Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny
Abstrak :
Hipoksia hipobarik merupakan suatu keadaan dimana tubuh kekurangan suplai oksigen karena tekanan parsial oksigen menurun. Salah satu contohnya adalah saat berada di ketinggian. Secara alami telah terjadi proses adaptasi sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipoksia hipobarik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang aktivitas spesifik MnSOD, kadar MDA, dan hubungan antar keduanya pada paru tikus percobaan hipoksia hipobarik akut berulang. Sebanyak 25 tikus hewan percobaan jenis Wistar dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik intermiten 1 kali, 2 kali, 3 kali dan 4 kali, masing-masing dengan interval 7 hari. Tiap kelompok ditempatkan dalam hypobaric chamber dan dipajankan kepada kondisi hipoksia hipobarik selama 45 menit dengan berbagai ketinggian. Tikus kemudian dimatikan dan sampel berbagai jaringan diambil untuk diukur parameter antioksidan enzim manganese superoxide dismutase (MnSOD) dan penanda stres oksidatif adalah malondialdehyde (MDA). Dari hasil penelitian didapatkan aktivitas MnSOD kelompok perlakuan 1 kali induksi menunjukkan penurunan bermakna dibanding kelompok kontrol dan terdapat penurunan bermakna dari kadar MDA kelompok perlakuan 4 kali induksi dibanding kelompok kontrol. Dari uji statistik diketahui bahwa aktivitas MnSOD dan kadar MDA tidak berhubungan bermakna. ......Hypobaric hypoxia is a condition where the body lacks oxygen supply due to the partial pressure of oxygen decreases. One example is while flying at high altitudes. Naturally there has been a process of adaptation as a compensation mechanism against hypobaric hypoxia. This research was conducted to determine the description of the specific activity of MnSOD, MDA, and the relationship between the two in the lungs of rats hypobaric acute repetitive hypoxia. As many as 25 types of animal experiments Wistar rats were divided into 5 groups. namely the control group and groups exposed to intermittent 1 time, 2 times, 3 times and 4 times hypobaric hypoxia, each with an interval of 7 days. Each group was placed in a hypobaric chamber and exposed to hypobaric hypoxia conditions for 45 minutes with various heights. Rats then turned off and samples were taken to measure various parameters of tissue antioxidant enzyme manganese superoxide dismutase (MnSOD) and oxidative stress markers are malondialdehyde (MDA). From the results, one time induction treatment MnSOD activity groups showed significant decrease compared to the control group and there is significant reduction of 4 time induction treatment MDA level group than the control group. From the statistical test showed that MnSOD activity and MDA levels do not relate significantly.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska
Abstrak :
Otak merupakan organ yang memiliki kebutuhan oksigen dan glukosa tertinggi di tubuh. Rendahnya tekanan oksigen pada otak dapat memicu terjadinya kerusakan pada sel otak bahkan kematian sel. Hipoksia merupakan kondisi penurunan kadar oksigen pada organ, jaringan atau sel. Hipoksia yang diberikan pada kadar dan waktu tertentu dapat menimbulkan respons adaptasi tubuh sehingga kondisi hipoksia dapat ditanggulangi. Salah satu respons adaptasi yang dilakukan adalah autofagi. Autofagi adalah suatu proses degradasi dan daur ulang molekul sitoplasmik dan organel seperti mitokondria dengan bantuan lisosom yang berperan dalam menjaga homeostasis seluler. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian hipoksia hipobarik intermiten terhadap aktivitas autofagi sel melalui ekspresi protein LC3 dan mTOR pada jaringan otak tikus. Penelitian ini menggunakan sampel jaringan otak tikus jenis Sprague-Dawley. Tikus dibagi dalam lima kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok hipoksia 1 kali (HHI 1), HHI 2, HHI 3 dan HHI 4. Setiap kelompok hipoksia akan dimasukan dalam hypobaric chamber dan dibawa sampai ketinggian 25.000 kaki selama 5 menit. Tikus kemudian dikorbankan dan dilakukan pengukuran ekspresi protein LC3 dan mTOR menggunakan metode ELISA. Ekspresi protein LC3 juga dianalisis dengan IHK. Hasil menunjukkan bahwa pemberian perlakuan hipoksia hipobarik intermiten mampu meningkatkan ekspresi protein LC3 dan mempertahankan ekspresi mTOR. Hasil pulasan IHK menunjukkan ekspresi protein LC3 lebih tinggi pada bagian cerebellum otak dibandingkan dengan bagian cerebrum pada setiap kelompok. ......The brain is an organ with the highest demand for oxygen and glucose in the body. Insufficient oxygen pressure in the brain can lead to damage to brain cells and even cell death. Hypoxia is a condition characterized by a decrease in the oxygen levels in organs, tissues, or cells. Hypoxia, when applied at specific levels and durations, can induce adaptive responses in the body, allowing it to cope with the hypoxic conditions. One such adaptive response is autophagy. Autophagy is a cellular process involving the degradation and recycling of cytoplasmic molecules and organelles, including mitochondria, facilitated by lysosomes. This process plays a crucial role in maintaining cellular homeostasis. This study aimed to investigate the effects of intermittent hypobaric hypoxia on autophagic activity in brain cells by assessing the expression of proteins LC3 and mTOR during hypoxic conditions. The experimental subjects were Sprague-Dawley rats, and they were divided into five groups: a control group, and four groups subjected to intermittent hypobaric hypoxia (IHH) for varying durations (IHH1, IHH2, IHH3, and IHH4). Each IHH group was exposed to a hypobaric chamber at an altitude of 25,000 feet for 5 minutes. Subsequently, the rats were sacrificed, and the expression of LC3 and mTOR proteins was measured using ELISA. The LC3 protein expression was also analyzed through immunohistochemistry (IHC). The results showed that intermittent hypobaric hypoxia treatment increased the expression of LC3 protein and maintained mTOR expression. Additionally, IHC feedback indicated higher LC3 protein expression in the cerebellum region compared to the cerebrum in each experimental group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Rahadian
Abstrak :
Latar Belakang: Otak sangat sensitif terbadap kondisi kekurangan oksigen. Terhentinya suplai datah ke otak secara tiba-tiba, seperti yang tetjadi pada hipoksia serebri yang diasosiasikan sehagai stroke, dapat berakibat fatal dan menyehabkan kematian sel-sel neuron otak dalam waktu beberapa menit Hipoksia memicu serangkaian patologis yang disebabkan oleh eksitotoksisitas glutmnat dan produksi berlebih radikal belles yang selanjutnya memicu kaskade kematian sel. BDNF (Brain derived neurotrophic factor), salah satu faktor yang berperan dalam mempertahankan kelangsungan hidup neuron, dilaporkan kadarya menunm pada kendaan hipoksia. Seiling dangan meningkatnya kasus stroke serta prognosisnya yang buruk, merupakan suato kebutnben untuk mencari bahan obat yang dibarepkan dapat memblokir kaskade hipoksia sehingga kematian neuron dapat dicegah. Tanarnan akar kaning atau Acalypha indica Linn adalah tanaman perdu liar yang banyak dijum)lai di selurah daerah di Indonesia dan secara tidak sengaja rehusan akarnya dapat memulihkan kelumpuben akibat stroke. Senyawa flavmoid yang terkendung dalam tanarnan akar kucing memiliki kemampuan antioksidan yang terbukti dapat mencegah kaskade kematian neuron. Tujuan: Mengetahui pengarah pemberian akstrak akar Acalypha indica Linn dalam mcmproteksi neuron tikas pada kendaan hipcksia. Metode: Studi eksperimental in vitro pada kultur sel neuron jaringan hipckumpus tikus Sprague Dow/ey dewasa yang dipajan dengan ekstrak air akar Acalypha indica Linn pada dosis 10 mglml, 15 mglml, dan 20 mglml selama 72 jam. Kemudian seluruh sel diberi perlakuan hipoksia dengan gas 5% W5% C02/N1 balans selama 24 jam. Viabilitas sel diukur dcngan MTT assay, tingkat proliferasinya diukur dengan BrdU dan kadar BDNF medium kultur diperiksa dengan metoda ELISA. Hasil: Viabilitas relatif, tingkat proliferasi neuron dan kadar BDNF endogen pada kultur jaringan llipokarnpus tikus dengan pemberian ekstrak akar kucing pada dosis 10 mg/ml, 15 mg/ml, dan 20 mg/ml meningkat dibandingkan dengan kontrol. Kesimpulan: Ekstrak akar Acalypha indica Linn mampu meningkat viabilitas neuron serta kadar BDNF endogen pada keadaan hipoksia.
Background: The brain is very sensitive to oxygen deprivation condition. Interruption of the blood supply to the brain suddenly, as happens on cerebral hypoxia is associated as a stroke, can be metal and cause death of brain cells neurons within a few minutes. Hypoxia triggers a ;Series of pathological cascade caused by the glutamate excitotoxicity and free radicals which in turn triggered a cascade of cell death. BDNF{Brain derived neurotrophic factor). is one of the factors maintaining the survival of neurons. is decreased during hypoxic conditions. The increase and a poor prognosis of stroke, represents a need to look for ingredients that are expected to block tile cascade of hypoxia that neuron death can be prevented. Acalypha indica Linn (akar kucing) is a common wild plants that can be found in all regions in Indonesia and accidentally the decoction of the root can cure paralysis caused by stroke. Flavonoid compounds contained in the roots have the proven ability of antioxidants can prevent neuron death caScade. Objective: To detennine the effect of root extracts of Acalypha indica Linn as a protection of rat neuronal on the state of hypoxia. Metbods: Experimental in vitro study of cell culture of rat hippocampal neuronal of adult Sprague Dow/ey rat treated with Acalypha indica Linn root water extract at a dose of I 0 mg!ml, 15 mg/ml, and 20 mg/ml for 72 hrs, Then the cells were exposed to hypoxia wil 5% 0,/5% CO,IN 2 balance gas for 24 hours, Cell viability was measured by MTI assay and BrdU for cell proliferation. Levels BDNF medium culture was measured by ELISA methods. Results: Relative viability, proliferation rate of neuron and endogenous BDNF level of rat hippocampal tissue culture with Acalypha indica Linn roots extract with dosage of 10 mglml, 15 mg/ml, and 20 mg/ m! is increased compared with control. Conclusion: Acalypha indica Linn root extract can increase neuron viability and the level of endogenous BDNF in hypoxic conditions.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32810
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Intermittent hypoxia can cause significant structural and functional impact on the systemic, organic, cellular and molecular processes of human physiology and pathophysiology. This book focuses on the most updated scientific understanding of the adaptive (beneficial) and maladaptive (detrimental) responses to intermittent hypoxia and their potential pathogenetic or prophylactic roles in the development and progression of major human diseases. This is a comprehensive monograph for clinicians, research scientists, academic faculty, postgraduate and medical students, and allied health professionals who are interested in enhancing their up-to-date knowledge of intermittent hypoxia research and its translational applications in preventing and treating major human diseases.
London : Springer, 2012
e20426480
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Safirina
Abstrak :
Antioksidan berperan penting dalam menanggulangi reaktif oksidatif spesies yang dipercaya mengambil peran pada kondisi hipobarik hipoksia. Oleh sebabnya, glutathione yang tereduksi (GSH) adalah antioksidan endogen non-enzimatik yang dapat mencegah kerusakan oksidatif. Secara teratur, riset ini dilaksanakan untuk menemukan efek dari pajanan intermiten hipobarik hipoksia yang dicerminkan dari level GSH, sebagai salah satu dari antioksidan penting pada jaringan ginjal. Sampel pada ginjal diambil dari tikus Sprague-Dawley yang berusia 6-8 minggu dengan berat 150-200g, yang sebelumnya telah terkena pajanan lingkungan normal (pada kontrol) atau pajanan intermittent hipobarik hipoksia selama beberapa hari. Setelah itu, level GSH dihitung dari ekstrak jaringan ginjal. Konsentrasi GSH naik pada pajanan hipoksia 1x dan hipoksia 2x jika dibandingkan dengan grup kontrol. Tapi, konsentrasinya menurun setelah pajanan 3x dan ditemukan hamper stabil pada pajanan 4x hipoksia. Level yang berbeda pada glutathione dalam kondisi intermiten hipobarik hipoksia disebabkan oleh jaringan ginjal yang sudah beradaptasi dengan kondisi hipobarik hipoksia.
Antioxidants play important role for scavenging many reactive oxidative species, which believed are involved in hypobaric hypoxia condition. Hence, reduced-glutathione (GSH) is an endogenous non-enzymatic antioxidant could prevent oxidative damage. Consequently, this study attempted to find the effects of intermittent hypobaric hypoxia exposure as reflected by GSH level, as one of major antioxidant found in renal tissue. Renal samples were collected from 6-8 weeks old male Sprague-Dawley rats weighing 150- 200g, previously exposed to normoxic environment (control) or intermittent hypobaric hypoxia for certain days. Afterwards, GSH level was calculated from renal extracts. Concentration of GSH was increased on hypoxia 1x treatment and hypoxia 2x treatment compared to control group. But, the concentration was decreased after 3x treatment and found almost stabilized at 4x treatment of hypoxia. The various level of glutathione in intermittent hypobaric hypoxia was due to renal tissue adaptation toward hypobaric hypoxia treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deby Heratika
Abstrak :
Latar belakang: Seorang pilot yang bertugas di ketinggian dapat terpapar hipoksia, baik ringan maupun berat. Kejadian hipoksia di penerbangan dapat menjadi fatal, terutama jika hipoksia dialami seorang pilot saat bertugas. Salah satu manifestasi hipoksia adalah penurunan fungsi kognitif. Pilot dituntut untuk melakukan operasi multitasking dengan menggunakan fungsi kognitif, terutama saat darurat. Sehingga penurunan fungsi kognitif akibat hipoksia pada seorang pilot saat bertugas dapat menyebabkan kecelakaan dalam penerbangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan fungsi kognitif pada paparan hipoksia di beberapa zona ketinggian. Metode: Penelitian ini menggunakan uji eksperimental one group pretest-post test . Subjek penelitian adalah pilot militer yang mengikuti Indoktrinasi Latihan Aerofisiologi di Lakespra Saryanto, Jakarta. Subjek mengisi kuesioner 6 CIT pada ground level, physiological efficient zone (10.000 feet) dan physiological defficient zone (25.000feet) dalam hipobarik chamber. Hasil: Terdapat perubahan score 6 CIT di 10.000ft dibandingkan dengan ground level (Friedman post hoc Wilcoxon, P = 0.001). Terdapat juga perubahan score 6 CIT di 25.000ft dibandingkan dengan ground level (Friedman post hoc Wilcoxon, P < 0.001). Kesimpulan: Terdapat perubahan fungsi kognitif di physiological efficient zone dan physiological defficient zone jika dibandingkan dengan di ground level. ......Background: A pilot on duty at altitude can be exposed to hypoxia, both mild and severe hypoxia. The incidence of hypoxia on flight can be fatal, especially if hypoxia is experienced by pilot on duty. One manifestation of hypoxia is decreased cognitive function. Pilot is required to carry out multitasking operations using cognitive functions, especially at emergency. Therefore, decreased cognitive function due to hypoxia on pilot can cause accidents in flight. The aim of this study was to determine changes in cognitive function in hypoxia exposure at several altitude zones. Methods: This study used an experimental one group pretest-post test design. The subjects were 31 military pilots who participated in Indoctrination and Aerophysiology Training. Subjects filled 6 CIT questionnaire at ground level, physiological efficient zone (10,000 feet) and physiological defficient zone (25,000 feet) in a hypobaric chamber. Result: There was change of 6 CIT score at 10.000ft compared to ground level (Friedman post hoc Wilcoxon, P = 0.001). There was also change of 6 CIT score at 25,000 ft compared to ground level (Friedman post hoc Wilcoxon P <0.001). Conclusion: There was change in cognitive function in physiological efficient zone and physiological defficient zone, compared to ground level.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Mardas Saputra
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu aspek dalam fungsi fisiologis manusia yang berperan penting dalam penerbangan adalah fungsi visuospasial. Fungsi visuospasial merupakan kemampuan persepsi visual tingkat tinggi yang dibutuhkan untuk identifikasi, integrasi informasi, menganalisa bentuk visual dan spasial, detail, struktur, dan hubungan spasial antara bentuk dua dengan tiga dimensi. Paparan hipoksia merupakan hazard spesifik yang terdapat dalam dunia penerbangan dan dampaknya terhadap fungsi visuospasial dapat meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan dalam penerbangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan fungsi visuospasial terhadap paparan hipoksia di zona ketinggian yang berbeda. Metode: Penelitian ini menggunakan uji eksprimen one-group pretest-postest. Subjek penelitian adalah awak terbang militer yang mengikuti Indoktrinasi Latihan Aerofisiologi (ILA) di Lakespra Saryanto, Jakarta. Subjek mengerjakan tes Clock Drawing Test (CDT) pada ground level, physiological efficient zone (10.000 ft) dan physiological deficient zone (25.000 ft.) di dalam hypobaric chamber. Hasil: Terdapat peningkatan angka kejadian gangguan fungsi visuospasial di 10.000 kaki dibandingkan dengan ground level (McNmear = 0.031), 10.000 kaki dengan 25.000 kaki (McNemar = 0.0001) dan ground level dengan 25.000 kaki (McNemar = 0.0001). Kesimpulan: terdapat peningkatan angka kejadian gangguan fungsi visuospasial yang signifikan antara ketinggian ground level, 10.000 kaki dan 25.000 kaki. ......Background: One of many aspects of human physiological function that has an important role in aviation is visuospatial function. Visuospatial function is a high-level visual perception that is required for identification, information integration, analyzing visual and spatial form, detail, structure and spatial relation between two-dimensional and three-dimensional form. Hypoxia exposure is considered to be a specific hazard in the aviation environment and its impact against visuospatial function can potentially increase the risk of aviation-related accident. The purpose of this study was to investigate changes in visuospatial function on hypoxia exposure in different altitude zones. Metode: This study used an experimental one-group pretest-posttest design. The subjects were 42 military aircrews who participated in Indoctrination and Aerophysiology Training. Subjects completed The Clock Drawing Test (CDT) at ground level, physiological efficient zone (10.000 ft) and physiological deficient zone (25.000 ft) in a hypobaric chamber. Hasil: There was an increase of the number of impaired visuospatial function at 10.000 ft compared to ground level (McNemar = 0.031), 10.000 to 25.000 ft (McNemar = 0.0001) and ground level to 25.000 ft (McNemar = 0.0001). Kesimpulan: There was a significant change in the number of impaired visuospatial function between ground level, 10.000 ft, and 25.000 ft.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Muhammad
Abstrak :
In recent study of antioxidant effect of Acalypha indica Linn (AI) and Centella asiatica (CA) increased due to appearance more complication of various disease which often caused by ROS (Reactive Oxidative Stress) formation. The active content of both plants have several proved effect on tissue such as wound healing effect, anti-inflammatory effect, diuretic effect, antioxidant effect, etc. Many research of AI and CA are used to evaluate their scavenging effect towards free radical. Several research investigating the combination of both plants conducted in Faculty of Medicine Universitas Indonesia limited in liver, kidney and brain, this research aim to seek the efficacy of both plants to suppress oxidative stress in heart tissue. This study uses experimental in vivo method. Combination of AI and CA are administered to Sprague dawley rats with dose of 200mg.kgBW- and 150mg.kgBW-1 respectively for 3, 7 and 14 days in hypoxia condition. Then the effect of both plants are compared to placebo (aquades) and Piracetam at 50mg.kgBW-1 dose. The result showed that combination of AI and CA have antioxidant effect after 7 days administration. Those combinations of AI and CA can suppress those pathways and reduce the MDA level. Therefore, the usage duration of the combination of AI and CA determined the efficacy as antioxidant in the heart and longtime usage duration might replace the use of piracetam as antioxidant.
Studi mengenai efek antioksidan pada Acalypha indica Linn (AI) dan Centella asiatica (CA) mulai diperdalam dikarenakan peningkatan komplikasi penyakit yang disebabkan oleh pembentukan stress oksidatif. Kandungan dari kedua tanaman ini telah diteliti pada jaringan dan memiliki efek yang bagus dalam penyembuhan luka, anti-inflamasi, diuretik, antioksidan dll. Telah banyak dilakukan penelitian tentang AI dan CA yang digunakan untuk mengevaulasi efek penurunan/eliminasi radikal bebas. Penelitian mengenai kombinasi AI dan CA masih sedikit dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, terbatas pada organ ginjal, hati dan otak, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan khasiat kombinasi AI dan CA pada jaringan jantung dalam menanggulangi stres oksidatif. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental in vivo. Kombinasi AI dan CA yang digunakan mempunyai kadar dosis yang masing-masing berjumlah 200mg.kgBB-1 dan 150mg.kgBB-1. Lalu kombinasi tersebut dieksperimentalkan pada tikus Sprague dawley dengan berat antara 150-250 g selama 3, 7 dan 14 hari dalam keadaan hipoksia. Efek dari kedua tanaman tersebut dibandingkan dengan plasebo (aquades) dan Pirasetam dengan dosis 50mg.kgBW-1. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kombinasi AI dan CA mempunyai efek antioksidan setelah pemberian lebih dari 7 hari. Kombinasi AI dan CA dapat menekan/memotong jalur pembentukan stress oksidatif di jantung dan mengurangi kadar MDA. Oleh karena itu durasi penggunaan kombinasi AI dan CA menentukan khasiat antioksidan dalam jantung dan perlakuan jangka panjang mungkin dapat menggantikan obat Pirasetam sebagai antioksidan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Setiawan
Abstrak :
Otak merupakan salah satu organ yang rentan hipoksia. Hipoksia menyebabkan kerusakan neuron terutama pada neuron korteks serebrum. Hingga saat ini belum ada agen neuroproteksi yang direkomendasikan untuk stroke iskemik sehingga terapi adjuvan sangatlah perlu diteliti. Ekstrak etanol Acalypha indica (AI) dan Centella asiatica (CA) telah banyak diketahui mampu mencegah kerusakan sel akibat hipoksia melalui aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan neuroproteksi kedua herbal berdasarkan gambaran histopatologi neuron korteks serebrum. Sampel yang digunakan sebanyak 30 tikus jantan Spraque-Dawley yang diinduksi hipoksia selama 7 hari dan dilanjutkan dengan pemberian sediaan uji. Pemberian kombinasi AI dan CA menggunakan 2 dosis berbeda yaitu AI 200 mg/kgBB + CA 150 mg/kgBB dan AI 250 mg/kgBB + CA 100 mg/kgBB. Pemberian tunggal CA diberikan dengan dosis 100 mg/kgBB. Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menghitung rerata persentase sel normalnya. Hasil uji one way ANOVA tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada rerata persentase sel normal antar kelompok (p=0,575). Namun, terjadi peningkatan rerata persentase sel neuron normal dibanding kontrol negatif dengan urutan peningkatan terbanyak sebagai berikut: hipoksia+kombinasi 2 (15,43%), hipoksia+kombinasi 1 (11,46%) dan hipoksia+tunggal 2 (3,3%). Dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi AI dan CA memiliki kecenderungan memperbaiki kerusakan sel neuron pascahipoksia.
The Brain is an organ that is vulnerable to hypoxia. Hypoxia induces neuronal cell death especially in cerebral cortex neuron. Until now, there are no neuroprotective agents that are recommended for ischemic stroke. Among all potential therapies, Acalypha indica (AI) and Centella asiatica (CA), are examples of promising herbs for preventing cell damage from hypoxia through their antioxidant activity. The research purpose was to show the neuroprotective capabilities of these herbs by examining their histopathological features. Thirty hypoxia-induced male Spraque-Dawley rats were given treatment that contain the combination of AI and CA (AI 200 mg/kgBW + CA 150 mg/kgBW and AI 250 mg/kgBW + CA 100 mg/kgBW) and a single CA 100 mg/kgBW. Through the histopathological examination, percentages of the normal cells were counted and analyzed. One way ANOVA was conducted and the results did not show a statistically significant difference between all of the groups (p=0.575). The quantitative results depict an increase in the percentage of normal neuron cells in all of the exposed groups compared to the negative control group: combination 2 (15,43%), combination 1 (11,46%) and single CA (3,3%), respectively. Thus, the combination of AI and CA treatment have a trend toward restoring the neuron damage.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Aryudi
Abstrak :
Latar Belakang: World Health Organization melaporkan sebanyak 11 kematian anak dibawah lima tahun terjadi karena komplikasi intapartum termasuk keadaan asfiksia intrapartum. Hipoksia/asidemia fetal intrapartum berpotensi menyebabkan berbagai morbiditas baik jangka pendek seperti hypoxic-ischemic ensephalopathy maupun jangka panjang seperti cerberal palsy. FIGO mengatakan bahwa pH dibawah 7,2 adalah keadaan asidemia. Onset kerusakan otak yang terjadi saat asidemia dapat berjalan dengan cepat sehingga dibutuhkan pemantauan dini. Pola denyut jantung fetus yang abnormal berkaitan dengan 2,86 kali risiko asidemia dibanding pola CTG yang normal. Tujuan: Mencari hubungan antara katagori CTG dan pola CTG dengan kejadian asidemia janin, sehingga dapat memprediksi keluaran janin dan tatalaksana kehamilan selanjutnya. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cohort retrospektif, menggunakan data rekam medis pasien persalinan dengan diagnosis gawat janin di RSCM pada Januari 2016-Desember 2017, yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok CTG mencurigakan dan patologis dengan kejadian asidemia janin atau tidak. Kemudian dilakukan analisis statistik untuk menilai hubungan antara gambaran kardiotokografi dengan kejadian asidemia. Hasil: Terdapat 32 (30,8%) subjek dari 104 subjek dengan CTG mencurigakan dan terdapat 40 (40%) subjek dari 100 subjek dengan CTG patologis mengalami asidemia. Tidak didapatkan hubungan bermakna secara statistik kejadian asidemia antara kelompok CTG dengan kejadian asidemia janin (p=0.168; 95% CI 0.529-1.119). Asidemia janin terjadi pada 36,8% pada kelompok dengan pola CTG reduced variability, 38,5% pada absent variability, 20% pada tachycardia, 25% pada late deceleration, 58,3% pada late deceleration and reduced variability, 30,8% pada variable deceleration, 50% pada variable deceleration and reduced variability dengan semua hamil uji statistic menunjukan nilai p>0,05. Tidak terdapat pola CTG yang berhubungan yang bermakna dengan kejadian asidemia janin. Nilai pH pada penelitian ini memiliki median 7.24 dan nilai median pH pada kasus asidemia adalah 7.082. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara katagori CTG dengan kejadian asidemia janin, namun didapatkan trend bahwa CTG patologis lebih sering mengalami asidemia. Tidak terdapat hubungan antara pola CTG dengan kejadian asidemia janin, namun pola CTG late deceleration and reduced variability cenderung lebih sering mengalami asidemia janin.
Introduction: WHO stated that there were 11 of infant mortality rate due to intrapartum complication including asphyxia. Intrapartum fetal hypoxia or acidemia causes short and long-term morbidity such as hypoxic ischemic encephalopathy and cerebral palsy. FIGO concluded that pH level under 7.2 was academic condition. Onset of brain dysfunction occurred rapidly; early monitoring is needed. Abnormal fetal heart rate is related with 2.86 times of academic risk compared with normal CTG pattern. Aims: Determine the relation between CTG category and pattern to intrapartum fetal acidemia so that we can predict fetal outcome and further pregnancy treatment. Methods: This cohort retrospective study design conducted through medical records in RSCM from January 2016-December 2017. All delivery patients with fetal distress diagnosis consisted of two groups including suspicious and pathological CTG group corresponding to fetal academic. Statistical analysis determine the relationship between cardiotocography and acidemia incidence. Results: There were 32 subjects (30.8%) from 104 subjects with suspicious CTG, and 40 subjects (40%) from 100 subjects with pathological CTG having acidemia. There was no significant relationship statistically with acidemia incidence between CTG category and fetal acidemia (p=0.168; 95% CI 0.529-1.119). Fetal acidemia was 36.8%, 38.5%, 20%, 25%, 58.3%, 30.8%, 50% in reduced variability, absent variability, tachycardia, late deceleration, late deceleration and reduced variability, variable deceleration, and variable deceleration and reduced variability CTG group; respectively, with statistical test results all p value >0.05. There was no relationship between CTG pattern and fetal acidemia. The pH value in this study had 7.24 for median with median pH in this acidemia case was 7.082. Conclusion: There is no relationship between CTG category and fetal acidemia; however, pathological CTG was more often in acidemia cases. There was no relationship between CTG pattern and fetal acidemia incidence; however, late deceleration and reduced variability CTG pattern tends to more often in fetal acidemia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>