Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Insan Kharis
Abstrak :
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang cukup sering terjadi, terutama pada pasien-pasien anak dan geriatri, wanita, serta pasien-pasien rawat inap di rumah sakit. Walaupun ISK seringkali dapat diterapi dengan antibiotik, diketahui terdapat masalah resistensi kuman ISK yang cukup tinggi terhadap antibiotik ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol di Indonesia serta di negara-negara berkembang lainnya. Dalam penelitian ini, dilakukan uji disc-diffusion untuk mengidentifikasi efek antibakterial ekstrak etanol 70% daun Delonix regia terhadap pertumbuhan dua spesies bakteri Gram-negatif yang paling sering menyebabkan ISK, Escherichia coli dan Proteus mirabilis. Daun Delonix regia yang telah dikeringkan diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Kemudian, ekstrak diencerkan empat kali dalam brain-heart infusion, menghasilkan ekstrak cair dengan kandungan 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, dan 8 mg/mL dan diteteskan ke atas disc kosong. Selanjutnya, zona hambat yang terbentuk pada biakan-biakan Escherichia coli dan Proteus mirabilis dihitung dengan jangka sorong. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Tidak terbentuk zona hambat di sekitar disc yang mengandung ekstrak daun Delonix regia. Dua faktor utama yang kemungkinan mempengaruhi hasil penelitian adalah jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak yang digunakan. Selain itu, target molekular zat aktif yang diekspresikan oleh kedua spesies bakteri coba serta jenis produk Delonix regia yang digunakan mungkin turut berpengaruh pada hasil penelitian. ......Urinary tract infections (UTIs) are common infections among children, geriatrics, women of all ages, and hospital inpatients. While UTIs can be successfully treated with antibiotics, it is currently known that there are high levels of antibiotic resistance to ampicillin, co-trimoxazole, and chloramphenicol among UTI pathogens in Indonesia and other developing countries. In this study, antimicrobial susceptibility testing using disc-diffusion method was performed to identify the antibacterial activity of 70% ethanolic extract of Delonix regia leaf against two common UTI pathogens, Escherichia coli and Proteus mirabilis. Dry Delonix regia leaves were extracted in 70% ethanolic solvent. It was then diluted four times in brain-heart infusion, giving four solutions with extract concentrations of 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, and 8 mg/mL. Afterward, the zones of inhibition formed on agar plates with Escherichia coli and Proteus mirabilis colonies were measured using vernier scale. This method was repeated three times. No evident zone of inhibition was formed around discs containing Delonix regia extract of all concentrations. Two main factors probably affecting the results of this study are extract solvent and concentrations used. Other factors, such as molecular targets expressed by both species of bacteria and products of Delonix regia likely play minor roles.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Indra Sanjaya
Abstrak :
Sepsis adalah gejala klinis akibat infeksi disertai respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi atau letargi. Sepsis neonatorum adalah sepsis yang teijadi pads neonates, dan pada biakan darah didapatkan basil positif. Pada sepsis neonatorum sering disertai infeksi saluran kemih (ISK). ISK ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan memperberat sepsis. Untuk menegakkan diagnosis ISK sebagai standar adalah hitting koloni kuman pada biakan urin. Pewarnaan Gram urin merupakan pemeriksaan yang cepat, dapat rnengetahui morfologi dan jumlah kuman dalam hari pertama, serta dapat mendeteksi adanya ISK. Dengan melihat basil pewarnaan Gram urin maka pemberian terapi antibiotika secara empiris dapat lebih terarah. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkam metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi ISK pada sepsis neonatorum. Penelitian ini juga bertujuan mendapatkan data proporsi ISK, pola kuman penyebab ISK dan antibiogramnya pada sepsis neonatorum. Subjek penelitian adalah 100 bayi secara klinis menderita sepsis neonatorum yang dirawat di bangsal Perinatologi dan NICU Bagian IKA RSCM. Bahan berupa darah vena dan urin kateterisasi, diperiksa di Bagian Patologi Klinik RSCM. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pewamaan Gram urin langsung dan urin sitospin, biakan min, dan biakan darah. Dinilai tingkat sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram urin terhadap biakan urin. Pada penelitian ini didapatkan proporsi ISK pada sepsis neonatorum sebesar 8%. Pola kuman penyebab ISK terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Pseudomonas sp dan Staphylococcus epidermidis. Tes sensitivitas antibiotika Pseudomonas sp resisten terhadap antibiotika yang diujikan. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotik Ampicillinsulbactam, Vancomycin, Meropenem, Imipenem, dan Oxacillin. Pada penelitian ini didapatkan tingkat sensitivitas pewarnaan Gram urin langsung 75% dan spesifisitas 100%, sedangkan pewarnaan Gram urin sitospin didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,9%. Pada kurva receiver operator curve (ROC) didapatkan sensitivitas dan spesitifitas terbaik pewamaan Gram urin sitospin untuk diagnosis ISK bila cut off point > 3 kuman per lapangan pandang imersi (pembesarkan 1000x). Pewarnaan Gram urin sitospin merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosis ISK pada sepsis neonatorum secara rutin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Arief Bramono
Abstrak :

Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu pada ginjal, ureter, atau kandung kemih. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa ketidaknormalan parameter metabolik merupakan hal yang umum pada pasien BSK. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT), asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah dengan opasitas batu pada pasien BSK. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan melihat data rekam medis dari pasien BSK yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008 – Desember 2013 di Departemen Urologi RS Cipto Mangunkusumo. Data yang yang diambil adalah indeks masa tubuh (IMT), kadar asam urat serum, glukosa serum, tekanan darah, dan opasitas BSK. Hubungan antara IMT, kadar asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah, dengan opasitas batu dianalisis menggunakan uji chi-square. Terdapat 2.889 pasien yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008 – Desember 2013. Analisis dilakukan terhadap 242 pasien yang memiliki rekam medis lengkap. Rerata usia adalah 48,02±12,78 tahun.  Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 2,27:1. Rerata IMT adalah 29,91±3,78 kg/m2. IMT berisiko didapatkan pada 66,52% pasien.  Proporsi batu radioopak adalah 77,69% (188 pasien). Dua puluh dua pasien (9,1%) memiliki tekanan darah normal. Pasien dengan kadar serum asam urat tinggi sebanyak 34,30% (83 pasien). Secara statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu (p < 0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu pada pasien BSK. Pasien hiperglikemia cenderung memiliki batu radiolusen. Sementara pasien normoglikemia cenderung memiliki batu radioopak.


Urolithiasis refers to formation of stone in the kidney, ureter, or bladder. Several studies showed metabolic abnormalities were common in urolithiasis patients. The aim of this study was to describe the association between body-mass-index (BMI), serum uric acid, serum glucose, and blood pressure toward stone opacity in urinary tract stone patients. This study was done retrospectively by reviewing registry data of urinary tract stone patients that had undergone ESWL on January 2008 – December 2013 in Department of Urology Cipto Mangunkusumo Hospital. Data concerning body mass index, serum uric acid, serum glucose, blood pressure, and urinary tract stone opacity were recorded. Associations between body mass index, serum uric acid, serum glucose and blood pressure with urinary tract stone opacity were using chi-square test. There were 2,889 patients who underwent ESWL on January 2008 – December 2013. We analyzed 242 subjects with complete data. Mean age was 48.02 (± 12.78 years). Male-to-female ratio was 2.27:1. Mean BMI was 29.91 (± 3.78) kg/m2. High risk BMIs were found in 161 patients (66.52%). The proportion of radioopaque stone was 77.69% (188 patients). Twenty two patients (9.1%) had normal blood pressure. Patients with high serum uric acid were 34.30 % (83 patients). We found a significant association between random serum glucose level and stone opacity (p < 0.05). There is significant association between random serum glucose level and stone opacity in urolithiasis patients. Hyperglycemia patients tend to have radiolucent stone, whereas normoglycemia patients tend to have radioopaque stone.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Rosida
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barry Arief Praba
Abstrak :
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kelainan yang sering ditemukan, diderita oleh laki-laki dan perempuan, dan memiliki manifestasi klinis yang berbeda-beda. ISK seringkali menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Agen-agen antimikroba yang memiliki kadar yang tinggi dalam jaringan dan urin, yang dapat dikonsumsi per oral, dan tidak nefrotoksik telah mengurangi secara signifikan perlunya hospitalisasi dalam penatalaksanaan infeksi. Instilasi aminoglikosida intravesika telah digunakan secara empiris sebagai terapi profilaksis untuk mengobati bakteriuria pada pasien dengan cedera medula spinalis yang menjalani kateterisasi intermiten secara bersih. Sebuah studi klinis prospektif yang dilakukan di bangsal urologi RS Dr. Sardjito Yogyakarta, kami mempelajari pasien yang terpasang kateter uretra menetap. Pasien dibagi kedalam 2 kelompok. Pada kelompok pertama (28 pasien) dilakukan sekali pemberian instilasi Netilmicin 25 mg intravesika, pada kelompok kedua (28 pasien) tidak diberikan instilasi Netilmicin. Dilakukan urinalisis sesaat sebelum pemasangan kateter uretra dan 4 hari pasca pemasangan kateter. Dilakukan pemeriksaan urinalisis sebelum dan sesudah instilasi netilmisin. Data dan hasil dianalisis secara statistik deskriptif. Digunakan uji Chi square untuk membandingkan kedua kelompok. Penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 17. Dilakukan analisis pada urinalisis kedua kelompok yang diambil 4 hari pasca instilasi netilmisin 25 mg. Pasien-pasien yang diteliti, median usia adalah 59 tahun (min 29; maks 81 tahun). Pada kelompok pertama, 22 pasien (78,5 %) tetap tidak terdapat ISK, 6 pasien (21,5 %) menderita ISK. Pada kelompok kedua kami dapatkan 4 pasien (14,3) tetap tanpa ISK, 24 pasien (85,7 %) menderita ISK. Perbedaan pada kedua kelompok berbeda secara statistik (p=0,0001). Instilasi netilmisin intravesika efektif untuk manajemen infeksi saluran kemih pada pasien-pasien dengan kateter menetap. ...... Urinary tract infections (UTIs) are common, affect men and women of all ages, and vary dramatically in their presentation and sequelae. They are a common cause of morbidity and can lead to significant mortality. New antimicrobial agents that achieve high urinary and tissue levels, that can be administered orally, and that are not nephrotoxic have significantly reduced the need for hospitalization for severe infection. Shorter-course therapy and prophylactic antimicrobial agents have reduced the morbidity and cost associated with recurrent cystitis in women. Intravesical instillation of aminoglycoside has been used empirically as prophylaxis and to treat bacilluria in spinal-cord-injured patients undergoing clean intermittent catheterization. In a prospective clinical trial performed in the urologic ward of Dr. Sardjito Hospital, yogyakarta, Indonesia, we studied 56 patients who has indwelling urethral catheter more than 4 days. Patients were divided into two groups. In group 1 (28 patients) one-time intravesical instillation of Netilmicin 25 mg was administred, and in group 2 (28 patients) none were given any treatment. Urinalysis was evaluated before and after instillation of Netilmicin. Statistical data and results were studied using descriptive statistics as median (minimum and maximum). To compare the response to treatment, Chi-Square test was used in two groups. Consequently, the data were analyzed using the SPSS 17 software. Urinalysis were evaluated in two groups 4 days after intravesical instillation of 50 mg netilmicin. The patients we studied, the median age 59 years old (min. 29; max. 81). In the first group we found 22 (78,5 %) patients still without UTI, 6 (21,5 %) patients with UTI, in the second group we found 4 (14,3 %) still without UTI, 24 (85,7 %) patients with UTI. The difference was statistically significant (p=0.0001). Intravesical instillation of netilmicin on patients with indwelliing urethral catheter were effective on preventing catheter-related UTI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Hardjadinata
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Alkamdani
Abstrak :
Latar belakang: Infeksi saluran kemih ISK merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering pada anak usia 2 bulan ndash; 2 tahun. Infeksi saluran kemih sulit dideteksi karena gejalanya yang tidak khas. Diagnosis pasti dengan biakan urin membutuhkan waktu yang lama, sedangkan pemeriksaan urinalisis sulit mendeteksi ISK karena pengosongan kandung kemih yang cepat. Pewarnaan Gram urin lebih mudah dilakukan, cepat, dan murah sehingga diajukan sebagai metode diagnosis alternatif. Tujuan: Mengetahui kesesuaian pemeriksaan pewarnaan Gram urin dibandingkan dengan biakan urin dalam mendiagnosis ISK pada anak usia 2 bulan - 2 tahun. Metode: Studi potong lintang, di RSCM Jakarta, bulan Mei hingga Desember 2016. Penelitian melibatkan 59 anak usia 2 bulan ndash; 2 tahun dengan klinis tersangka ISK. Urin diambil dengan teknik kateterisasi peruretra. Sampel urin diperiksakan pewarnaan Gram, biakan urin dan urinalisis. Biakan urin sebagai baku emas pemeriksaan, dinyatakan sebagai ISK apabila tumbuh kuman dengan koloni >50.000 cfu/mL. Pewarnaan Gram dinyatakan positif ISK apabila ditemukan satu jenis bakteri per lapang pandang besar. Hasil: Prevalens ISK pada penelitian ini sebesar 38,9. Sensitivitas pewarnaan Gram urin sebesar 47,8 IK 95 26,8-69,4, spesifisitas 97,2 IK 95 85,5-99,9, NDP 91,7 IK 95 60,3-98,8, NDN 74,5 IK 95 60,3-98,8, LR 17,2 IK 95 2,4-124,6, LR - 0,54 IK 95 0,36-0,8, akurasi 78. Simpulan: Terdapat kesesuaian antara pemeriksaan pewarnaan Gram urin dengan biakan urin dalam mendiagnosis ISK. Terapi antibiotik dapat segera diberikan apabila hasil pemeriksaan Gram urin positif menunjukkan hasil positif. Pemberian antibiotik dapat ditunda menunggu hasil biakan urin, apabila gejala klinis ISK tidak terlalu khas dan tidak ditemukan bakteri dari pewarnaan Gram urin. ...... Background: Urinary tract infection UTI one of the most common disease in children age 2 months 2 years. Urinary tract infection in children is often difficult to diagnose because of the atypical symptoms. The definitive diagnosis with urine culture has its limitations because it takes a long time to get results, while it is difficult to detect UTI using urinalysis due to the rapid bladder emptying. Gram staining of urine is thought to be easier, faster, and cheaper, therefore it is proposed as an alternative method for early diagnosis of UTI. Objective: To compare the diagnostic accuracy of urine Gram staining with urine culture to diagnose UTI in children aged 2 months to 2 years. Methods: A cross sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital from May to December 2016. The study involved 59 children aged 2 months 2 years drawn through consecutive sampling method with clinically suspected UTI. Urine sample was taken with per urethra catheterization techniques. Urine samples were examined by Gram staining, urine culture and urinalysis. Urine culture as a gold standard examination is expressed as UTI when colonies of bacterias grow 50,000 cfu mL. Gram stain tested positive for UTI if one type of bacteria is found per high power field. Results: The prevalence of UTI in this study is 38.9. The sensitivity of urine Gram staining is 47.8 95 CI 26.8 to 69.4, specificity of 97.2 95 CI 85.5 to 99.9, NDP 91.7 CI 95 from 60.3 to 98.8, NDN 74.5 95 CI 60.3 to 98.8, LR 17.2 95 CI 2.4 to 124.6, LR 0.54 95 CI 0.36 to 0.8, and accuracy of 78. Conclusion There is a correlation between the urine Gram staining with urine culture in diagnosing UTI in children aged 2 months 2 years. Antibiotics may be administered immediately when urine Gram staining shows positive result. Antibiotics for UTI may be delayed until the results of urine culture, if clinical symptoms of UTI is not very distinctive and urine Gram staining shows negative result.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noly Papertu Englardi
Abstrak :
Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam mencapai produktifitas kerja, namun rendahnya kesadaran pekerja dalam menjaga kesehatan dapat menyebabkan masalah kesehatan terutama Infeksi Saluran Kemih (ISK). Tujuan penelitian mengidentifikasi hubungan perilaku pemenuhan kebutuhan cairan, eliminasi dan personal hygiene dengan risiko ISK pada pekerja di PT. X. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode cross sectional. Responden berjumlah 81 orang pekerja bagian produksi PT. X. Pengumpulan data menggunakan 4 kuesioner yaitu kuesioner risiko ISK, pemenuhan kebutuhan cairan, pemenuhan kebutuhan eliminasi, dan kuesioner personal hygiene. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan cairan dengan risiko ISK p value 0.023, tidak ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan eliminasi dengan risiko ISK dengan p value 0.055, ada hubungan antara personal hygiene dengan risiko ISK dengan p value 0.00. Saran peneliti, pihak perusahaan memfasilitasi air minum, loker, kebersihan toilet beserta sabun dan pengering tangan, serta pemantauan berkala terhadap pekerja. ...... Health is the most important element in achieving work productivity, but low awareness of workers in maintaining health can cause health problems especially Urinary Tract Infection (UTI). The objective of the study was to identify the relationship of fulfillment of fluid, elimination and personal hygiene with risk of UTI In Working Group of Production Section at PT. X. The method of this study was quantitative using cross sectional method. Respondents were 81 workers of production section at PT. X. Data were collected using 4 questionnaires: UTI risk, fluid fulfillment, elimination fulfillment, personal hygiene, and risk of UTI. The result of the study showed that: there is correlation between fluid fulfillment with risk of UTI (p value 0.023), there is no relation between elimination fulfillment with risk of UTI (p value 0.055), there is correlation between personal hygiene with risk of UTI (p value 0.00). The researcher's suggestion, the company facilitates drinking water, lockers, toilet cleaners with soap and hand dryers, and regular monitoring of workers.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Guntari
Abstrak :
Trimetoprim-sulfametoksazol (TMP/SMX) merupakan golongan antibiotik lini pertama yang digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Antibiotik TMP/SMX bekerja dengan menghambat reaksi enzimatik sintesis folat bakteri pada dua tahap yang berurutan pada bakteri, sehingga kombinasi obat ini dapat memberikan efek sinergi. Gen dfr dan gen sul merupakan gen yang mengkode DHFR dan DHPS yang terdapat di Mobile Genetic Element (MGE) yang keberadaannya dapat meningkatkan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik trimetoprim-sulfametoksazol. 8 isolat Escherichia coli diketahui resitensi terhadap trimetoprim-sulfametoksazol secara fenotipik diperiksa keberadaan MGE dfr1, dfr5, dfr7&17, sul1 dan sul2 melalui metode PCR konvensional, dilanjutkan dengan analisis asam amino untuk melihat ada atau tidaknya mutasi. 7 dari 8 isolat Escherichia coli yang reistensi antibiotik trimetoprim-sulfametoksazol memiliki MGE dfr dan sul yang berkesesuaian dengan fenotipik resistensi trimetoprim- sulfametoksazol. Mutasi asam amino dijumpai pada gen dfr1 isolat no 95 pada posisi I55V; D64S; N65D; I70V; N129S. dfr5 Isolat nomor 14, 53, 88 dan 95 memiliki jumlah mutasi asam amino sebanyak 10 titik pada posisi: A17G; A20S; D21N; N22D; I26V; P29Q; Y36D; Y37D; L41F; D43G. sedangkan gen sul2 isolat 14, 29, 78, 79 dan 88 mutasi pada posisi G8W dan I12M. Keberadaan MGE dfr dan sul pada isolat klinis menunjukkan adanya mekanisme resistensi ekstrinsik bakteri yang memerlukan perhatian khusus terhadap peningkatan kejadian resistensi bakteri. ......Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP/SMX) is a class of first-line antibiotics used for the treatment of urinary tract infections. TMP/SMX antibiotics work by inhibiting the enzymatic reaction of bacterial folate synthesis at two successive stages in bacteria, so that this drug combination can provide a synergistic effect. The dfr gene and sul gene are genes that code for DHFR and DHPS found in the Mobile Genetic Element (MGE) whose presence can increase the incidence of bacterial resistance to the antibiotic trimethoprim-sulfamethoxazole. 8 isolates of Escherichia coli known to be resistant to trimethoprim-sulfamethoxazole phenotypically examined for the presence of MGE dfr1, dfr5, dfr7&17, sul1 and sul2 through conventional PCR methods, followed by amino acid analysis to see the presence or absence of mutations. 7 of the 8 isolates of Escherichia coli that were trimetoprim-sulfamethoxazole antibiotic retention had MGE dfr and sul corresponding to the phenotypic resistance of trimethoprim-sulfamethoxazole. Amino acid mutations were found in the dfr1 gene isolate no 95 at position I55V; D64S; N65D; I70V; N129S. dfr5 Isolates number 14, 53, 88 and 95 have a number of amino acid mutations of 10 points at position: A17G; A20S; D21N; N22D; I26V; P29Q; Y36D; Y37D; L41F; D43G. while the sul2 gene isolates 14, 29, 78, 79 and 88 mutations at the G8W and I12M positions. The presence of MGE dfr and sul in clinical isolates suggests the existence of a mechanism of bacterial extrinsic resistance that requires special attention to the increased incidence of bacterial resistance.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy, Matthew
Abstrak :
Infeksi Saluran Kemih (ISK) disebabkan oleh mikroorganisme dengan atau tanpa gejala berupa sakit saat berkemih, urgensi, dan peningkatan frekuensi berkemih. Pada ISK tanpa gejala, diagnosis ditegakkan melalui kultur urin dengan jumlah koloni mikroorganisme 105 colony forming unit (cfu)/mL. ISK terutama disebabkan oleh bakteri, sehingga terapi awal yang diberikan secara empirik untuk ISK adalah antibiotik. Ampisilin dulu pernah digunakan sebagai terapi empirik untuk ISK, tetapi tidak lagi digunakan karena angka resistensinya yang tinggi. Secara teoritis, resistensi tersebut dibawa oleh plasmid dan akan hilang dalam populasi bakteri apabila tidak pernah digunakan. Penelitian ini bertujuan melihat apakah ampisilin berpotensi menjadi sensitif kembali dengan pola resistensi yang relatif sama dibandingkan dengan siprofloksasin sebagai pembanding untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab ISK secara in vitro. Studi ini menggunakan metode potong lintang dengan pengambilan sampel urin di puskesmas-puskesmas di Jakarta yang diuji pola resistensi terhadap kedua antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik ampisilin dan siprofloksasin secara berurutan adalah 89,5% dan 10,5% dan perbedaan tersebut tersebut bermakna melalui uji Chi-square dengan nilai p < 0,001. Dengan tingginya angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap ampisilin, maka ampisilin belum dapat digunakan kembali sebagai terapi ISK terutama untuk penyebab ISK oleh bakteri Gram negatif. Untuk bakteri Gram positif, ampisilin masih mungkin untuk dipakai kembali sebagai pengobatan ISK, tetapi masih perlu diteliti lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar. ......Urinary tract infection (UTI) is caused by microorganism with or without clinical symptoms such as dysuria, urgency, and increase frequency of urination. For asymptomatic UTI, diagnosis was supported by urine culture marked by more than 105 colony forming unit (cfu)/mL. UTI is mainly caused by bacteria; therefore, initial empirical therapy of UTI is using antibiotic. Once, ampcillin has been used as empirical therapy for UTI; however, it is no longer used as empirical therapy because of its high number of resistance. Theoretically, the resistance is carried by plasmid which will be lost in bacteria population if it has never been used. The objective of this study is to find whether ampicillin has potency to be sensitive again with the same resistance pattern as ciprofloxacin as reference for inhibiting growth of bacteria causing UTI. Method of this study is cross-sectional study with urine samples collection at Puskesmas in Jakarta which were tested its resistance pattern to both of antibiotics. Result of this study showed that resistance number of bacteria causing UTI to ampicillin and ciprofloxacin and are 89,5% and 10,5% respectively and this difference is significant based on Chi-square test with a p value of < 0,001. Ampicillin’s resistance is high so that ampicillin still can not be used again as therapy of UTI particularly against Gram negative bacteria. For Gram-positive bacteria, ampicillin is still likely to be reused as a treatment for UTI, but still need to be investigated further with a larger number of samples.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>