Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmat Antara Syukri
"Tesis ini membahas mengenai Pemilihan umum menggunakan suatu metode baru yaitu dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan media computer layar sentuh yaitu electronic voting. Di beberapa Negara metode ini sudah diterapkan dan berhasil. Dengan metode ini pemilih tidak perlu lagi mencoblos ataupun mencontreng tapi cukup menyentuh dengan jari pilihan mereka. Di Indonesia Teknologi ini sedang dipersiapkan oleh BPPT dan kemungkinan akan digunakan untuk Pemilu tahun 2014.
Sebelum proyek e-voting itu selesai dengan sempurna, terlebih dahulu sudah dipersiapkan electronic KTP (e-ktp) oleh kemendagri. KTP elektronik adalah langkah awal untuk pemilihan dengan sistem e-voting . Pada saat tesis ini disusun direncanakan akan mulai diterapkan pada agustus 2011 di 197 kabupaten kota dan pada tahun 2012 di 300 kabupaten kota. E-KTP ini memuat data pribadi dan memiliki satu nomor identitas tunggal (Nomor Induk Kependudukan/NIK) yang berlaku seumur hidup sejak kelahiran.
Diharapkan agar ada regulasi yang jelas disamping Putusan MK 147/PUU-VII/2009 mengenai pemilu dengan e-voting tersebut agar pemilu (pilkades, pilkada, pemilu eksekutif dan l egislatif) bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan konsep luber dan jurdil.
Tesis ini menggunakan penelitian kualitatif dengan studi literatur/penelusuran literatur dari buku, studi dokumen dan artikel yang dikutip dari berbagai macam sumber dan melakukan penelitian langsung untuk mendapatkan informasi ke Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kementerian dalam Negeri Direktorat Jenderal Administrasi dan catatan sipil di Jakarta.

This thesis discusses the general election using a new method that is utilizing technological sophistication with a touch screen computer media is electronic voting. In some countries this method has been applied and managed. With this method no longer need the voters to vote or tick but quite touched with the fingers of their choice. In Indonesia The technology is being prepared by The agency for the assessment and application of technology (BPPT) and will likely be used for election in 2014.
Before the e-voting project is finished to perfection, first prepared electronic ID card (ektp)
by kemendagri. Electronic ID card is the first step for the selection of the e-voting systems. At the time of this thesis is planned to be developed was implemented in August 2011 in 197 districts and cities in 2012 in 300 districts of the city. E-ID card contains personal data and have a single identity number (Identification Number of Population / NIK) is valid for life since birth.
It is expected that there are clear regulations in addition to the Constitutional Court verdict on the election 147/PUU-VII/2009 with e-voting is that elections (Pilkades, elections, executive and legislative elections) can run properly and in accordance with the concept of direct, general, free, confidential, honest, fair and square.
This thesis uses qualitative research to the study of literature / literature search of books, studies and articles that cited documents from various sources and do research directly to get information to the Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT) and the Ministry of Home Affairs Directorate General of Administration and civil records in Jakarta.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28859
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Arinanto
"Sejalan dengan penetapan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama pembangunan pada masa Orde Baru, pada tahun 1994 Indonesia mulai melaksanakan era industrialisasi. Dalam implementasinya, kegandrungan terhadap pembangunan industri ternyata telah mengabaikan kebutuhan pembangunan sektor-sektor lainnya. Masalah sosial dan ekonomi yang serius pun timbul, seperti ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan serta pengangguran.
Bagi sebagian masyarakat, kesempatan untuk berusaha semakin sempit dan mata pencaharian mereka menghilang karena kesalahan manajemen dari kegiatan industri yang mengabaikan pertimbangan sosial budaya dan lingkungan. Program diversifikasi industri pada Pembangunan Lima Tahun (Pelita) II dan IV telah mendorong tumbuhnya industri-industri kimia seperti pulp, kertas, rayon, pupuk, semen, dan industri petrokimia. Masing-masing jenis pembangunan tersebut memiliki konsekuensi terhadap lingkungan (Heroepoetri, 1994: 76-80).
Semua kegiatan tersebut tentunya memerlukan aturan-aturan hukum untuk menjamin keseimbangan sumberdaya alam yang ada dengan aktivitas-aktivitas manusia yang menggangunya. Sayangnya, gegap gempita pembangunan industri tersebut tidak diikuti dengan tersedianya perangkat pengawasan terhadap pencemaran yang menyeluruh. Di tengah masih terdapatnya berbagai kekosongan hukum lingkungan ini, kendala utamanya adalah bagaimana agar para pelaku industri tersebut mentaati (compliance) peraturan yang ada, dan bagaimana hukum yang ada dapat ditegakkan (enforcement).
Salah satu pihak yang diharapkan dapat berperan serta dalam upaya penegakan hukum lingkungan di tengah kondisi masih terdapatnya berbagai kekosongan hukum lingkungan tersebut ialah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Hal ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang (UU) No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan ruang bagi lembaga swadaya masyarakat untuk berperan sebagai penunjang dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam UU No. 23 Tahun 1997 tersebut, hak, kewajiban, dan peran masyarakat mendapatkan pengakuan. Hal tersebut tercantum dalam Bab III yang terdiri dari Pasal 5, 6, dan 7. Sedangkan dalam UU yang berlaku sebelumnya, yakni UU No. 4 Tahun 1982, peran serta masyarakat juga mendapatkan pengakuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 dan 19."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwiyanto
"Merek sebagai suatu aset yang sangat berharga untuk memberikan identitas terhadap produk, tidak akan pernah habis untuk dibicarakan. Baik dilihat dari segi ekonomi maupun dari segi hukum, hal ini sangat menarik, mengingat permasalahan di bidang ini selalu timbul dari waktu ke waktu. Sengketa merek yang pada intinya hanya memperebutkan kata-kata yang hampir sama yang terdapat di dalam suatu merek semakin bertambah baik yang sampai ke pengadilan maupun tidak. Banyaknya sengketa merek ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak kalangan, apa sebenarnya yang menyebabkan adanya kondisi seperti itu. Beberapa pihak beranggapan bahwa pengaturan pengenai kriteria persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam Undang-undang Merek di Indonesia selama ini masih terialu luas untuk ditafsirkan sehingga dalam praktek, pengambilan keputusan permohonan pendaftaran merek sering dijumpai adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan cara menganalisa pendapat para pemeriksa merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Departemen Hukum dan HAM serta pendapat para hakim dalam putusannya mengenai sengketa merek. Di samping itu perbandingan dengan prinsip-prinsip hukum yang terdapat di dunia internasional khususnya di bidang HKI juga akan menjadi acuan dalam menganalisa konflik-konflik yang terjadi. Dari basil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat para pengambil keputusan permohonan pendaftaran merek selama 'ini lebih banyak disebabkan adanya perbedaan penafsiran Undang-undang Merek. Hal ini karena belum dibuatnya peraturan pelaksanaan yang menjelaskan lebih lanjut bagaimana seharusnya menilai adanya persamaan diantara merek. Juklak tersebut sangat penting untuk mengatasi perbedaan yang ada, tetapi juga harus diingat karena pendaftaran merek ini bersangkutan dengan prinsip standar yang terdapat di dunia internasional, maka dalam pembuatan peraturan selanjutnya harus disesuaikan dengan standar-standar tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Aries Mujiburohman
"Pasca pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden Indonesia yang diakibatkan krisis multidimensi, jatuhnya Presiden Soeharto membuka kesempatan bagi berlangsungnya reformasi demokratis di Indonesia. Untuk memenuhi aspirasi rakyat dan tuntutan yang di suarakan masyarakat untuk memperbaiki kondisi dan struktur ketatanegaraan Pasca Orde bare, tuntutan tersebut antara lain sebagai berikut: Pertama, Amandemen DUD 1945. Kedua, Penghapusan Dwi Fungsi ABRI. Ketiga Penegakan Supremasi Hukum, Penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Keempat, Desentralisasi dan Hubungan yang adil antara Pusat dan Daerah (otonomi daerah). Kelima, Mewujudkan kebebasan pers. Keenam, Mewujudkan Kehidupan Demokrasi. Maka Sebagai salah satu tuntutan untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia, pada akhirnya, UUD 1945 telah diamandemen MPR sebanyak empat kali menuju kepada Konstitusi yang demokratis, amendemen pertama DUD 1945 pada tanggal 19 oktober 1999, amandemen kedua UUD 1945, pada tanggal 18 Agustus Tahun 2000, amandemen ketiga pada tanggal 9 November 2001, amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus Tahun 2002.
Terdapat lima alasan yang melatarbelakangi pemikiran mengapa MPR melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, adapun lima alasan tersebut adalah; Pertama, Kekuasaan tertinggi di MPR, Kedua, Kekuasaan yang sangat besar pada Presiden. Ketiga, Pasal-pasal yang terlalu "luwes" sehingga dapat menimbulkan multi tafsir. Keempat Kewenangan pada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang. Kelima, Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelengara Negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Termasuk juga amandemen terhadap pengisian jabatan Presiden sebagai penguatan kedaulatan rakyat dan reformasi konstitusi tentang pengisian jabatan presiden pasca amandemen, maka pasal 6 ayat (2) undang-undang dasar 1945 diamandemen dengan pasal 6A DUD 1945. Ketentuan pasal ini merupakan langkah maju konstitusi, sebagai penguatan kedaulatan rakyat dan demokrasi, karena; Pertama, amandemen pasal 6A DUD 1945 oleh MPR merupakan mencabut sendiri kewenangan MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden dan mengantinya pemilihan presiden langsung oleh rakyat.Kedua, keterlibatan rakyat dan penguatan kedaulatan rakyat, karena proses pemilihan presidern tidak lagi diserahkan kepada Majelis Permuswaratan Rakyat, Ketiga, Keterlibatan Partai-partai politik peserta pemilu untuk mengajukan Calon preseiden dan wakilnya, sehingga dapat juga disebut kedaulatan partai.
Amandemen UUD 1945 berimplikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia meliputi sistem pelembagaan dan hubungan tiga cabang kekuasaan Negara, eksekutif, legislatif dan yudikatif termasuk amandemen terhadap pengisian jabatan presiden yang berpengaruh terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia dan pada intinya amandemen terhadap UUD 1945 sebagai penguatan tentang kedaulatan rakyat, rakyat diberikan peran yang besar dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang bersifat nasional. Pemilihan presiden langsung berdasarkan berimplikasi bahwa lembaga presiden menjadi lebih kuat ketimbang lembaga legislatif, pemilihan presiden langsung adalah satu cara menciptakan keseimbangan yang baik antara lembaga DPR/MPR dan lembaga presiden, yang sekaligus mewakili kepentingan seluruh masyarakat dan menjamin kehadiran pusat pengambilan keputusan yang efektif. Jenis penelitian adalah Penelitian Hukum Normatif yakni penelitian hukum yang di lakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, atau data skunder atau Library Research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arofah
"Perubahan struktur ketatanegaraan seiring dengan dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945 sebagai salah satu akibat dari Reformasi 1998, sehingga muncul komposisi baru pembentuk institusi MPR yang terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih oleh rakyat hasil Pemilu 2004.
Beberapa perubahan yang telah dilakukan terhadap UUD 1945 memberikan implikasi terhadap komposisi dan relasi antarlembaga negara. Komposisi dalam lembaga MPR Sebelum Perubahan terdiri dari anggota DPR yang dipilih dalam pemilihan umum dan utusan daerah serta utusan golongan, berubah menjadi anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Perubahan komposisi tersebut diikuti dengan beberapa perubahan peran, kedudukan, dan kewenangan lembaga MPR.
Berubahnya tugas dan wewenang MPR setelah perubahan UUD 1945 sangat mempengaruhi kedudukan MPR dalam struktur ketatanegaraan. Perubahan dari pemegang kedaulatan negara dan sebagai lembaga tertinggi negara, menjadi sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat.
Implikasi lain dari perubahan yang telah dilakukan terhadap UUD 1945 yang berkenaan dengan lembaga MPR adalah relasi MPR dengan lembaga-lembaga tinggi negara lain. Relasi ini berkaitan erat denagn kedudukan, fungsi, peran, dan kewenangan lembaga MPR.
Dengan mengacu pada Pasal 3 UUD 1945 Setelah Perubahan, kewenangan MPR adalah :
1. MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
2. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
Dari ketiga kewenangan MPR tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan MPR berubah dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara mengingat pada Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sehingga Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR lagi dan mempunyai tingkat legitimasi yang sama dengan demikian, jelas bahwa kedudukan MPR berubah dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara.
Perubahan tersebut telah mengubah Sistem Hukum Tata Negara Indonesia dalam kedudukan, tugas, dan wewenang .Lembaga Negara. Sangat penting untuk diselidiki bagaimanakah nantinya dalam praktek ketatanegaraan Indonesia. Dalam penelitian ini dibahas mengenai kewenangan lembaga MPR dalam kaitannya dengan proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pembahasan dikhususkan setelah Perubahan Ketiga UUD 1945 dengan mencermati Pasal 3 ayat (3) serta kaitannya dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sofjan
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Sedan
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Heryantina
Depok: Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arham
"Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh fenomena perkembangan gerakan pemikiran Islam yang cukup fenomenal pada dekade terkhir ini, yaitu gerakan pemikiran yang diusung oleh orang-orang yang mengatasnamakan intelektual muslim generasi baru yang kemudian populer dengan sebutan gerakan pemikiran Islam liberal. Gugusan pemikiran yang berpayung modernisme dan liberalisme ini telah merambah pada berbagai kalangan termasuk kalangan akademisi, mahasiswa, dan aktivis kajian di berbagai tempat yang mulai menjadikan wacana ini sebagai paradigma baru pemikiran Islam.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diajukan dalam tesis ini adalah tentang keabsahan pandangan aliran Islam liberal tentang keontentikan sumber hukum Islam ditinjau dari hukum Islam dan sejarahnya, pendapat mereka tentang penerapan hukum Islam di Indonesia, dan relevansi pandangan aliran Islam Liberal tentang penerapan hukum Islam di Indonesia tersebut ditinjau dari hukum Islam dan Sosiologi Hukum. Munculnya pemikiran Islam liberal di Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh dan perkembangan pemikiran Islam liberal secara global.
Dengan dasar kebebasan, aliran Islam liberal banyak memunculkan pendapat-pendapat terkait ajaran Islam yang bertentangan dengan ajaran Islam sendiri. Terkait sistem hukum Islam, mereka mengkritisi keotentikan dan otoritas Al Qur'an dan As Sunnah sebagai sumber utama hukum Islam. Aliran Islam liberal juga tidak mengakui adanya sistem hukum Islam dalam kehidupan bernegara. Sehingga, mereka menolak dengan keras setiap ide dan upaya penerapan syariat Islam di Indonesia, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang sulit bahkan mustahil untuk direalisasikan.
Dengan menganalisa dari sudut pandang hitoris dan Hukum Islam, pendapat kalangan Islam liberal tentang sumber hukum Islam dan hukum Islam di atas, sama sekali tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Demikian juga baik dari sudut pandang hukum Islam maupun soiologi hukum, sesungguhnya banyak faktor yang memberikan peluang penerapan hukum Islam di Indonesia. Namun demikian, tetap diperlukan proses-proses dan faktor-faktor yang mendukung untuk dapat merealisasikannya secara efektif dan optimal.

This thesis writing is set with a background of phenomenon of Islamic thinking spread in the last decade, which is as well known as a new generation of Moslem intellectuals which is popularly referred to as Network of Liberal Islamic Thinking. This movement which has its root on modernism and liberalism has encroached almost all level of society including academicians, university students, and activists who look it up as a new paradigm of Islamic thinking.
Based on the background above, I have formulated questions regarding this matter in this thesis as to whether Islamic Liberal Network's view on the authenticity of Islamic laws is justifiable in terms of Islamic law and its history, the network's view on the implementation of Islamic law in Indonesia, and relevance of the network's outlook in line with the implementation of Islamic law in the perspective of Islamic law and law sociology. The emergence of liberal Islamic thinking has been heavily influenced by the spread of liberal Islamic thinking on global level.
On behalf of freedom, liberal Islamic thinking movement has brought up many opinions about Islamic teachings that are controversial to the Islamic teachings themselves. As for Islamic laws, it has criticized the authenticity and authority of Al Qur'an and As-Sunnah as the main sources of Islamic laws. Islamic liberal thinking refuses to recognize the existence of Islamic law system in state life. Hence, it strongly rejects any idea and effort to uphold the implementation of Islamic las in Indonesia , and it tends to see it as something impossible to realize.
Based on the analysis of Islamic law and its history, Islamic Liberal Thinking Network's view on Islamic law and sources of Islamic law in such a manner is unjustifiable. Nor it is in the perspective of Islamic law and law sociology. There many factors that can make the implementation of Islamic law in Indonesia possible; nevertheless, its takes phases to make it real effectively and optimally.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28669
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>