Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmatsjah Said
Abstrak :
PENDAHULUAN
Dengan berkembangnya ilmu kedokteran dan meningkatnya usaha-usaha di bidang pelayanan medik untuk pasien, maka banyak masalah-masalah kesehatan yang tadinya tidak dapat diatasi kemudian dapat tertolong. Dengan berkembangnya teknik diagnostik dan terapi timbul juga masalah-masalah lain, seperti adanya ketergantungan akan tindakan tersebut. Keadaan ini juga terjadi pada pasien gagal ginjal terminal yang perjalanan penyakitnya tidak reversibel dan terus berlanjut. Untuk menolong pasien dengan gagal ginjal terminal dapat dilakukan terapi pengganti seperti dialisis dan transplantasi ginjai.

Dialisis adalah suatu cara untuk menggantikan sebagian fungsi ginjal. Dialisis bukan metode untuk membantu kegagalan ginjal seperti misalnya: digitalis membantu otot jantung yang lemah. Pada dialisis terjadi pengambilalihan fungsi. Ginjal buatan (hemodialyzer/dialyzer) adalah alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah metabolisme tubuh atau zat toksis lain dari dalam tubuh bila fungsi kedua buah ginjal sudah tidak memadai lagi. Hemodialisis berasal dari bahasa Yunani, haima berarti darah sedangkan dialisis berarti memisahkan dari yang lain. Yang terjadi secara klinis ialah zat sisa atau sampah dalam darah disaring lewat membran semipermiabel dan kemudian dibuang. Ginjal buatan dapat menggantikan hanya sebagian fungsi ekskresi dan tidak dapat menggantikan fungsi endokrin, metabolik, sintetik ginjal normal. Meskipun dengan keterbatasan tersebut, pada saat ini hemodialisis kronik telah berhasil mempertahankan hidup sekitar 200.000 orang pasien gagal ginjal terminal dengan tingkat rehabilitasi yang cukup baik di seluruh dunia.

Data dan studi epidemiologik tentang gagal ginjal kronik di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Yang ada adalah studi atau data epidemiologik klinik. Pada saat ini tidak dapat dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian juga pola morbiditas dan mortalitas. Data klinik berasal dari rumah sakit rujukan nasional, rumah sakit rujukan propinsi dan rumah sakit swasta spesialistik, sehingga dapat dipahami, bahwa data tersebut berasal dari kelompok yang khas.

1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuty
Abstrak :
Latar belakang: Antipsikotika dan Antikolinergik merupakan obat yang dapat menvebablan efek samping disfungsi ereksi. Selama ini, keluhan tentang disfungsi ereksi jarang dikeluhkan oleh pasien skizofrenia yang mendapatkan terapi. Di Amerika Serikat, didapatkan prevalensi 20-30% pada pasien skizofrenia yang diterapi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek samping disfungsi ereksi pada pasien skizofrenia yang mendapatkan terapi di RS Dr Cipto Mangunkusumo, RS dr Soeharto Heerdjan, RS dr Marzoeki Mahdi. Tujuan : Untuk mendapatkan prevalensi disfungsi ereksi pada pasien skizofrenia yang diterapi dengan antipsikotika dan antikolinergik, dan mendapatkan hubungan antara jenis, dosis antipsikotika, dan lamanya terapi dengan timbulnya disfungsi ereksi. Metodologi : Merupakan studi potong lintang yang melibatkan 48 responden yang menggunakan antipsikotika tipikal, dan 48 responden yang menggunakan antipsikotika atipikal. Instrumen yang digunakan yaitu IIEF-5 (International Index of Erectile Function)-5 untuk mengetahui adanya disfungsi ereksi. Diagnosis skizofrenia berdasarkan pada diagnosis skizofrenia yang ditegakkan psikiater lain di rumah sakit setempat. - Hasil: Prevalensi disfungsi ereksi pada pasien skizofrenia yang mendapat terapi antipsikotika dan antikolinergik adalah 26%. Variabel yang paling berpengaruh terhadap timbulnya disfungsi ereksi adalah terapi tipikal yaitu sebanyak 3,5 kali lebiih banyak dari terapi atipikal. Dosis, lama terapi, pendidikan, usia, bekerja/tidak bekerja tidak bermakna secara statistik Simpulan: Didapat kesan bahwa antipsikotika mempunyai efek samping yang sama pada ras yang berbeda Keluhan disfungsi ereksi perlu ditanyakan dahulu oleh psikiater karena pasien jarang mengeluh tentang hat ini karena rasa malu. Rata kunci: pria penderita skizofrenia, disfungsi ereksi, antipsikotika, antikolinergik.
Back ground : Erectile Dysfunction is a common side effect from antipsychotic and ant cholinergic. However, complain about erectile dysfunction is rare (underreporting) from the schizophrenics on therapy here. The prevalence of erectile dysfunction is about 20%-30% from the schizophrenics on therapy in the United States.4 The aim in doing this research is to know whether the schizophrenics on therapy in Dr Cipto Mangunkusumo Hospital, dr Soeharto Heerdjan Hospital, dr Marzoeki Mahdi Hospital have the adverse effect of erectile dysfunction. Purpose: To study the prevalence of erectile dysfunction (ED) in Schizophrenics on therapy, and the correlation between type, dose, and length of therapy with erectile dysfunction. Methodology : A cross sectional study of 48 respondents on typical therapy and 48 respondents on atypical theory , aged above 20 was conducted using the abridged , five item version of the International Index of Erectile Function (IIEF-5). Presence of erectile dysfunction was defined as IIEF-5 score of less than or the same with 21. A Logistic regression model was used to identify significant independent risk factors for ED. The diagnosis of schizophrenia was established based on previous diagnosis from another psychiatrist at the respective hospital. Results: 26% male schizophrenics on antipsychotic and ant cholinergic therapy in Dr Cipto Mangunkusumo Hospital, dr Soeharto Heerjan Hospital, dr Marzoeki Mahdi Hospital suffered from erectile dysfunction. The only significant variable for erectile dysfunction is type of therapy (first generation antipsychotic). The first generation antipsychotic cause erectile dysfunction 3,5 times more than the second generation antipsychotic. Dose, length of therapy, education level, age, and labour 1 unemployment is not significant statistically. Conclusion: There is an impression that antipsychotic has the same adverse effect toward different race. Psychiatrists need to be aware of a possible reluctance from the patients to discuss erectile dysfunction because it precipitates feeling of embarrassment and humility. Psychiatrists are encouraged to initiate discussions accordingly. Keywords: male schizophrenics, erectile dysfunction, antipsychotic, ant cholinergic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library