Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 595 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1988
320 JUR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nur Solechah
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang interaksi antar fraksi di DPR-RI dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasannya yakni hak mengadakan penyelidikan. Sedangkan kasus yang diselidiki adalah kasus penggunaan Dana Yanatera Bulog dan Dana Bantuan Sultan Brunei Darussalam yang terjadi pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid yang dikenal dengan kasus Buloggate-Bruneigate atau kasus Buloggate I. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana penyelidikan yang dilakukan Panitia Khusus/Pansus Bulog-Brunei di DPR-RI. Lebih spesifik penelitian ini hendak menjawab permasalahan bagaimana struktur dan mekanisme yang berlangsung dalam Pansus Bulog-Brunei dan bagaimana interaksi politik antar fraksi yang terjadi dalam Pansus tersebut. Interaksi politik yang menjadi fokus penelitian ini dilihat dari tiga variabel, yaitu kepentingan, orientasi terhadap norma dan prosedur, serta sikap. Untuk menganalisa masalah tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan tingkah laku. Sedangkan dari metode penelitiannya, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dengan studi kasus sebagai strategi penelitiannya. Penelitian ini hendak menjawab pertanyaan tentang "bagaimana", sehingga penelitian ini termasuk dalam penelitian eksplanatoris. Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam penelitian studi kasus yang eksplanatoris. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa struktur yang terbentuk dalam Pansus penyelidikan tersebut adalah munculnya polarisasi kubu-kubu yakni pro-Pansus, kontra-Pansus dan kubu yang netral. Masing-masing kubu tersebut memunculkan aktor-aktornya sendiri. Sedang mekanisme yang melandasi beroperasinya Pansus tersebut adalah bahwa penyelidikan kasus itu dilakukan secara tertutup dan rahasia, serta pola pengambilan keputusannya dengan menggunakan mekanisme voting, setelah menggunakan cara musyawarah mufakat dan lobby tidak mencapai titik temu. Sementara dilihat dari tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini, menggambarkan adanya peta sebagai berikut; dari variabel kepentingan, maka mayoritas fraksi mempunyai kepentingan ideal menciptakan good governance dan memberantas KKN, serta kepentingan praktis menginginkan terjadinya perubahan dari kondisi politik pada waktu itu khususnya menyangkut gaya kepemimpinan Presiden Wahid. Dari variabel orientasi terhadap norma dan prosedur, maka disamping menggunakan mekanisme sesuai peraturan, juga ditengarai ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggota-anggota Pansus sendiri. Sementara dari variabel sikap, maka mayoritas fraksi menerima hasil kerja Pansus dan menginginkan tindak lanjut secara politis maupun yuridis.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Sulasdi
Abstrak :
Studi ini meneliti gagasan-gagasan Kompas tentang reformasi berdasarkan tajuk-tajuk rencana nasional yang dimuat selama pemerintahan Presiden BJ Habibie.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif-eksplanatif dengan metode penelitian kualitatif. Titik tolak penelitiannya adalah konseptualisasi Kompas tentang masa transisi itu sendiri yang rumusan paling jelasnya terdapat dalam tajuk harian ini edisi 30 Mei 1998, halaman 4.

Studi ini memahami tajuk rencana sebagai respons dan representasi "ideologi" Kompas terhadap perubahan-perubahan atau dinamika yang terjadi selama Presiden BJ Habibie berkuasa, pada tataran struktur kekuasaan politik negara, masyarakat, dan komunitas pers nasional.

Kompas mengkonseptualisasikan reformasi sebagai perubahan cepat tetapi bertahap, konsisten dengan agenda-agenda jelas. Reformasi ditempuh secara damai, aman, bukan evolusi yang lambat dan bukan pula revolusi yang menjungkirbalikkan semua tata nilai dan menghancurkan bangunan kelembagaan yang sudah ada. Dalam arti ini, Kompas menganut reformisme, yaitu kebijakan perubahan politik, sosial, dan ekonomi secara bertahap, bukan revolusi.

Pemikiran-pemikiran Kompas selama masa pemerintahan Presiden BJ Habibie memperlihatkan pengaruh dari nilai-nilai konservatif, termasuk konservatisme Jawa, dan penerimaan nilai-nilai pasar/liberalisasi ekonomi yang sebenarnya sudah ditanamkan para pendirinya sejak berdirinya surat kabar ini. Namun lebih jauh dari itu, ada pengaruh-pengaruh Sosialisme Fabian dan juga pemahaman tentang "kemanusiaan lintas batas" atau yang kemudian disebut "humanisme transendental".

Konservatisme tersebut dalam studi ini terlihat pada bagaimana pemahaman Kompas tentang perubahan atau reformasi itu sendiri, seperti gagasan-gagasan bahwa perubahan pada kekuasaan politik negara seharusnya tetap memperhitungkan kekuatan-kekuatan lama, yaitu mereka yang termasuk dalam struktur kekuasaan lama atau Orde Baru tetapi masih berperan dan berpengaruh dalam struktur kekuasaan di zaman pemerintahan Habibie. Dasar saran itu adalah bahwa konsep reformasi mengandung arti keberlanjutan dari yang lama, bukan memotong secara radikal hubungan dengan kekuasaan sebelumnya.

Terhadap perubahan masyarakat, tajuk-tajuk Kompas menyarankan agar memahaminya sebagai "ledakan" atau eforia partisipasi yang terjadi karena selama puluhan tahun hak-hak partisipasi masyarakat ditindas. Dalam hal ini pun, masyarakat , disarankan untuk tetap menempuh jalur reformasi, dalam arti bahwa partisipasi politik secara dewasa tidak mungkin terwujud begitu saja, melainkan melalui proses. Dalam hal ini, masyarakat tetap membutuhkan adanya kepemimpinan elite strategis menuju perubahan yang dikehendaki.

Kondisi tersebut tak lepas dari depolitisasi atau kebijakan massa mengambang selama Orde Baru, sehingga masyarakat kehilangan peluang untuk membentuk identitasnya sendiri dan kemampuan mengorganisasi diri secara otonom, padahal hal-hal itu merupakan prasyarat terbentuknya civil society. Surat kabar ini melihat bahwa akibat tekanan, penindasan hak secara politik, ekonomi, maupun sosial, rakyat di daerah pun mengalami "ledakan" untuk menentukan identitas dan organisasinya sendiri yang mencuat dengan keinginan untuk mendisintegrasikan diri.

Studi ini menemukan juga bahwa dalam pemikiran ekonominya, Kompas menerima nilai-nilai pasar, dalam arti persaingan bebas dan fair. Ini terlihat dari penolakannya praktek-praktek monopoli, oligopoli, dan intransparansi.

Dalam memberikan respons terhadap perubahan atau dinamika komunitas pers nasional, gagasan-gagasan Kompas memperlihatkan adanya saran untuk memperhatikan hukum sebagai landasan kebebasannya. Liberalisasi kehidupan pers oleh pemerintahan Presiden BJ Habibie dinilai justru menghadapkan pers nasional pada tantangan berupa tanggung jawab yang besar. Kebebasan pers, demi terwujudnya tanggung jawab itu, harus berpijak pada profesionalisme kerja pers, dan yang lebih penting adalah bahwa pers atau media massa pada umumnya harus memiliki identitas visionernya sendiri. Meski ada keberagaman visi dalam komunitas pers nasional, pers tetap mengemban tugas ikut mewujudkan tegaknya pilar-pilar demokrasi demi tujuan seluruh bangsa.

Secara umum, penelitian ini menemukan bahwa gagasan-gagasan Kompas menilai prestasi pemerintahan BJ Habibie belum sepenuhnya berhasil menentukan prioritas agenda dalam masa transisi. Sumber masalahnya bukan hanya persoalan struktural dalam arti bahwa Habibie sebagai "bagian masa lalu", tetapi juga kultur politik yang ada serta kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Di samping itu, pemerintah Habibie juga dihadapkan pada keterbatasan waktu yang sangat pendek sementara persoalannya luar biasa besar secara kuantitatif maupun kualitatif.

Banyak sumber pemikiran yang dipakai dalam studi ini. Pandangan-pandangan tentang Kompas dari Hill, Anderson, Parera, dan Arismunandar menjadi titik tolak awal untuk melihat sosok Kompas sebagai sebuah "lembaga sosial politik" sekaligus lembaga ekonomi. Masa transisi dipahami berdasarkan uraian Gurr dan Huntington, namun pemahaman tentang transisi di Indonesia sangat diterangi oleh pemikiran Winters. Pemahaman tentang kelembagaan mengacu pada Rothstein, dan tentang paham konservatif dipelajari dari Vincent. Dari Hidayat diperoleh pemahaman metodologis tentang bagaimana menganalisis pers. Studi ini mencoba mengembangkan kerangka pemikiran berdasarkan pemikiran tersebut untuk menganalisis pemikiran Kompas dalam masa reformasi.
2001
T7179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad
Abstrak :
George Wilhelm Friedrich Hegel, seorang filosof yang lahir di Stuttgart pada tanggal 27 Agustus 1770. Dalam perkembangan intelektual Hegel yakni; saat Ia menekuni spirit yang berhubungan dengan jiwa, tahap selanjutnya ketika ia mendalami dialektika yang berkaitan dengan logika, dan tahap terakhir saat ia menekuni konsep tentang negara sebagai puncaknya. Pemikiran Hegel tentang negara mengundang interpretasi yang berbeda dari berbagai kalangan. Ada kelompok yang menganggap pemikiran Hegel tentang negara inilah yang mengilhami lahirnya negara totaliter, sementara kelompok lain menganggap pemikiran Hegel tentang negara memberi acuan bagi berkembangnya negara liberal dan sosialis yang mewamai konsep negara modern. Untuk mengungkap pemikiran Hegel tentang negara, penulis mengawalinya dengan mengajukan dua buah pertanyaan penelitian: 1. Apa dan bagaimana pemikiran politik Hegel tentang negara? Dan 2. Apa pendapat para pemikir terhadap pemikiran Hegel tentang negara. Saat mendalami pemikiran Hegel tentang negara, penulis melakukan kajian terhadap tulisan Hegel ?The Philosophy of Right', dengan cara merangkum pemikiran yang menonjol dan menyederhanakannya. Hampir semua pemikir sepakat bahwa dalam karyanya inilah Hegel mengungkap pemikiran politiknya tentang negara. Para pemikir yang memberikan tafsiran tentang pemikiran Hegel tentang negara ; Fasisme atau Demokrasi adalah: Lorens Bagus, Adef Budiman, William Ebenstein, M. Judd Harmon, Eka Kumiawan, Franz Magnis Suseno, Frederick Mayer, Lee Cameron McDonald, Bertrand Russell, George H. Sabine, Henry J. Schmandt, dan Marsillam Simanjuntak. Negara bagi Hegel adalah suatu organisme yang mengaktualkan Ide etis dan pikiran objektif diatas bumi. Kesimpulan ini didasari oleh pandangan Hegel yang mengatakan, kedua alam (dari keduniaan dan alam kebenaran) ini berada pada posisi yang berbeda, tetapi keduanya berakar pada satu kesatuan yang tunggal, Ide. M. Judd Harmon adalah seorang pemikir politik yang paling moderat dalam menafsirkan pemikiran Hegel tentang negara. Bagi Harmon, pemikiran politik Hegel tentang negara tidaklah termasuk kategori fasis ataupun demokratis, tetapi ia berada diantara keduanya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affy Khoiriyah
Abstrak :
Penelitian ini berupaya menguak pemikiran politik Ibn Rusyd dalam menyikapi kondisi politik pada masanya. Karena penelitian ini terfokus pada seseorang dan pemikiran politiknya, maka biografi dan teks-teks yang menunjukkan sikap politiknya mendorong peneliti untuk membacanya dengan menggunakan metode hermeneutika sebagai metode untuk menyingkap makna atau signifikasi bagi obyek penelitian ini. Dalam penelitian yang telah kami persembahkan ini, sedikit banyak layak untuk melukiskan pengetahuan kita tentang filosof Kordoba, Ibn Rusyd. Karena dalam penelitian ini Ibn Rusyd menampakkan nilai-nilai yang signifikan sebagai wacana "demonstratif' dan analisis-kritis dalam memproduk pemikiran politiknya secara teori dan praktek, sehingga kita bisa mengatakan dengan bangga bahwa dalam tradisi Islam yang kita miliki ada hal yang bisa dibenturkan untuk persoalan-persoalan yang tengah mencuat dalam gelanggang politik kontemporer, terlebih-lebih mengenai bangsa kita Indonesia yang tengah mengalami krisis multidimensi. Lebih dari itu, menantang keberanian kita dan kemampuan kita dalam mengkritik berbagai sistem pemerintahan yang ditawarkan, seperti yang terjadi "di negeri dan zaman kita", sebuah ungkapan yang acapkali dikatakan Ibn Rusyd dalam satu-satu karya politiknya yang menjadi pokok dari obyek penelitian ini; yang bermaksud sebagai kecaman terhadap pemerintahan yang diktator pada masanya: sebuah hukum yang dikatakan Ibn Rusyd dengan istilah yang diciptakannya sendiri dengan istilah Wahdaniyyah Al-Tasalluth (kekuasaan yang egois), sebagai padanan dari kata Yunani, yatu: tirani.
This research attempt to explorer the political thought of Ibn Rusyd and his attitude within the politics' phenomenon during period of his life. Because this research focused on study about man and his political idea, therefore, I prefer to use hermeneutics' method for this research. Hermeneutic is a method to reveal the meaning and the significance of the object of this research (Biography and political teks of Ibn Rusyd). This research can give us more information to straighten our perception about Cordoba Philosopher "Ibn Rusyd". Cause Ibn Rusyd -in this research- appears the significant values; demonstrative discourse and critical analysis to construct his political thought, within theoretical and practical field. Then we can say with rightfully proud that, in our Islamic tradition there is some thing we can use to face a contemporary political discourses, especially our state Indonesia with the multi dimensions crisis. More than that, Ibn Rusyd challenges ours courage's and capabilities to give critical opinion for all governmental system today, like what happen "in ours state and period". Ibn Rusyd repeatedly used this idiom in his political work which being the main object of this research. The aim of Idiom -"In ours state and period"- is to criticize dictator's government at his period or the system that lbn Rusyd called with term: Wahdaniyyah Al-Tasalluth (egoism power) same with term tyranny in Greek.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franciscus Van Ylst
Abstrak :
Persoalan pokok dalam tesis ini yang berjudul, "Hakekat Ilmu Pemerintahan" ialah adanya ketidakjelasan mengenai obyek dan kedudukan Ilmu Pemerintahan terhadap ilmu-ilmu yang lain, khususnya Ilmu Politik. Peranan Filsafat menjadi penting, karena melalui kajian filsafat dan kritik filsafat dapat diketahui apa yang menjadi kelemahan ilmu dan sekaligus diketahui pula caranya untuk memperkuat landasan ilmiahnya. Teori Pertumbuhan Pengetahuan dari Karl Popper, yang menyatakan bahwa pengetahuan bertolak dari problem dan ilmu bertolak hanya dengan problem menjadi relevant dalam penulisan tesis ini. Ilmu pemerintahan oleh sejumlah sarjana Ilmu Politik, dipersoalkan mengenai ada atau tidaknya ilmu tersebut. Jadi Ilmu Pemerintahan menghadapi problem utamanya, yaitu tentang keberadaannya. Polemik terhadap Ilmu Pemerintahan telah berlangsung lama dan menahun. Bagi Karl Popper problem tersebut sangat menguntungkan bagi ilmu yang bersangkutan. Karena bertolak dari "Teori Pertumbuhan Pengetahuan", problem yang dialami oleh Ilmu Pemerintahan harus menjadi pendorong terhadap tumbuhnya upaya-upaya untuk mempertahankan dan memperkuat landasan ilmiahnya. Dalam penulisan tesis ini, dikemukakan 2 anggapan dasar: 1. Jika Ilmu Pemerintahan dapat dibedakan antara obyek materia dan obyek formanya, maka sebagai disiplin limu Pemerintahan menjadi tegas dan jelas untuk dibedakan dengan ilmu-ilmu lainnya. 2. Jika Ilmu Pemerintahan dapat dikondisikan untuk dapat mengikuti prosedur metode problem solving, maka sebagai sebuah ilmu dapat tumbuh dan berkembang secara mantap. Hakekat Ilmu Pemerintahan adalah juga sama dengan Hakekat Ilmu Pengetahuan, hanya obyek formanya yang membedakan. Secara universal elemen-elemen yang membentuk Ilmu Pengetahuan juga berlaku sama untuk elemen-elemen yang membentuk Ilmu Pemerintahan. Keberadaan Ilmu Pemerintahan harus dapat dilihat dengan standard prosedur yang sama dengan ilmu pengetahuan lainnya. Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu pengetahuan memiliki struktur dan prosedur yang sama. Arti struktur ialah kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematik, sedangkan prosedur disebut juga dengan metode ilmiah merupakan suatu rangkaian langkah yang tertib dan berlaku untuk setiap ilmu agar supaya ilmu pengetahuan itu berjalan dengan langkah yang benar dan teratur. Melihat sejarah Yunani kuno untuk membahas hubungan antara Filsafat Politik dan Ilmu Pemerintahan. Hal ini sangat panting guna memperoleh silsilah antara ilmu induk dan ilmu cabang. Melalui tokoh Filsafat Politik Plato dapat dipelajari bagaimana awal mula terjadinya pemikiran tentang apa yang disebut "politik" dan hubungannya dengan Ilmu Pemerintahan. Salah satu pendapat yang dapat disetujui oleh berbagai ahli bahwa lapangan penyelidikan Ilmu Pemerintahan adalah menyangkut tanggung jawab dan peranan yang menuntut adanya keterlibatan yangsangat besar dari pemerintah untuk dapat meningkatkan kemakmuran rakyat banyak. Menurut pendapat dari Soltau dan Gilchrist, ruang lingkup Ilmu Pemerintahan meliputi, 1. Pemerintahan menurut keadaannya sekarang 2. Pemerintahan sebagaimana yang lalu 3. Pemerintahan sebagaimana harusnya Selain pendapat tersebut di atas ruang lingkup Ilmu Pemerintahan menyangkut juga pembuatan dan pelaksanaan dari keputusan politik menjadi kebajikan pemerintah. Pendapat aristoteles yang dikutip dari Prof. Dr.A. Hoogerwerf menyebutkan lingkup pemerintahan adalah mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan. Ilmu alpha dan beta mempunyai kekhususan sendiri mengingat gejala yang ditangkap juga tidak sama. Ilmu Pemerintahan digolongkan sebagai ilmu alpha. Ilmu alpha yaitu ilmu-ilmu budaya, artinya kejadikan sebagai obyek yang dipelajari adalah "peristiwa berulang-ulang" dan sebagai akibat dari keberulangan itu dapat dijabarkan hukum-hukum ilmu pasti. Obyek yang berbeda akan membedakan pula metode yang akan dipergunakan. Ada empat metode yang sering dipakai pada obyek Ilmu Pemerintahan 1. Metode Filosofis 2. Metode Historis 3. Metode Eksperimen 4. Metode Deskriptif Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu yang mempunyai tujuan tertentu memerlukan kurikulum sebagai alat dalam kegiatan proses belajar mengajar. Pada sub bab ini juga dikemukakan beberapa contoh kurikulum Ilmu Pemerintahan yang diajarkan pada beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Penulis mengutip beberapa definisi tentang Ilmu Pemerintahan dari sejumlah ahli Ilmu Politik dan Pemerintahan, sehingga dapat di peroleh gambar bahwa ada sejumlah persamaan dasar, yaitu 1. Jalannya Pemerintahan 2. Mengatur ketentraman dan ketertiban masyarakat 3. Mewujudkan kemakmuran rakyat Politik, Pemerintahan dan Kekuasaan adalah 3 aspek yang berakar pada substansi kekuasaan. Kekuasaan sebagia substansi dari Politik dan Pemerintahan dapat diartikan sebagai kekuasaan itu sendiri adalah abstrak letapi perwujudannya dapat kita lihat dan rasakan sebagaimana diartikan adanya "kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P. Y. Nur Indro
Abstrak :
ABSTRAK Pemahaman terhadap pemikiran politik suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan nilai-nilai yang dimiliki bangsa tersebut, walau pengaruh eksternal terhadap bangsa tersebut juga tidak dapat diabaikan. Terdapat beberapa pemikiran politik yang menjadi landasan dalam perebutan dan pengisian kemerdekaan bangsa Indonesia. Kondisi perebutan dan pengisian kemerdekaan Indonesia merupakan wahana pemikiran politik yang sangat luas dan beranekaragam. Menurut Herbert Feith dan Lance Castles dalam bukunya Indonesian Political Thinking 1945 - 1965, pemikiran politik tersebut dapat dipisah dalam lima aliran, yaitu (1) Nasionalisme Radikal, (2) Tradisionalisme Jawa, (3) Islam, (4) Sosialisme Demokratis dan (5) Komunisme. Penelitian ini berusaha untuk mendalami pemikiran Sosialisme Demokratis yang menjadi landasan pemikiran politik Partai Sosialis Indonesia. Pemahaman pemikiran politik Sosialisme Demokratis Partai Sosialis Indonesia dibatasi hanya dalam hubungannya dengan pemikiran politik Soetan Sjahrir. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kantribusi Soetan Sjahrir terhadap pemikiran politik Partai Sosialis Indonesia tentang Sosialisme Demokratis? Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut di atas, peneliti mengklasifikasi pemikiran politik Soetan Sjahrir dalam tiga golongan, yaitu : (1) pemikiran politik tentang Kebebasan, (2) pemikiran politik tentang Universalisme Humanis, dan (3) pemikiran politik tentang Sosialisme Kerakyatan. Ketiga klasifikasi pemikiran politik Soetan Sjahrir tersebut kemudian dihubungkan dengan hasil deskripsi pemikiran politik Partai Sosialis Indonesia tentang Sosialisme Demokratis. Hasil penelitian menyatakan bahwa sikap kritis Partai Sosialisme Indonesia terhadap berbagai masalah didasarkan atau ada hubungannya dengan ketiga klasifikasi pemikiran politik Soetan Sjahrir. Dengan demikian kontribusi pemikiran politik Soetan Sjahrir terhadap pemikiran politik Partai Sosialis Indonesia tentang Sosialisme Demokrat adalah memberi dasar untuk berfikir dan bertindak.
ABSTRACT Understanding of a nation's political thinking can not be separated from history and values of that nation, even though external influences can not be disregarded. There are some political thinking that become foundation to take by for force and filled up for Indonesian Independence. During the struggling for and fulfilling the Indonesian independence and its developments into a nation, Indonesian political thinking has grown in various ways. According to Herbert Feith and Lance Castle in the Indonesian Political Thinking 1945 - 1965, the Indonesian political thinking can be identified as five "ism"s and they are : (1) Radical Nationalism, (2) Javanese Traditionalism, (3) Moslem, (4) Democratic Socialism, and (5) Communism. This research try to look at Democratic Socialism as a base for The Indonesian Socialist Party's (or Partai Sosialis Indonesia) political thinking. The understanding of Indonesian Socialist Party's Democratic Socialism political thinking was limited due to Soetan Sjahrir's political thinking. Thus, it leads to one research question that is How Soetan Sjahrir contributes to the Indonesian Socialist Party's political thinking on Democratic Socialism? Base on the research question above, the researcher classified Soetan Sjahrir's political thinking into three different groups : (1) political thinking on freedom, (2) political thinking on Human-Universalism, and (3) political thinking on Democratic Socialism. Those three distinctions of Soetan Sjahrir's political view, then, were connected with the description on Indonesian Socialist Party's Democratic Socialism political thinking. The research shows that Indonesian Socialist Party's critical view on various problem is due to this distinctions of Soetan Sjahrir's political thinking, In other words, Soetan Sjahrir's view and political thinking contributes to, both, Indonesian Socialist Party's views and actions in their political thinking on Democratic Socialism.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idris Thaha
Abstrak :
NURCHOLISH Madjid dan M. Amien Rais adalah dua tokoh Muslim yang mewarnai dunia pemikiran Islam di tanah air kita. Warna-warni pemikiran mereka tentu saja tidak mungkin dilepas dari latar belakang kehidupannya, baik keluarga, pendidikan, maupun organisasi. Menjelang Pemilu 2004, baik Nurcholish maupun Amien mencoba untuk membuktikan pemikiran-pemikiran di dalam dunia nyata dengan siap-siap maju menjadi Calon presiden RI. Nurcholish tidak memiliki partai politik sebagai kendaraan politiknya menuju istana negara, sedangkan Amien melangkah dengan partai politik yang didirikannya, Partai Amamat Nasional. Salah satu pemikiran yang hendak mereka wujudkan di tengali-tengah masyarakat Indonesia adalah berkaitan dengan Islam dan demokrasi. Nurcholish dan Amien menyayangkan gagalnya ujicoba praktik demokrasi: Demokrasi "Liberal" Parlementer dan Demokrasi Terpimpin (Orde Lama), dan Demokrasi Pancasila (Orde Baru). JaIan buntu praktik demokrasi di Indonesia ini mendorong Nurcholish dan Amien menawarkan pemikiran-pemikiran politiknya tentang demokrasi. Mereka mengemukakan sepuluh hal penting untuk mewujudkan transisi Indonesia menuju demokrasi. Kesepuluh elemen demokrasi yang mereka maksudkan tidak bisa dilepas dari bimbingan wahyu Ilahi, sehingga tidak salah jalan. Elemen demokrasi yang sejalan dengan beberapa agama Islam itu, antara lain terdiri partisipasi politik rakyat, kebebasan, penegakan hukum, pemerataaan keadilan sosial, peningkatan mutu pendidikan, dan pembentukan masyarakat madam, sebenamya telah tertuang jelas dan tegas di dalam rumusan Pancasila. Menurut Nurcholish dan Amien, sila-sila di dalam Pancasila sendiri sebetulnya sudah memberikan rumusan yang baik tentang sebagian konsep demokrasi. Karena itu, bila bangsa Indonesia, khususnya umat Islam taat pada agamanya, maka dipastikan mereka telah menjalankan nilai-nilai Pancasila, dan mereka sesungguhnya telah menjalankan demokrasi. Menurut Nurcholish dan Amien, sila pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Mahaesa" mengandung makna tawhid. Untuk itu, ia menjadi sila utama yang menyinari dan menjadi dasar etis sila-sila lainnya. Bagi mereka, sila pertama adalah sila vertikal (habl min Allah): beriman kepada Allah. Sedangkan sila-sila selanjutnya adalah sila-sila horizontal (habl min al-nas): beramal saleh kepada sesama. Karena itu, tidak heran kalau Nurcholish dan Amien sangat menekankan pemikiranpemikirannya, khususnya dalam politik, pada konsep tauhid. Tauhid merupakan fondasi asasi dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia. Demokrasi tanpa tauhid tidak akan memiliki makna berarti bagi kehidupan masyarakat. Inilah yang kita rebut dengan demokrasi yang dilandaskan pada tauhid. Yaitu, demokrasi religius atau demokrasi teistik-yang sebenamya dikehendaki M. Natsir-kita tahun, kedua tokoh ini pemah dijuluki "Natsir Muda". Untuk itu, saya berkesimpulan, bahwa Nurcholish dan Amien merupakan wakil tokoh Muslim Indonesia yang dapat dikatakan sebagai pemilar demokrat religius (substantif dan formalis) Wallahu a'lam lii alshawub.
Nurcholish Madjid and M. Amien Rais are two influential Muslim figures for Islamic thoughts in Indonesia Their thoughts, of course, are significantly related to their family, educational, and organizational background. During the general election 2004, Nurcholish and Amien tried to actualized their role and function in real politic. They were nominated for presidential candidate. Nurcholish went through non-political party, while Amien went through the National Mandate Party (PAN). In most of their ideas and thoughts, Nurcholish and Amien attempted to introduce the concept of Islam and democracy. This is due to the failure of democratic practices: Parliamentary "Liberal" Democracy and Guided Democracy (Old Era) and Pancasila Democracy (New Era). In introducing their political thoughts and democracy, Nuscholish and Amien proposed ten important points in order to change the existing democratic system in Indonesia. The ten points are based and rooted on Islamic concept of democracy. They include people political participation, freedom, law enforcement, social justice, improving the quality of education and creating civil society. Both Nurcholish and Amien agreed that these elements, in fact, have been included in Pancasila. According to them, Pancasila reflects certain aspects of democracy. Therefore, if Indonesian people, especially Muslim population, are really committed to Islamic teachings, actually they have implemented the concept of Pancasila, meaning that they have implemented the concept of democracy. According to Nurcholish and Amien, the first element of Pancasila, i.e. "Belief in One God", implies the concept of tawhid. This element is the basic foundation of the other elements. In their opinions, the first element is considered as vertical aspect (habl min Allah): belief in Allah, while the other elements are considered as horizontal aspect (habl min al-nas): doing good deeds for humanity. NurchoIish and Amien emphasize their political thoughts on the concept of tawhid. Tawhid is the basic foundation for implementing the concept of democracy in Indonesia. This is so-called tawhid-based democracy. That is religious democracy or theistic democracy as proposed by M. Natsir. In conclusion, Nurcholish and Amien represent Indonesian Muslim figures who introduce religious democratic concept. Wallahu a'lam bi al-shawib.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Prilia Gamarlin
Abstrak :
Tesis ini mengkaji mengenai perkembangan bisnis perang di Amerika Serikat, dengan studi kasus pemanfaatan korporasi militer swasta Blackwater. kajian ini dilakukan untuk mendeskripsikan bisnis perang, ideology yang melatarbelakangi hingga kepada pemanfaatan korporasi militer swasta sebagai permasalahan utama untuk dikaji yang dikaji dengan menggunakan teori neoliberalisme. Penulis menggunakan data dari buku, jurnal, dan sumber-sumber lain yang mendukung yang sesuai dengan konteks. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan korporasi militer swasta dalam kasus ini Blackwater merupakan entitas dari market, yang lahir dari ideology neoliberalisme. Oleh sebab itu, ada hubungan antara ideology, market, dan korporasi militer swasta. ...... This thesis analyzes the development of the American warfare business, focusing on the case study of the utilization of the Blackwater private military corporation. This analysis is conducted through the description of the warfare business. The ideology that establishes the background of the utilization of the private military corporation is the main focus of this which is analyzed by using the Neo-liberalism theory. The writer uses data from books, journals, and other supporting source materials of relevant context. This research illustrates that the utilization of the private military corporation, in this case Blackwater, is a part of the market which is a product of the neoliberal ideology. Therefore, there is a connection between ideology, market, and private military corporations.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arry Bainus
Abstrak :
Peranan militer dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia pada Zaman Orde Baru begitu kuatnya mengakar hingga jauh melebihi peranannya sebagai penjaga kedaulatan dan inlegritas bangsa dan negara. Pada masa pasca Orde Baru, hal ini menjadi sorotan banyak pihak, Ierulama tentang jati diri TNI, kedudukan dan peran TNI, komando dan pembinaan lerilorial, dan bisnis TNI. Pembuatan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tenlang Tentara Nasional Indonesia merupakan salah satu usaha dalam rangka Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia. Dinamika proses deliberasi pembuatan Undang-Undang ini menjadi titik sentral dalam pcmbahasan penclitian ini. Penelitian ini secara khusus ditujukan untuk menunjukan suatu pemahaman mengenai proses deliberasi yang terjadi antara pihak pemerintah dan TNI, politisi sipil di DPR, sorta masyarakat sipil dalam proses pembuatan Undang-Undang ini. Secara lebih luas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada Ilmu Politik di Indonesia dan juga dalam penyelesaian Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelilian kualitatif dengan berdasarkan pada penelitian Iapangan dan studi kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam pada para anggota Komisi I DPR RI, para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, dan tokoh-tokoh militer. Dalam studi kepustakaan, data dan informasi dikumpulkan melalui penelitian dokumenter. Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa proses deliberasi dalam pembuatan Undang-undang tentang TNI di Komisi I DPR RI telah memunculkan interaksi politik dan power interplay di antara fraksi-fraksi maupun dengan pihak Pemerintah. Hal ini telah menggambarkan terciptanya polarisasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses deliberasi secara Iangsung maupun tidak langsung. Karena proses deliberasi bersifat kompromi, pcrbedaan pandangan ini justru menimbulkan kebijakan-kebijakan yang bersifat gamang yang pada akhirnya memunculkan pandangan jalan tengah di dalam menyikapi prinsip supremasi sipil, yaitu konsepsi kontrol demokrasi. Secara lebih rinci, penelitian ini menunjukkan bahwa pengelompokkan pandangan di tubuh TNI di antara kelompok statue-quo dan moderal (reformis) telah mempengaruhi jalannya dinamika politik di Komisi I. Dalam proses deliberasi ini terlihat bahwa konsentus yang tercipta dalam pencapaian kesepakatan substansi isi UU TNI dilalui dengan tahapan tawar-menawar di antara beberapa pihak yang berkepentingan. Penelitian juga menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat sipil dalam pembuatan Undang-Undang ini merupakan suatu bentuk partisipasi yang lebih luas dalam menyatakan keinginan dan pemikirannya. ......The roles of military in political, economic, and social life in Indonesia during the New Order era were so strong and deeply rooted; they eclipsed their roles as the guardian of nation-state's sovereignty and integrity. In the post-New Order era, this matter has become rampantly criticised, especially regarding TNI's identity, TNI's position and roles, territorial command and management, and TNI's economic activities. The making of TNI Act is considered to be one of the efforts in relations to the Security Sector Reform in Indonesia. The dynamics of deliberation process inthe making of this Act is the centrepiece of this research. This research is specifically aimed to provide an understanding regarding the deliberation process between government and TNI, civil politicians in the People's Representative Council, and civil society in the process of the making of this Act. In a much broader sense, this research is expected to provide significant contribution to Political Science in Indonesia and also in the establishment of Security Sector Reform in Indonesia. This research used qualitative research method based on field and library research. Field research was conducted with in-depth interview to members of Commission I within the People's Representative Council, Non-Governmental Organizations activists, and military prominents. During the library research, data and infomation were gathered through documentary research. Based on the data analysis in this research, it can be concluded that the deliberation process in the making of TNI Act in Commission I within the People's Representative Council had established political interactions and power interplay either among the fractions or with the government. It described the polarisations of the actors involved in this deliberation process, directly or indirectly. Because of the compromising nature ot? this deliberation process, the differences of perspectives caused the creation of weak policies that eventually brought out middle-way perspective in response to the civil supremacy principles: the conception of democratic control. This research shows that the differences in perspectives within the TNI between the status-quo group and the rcformists had influenced the political dynamics in Commission I. This deliberation process showed that consensus in reaching agreements regarding the substance of the contexts of this TNI Act was passed through bargaining phase among the concerning actors. This research also shows that the involvement of civil society in the making of this Act was considered to be a form of wider participation in expressing their aspirations and thoughts.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D976
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>