Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuh Anak Ampun
Abstrak :
Salah satu indikasi kekuatan sebuah negara untuk mampu bertahan hidup dan berkembang adalah bila masyarakatnya memiliki integritas yang tinggi baik berdimensi horizontal maupun vertikal. Hanya dengan suasana seperti itulah memungkinkan pembangunan di segala aspek kehidupan dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu negara senantiasa berusaha semaksimal mungkin dengan menggunakan kekuatan yang ada pada dirinya untuk tercapai suasana yang kondusif, yaitu integrasi nasional. Berkenaan dengan hal tersebut diatas, Propinsi Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan, sebagai salah satu propinsi di Indonesia tidak sunyi dari masalah integritas. Kota Medan sendiri dikenal memiliki sumber daya alam yang kaya, seperti tambang minyak, perkebunan meskipun sifatnya sangat terbatas. Kuat dugaan bahwa dengan sumber daya alam tersebut mengakibatkan daerah ini banyak dikunjungi oleh para perantau baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan kehadiran kolonial Belanda maupun Jepang di daerah ini tidak terlepas dari keinginan untuk menguasai sumber daya alam yang kaya tersebut. Dengan demikian kota Medan menjadi tumpuan berbagai perantau yang berbagai etnis. Meskipun demikian hingga saat ini tidak pernah ditemukan konflik etnik atau benturan budaya meskipun tidak ada budaya dominan, kecuali terhadap etnik Cina. Khusus mengenai etnis Cina sebagai salah satu etnis perantau di kota Medan ini, walaupun jumlah mereka relatif sedikit, namun kelihatannya sangat berbeda dengan etnis pendatang lainnya. Mereka mampu menguasai roda perekonomian, menguasai pusat-pusat perbelanjaan, perbankan, manukfatur dan lain sebagainya. Namun yang sangat mengherankan bahwa meskipun mereka sudah relatif lama di daerah kota Medan ini, akan tetapi belum dapat berbaur dengan baik dengan masyarakat lokal dimana mereka berada. Cara hidup mereka masih eksklusif baik tempat tinggal, interaksi sosial maupun dalam dunia pekerjaan. Seolah-olah mereka memiliki pemerintahan sendiri di wilayah hukum Pemerintah Kota Medan. Akan tetapi pada sisi lain sering kali mendapat perlakuan yang kurang baik dari masyarakat, beberapa kerusuhan sosial di Medan yang menjadi korban adalah etnis Cina ini, balk gangguan terhadap harta maupun jiwa. Apakah memang ada hubungan antara cara hidup mereka yang eksklusif tersebut terhadap gangguan harta dan jiwa mereka, apakah memang pola-pola interaksi yang mereka gunakan selama ini kurang sesuai dengan penduduk lokal, dan seandainya ada hubungan kedua variable ini, mengapa etnis Cina kelihatannya tidak menunjukkan perbaikan sikap. Dan masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan terhadap keberadaan Cina di kota Medan ini. Hal inilah sebenarnya mendorong penelitian ini dilakukan. Mengingat demikian luasnya aspek kehidupan masyarakat Cina di kota Medan ini yang berkaitan dengan pembauran (asimilasi), maka peneliti hanya menyoriti 5 aspek saja yaitu: 1). Sikap WN1 Cina dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan kekeluargaan. 2). Motivasi mempertahankan identitas sebagai WNI Cina bukan sebagai bangsa Indonesia. 3). Tanggapan pribumi alas sikap eksklusif WNI Cina. 4). Faktor-faktor penghambat dalam proses pembauran. 5). Upaya yang dilakukan oleh Pemko Medan dalam proses pembauran antara WNI keturunan dengan pribumi. Kemungkinan hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu: 1). Memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang timbul akibat dari sikap yangkurang mendukung terhadap pelaksanaan pembauran. 2). Sebagai bahan masukan bagi Pemko Medan dalam mengambil kebijakan dalam pelaksanaan pembauran di kalangan WNI Keturunan yang bermuara kepada ketahanan Daerah. Mengenai metode penilitian, peneliti menggunakan pendekatan disiplin ilmu sosiologi dan politik yang membahas segi-segi tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. Dan hal itu dipandang dipandang kejiwaan yang dapat berubah karena perbedaan-perbedaan situasi sosial dan perkembangan budaya. Penelitian ini sendiri dilakukan di kota Medan dengan responden utama sebanyak 100 tersebar 4 Kecamatan dari 21 Kecamatan. 4 Kecamatan tersebut adalah 1). Kecamatan Medan Timur, 2). Kecamatan Medan Tembung, 3). Kecamatan Medan Labuhan, dan 4). Kecamatan Medan Maimun. Sedangkan jumlah mereka saat ini diperkirakan sebanyak 115.400 orang untuk seluruh kota Medan. Akan tetapi mengingat penelitian ini bersifat diskriptif analitik, adakalanya responden juga diambil dari luar 100 orang tersebut. Responden tambahan dimaksud seperti aparat pemerintah termasuk Kepala Lingkungan, tokoh masyarakat, para pedagang di pasar dan sejumlah pribumi, akan tetapi sifatnya hanya mendukung terhadap data yang sudah ada. Hal itu diperlukan guns lebih jernih dalam menarik kesimpulan. Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ada 4 bentuk yaitu: 1). Mencatat dokumen-dokumen dan studi kepustakaan. 2). Observasi, yaitu melihat dan melibatkan diri secara langsung kepada obyek dan subyek penelitian, sehingga fenomena kehidupan mereka yang berkenaan dengan masalah penelitian dapat terekam dengan baik. 3). Wawancara mendalarn (Indepth Interview) berkenaan dengan tujuan penelitian. Wwancara juga dilakukan terhadap Key Informants (termasuk didalamnya tokoh-tokoh masyarakat, tokoh pemuda) tentang pokok permasalahan sesuai dengan pengamatan dan pandangan mereka terhadap proses pembauran. 4). Kuesioner digunakan untuk menjaring data: Latar belakang kehidupan responden seperti tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan agama. Sedangkan tehnik pengolahan dan analisa data, setelah dikumpulam dan ditabulasikan akan diolah secara diskriptif. Data primer yang dijaring melalui wawancara tersturuktur maupun non struktur diolah kedalam bentuk tabel-tabel diskriptif dengan menggunakan persentase. Kemudian data dalam bentuk table tersebut akan dianalisis secara bersama-sama dengan data yang diperoleh melalui instrumen lainnya. Temuan Walaupun etnis Cina di Medan sudah berlangsung beberapa generasi, namun dapat dikatakan bahwa hampir seluruh aspek kehidupan WNI Keturunan mengalami eksklusif. Sikap eklusif ini setidak-tidaknya disebabkan oleh 6 hal: 1. Keinginan melestarikan budaya Cina, mereka tetap yakin bahwa budaya yang paling baik mutunya di dunia ini adalah budaya Cina. 2. Mereka berorientasi kepada paham materialistik, sehingga masyarakat pribumi yang tidak memiliki ekonomi setara dengan mereka maka mereka mengambil jarak dalam kehidupan sosial. Kecuali itu mereka juga memiliki sikap parasit, hanya mengambil keuntungan belaka tanpa mempertimbangkan kerugian yang dialami pihak pribumi. 3. Sistem kekerabatan yang sangat kokoh, akan tetapi memiliki sanksi tinggi pula. Hal ini dimaksudkan agar tetap terpeliharanya budaya Cina dikalangan mereka dan tetap sukses dalam melakukan usaha sesuai dengan profesi masing-masing anggota kelompoknya. 4. Menghindari gangguan masyarakat yang pada umumnya masyarakat pribumi. 5. Perlakuan pemerintah dan masyarakat mendorong mereka membina kesetiakawanan untuk menghadapi kemungkinan yang tidak diharapkan. 6. Sikap pribumi yang menganggap Cina eksklusif dan sombong. 7. Pribumi kurang siap menerima kehadiran mereka. Kecuali itu dapat ditambahkan disini bahwa ada kecendrungan membenarkan sebuah hipotesis bahwa "Cina tetap Cina". Pada tujuh pain tersebut di atas adalah prilaku masyarakat kota. Akan tetapi prilaku etnis Cina dipedesaan walaupun tidak sepenuhnya dapat berbaur dengan masyarakat setempat, namun pada saat anak-anak mereka pindah ke pusat kota, biasanya bertempat tinggal dilingkungan kerabatnya atau rekan kerjanya, maka prilaku mereka sewaktu dipedesaan sudah mulai berkurang. Dan setelah merekaberumah tangga dan memiliki anak maka budaya yang diajarkan kepada anak mereka adalah budaya Cina bukan budaya Indonesia. Berbeda halnya dengan yang mengawini pribumi, ada kecendrungan bahwa budaya atau sikap prilaku Cina sudah tidak diajarkan lagi, melainkan budaya atau bahasa ibunya. Namun persentasi mereka ini sangat sedikit. Meskipun demikian keberadaan Cina di Medan ini dalam hal pembauran, ada juga diantara mereka memberikan kritik atas prilaku Cina tersebut sekaligus menganjurkan agar menggunakan budaya Indonesia terutama dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang sama juga memberikan kritikan terhadap kebijakan pemerintah yang terkesan masih diskriminatif. Kemudian-ada juga ditemukan pengusaha Cina melebihi tuntutan pembauran yang di canangkan pemerintah, pengusaha tersebut selaian tidak memandang etnis didalam pekerjaan sehari-hari termasuk dalam perolehan gaji setiap bulannya, akan tetapi juga memberangkatkan haji rata-rata 3 orang pertahun karyawannya sendiri dengan dana perusahaan, mengunjungi karyawan yang sakit maupun menghadiri pasta perkawinan karyawannya, memberikan sapi kepada masyarakat sekitar pada saat hari raya Qurban. Dan memotivasi karyawan agar dalam kurun waktu tertentu sudah harus mandiri dalam hal mencari nafkah. Temuan lainnya yang dapat dikemukakan disini adalah bahwa aparat pernerintah tidak mampu mendeteksi secara baik jumlah anggota keluarga masing-masing warga Cina, demikian juga halnya pelaksanaan KB di lingkungan mereka masih jauh dari tuntutan sebenarnya. Dengan demikian sangat sukar menentukan jumlah komunitas Cina di Medan ini. Di dalam stagnasi proses pembauran tersebut kelihatannya Pemko belum mengambil langkah-langkah konkrit, sehingga komponen yang terkait dalam pembauran tersebut berjalan sendiri-sendiri. Kenyataan tersebut sekaligus menggambarkan bahwa Ketahanan Nasional belum berjalan sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu untuk mengantisipasi munculnya konflik baru yang berbau SARA semestinya Pemko Medan maupun insitusi lainnya menyusun konsep baru sebagai manifestasi dari konsepsi Ketahanan Nasional.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumampuk, Max Rudolf
Abstrak :
Di dalam pelaksanaan pembangunan nasional pemerintah orde baru telah mencanangkan suatu program pembangunan jangka panjang dengan pembagian tahapan lima tahunan. Pembangunan lima tahun ini tertuang dalam GBHN yang merupakan haluan daripada pembangunan yang sedang dijalankan. Pada Garis-Garis Besar Haluan Negara telah ditetapkan berbagai konsepsi seperti Wawasan Nusantara (WASANTARA), Ketahanan Nasional (TANNAS), Trilogi Pembangunan serta Pembangunan Nasional. Adapun konsep-konsep ini telah disusun secara berjenjang terpadu dan menyeluruh mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, atau yang dapat ditemukan di dalam suatu sistem kehidupan nasional dari bangsa Indonesia. WASANTARA merupakan arah untuk mewujudkan suatu Ketahanan Nasional (TANNAS) yang berarti bahwa setiap usaha pembangunan harus berada dalam suatu pola integral (menyeluruh dan terpadu) di dalam suatu nuansa baik yang berbentuk pemikiran maupun tindakan harus dapat menjamin kelangsungan hidup dari bangsa Indonesia dan sekaligus harus dapat meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran serta keamanan demi untuk mencapai kelestarian dan kejayaan bangsa Indonesia. Adapun strategi pelaksanaan pembangunan nasional dan penyelenggaraannya harus dapat disesuaikan dengan konsepsi trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas. Trilogi ini tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi semata-mata tapi juga harus meliputi seluruh aspek pembangunan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai sasaran akhir dari pelaksanan pembangunan nasional ialah pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dibutuhkan waktu untuk proses pelaksanaannya terutama dalam rangka meningkatkan kualitas manusianya. Upaya bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan jangka panjang pembangunan nasional harus berhadapan dengan beraneka ragam corak permasalahan baik yang berawal dari seluruh aspek kehidupan manusia maupun yang berasal dari pengaruh lingkungan di dalam maupun dari luar negeri yang sifatnya sangat kompleks. Salah satu masalah yang sangat mendasar serta dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik yang berhubungan dengan kelangsungan hidup maupun yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan kemakmuran dan keamanan adalah berasal dari masalah yang berhubungan dengan gatra alamiah khususnya yang berkaitan dengan masalah kependudukan. Masalah utama yang menyangkut kualitas manusia dan berkaitan dengan manusia yang berfungsi sebagai tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang banyak akan dapat merupakan potensi pembangunan yang besar bagi kebutuhan pembangunan, jikalau dapat diimbangi dengan kualitas manusianya. Banyaknya jumlah penduduk berarti bahwa jumlah tenaga kerja yang besar namun hal ini tidak akan berfungsi sebagai potensi pembangunan apabila sebagian besar manusianya ternyata kurang berpendidikan atau memiliki derajat kesehatan yang rendah. Semangat serta motivasi kerja dari manusia itu dapat kurang disebabkan oleh karena pengaruh keadaan sosial, ekonomi, maupun budaya yang belum sepenuhnya dapat menunjang potensi manusia sebagai tenaga kerja dan dapat dijadikan realita dalam bentuk kualitas kerja sehingga dapat berproduksi secara optimal. Masalah rendahnya kualitas manusia Indonesia merupakan salah satu kendala bahkan merupakan ancaman serta tantangan utama dari pembangunan. Penduduk sebagai sumber tenaga kerja apabila kualitas manusianya rendah maka sudah dapat dipastikan bahwa produktifitasnyapun akan rendah sejalan dengan tingkatan kualitasnya, dimana hasilnya akan tercermin dalam pelaksanaan pembangunan. Namun demikian kualitas manusia yang turut berperan dalam pembangunan negara bukan merupakan sesuatu benda mati tetapi kualitas dapat dirubah serta dapat ditingkatkan statusnya sehingga dapat lebih menguntungkan pembangunan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Alamin
Abstrak :
Untuk membangun kota Jakarta sebagai kota masa depan khususnya pengembangan kawasan pantai Utara (Water Front City) diperlukan strategi dan kebijakan yang terpadu dari unsur-unsur terkait baik Pemerintah Daerah maupun pihak swasta serta masyarakat pantai Utara Jakarta. Gagasan pengembangan kawasan pantai Utara Jakarta telah dimulai sejak tahun 1989, namun sampai saat ini belum dapat dilaksanakan mengingat belum siap dan terkoordinasinya unsure-unsur terkait di atas. Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah analisis strategi dan kebijakan pengembangan kawasan pantai Utara Jakarta yang dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi misi, strategi dan kebijakan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam pengembangan kawasan Pantai Utara Jakarta. 2. Seberapa besar ketahanan kota DKI Jakarta mempengaruhi misi, strategi dan kebijakan pengembangan. Adapun tujuan dalam penelitian ini ialah : 1. Menganalisis strategi dan kebijakan pengembangan kawasan pantai Utara Jakarta dan faktor-faktor mempengaruhinya. 2. Untuk memprediksi pengaruh ketahanan kota terhadap kebijakan kawasan pantai Utara Jakarta, apabila akan dilaksanakan pada saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini AHP( Analytical Hierarchy Process ) dari Thomas Saaty, yakni suatu metode yang mengukur bobot dalam menentukan pilihan dan variabel-variabel yang dianalisis. Untuk menentukan bobot tersebut telah ditentukan skala dasar, yakni suatu ukuran yang berlaku sesuai dengan prioritas-prioritas pilihan dengan berbagai kriteria. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner dan wawancara terstruktur, antara lain : pada tingkat misi, data diperoleh dari para ahli perencana, pada tingkat strategi data melibatkan pihak swasta, dan pada tingkat kebijakan, kuesioner dan wawancara dengan melibatkan seluruh komponen birokrasi, pihak swasta, pengelola bandara serta tokoh masyarakat di daerah penelitian. Tujuan penelitian butir 1 diperoleh kesimpulan bahwa untuk tingkat strategi, prioritas utamanya adalah pembangunan pelabuhan ( H )dengan bobot tertinggi 0,257 (25,7%), diikuti oleh pembangunan tempat rekreasi (R) : 0,247 (24,7 %), industri (I) : 0,149 (14 ,49%), dan pengembangan ekonomi ( E ) : 0,147 (14,7 %). Sedangkan pada tingkat kebijakan yang harus diprioritaskan adalah faktor birokrasi ( B ) dengan bobot 0,096 (9,6 %) diikuti oleh faktor pendanaan keuangan ( U) : 0,062 (6,2 %) dan prasarana (P) : 0,043 (4,3%). Untuk tujuan penelitian butir 2 diperoleh kesimpulan bahwa gatra ketahanan kota yang paling berpengaruh dan perlu ditingkatkan untuk kesuksesan strategi dan kebijakan pengembangan kawasan pantai Utara Jakarta adalah gatra ekonomi (E ) dan keamanan ( K) dengan masing-masing bobot prioritas 0,273 (27,3%) diikuti politik ( P) 0,235 (23,5 %) dan sosial budaya ( S ) : 0,218 (21,8 %).
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hamdan Basyar
Abstrak :
Kekerasan politik pada pemilu 1997 di Pekalongan disebabkan oleh adanya disempowerment dari penguasa kepada masyarakat yang berbeda aliran politik. Hal itu dilakukan baik di bidang sosial, ekonomi, dan maupun bidang politik. Sedangkan penyebab kekerasan politik tahun 1999 adalah adanya perbedaan penafsiran antara masyarakat NU terhadap khittah NU yang dimulai tahun 1984. Pada pemilu 1997, kekerasan politik terjadi antara pendukung PPP dan pendukung Golkar. Pada pemilu 1999, kekerasan politik terjadi antara pendukung PPP dan pendukung PKB. Ulama sebagai tokoh penutan tidak cukup efektif dalam penyelesaian kekerasan politik tersebut. Dalam kajian dengan masalah politik tersebut, Ulama di Pekalongan, dapat digolongkan menjadi tiga kelompok. Pertama, mereka yang berpendapat bahwa kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, menurut mereka keterlibatan ulama dalam masalah politik sehari-hari adalah suatu keharusan. Kelompok ulama inilah yang kemudian secara langsung ikut terlibat dalam partai politik. Kedua, mereka juga berpendapat bahwa kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan, termasuk politik, tidak dapat dipisahkan. Hanya saja, mereka merasa tidak perlu melibatkan diri dalam politik praktis. Kelompok ulama ini, peduli pada masalah politik dan kenegaraan, tetapi tidak mau menjadi pendukung salah satu partai politik, secara terbuka. Ketiga, mereka yang tidak mau, dan tabu dengan urusan kehidupan politik. Mereka merasa kehidupan berpolitik bukan merupakan bidang urusan ulama. Kelompok ini membatasi kiprahnya hanya dalam masalah moral keagamaan. Mereka sengaja menghindari kehidupan politik, karena hal itu dianggap "terlalu dunia". Dimana kelompok pertama tidak dapat berperan secara efektif, karena seringkali dicurigai oleh pihak lain yang berbeda aliran politiknya. Ulama kelompok kedua kurang efektif dan efisien dalam berperan menyelesaikan kekerasan politik, karena cara yang dilakukannya tidak secara langsung dan memakan waktu yang agak panjang. Sedangkan ulama kelompok ketiga tidak berperan, karena mereka dengan sengaja menghindari masalah politik dalam kehidupannya. Dengan tidak berperannya ulama di Pekalongan dalam penyelesaian kekerasan politik, maka keadaan masyarakat menjadi mengambang. Mereka seakan kehilangan tokoh panutan yang mengarahkan kehidupan politiknya. Sebagian masyarakat menjadi apatis terhadap kehidupan politik. Sebagian yang lain terlalu bersemangat dalam kehidupan politik, tanpa memperhatikan hak politik warga lainnya. Akibatnya, mereka menjadi rawan dan rentan terhadap adanya perbedaan aliran politik. Kondisi itu tentunya bisa menggangu ketahanan wilayah Pekalongan yang pada gilirannya akan mengganggu pula ketahanan nasional. Hal itu dikarenakan berbagai pihak, baik tokoh formal maupun informal, tidak menggunakan pendekatan "ketahanan nasional" secara jelas. Kalangan ulama, misalnya, tidak begitu memperhatikan asas tannas yang melihat sesuatu secara komprehensif integral atau menyeluruh terpadu. Padahal asas ini bisa disamakan dengan apa yang dalam Islam disebut sebagai "kaffah". Masyarakat Pekalongan yang "agamis" tidak menyeluruh dalam mengamalkan ajaran agama yang mereka anut. Yang mereka lakukan adalah sesuatu yang lebih menguntungkan diri atau kelompoknya, sehingga masalah kekerasan politik di sana tidak dapat diselesaikan dengan tuntas.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Fachrudin M.
Abstrak :
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia, dan berpenduduk terbesar ke empat di dunia dengan jumlah 203,5 juta jiwa. Hal tersebut menjadi sangat erat hubungannya dengan perkembangan teknologi komunikasi di era globalisasi saat ini, yang sangat berpengaruh terhadap ketahanan keluarga masyarakat untuk memperkokokoh ketahanan nasional. Menurut data Biro Pusat Statistik/BPS (survey aksesbilitas penduduk Indonesia terhadap media massa tahun 2000) Aksesbilitas penduduk Indonesia terhadap televisi sebesar 78,22%, yang bila dihitung dari 203,5 juta jiwa adalah 168 juta jiwa penduduk, televisi terbukti sangat besar diminati oleh masyarakat Indonesia dibandingkan media massa lainnya. Sedangkan penduduk Indonesia sebagian besar 67,34% tinggal di pedesaan dengan taraf hidup dan pendidikan yang masih relatif rendah, serta kegemaran membaca pada masyarakat Indonesia juga dikenal paling rendah didunia. Dengan kenyataan yang demikian menyebabkan peran serta televisi sangat penting dalam menyampaikan pesan-pesan pembangunan dan membina kesadaran masyarakat dalam berbangsa serta membangun masyarakat Indonesia yang berkualitas. Program siaran televisi merupakan karya budaya demikian pula dengan prilaku anggota keluarga yang dapat berubah karena dipengaruhi menjadi negatif ataupun positif. Keluarga sebagai lembaga yang paling penting dan paling mendasar dalam masyarakat adalah sebagai bagian dari ketahanan nasional. Permasalahan yang ada dalam penelitian ini yaitu: 1. Sampai sejauh mana pengaruh program siaran televisi terhadap ketahanan keluarga pada masyarakat pedesaan di Banten? 2. Program siaran televisi manakah yang paling disukai masyarakat pedesaan di Banten? 3. Stasiun televisi manakah yang paling disukai masyarakat pedesaan di Banten? dimana efektivitas penyebaran pesan-pesan pembangunan melalui siaran televisi dapat membina kesadaran berbangsa. Namun hal itu dipengaruhi oleh faktor faktor sosial budaya yang hidup di masyarakat dengan latar belakang adat istiadat, agama, pendidikan, kebudayaan yang beraneka ragam dan taraf hidup yang masih relatif rendah serta jangkauan media cetak yang masih terbatas terrnasuk minat membaca yang kurang. Selanjutnya penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh program siaran televisi terhadap ketahanan keluarga masyarakat pedesaan di Banten. 2. Menganalisis program siaran televisi yang paling disukai masyarakat pedesaan di Banten. 3. Menentukan stasiun televisi nasional yang paling disukai masyarakat pedesaan di Banten. Metode penelitian yang dipakai adalah Metode Analisis pada tujuan penelitian pertama, serta Tabel Analisis pada tujuan penelitian kedua dan ketiga dengan mengunakan data primer dan sekunder yang didapat dari jawaban kuesioner responden. Adapun hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: 1. Semua variabel program siaran televisi (siaran berita, hiburan, dan niaga) signifikan pada taraf 5%, kecuali variable X3 (siaran pendidikan) tidak signifikan. Variabel siaran berita adalah variabel yang terbesar mampu meningkatkan ketahanan keluarga apabila ditambah satu unit yaitu sebesar 69%. 2. Sedangkan R2 = 0,85 atau 85% yang berarti program siaran televisi secara bersama-sama mampu menjelaskan variansi ketahanan keluarga sebesar 85%, adapun 15% lagi dipengaruhi oleh variabel lainnya. 3. Selanjutnya program siaran televisi yang paling disukai oleh responden adalah program siaran berita sebesar 53,3% di televisi SCTV, yang terbesar dipilih oleh kelompok Bapak 40,6%. 4. Serta stasiun televisi yang paling disukai oleh responden adalah stasiun televisi INDOSIAR dimana program siaran hiburan 33,3% dan siaran niaga 26,6% mendapat prosentase terbesar. Dunia pertelevisian Indonesia dimulai pada tahun 1962 dengan berdirinya TVRI, selanjutnya berkembang pesat pada tahun 1979 setelah diluncurkannya Satelit Komunikasi PALAPA yang mendukung penerimaan siaran televisi diseluruh tanah air yang terbentang luas dari Sabang hingga Marauke. Masyarakat Indonesia ketika itu telah jenuh dengan sajian seremonial dan gambaran kehidupan miskin yang selalu ditampilkan TVRI, Masyarakat terlihat antusias sejak berdirinya televisi swasta pertama yaitu RCTI pada tahun 1989, yang berturut-turut muncullah TPI, SCTV, ANTV dan INDOSIAR dan saat ini telah/siap mengudara METRO-TV, TRANS-TV, TV-7, LA-TV, GLOBAL-TV. Yang semuanya kenyataan menuju siaran nasional (program siaran sarat kekerasan dan pornografi) tanpa menghiraukan perbedaan pendidikan, taraf hidup, dan sosial budaya masyarakat di seluruh Indonesia. Program siaran televisi swasta sebagian besar hanya menjual mimpi yang laku dipasar (produk import dan produk lokal yang cenderung meniru budaya asing) berdasarkan research dari konsultan internasional yang lebih dipercaya dibandingkan mengaca kepribadian bangsa Indonesia yaitu AC-NIELSEN. Hanya program siaran TVRI yang selalu mengedepankan rasa kebangsaan dengan membina kesadaran berbangsa melalui layar kaca, seperti menampilkan penyiar multikultural, kebudayaan daerah-daerah melalui stasiun penyiarannya, menyuguhkan berita yang menyejukkan, dan menyiarkan produk import hanya 5 %. Akan tetapi TVRI justru seakan ingin ditekan agar tidak berkutik oleh penguasa, kalangan DPR, dan konglomerat yang sebagian besar memang memiliki asset di televisi swasta dengan tidak memberikan TVRI siaran iklan dan kesepakatan 12,5% dari transaksi iklan TV swasta, adapun yang diberikan dana pada TVRI hanya dari APBN yang hanya bisa menghidupi 10 % saja dari kegiatan operasionalnya. Namun betapapun besarnya beban yang dipikul TVRI, dengan penanganan yang benar akan mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan resiko rusaknya mental bangsa sehingga dapat memperkuat ketahanan keluarga. Propinsi Banten menjadi lokasi penelitian karena sebagai daerah penyanggah lbukota Jakarta, daerah pariwisata, dan jalur transportasi penting yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Pihak manajemen seluruh televisi di Indonesia sebaiknya melakukan berbagai perbaikan terhadap penanganan program siaran televisi yang akan ditampilkan pada masyarakat Indonesia secara nasional, dengan memperhatikan rasa kebangsaan dan pembinaan ketahanan keluarga.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunadi
Abstrak :
Kondisi geografi Indonesia yang luas serta penduduknya yang besar yang terdiri atas suku bangsa bukan saja merupakan suatu keuntungan, melainkan juga suatu kerawanan dalam upaya menciptakan persatuan serta kesatuan bangsa dan negara. Sebab dengan kondisi wilayahnya yang terpecah-pecah serta penduduknya yang multi etnik adalah suatu kesulitan untuk terciptanya persatuan dan kohesi, apalagi bila tidak didukung oleh prasarana dan sarana transportasi yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Anderson (dikutip oleh Budhisantoso; 1999), bahwa salah satu sebab lambatnya proses persatuan bangsa Indonesia adalah karena buruknya sarana komunikasi massa. Alasan ini adalah benar adanya, yang mana akibat kurangnya prasarana dan sarana transportasi telah menyulitkan proses interaksi antar suku bangsa yang ada di Indonesia dan menghambat proses percepatan pemerataan pembangunan di pedesaan, daerah dan pulau terpencil, terutama di kawasan timur Indonesia. Oleh karenanya tesis ini mencoba melihat korelasi peran jasa layanan angkutan kereta api jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi dengan kondisi ketahanan nasional di wilayah yang dilalui jalur angkutan ini. kondisi ketahanan nasional tersebut tercermin pada peningkatan kemajuan pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Untuk menjawab hipotesa tersebut di atas, maka metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara kepada 100 orang responden penumpang kereta api jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi serta beberapa pakar dibidang transportasi. Selain itu dilakukan pula analisa data yang berhubungan dengan judul tesis ini. Ada pun hasil kesimpulan penelitian ini yaitu, Bahwa dengan adanya layanan angkutan kereta api pada jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di wilayah yang dilalui angkutan ini. Sebesar 56% responden menggantungkan sarana angkutan ini untuk pergi bekerja dan berdagang, serta 33% responden untuk beraktivitas sosial seperti pergi ke sekolah, rekreasi, ke sanak keluarga, teman atau pun bepergian untuk keperluan lainnya. Manfaat jasa angkutan ini dirasakan oleh masyarakat sebagai peningkatan kesejahteraan taraf kehidupan. Selain itu keberadaan angkutan kereta api jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi telah mendorong perkembangan kemajuan pembangunan terutama di wilayah Dati II Bogor dan Sukabumi. Berkembangnya wilayah Bogor dan Sukabumi telah menjadikan ke dua wilayah tersebut sebagai hinterland bagi Jakarta. Oleh karenanya, perubahan kondisi daerah dan struktur masyarakat yang tercermin pada kemajuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan taraf hidup masyarakat di kedua wilayah itu, secara signifikan berdampak pada kondisi ketahanan nasional yang bukan saja terjadi di wilayah Dati II Bogor dan Sukabumi, tapi juga di wilayah Dati II Jakarta.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamuni
Abstrak :
Adapun yang menjadi masalah penelitian ini adalah Cara-Cara ABRI dalam menyelesaikan pemberontakan DI/TII di Sulawesi Tenggara dengan mengacu pada Pancasila, UUD 1945, dan Sapta Marga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai: (a) keberadaan DI/TII di Sulawesi Tenggara dalam struktur DI/TII Kahar Muzakkar, (b) dampak pemberontakan DI/Tll. terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara, (c) bentuk strategi yang digunakan ABRI dalam menumpas pemberontakan DI/TIl tersebut, serta (d) digunakan, atau tidak digunakannya strategi non-militer dalam penumpasan DI/TlI, dan apa implikasinya terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara. Data penelitian diperoleh melalui dua sumber, yaitu: (a) sumber primer sebagai sumber data lisan diperolah melalui penelitian lapangan dengan cara melakukan wawancara besar dan mendalam dengan informan penelitian, dan (b) sumber sekunder sebagai sumber data tertulis melalui studi arsip atau dokumen, hasil penelitian terdahulu yang relevan, dan sumber kepustakaan lainnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, dengan pertimbangan bahwa sumber data berupa arsip atau dokumen yang dipilih memiliki obyektivitas serta memenuhi syarat untuk dijadikan sumber data penelitian. Berdasarkan prosedur metodologis di atas, maka diperoleh temuan-temuan penelitian, bahwa pemberontakan DI/TI1 di Sulawesi Tenggara merupakan bahagian dari stuktur DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan kuat, punya jaringan dan mereka menteror rakyat. Basisnya juga ada dan kuat yaitu KGSS serta ada dukungan basis dari kelompok Islam seperti Bahar Mattalioe dan Usman Balo, juga banyak mendapat dukungan dari ahli agama. Karena itu DI/T11 di Sulawesi Selatan bisa kuat dan bertahan lama. Sedangkan di Sulawesi Tenggara, DI/TII tidak punya jaringan dan tidak punya basis, medannya susah sehingga jaringan antara rakyat dengan DI/TII gampang dipotong oleh ABRI. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Tenggara membawa dampak buruk berupa gangguan terhadap ketahanan nasional yang berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan itu sendiri yang telah mendorong Iahirnya goncangan stabilitas di daerah Sulawesi Tenggara, stabilitas nasional atau disintegrasi bangsa. Di Sulawesi Selatan, penumpasan pemberontakan DI/TII lebih banyak digunakan strategi militer (full militer), bahkan dengan menggunakan pesawat terbang. Itulah sebabnya sehingga operasi penumpasan DI/ TII di Sulawesi Selatan didatangkan pasukan bantuan dari Jawa. Strategi penumpasan DI/TIl di Sulawesi Tenggara mempunyai kekhususan lain dengan yang ada di Sulawesi Selatan, yakni lebih banyak menggunakan strategi non-militer. Ini disebabkan karena di Sulawesi Tenggara tidak ada basis kekuatan DI/TII seperti KGSS di Sulawesi Selatan, medannya susah, dan tentara dari putra daerah juga sedikit sekali. Itulah sebabnya jaringan basis DI/TII di Sulawesi Tenggara gampang dipotong oleh ABRI. Dalam hubungan ini ABRI lebih banyak memotong hubungan rakyat dengan DI/TlI. Bahkan strategi penumpasan DI/TII di Sulawesi Tenggara juga menggunakan strategi gabungan antara strategi militer dengan strategi non-militer. Karena itu implikasi strategi penumpasan DI/ TII terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara pada saat itu ialah pemerintah, ABRI yang mendapat dukungan rakyat berhasil meniadakan atau meminimalkan gangguan terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara. Baik itu gangguan yang berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan itu sendiri. Dengan demikian dapat dihindari hal-hal yang dapat mendorong lahirnya goncangan stabilitas nasional di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T2511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manggala, Bems
Abstrak :
Masalah dalam penelitian ini adalah efektivitas LKMK di Kelurahan Duren Sawit, yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan ; mengapa LKMK Kelurahan Duren Sawit tidak berfungsi efektif ?. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah : untuk mengungkapkan dan mengetahui latar belakang LKMK di Kelurahan Duren Sawit serta fungsinya sebagai lembaga yang dapat menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat kurang efektif. Tujuan lainnya adalah untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit saat ini sehingga dapat diketahui korelasinya dan bagaimana bentuk kelembagaan LKMK dan struktur organisasinya yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di Kelurahan Duren Sawit. Untuk menganalisa data yang sudah terkumpul melalui observasi, interview, studi kepustakaan , informan digunakan dengan teknik deskriptif analitis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak efektifnya LKMK di Kelurahan Duren Sawit ada beberapa hambatan yang ditemui antara lain : Kurangnya komunikasi dengan masyarakat, kekurangan dana, lemahnya sumber daya manusia, kerabat dekat, kuatnya kontrol pemerintah, kurang melibatkan RT/RW, kelembagaan masa lalu, tempat kerja di LKMK sambilan, dan yang terakhir adanya Dewan Kelurahan. Untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit melalui lembaga LKMK, selain memperhatikan hambatan tersebut diatas, juga ada dua hal yang perlu diperbaharui (reaktualisasi) yaitu ; reaktualisasi peran LKMK dan reaktualisasi kedudukan LKMK. Ditinjau dari perspektif ketahanan wilayah maka ketangguhan dan keuletan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang tercermin dalam LKMK Kelurahan Duren Sawit kurang berperan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
Abstrak :
Setiap bangsa dan negara selalu berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk maksud tersebut diselenggarakan sistem pertahanan keamanan negara. Agar pelaksanakan sistem pertahanan keamanan dapat terlaksana dengan baik, maka setiap warga negara harus memiliki kesadaran, hak, kewajiban dan tanggung jawab. Salah satu cara menumbuhkan kesadaran, hak, kewajiban dan tanggung jawab kepada setiap warga negara, yang paling efektif ialah melalui jalur pendidikan, yang disebut sebagai "Pendidikan Pendahuluan Bela Negara". Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama, diberikan sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Tingkat Atas. Sedangkan tahap lanjutan diberikan di Perguruan Tinggi dalam bentuk Pendidikan Kewiraan. Proses penanaman nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme dikalangan mahasiswa akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, apabila mereka bersikap "favorable" terhadap Pendidikan Kewiraan. Guna mengetahui apakah mahasiswa bersikap "favorable" atau tidak terhadap Pendidikan Kewiraan, maka diperlukan pengukuran sikap mereka terhadap Pendidikan Kewiraan. Penelitian dilakukan pada awal Maret hingga akhir Mei 1997 di wilayah DKI Jakarta. Responden utama dalam penelitian ini ialah mahasiswa Jakarta, dengan sampel 100 mahasiswa, yang berasal dari 1 Perguruan Tinggi Negeri, 1 Sekolah Tinggi Kedinasan, dan 3 Perguruan Tinggi Swasta; yang dilakukan secara "non-probability sampling". Pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan skala Likert, dan selanjutnya dianalisis dengan teknik "Chi-Square" dan "Contingency coefficient", dengan taraf signifikan 0,05 atau tingkat kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan secara kuantitatif 74 % mahasiswa Jakarta bersikap "favorable" dan yang bersikap "unfavorable" hanya 26% saja. Secara kualitatif sikap mahasiswa Jakarta terhadap Pendidikan Kewiraan tergolong "favorable" dengan "intensitas lemah", dengan nilai sikap rata-rata 85,49 ± 25,39, sedangkan estimasi terhadap populasi jangka panjang 80,02 < µ < 90,47. Tes hipotesis menunjukkan; motivasi dan perasaan sebagai faktor internal--mempunyai korelasi positif dengan sikap mahasiswa terhadap Pendidikan Kewiraan. Sedangkan faktor eksternal yang mempunyai korelasi positif dengan sikap mahasiswa terhadap Pendidikan Kewiraan ialah . Pertama, dosen, mencakup : Penampilan dosen, kemampuan dosen, dan keterbukaan dosen.Kadua, pemahaman (pengetahuan) anggota keluarga tentang Pendidikan Kewiraan. Mengingat jumlah mahasiswa Jakarta yang bersikap "favorable" terhadap Pendidikan Kewiraan lebih banyak dari pada yang bersikap "unfavorable", maka Pendidikan Kewiraan dapat memberikan dampak positif terhadap ketahanan nasional. Sekalipun demikian--secara kualitatif sikap mahasiswa Jakarta terhadap Pendidikan Kewiraan intensitasnya masih tergolong lemah, sehingga perlu ditingkatkan. Karena sikap mahasiswa terhadap Pendidikan Kewiraan sangat berkaitan dengan faktor dosen Kewiraan dan materi Pendidikan Kewiraan, maka perlu adanya peningkatan dalam kualitas maupun kuantitas dosen Kewiraan serta perlu adanya kaji ulang terhadap materi Pendidikan Kewiraan secara terus menerus.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Daniel Togar Maringan
Abstrak :
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai-nilai dasar Pancasila khususnya sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa dapat berfungsi sebagai acuan pemerintahan di kota Bandung sehingga tujuan penyelenggaraan Otonomi Daerah dapat terlaksana secara maksimal tanpa mengurangi makna persatuan dan kesatuan bangsa. Bahwa masyarakat dan pemerintahan disiapkan dan memperlengkapi diri dalam pemahaman nilai-nilai dasar itu sehingga dapat mewujudkan tujuan nasional melalui penyelenggaraan Otonomi. Penyelenggaraan Otonomi Daerah sejak tahun 2001 yang lalu dimaksudkan untuk makin memperkokoh Negara Kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia seluruhnya. Setelah lebih setahun di kotamadya Bandung terasa ada nuansa peningkatan pelayanan aparatur pemerintahan, namun juga sekaligus kekecewaan sebagian masyarakat. Fungsi-fungsi negara yang diemban oleh Pemerintahan kota Bandung adalah kewajiban yang harus terwujud makin baik. Untuk itu perlu mengevaluasi, apakah sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu telah menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan sehari-hari? Bila yang menjadi acuan pelayanan kepada masyarakat ini bukan nilai-nilai dasar Pancasila, maka terwujudnya ketahanan individu masing-masing warga jauh dari harapan. Selanjutnya secara berjenjang ketahanan keluarga sampai dengan ketahanan nasional tidak terselenggara dengan baik. Ketahanan Nasional niscaya didukung oleh berbagai pelayanan pemerintahan yang mengacu kepada nilai dasar Pancasila, khususnya nilai-nilai Ketuhanan YME. Pelayanan pemerintahan dengan mengacu kepada "shared values" yang berbeda misalnya sikap membedakan layanan kualitas kepada berbagai segmen masyarakat yang dilayani, hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial yang dalam ini senantiasa menjadi ancaman, sebagai akibat dari ketidakmerataan hasil pembangunan. Realitas yang terjadi, pelayanan aparatur pemerintahan dipengaruhi oleh masyarakat maupun tingkatan sosial hidup warga yang datang untuk dilayani. Kecemburuan yang diakibatkan perbedaan layanan ini, akan menimbulkan rasa saling curiga satu sama lainnya. Pada gilirannya dapat memicu terjadinya konflik yang bernuansa "SARA". Dari kacamata Ketahanan Nasional kondisi kecemburuan itu cenderung sangat tidak menguntungkan, sebab dapat mengakibatkan terjadinya perpecahan bahkan disintegrasi bangsa. Karena itu nilai-nilai Ketuhanan YME harus dapat dimiliki dan dilaksanakan baik melalui proses asimiliasi, akulturasi dan interaksi sosial yang kondusif maupun norma yang berlaku. Bilamana tidak berhasil dilaksanakan, maka secara laten hal ini akan menjadi potensi yang mengancam integritas, identitas dan kelangsungan hidup berbangsa. Dengan kata lain akan berdampak negatif terhadap ketahanan nasional. Karena itu, agar potensi negatif yang mengancam tidak menjadi efektif, sewajarnyalah, hasil temuan penelitian ini diantisipasi dengan pencarian solusi yang tepat
The Implementation of Core Shared Values of Pancasila in Conducting Region Otonomi (Case Study in Bandung City-West Java), 2003 The problem in this Thesis is how Pancasila core of shared values especially the first sila the only One God functioned as root factor in governing Bandung city service, in order making maximum aim of conducting Region Otonomi, Instead of decreasing unity and integrity of nation. People and civilian service officer are to be ready and be required themselves in encreasing core shared values. In turn, to realise the nation aim through conducting Region Otonomi. Since the beginning of 2001 Region Otonomi has launched in Indonesia. The goals are to grade up the integrity of Republic of Indonesia and to encerase the whole people wellfare of life. Allmost 2 yers in Bandung there is encreasing of quality service in the part of government personels, also the dissapointed of a little part of people. State functions which are conducted by Bandung City Government as obligation ought to be influenced better. For needed to evaluate, is the first sila believing to the only One God has been as root factor in conducting service daily ? When root factor in conducting service to the people is not the shared values of Pancasila, as a fact the resilien of individual also the people is out of hope. In turn, countinually the resilien of people up to national resilien of nation has been not enough well. National Resilien ought to be supported by a certain of government service which has root factor to the shared values of Pancasila, especially the values of the Only One God. Government service which has root factor different with Pancasila, for example to make unequal in the qualitry of service for the whole people. In this style of service is going to make social problem, which is the constraint as unequal of the development output. In Reality, government personnel service is influenced by the religious majority of the people, social status of the people. Unequal treatment caused of different service of the officer is going to encrease the bad feeling one-another. In turn, this is going to be real conflic as SARA (tribe, religion, ras, separated class of people). In point of national resilien, this condition tends unbeneficial, cause encreasing disintegration of nation. As first shared values of pancasi la the Only One God ought to be owened and implemented as proses asimiliation, aculturation, and social interaction in conducting and actual norm. In another words, it is going to collapse as latent potensial for integration, identity and the contraint of nation life. In other words, thia is going to be negatif contribution for National Resilien. Because of that negatif potensial is inefective, this thesis founding should be anticipated to find out the right solution.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T7188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>