonialism influence on the former colonies, especially Indonesia. This study uses literature source of the theme. The results show that knowledge and power are not separated. Those who have knowledge, they have power to lead. The sovereign has power to create the truth of knowledge. 'Us' and 'them' are words that discourse of the sovereign. Language is no longer as a means of communication but as hegemony.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42023
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Dyah Widyowati
Abstrak :
Orientalisme adalah sebuah evaluasi terhadap teks-teks Barat yang selalu menggambarkan budaya ketimuran sebagai inferior dan menggambarkan Timur secara klise dan dalam stereotip tertentu. Penelitian ini mengamati representasi Orientalisme yang digambarkan dalam film Bicycle Bride (2010) dan film The Big Sick (2017). Analisis ini menggunakan kerangka teoretis Orientalisme yang dikemukakan oleh Edward Said (1978) dengan meneliti representasi orang Asia Selatan dan Kaukasia dalam dua film ini. Pendekatan teoritis dari penelitian ini berkonsentrasi pada analisis tekstual yang berfokus pada karakter dan narasi verbal. Selain itu, makalah ini juga mempertimbangkan aspek non-narasi, seperti visual dan audio, terutama bagaimana mereka menggambarkan diskriminasi perempuan Asia Selatan. Temuan pada makalah ini menunjukkan bahwa dalam dua film ini, masyarakat Timur digambarkan sebagai kuno, tidak rasional, kurang memiliki rasa individualitas, dan tidak mau belajar dan tumbuh melalui adaptasi bahasa lokal. Sementara itu, orang-orang Barat digambarkan sebagai orang yang baik hati, dan penyelamat dengan menghadirkan orang-orang Asia Selatan sebagai orang yang mempunyai budaya dan sosial yang kurang dan tidak memiliki agensi untuk mengatasi situasi mereka yang terpinggirkan. ......Orientalism is an evaluation of Western texts that have always represented the East as an inferior other and constructs the East by giving stereotypical images and clichés. This paper observes the representation of Orientalism depicted in Bicycle Bride (2010) and The Big Sick (2017). The analysis is done within the theoretical framework of Orientalism proposed by Edward Said (1978) by examining the representations of South Asians and Caucasians in these two movies. The theoretical approach of this study concentrates on textual analysis focusing on the characters and verbal narratives. Moreover, this paper also takes into account the non-narrative aspects, such as visual and audio, especially how they portray the discrimination of South Asian women. The findings suggest that in these two movies, the orients are being portrayed as old fashioned, irrational, lacking all sense of individuality, and not willing to learn and grow through adaptation of the local language. Meanwhile, the Westerns are portrayed as good-natured, and saviors by presenting South Asians as cultural and socially deficient and lacking the agency to overcome their marginalized situations.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Frasiska
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Orientalisme yang muncul pada wacana Novel Shi no Hana. Berisi interaksi tokoh utama Hinobe sebagai orang Jepang berinteraksi dengan tokoh lainnya yang berbeda bangsa yaitu bangsa Eropa khususnya Belanda. Saat itu Jepang menginvasi Indonesia. Di satu sisi, negara Jepang adalah termasuk bangsa Timur, tetapi di sisi lain, Jepang telah berideologi Barat. Tesis ini memakai penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif, teori Orientalisme Edward Said dan teori Orientalisme Jepang. Hasil penelitian ini adalah ternyata wacana Orientalisme terbukti dalam konteks Asia Timur yaitu dalam novel Shi no Hanakarya Abe Tomoji. ...... This thesis discusses the discourse of Orientalism that appear on the Novel Shi no Hana. Contains lead character interaction as the Japanese Hinobe interact with other characters of different nations, namely the Europeans, especially the Dutch, while the Japanese invaded Indonesia. On the one hand, Japan is the country including East nation, but on the other hand, Japan has the ideology of the West. This thesis wearing descriptive quantitative research methods, theory and the theory of Orientalism Edward Said's and Japan Orientalism. The results of this study turns the discourse of Orientalism is proven in the context of East Asia, namely in the novel Shi no Hana Abe Tomoji work.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Uga Paralita
Abstrak :
Permainan papan atau board game menjadi salah satu tren yang sedang naik daun di berbagai golongan umur, baik dari anak-anak hingga dewasa. Permainan papan juga memiliki fungsi sebagai salah satu media komunikasi dengan nilai-nilai tertentu yang ingin dikomunikasikan kepada khalayaknya. Five Tribes merupakan salah satu permainan papan yang memiliki latar Timur Tengah, khususnya Arab dimana permainan ini memiliki tema 1001 arabian nights yang dicurigai memiliki nilai atau ideologi orientalisme. Orientalisme sendiri pembentukan “panggung” Timur yang dibuat oleh Barat berdasarkan persepsi atau prasangka bangsa Barat terhadap bangsa Timur. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan bentuk representasi orientalisme dalam struktur pesan kebahasaan pada board game Five Tribes. Metode multimodalitas dengan strategi penelitian semiotika sosial dipilih untuk penelitian ini, dikarenakan media yang dikaji memiliki beragam bentuk atau berbentuk multi modal. Hal ini juga sesuai dengan perspektif semiotika sosial dimana pembuat teks memiliki kemerdekaan untuk mengkomunikasikan makna dalam bentuk apapun. Peneliti melakukan uraian dan kajian pada unit analisis untuk kemudian dianalisis menggunakan semiotika sosial dan kajian representasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkaji teks tertulis, gambar, dan bidak permainan. Selain itu, penelitian menggunakan paradigma konstruktivis, karena pada prosesnya peneliti mendekatkan diri kepada unit analisis untuk mendalami konstruksi sosial pada unit analisis, ditambah semiotika sosial bersifat lebih kompleks dibandingkan dengan semiotika lain. Penelitian ini menemukan fakta bahwa terdapat struktur pesan kebahasaan yang mengandung nilai orientalisme pada boardgame yang berjudul Five Tribes apabila dilihat dari metafungsi representasi dan komposisional. Pada representasi, unit analisis berupaya menyampaikan konsep tertentu yang dapat dilihat dari simbolisasi eksklusif pada partisipan di dalam unit analisis yang menggambarkan budaya Arab, dan game play yang memperlakukan budak sebagai objek yang dapat dibuang. Permainan ini memiliki target market anak berumur 13-15 tahun, sehingga permainan yang awalnya dianggap menghibur dan ringan mengandung pesan yang tidak netral dan mengandung unsur ketidaksetaraan. Pada aspek komposisional, unit analisis ditampilkan dengan cara yang menonjol dengan atribut posesif yang eksklusif masing-masing, sehingga disimpulkan bahwa pembuat teks secara sengaja menyisipkan nilai orientalisme pada permainan. ...... Board games have become a popular trend among people of all ages, from children to adults. They serve as a means of communication and convey certain values to the audience. Five Tribes is a board game set in the Middle East, particularly in the Arab world, with a theme inspired by the 1001 Arabian Nights, which is suspected to have Orientalist values or ideologies. Orientalism itself is an ideology that carries negative connotations, as it refers to the perception or prejudice of the Western world towards the Eastern world, shaping a "stage" of the East created by the West. Therefore, this study aims to describe the representation of Orientalism in the linguistic message structure of the board game Five Tribes. The research method chosen for this study is multimodality using social semiotics, as the media being analyzed takes various forms or is multimodal. This aligns with the perspective of social semiotics, where text creators have the freedom to communicate meaning in any form. The researcher provides an analysis of the units of analysis, which are then analyzed using social semiotics and representation studies. This can be achieved by examining written texts, images, and game pieces. Additionally, the study adopts constructivism paradigm, as the researcher approaches the units of analysis to delve into the social construction within them and social semiotics is more complex compared to other semiotic approaches. The study reveals that there are linguistic message structures containing Orientalist values in the board game titled Five Tribes, as observed from the representational and compositional metafunctions. In terms of representation, the units of analysis aim to convey specific concepts. This can be seen through the exclusive symbolism of participants within the units of analysis, depicting Arab culture, and the gameplay that treats slaves as disposable objects. The game targets an audience of 13-15-year-old children, so what initially appears as entertaining and light- hearted game content carries negative and harmful connotations. In terms of the compositional aspect, the units of analysis are prominently presented with their respectiveexclusive possessive attributes, leading to the conclusion that the text creator deliberately incorporates Orientalist values into the game.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Joesoef Sou`yb
Jakarta: Bulan Bintang, 1985
297 JOE o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Novia
Abstrak :
Film merupakan sebuah produk budaya yang mewarisi nilai-nilai dan makna dari realitas hidup. Di antara banyak film yang diproduksi oleh industri film Hollywood, ada beberapa film yang dibuat untuk menggambarkan budaya dan nilai orang-orang Asia. Crazy Rich Asians (2018), disutradai dan ditulis oleh orang Amerika keturunan Asia, adalah salah satu dari film yang memiliki tujuan tersebut. Film tersebut, yang membuat kesuksesan box office, melibatkan sebagian besar pemeran orang Asia, dan banyak penelitian telah dilakukan tentang penggmbaran karakter wanita dalam film tersebut dan masalah dikotomi pada nilai Timur-Barat. Studi kualitatif ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana tokoh laki-laki direpresentasikan dalam film, hubungannya dengan kenyataan, dan ideologi dibalik representasi tersebut berdasarkan teori Semiotik dari John Fiske yang berjudul `The Codes of Television`. Tulisan ini juga mengkaji bagaimana orientalisme menjadi salah satu ideologi utama yang tersirat dalam film tersebut. Studi tersebut mengungkapkan bahwa representasi tokoh laki-laki Asia dalam film ini telah bergeser dari stereotipe orang Asia pada zaman dahulu, namun masih tergambar secara parsial melalui sudut pandang Barat.
A film is a cultural product that inherits values and meanings from the reality of life. Among many films produced by the Hollywood film industry, there are a number of films that are made to portray Asian`s culture and values. Crazy Rich Asians (2018), directed and written by Asian Americans, is one of the films that serves the purpose. The film, which made a box office success, involved largely Asian casts, and many studies have been conducted on the portrayal of the female characters in the film and the issue of East-West values dichotomy. This qualitative study aims to further discuss the male characters in the film, which is still lacking. It aims to provide insights on how the male characters are represented in the film, its relation to the reality, and the ideology behind the representation based on a semiotic theory called `The Codes of Television` by John Fiske. It also examines how the orientalism becomes one of the major ideologies implied in the film. The study reveals that the representation of Asian male characters in this film have shifted from the old Asians` stereotypes, yet it is still partially portrayed through the Western`s point of view.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nirwan Arfari
Abstrak :
Arsitektur oriental merupakan sebuah bentuk bahasa arsitektur yang kemunculannya tidak terlepas dari sejarah kemunculan sebuah paham orientalisme, yang merupakan sebuah mindset yang dibentuk orang - Barat - mengenai pandangannya terhadap - Timur - . Orientalisme yang muncul sebagai sebuah cara memulai masa dengan bangsa - Timur - kemudian pada perkembangannya cenderung menjadi sebuah alat untuk mendominasi dan menginvasi sebuah wilayah baru, kemudian menjadi sebuah alat legalisasi perwujudan praktek imperialisme dan kolonialisme, yang kemudian hingga sekarang berubah menjadi sebuah bentuk kapitalisme. Orientalisme yang mendorong sebuah invasi ke wilayah baru akhirnya menyebabkan pula suatu bentuk migrasi dan mendorong pula sebuah pembauran identitas. Migrasi sendiri mendorong terjadinya sebuah bentuk representasi makna, yang merupakan ekspresi budaya, dan kemudian muncul lewat sebuah bahasa yaitu arsitektur, yang kemudian digolongkan ke dalam arsitektur oriental. Representasi ini kemudian terjadi juga pada arsitektur oriental di Jakarta yang notabennya adalah kota yang multikultural. Hal yang terjadi kemudian adalah arsitektur modern yang mengangkat tema oriental di Jakarta sekarang seakan mengalami penyempitan akan makna oriental itu sendiri. Hal ini merupakan sebuah pergeseran makna dari representasi arsitektur oriental yang terjadi lewat sebuah perjalanan sejarah yang panjang, dan sayangnya pergeseran ini cenderung menyebabkan sebuah degredasi makna. Hipotesis awal ini kemudian dilihat kembali pada studi kasus yang ada dilapangan yaitu dengan membandingkan elemen identitas yang terdapat pada Klenteng Tan Seng Ong yang mewakilkan arsitektur oriental masa lalu dan Kampoeng Cina, Kota Wisata yang mewakilkan arsitektur oriental masa kini. Elemen identitas yang dianalisis kemudian terdiri dari elemen ruang dan ornamentasi, karena kedua elemen identitas ini merupakan hal yang dapat jelas terlihat dan sarat akan perubahan makna. Arsitektur Cina di Jakarta diangkat untuk mewakili arsitektur oriental di Jakarta, didasarkan oleh penelusuran sejarah yang menunjukkan peran penting pendatang Cina di Jakarta di setiap layer masa, yang memberikannya kesempatan lebih banyak untuk merepresentasikan makna melalui sebuah bahasa arsitektur. Pengetahuan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pertimbangan saat penciptaan arsitektur, yang bertema oriental, sehingga arsitektur tidak hanya menjadi sebuah tampilan, tetapi merupakan sesuatu yang sarat makna. ......Oriental Architecture is a form of the achitecture language whose occurrence can not be separated from the history of the emergence of an Orientalism concept, which is a mindset that is formed by the 'West' about his views on the 'East'. Orientalism is emerging as a way to start the period with the 'East' and then on its development tends to be a tool to dominate and invade a new area, then became a practical embodiment of legalization tool of imperialism and colonialism, which was until now transformed into a form of capitalism. Orientalism that encourages an invasion into new areas also, eventually cause a form of migration and also push an identity assimilation. Migration itself encourages a form of representation of meaning, which is a cultural expression, and then emerges through a language ' architecture ' which was then classified into oriental architecture. This representation then also happened in Jakarta's oriental architecture, where Jakarta is a multicultural city. What happens then is the modern architecture in Jakarta today, which is take the oriental as a theme, looks like it's oriental meaning is being constrictive itself. This represents a shift in meaning from the representation of oriental architecture, which occurs through a long historical journey, and unfortunately, these shifts tend to cause a degradation of meaning. This initial hypothesis was later seen back on the existing case studies in the field by comparing the identity element contained in Klenteng Tan Seng Ong, who represents the oriental architecture of the past and Kampoeng Cina, Kota Wisata which represents the oriental architecture of the present. Identity elements that are analyzed consist of element of space and element of ornamentation, as both elements of this identity is something that can be clearly seen and loaded with the change of meaning. Chinese Architecture in Jakarta then, was appointed to represent the oriental architecture in Jakarta, this is based on the search of history that shows the important role of Chinese migrants in Jakarta at every layer of the period, which give them more opportunities to represent meaning through a language of architecture.This knowledge is expected to give a donation in consideration of the creation of the architecture, the oriental-themed, so the architecture is not just an appearance, but something full of meaning.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52256
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Luthfiah Rahmawati
Abstrak :
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, perjuangan bangsa Indonesia melawan Belanda dan sekutu tidak langsung usai. Belanda kemudian melancarkan Agresi Militer I dan mengerahkan pasukan khusus yang salah satunya dipimpin oleh Letnan Satu Raymond Paul Pierre Westerling untuk memberantas tokoh-tokoh yang masih memperjuangkan kemerdekaan. Peristiwa pemberantasan itu kemudian diadaptasi menjadi sebuah film yang dirilis pada tahun 2020 berjudul De Oost. Walaupun film ini berlatarkan Indonesia yang telah merdeka, kemunculan Orientalisme masih dapat dilihat. Dampak dari adanya Orientalisme mempengaruhi persepsi penonton mengenai keseluruhan jalan cerita film. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan wacana Orientalisme dalam film De Oost. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa di dalam film De Oost, Orientalisme dapat dilihat melalui latar tempat, perilaku dan tutur kata bangsa Eropa yang merendahkan pribumi, serta ujaran yang merendahkan Hindia-Belanda. Dari film ini juga diketahui bahwa wacana Orientalisme tidak hilang begitu saja walaupun Indonesia telah merdeka. ......After Indonesia declared independence on August 17, 1945, the struggle of Indonesian peoples against the Netherlands and the Allies was not over yet. The Netherlands then launched Operation Product and mobilized a special force, one of which was led by First Lieutenant Raymond Pail Pierre Westerling to eradicate figures who were still fighting for Indonesia’s independence. That eradication was adapted as a film titled De Oost which was released in 2020. Even though this film was set after Indonesia’s independence, Orientalism can still be seen in it. The impact of Orientalism in the film affects the viewers’ perception about the whole film. This research aims to explain Orientalism in the film De Oost. The result of this research shows that Orientalism can be seen in how the places are shown, Europeans’ behaviors and speech that degrade the natives, as well as speech that degrades Dutch East Indies. From this film it is also known that Orientalism didn’t just disappear after Indonesia declared independence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>