Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wilson, Josephine F.
Australia: Tomson Wadsworth, 2003
152 WIL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soemarmo Markam
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
612.8 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Mardiati
Jakarta: Sagung Seto, 2020
612.8 RAT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Widinarsih
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan karena fenomena penggunaan peron oleh pedagang kaki lima (selanjutnya disingkat PKL) mencerminkan terabaikannya hak-hak atas fasilitas kota yang baik dari para pengguna jasa kereta rel listrik (selanjutnya disingkat KRL) Jabotabek kelas ekonomi. Mengapa hal tersebut masih saja dibiarkan terjadi oleh para pengguna jasa tersebut sebagai pihak yang berhak atas penggunaan peron sebagai teritori untuk alctivitas menunggu, naik, dan turun dari KRL Jabotabek kelas ekonomi

Penelitian ini mengkaji permasalahan trsebut dengan menggunakan konsep teritorialitas dan teori keseimbangan/P-0-X Heider melalui metode gabungan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah skala interaksi antara pengguna jasa KRL .Jabotabek kelas ekonomi dengan PKL dalam hal penggunaan peron stasiun pemberhentian (selanjutnya disingkat SP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibiarkannya terjadi penggunaan peron SP sebagai tempat dagang para PKL berkaitan dengan dialaminya keadaan psikologis yang seimbang dalam kognisi kebanyakan pengguna jasa KRL Jabotabek kelas ekonomi yang menjadi subyek penelitian ini.

Keadaan seimbang yang terjadi itu mayoritas berupa kombinasi hubungan P-O-X dengan konfigurasi + - -, Yaitu kombinasi dimana hubungan P-O berupa hubungan sentimen positif hubungan O-X berupa hubungan unit negatif, dan hubungan P-X berupa hubungan sentimen negatif Artinya, kebanyakansubyek penelitian ini kadang-kadang menyukai/membutuhkan PKL di peron tapi menilai sebenarnya PKL tidak berhak menggunakan peron sebagai tempat berdagang sehingga para subyek tersebut sebenamya keberatan bila keberadaan dan situasi kondisi peron ketika digunakan sebagai tempat berdagang sampai menganggu aktivitasnya menunggu, naik dan turun dari KRL.

Dengan keadaan psikologis yang seimbang tersebut maka kognisi para pengguna jasa KRL berada dalam kognisi yang konsisten, yang tidak menimbulkan tekanan/dorongan untuk mengubah struktur kognisi dalam hubungannya dengan PKL dan peron SP yang digunakan sebagai tempat berdagang PKL. Komponen hubungan unit dan sentimen pada kognisi Pengguna jasa KRL, berhubungan satu sama lain secara harmonis dan tidak ada tekanan untuk berubah.

Namun secara teoritis, kombinasi hubungan P-O-X dengan konfigurasi + - - meski menimbulkan keadaan seimbang bukanlah yang ideal- Kombinasi ideal yang menimbulkan keadaan konsisten dalam kognisi sehingga menghasilkan keadaan psikologis yang lebih menyenangkan adalah kombinasi hubungan P-0-X dengan konfigurasi + + +. Untuk mencapai hal itu maka ada upaya yang bisa dilakukan sebagai saran teoritik. Upaya yang bisa dilakukan antara lain adalah pengaturan dan penataan peron sena pemasangan tanda (prompt) agar peron dapat digunakan sebagaimana mestinya sehingga baik pengguna jasa KRL maupun PKL dapat berhubungan dengan lebih baik, tidak saling mengabaikan hak dan kewajiban.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Sage, 2017
612.82 BRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester, West Sussex, UK: Wiley Balckwell, 2012
612.823 3 HAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Memori merupaKan salah satu fungsi penting bagi individu, baik di dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya maupun menjalankan aktivitasnya sehari- hari seperti bekerja ataupun menyelesaikan tanggung jawabnya. Menurut Santrock (2002) memori adalah kemampuan individu untuk menahan atau menyimpan sejumlah informasi di dalam pikirannya seiring dengan berjalannya walciu. Dampak dari terganggunya fungsi memori, diungkapkan oleh Lezak (1995) membuat individu menjadi tergantung pada orang lain, kemampuan untulc belajar terganggmg serta menurunkan kinexjanya. Selain itu juga akan membuatnya sulit menjalin hubungan ataupun membuat kontak sosial yang bermakna dengan lingkungannya. Gangguan memori dapat terjadi pada kasus-kasus lansia, stroke, cedera kepala., Serta yang mengalami kerusal-can fungsi pada bagian otak tertentu. Memori dapat dibagi berdasarkan beberapa kriteria penggolongan. Diantaranya ada yang disebut dengan, short term memory (STM) dan long term memory (L'I'M`), penggolongan ini berdasarkan durasi atau wakm. Selain itu berdasarkan proses terbentuknya, terbagi menjadi declarative dan procedural memory. Lalu berdasarkan isi (sifat) informasi atau peristiwa yang harus diingat. Misalnya memori yang berhubungan dengan pengalaman yang texjadi pada diri individu itu sendiri atau bersifat pribadi (episodic memory) dan semantic memory berhubungan dengan memoxi mengenai pengetahuan umum individu, misalnya abjad dan peristiwa sejarah (Lezak, 1995). Fungsi memori, walaupun tidak seluruhnya, mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan bertambahnya usia. Assessment terhadap fungsi memori merupakan bagian yang penting di dalam evaluasi klinis dan neutopsikologis, terutama pada orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh banyak gangguan neuropsikiatri pada orang dewasa yang melibatkan gangguan iimgsi kognitii; antara lain fungsi memori (Poon, dalam Kaufman 1990). Terkadang keluhan pasien rnengenai kesulitan mengingat bersifat tidak reliabel atau berubah- ubah, maka diperlukan tes untuk membantu mengulcur iimgsi memori inclividu secara objektif(Gregory, 1987). WMS merupakan salah satu tes memori yang paling banyak digunakan pada pemeriksaau fungsi memori individu, tes ini terdiri dari 7 subtes.Terlepas dari kelemahan-kelemahannya, tes ini terus dipertahankan karena sifatnya praktis dan sederhana_ Fungsi memori yang diukur ialah declorarive memory, working memory, recoil, serta peran dari aspek-aspek lain yang turut mempengaruhi memori individu yaitu atensi dan learning. Di Indonesia telah dilakukan penelitian tentang WMS, namun jumlah sampelnya masih sangat terbatas dan tes ini belum pemah dibuat gambaran skomya pada populasi dewasa muda dan menengah dengan latar belakang pendidikan SMU sederajat. Untuk menjawab permasalahan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitalif dengan metode analisa statistik deskriptif; yaitu membandingkan skor rata-rata setiap subtes pada dua kelompok usia. Kemudian dilihat apakah ada perbedaan yang signiiikan. Metode pengambilan sampel yang digunakan pulposive sampling, dengan jumlah total sampel sebanyak 60 orang. Berdasarkan hasil analisa data, maka skor rata-rata populasi dewasa muda secara umum lebih tinggi dibandingkan populasi dewasa menengah. Pada kedua kelompok usia subtes yang mendapat nilai tertinggi ialah subtes orientasi, keterangan pribadi dan kini, serta belajar asosiasi-pasangan kata mudah. Sedangkan skor terendah adalah pada subtes memori logis. Ditemukan ada perbedaan yang signifxkan antara kedua kelompok usia pada subtes : orientasi, memori logis, deret angka mundur, reproduksi visual, belajar asosiasi (skor total dan pasangan kata sulit). Pada penelitian ini masih perlu adanya rentang usia yang lebih sempit lagi karena batasan dewasa muda dan menengah adalah rentang yang cukup luas Pengambilan sampel juga sebaiknya tidak hanya difokuskan pada suatu institusi sehingga dapat dipefoleh keterwakilan sampel.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Cahyadi
Abstrak :
Latar belakang: Nilai Behavioral Pain Scale (BPS) merupakan alat evaluasi nyeri untuk pasien unit perawatan intensif (UPI) yang tidak sadar dan menggunakan ventilasi mekanik. BPS dikembangkan oleh Payen pada tahun 2001 dalam bahasa Inggris. Penerjemahan BPS ke dalam bahasa Indonesia dilakukan untuk mempermudah sosialisasi dan pemahaman mengenai kriteria dalam BPS. Sebelum suatu alat ukur yang diterjemahkan dapat diterapkan pada populasi, harus dilakukan penilaian kesahihannya terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kesahihan BPS pada pasien UPI Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Studi observasional, potong lintang dengan pengukuran berulang dilakukan terhadap pasien yang dirawat di UPI RSCM Maret-Mei 2013. Kesahihan BPS dinilai dengan uji korelasi Spearman. Keandalan dinilai dengan Cronbach α dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC). Ketanggapan dinilai dengan besar efek. Hasil: Selama penelitian terkumpul 56 pasien yang tidak sadar dan menggunakan ventilasi mekanik di UPI RSCM. BPS memiliki kesahihan yang baik dengan nilai korelasi bermakna secara berurutan 0.376, 0.403 dan -0.147 untuk laju nadi, tekanan arteri rata-rata dan nilai Ramsay. Keandalan yang baik dengan nilai ICC 0.941 p = <0.001 dan nilai cronbach α 0.907. Ketanggapan BPS juga baik dengan besar efek antara 2.32-2.82 antara pagi sampai dengan malam. ......Background: Behavioral Pain Scale (BPS) score is a tool to evaluate pain for unconscious patient whom using mechanical ventilation in intensive care unit (ICU). BPS has been developed by Payen in English language. Translation BPS into Indonesian language was done to make a better understanding about criteria in BPS. However, this tool need to be validated before it use in populations. The aim of this study was to validate BPS score in the intensive care unit (ICU) Cipto Mangunkusumo Hospital population. Methods: An Observational, cross sectional, repeated measures was done to patients hospitalized in the ICU Cipto Mangunkusumo Hospital from March to May 2013. Validation was assessed by Spearman Correlation test while reliability was analyzed using Cronbach α and intraclass correlation coefficient (ICC). Responsiveness was assessed by effect size. Results: A total of 56 unconscious patients using mechanical ventilation were included in this study. BPS score has a good validation with significant correlation 0.376, 0.403 and -0.147 for heart rate, MAP and Ramsay Score consecutively. Good reliability with ICC score 0.941, p = <0.001 and cronbach α 0.907. Responsiveness for BPS is good with effect size between 2.32-2.82 within morning until night group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Kristina
Abstrak :
Kompetensi sosial anak prasekolah perlu dioptimalkan karena interaksi sosial yang terjalin semakin beragam. Beberapa studi menunjukkan cool executive function yaitu working memory, inhibitory control, dan cognitive flexibility berkontribusi pada perkembangan kompetensi sosial, tetapi sayangnya masih sedikit intervensi yang menyasar executive function dan kompetensi sosial. Penelitian bertujuan melihat efektivitas intervensi cool executive function untuk meningkatkan kompetensi sosial anak prasekolah di masa pandemi COVID-19. Metode convenience sampling dan snowball sampling digunakan untuk merekrut partisipan. Penelitian eksperimental ini terdiri dari 1 sesi pretest, 5 sesi intervensi, dan 1 sesi posttest berdurasi sekitar 40 menit dan dilakukan secara daring. Terdapat 33 partisipan di kelompok eksperimen dan 31 partisipan di kelompok kontrol yang terbagi secara acak. Orang tua partisipan diminta mengisi kuesioner Preschool and Kindergarten Behavior Scale – Skala A pada sesi pre-test dan post-test sebagai pengukuran. Data dianalisis menggunakan analysis of covariance (ANCOVA) dengan mengontrol skor pre-test kompetensi sosial partisipan. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh intervensi yang signifikan setelah mengontrol efek dari skor pre-test kompetensi sosial. Disimpulkan bahwa intervensi yang disusun belum dapat meningkatkan kompetensi sosial anak prasekolah. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan kesempatan interaksi kepada anak secara langsung dan mengukur peningkatan cool executive function dengan alat ukur performance yang dapat diadministrasikan secara daring. ......Preschool children's social competence needs to be optimized because of the increasing variety of social interactions. Several studies have shown cool executive functions (working memory, inhibitory control, and cognitive flexibility) influenced the development of social competence, but unfortunately there’s only few interventions targeting executive function and social competence. The purpose of this study was examining the effectiveness of cool executive function intervention to improve preschool children’s social competence during pandemic COVID-19. Convenience and snowball sampling method were used to recruit the participants. This exeperimental research consist of 1 pretest, 5 intervention, and 1 posttest session conducted online within approximately 40 minutes long. There were 33 participants in experiment group and 31 participants in control group clustered randomly. Parents were asked to fill Preschool and Kindergarten Behavior Scale – Scale A questionnaire. Data were analyzed with analysis of covariance (ANCOVA) by controlling the social competence pretest scores. Result showed there was no significant effect of the intervention and concluded that the intervention has not been able to improve the social competence. Further research is expected to provide opportunities for direct social interaction among children and could measure the increase of cool executive function with performance measurement tools that can be administered online.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambun, Jubilate Edward Iruanto
Abstrak :
Latar Belakang: Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif untuk melakukan tugas-tugas eksekutif yang kompleks dengan baik dalam mencapai tujuan sehingga berhubungan erat juga dengan aspek perilaku. Setiap orang termasuk anak, memiliki kapasitas fungsi eksekutif yang berbeda dan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh status sosial maupun ekonomi. Gangguan fungsi eksekutif pada anak SD cukup tinggi. Defisit fungsi eksekutif dapat menyebabkan masalah yang serius pada anak. Pada anak usia sekolah dasar (SD), defisit fungsi eksekutif yang tidak teridentifikasi dapat meningkatkan risiko seorang anak mengalami hambatan dalam perilaku sehari-hari dan performa akademik sehingga menimbulkan kebingungan dan kecemasan pada orang tua dan guru. Anak dengan fungsi eksekutif rendah cenderung kesulitan mengenali tanda-tanda sosial, kesulitan mengatur perilaku, dan bermasalah pada kemampuan belajar. Oleh karena itu, intervensi terhadap fungsi eksekutif pada anak menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan. Intervensi berupa pelatihan fungsi eksekutif menggunakan gim berbasis komputer merupakan intervensi yang banyak dikembangkan belakangan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas intervensi prototipe gim berbasis komputer Indonesia terhadap peningkatan fungsi eksekutif anak SD. Metode: Penelitian ini berbentuk kuasi-eksperimental yang menggunakan desain penelitian time series. Subjek penelitian akan dilakukan penilaian menggunakan BRIEF-BI format guru sebanyak 4 kali, yaitu pre-intervensi, post 5 sesi intervensi, post 10 sesi intervensi, dan 1 bulan pasca intervensi. Analisis statistik dilakukan dengan uji non-parametrik Friedman dilanjutkan dengan analisis post-hoc dengan uji Bonferroni. Hasil: Subjek penelitian ini berjumlah 14 orang anak SD berusia 11-12 tahun. Dari hasil analisis didapatkan peningkatan di seluruh ranah fungsi eksekutif yang diukur dengan membandingkan skor BRIEF sebelum dan sesudah intervensi. Perubahan skor GEC setelah intervensi (p<0,001), skala inhibisi (p<0,001), skala adaptasi (p<0,001), skala kontrol emosional (p=0,003), skala inisiasi (p<0,001), skala memori kerja (p<0,001), skala perencanaan (p<0,001), pengorganisasian material (p<0,001), dan monitor (p<0,001). Hasil analisis post-hoc menunjukkan bahwa peningkatan fungsi eksekutif secara umum terjadi setelah 10 sesi intervensi dan tetap bertahan pada pengukuran satu bulan setelah selesai intervensi. Simpulan: Pelatihan dengan intervensi Prototipe Gim Berbasis Komputer Indonesia dapat meningkatkan fungsi eksekutif anak SD yang bukan GPPH pada seluruh ranah fungsi eksekutif yang dinilai dengan BRIEF-BI format guru. Peningkatan fungsi eksekutif pada anak SD bertahan setelah satu bulan pasca pelatihan. ......Background: Executive function is the cognitive ability to perform complex executive tasks well in order to achieve a goal, so that it is also closely related to behavioral aspects. Every person, including children, has a different capacity of executive functions and is not entirely affected by social or economic status. Impaired executive functions in elementary school children remain high. Executive function deficits can cause a serious problem in children. In elementary school-aged children, an unidentified executive function deficit can increase the risk of hindrance in daily behavior and academic performance, causing confusion and anxiety in parents and teachers. Children with weak executive functions tend to have difficulties in recognizing social signs, controling behavior, and have problems with learning abilities. Therefore, intervention on executive function in children is important to be performed. Inteventions in the form of executive function training using computer-based games have been developed recently. This study aims to determine the effectivity of Indonesian computer-based game protoype intervention in improving the executive function of elementary school children. Methods: This study was conducted using a quasi-experimental design with time-series analysis. Research subjects was assessed using BRIEF-BI teacher format in a total of 4 times, including pre-intevention, post-5 intervention sessions, post-10 intervention sessions, and 1-month post-intervention. Statistical analysis was performed using Friedman non-parametric test followed by post-hoc analysis with Bonferroni test. Results: The subjects of this study were 14 children in elementary school aged 11-12 years old. Results from the analysis showed improvement in all areas of executive function measured by comparing BRIEF score before and after the intervention. Changes in GEC score after intervention (p<0.001), the inhibit scale (p<0.001), the shift scale (p<0.001), the emotional control scale (p=0.003), the initiate scale (p<0.001), the working memory scale (p<0.001), the plan/organize scale (p<0.001), the organization of materials scale (p<0.001), and the monitor scale (p<0.001). Results of the post-hoc analysis showed that the improvement of executive function generally occured after 10 intervention sessions and persisted in the measurement of one month after the intervention has been completed. Conclusion: Training with the intervention of Indonesian computer-based game prototype can improve the executive function of elementary school children without ADHD in all areas of executive function measured by the BRIEF-BI teacher format. The improvement of executive function in elementary school children persisted after one month post-intervention.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>